You are on page 1of 10

PRODUK DAN JASA

Perteruan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial ternyata masih berlanjut. Kini, 40
orang hakim agung langsung turun gunung, meminta agar UU Komisi Yudisial diuji.

Setelah sebelumnya Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan sempat


menyatakan pengaturan usia pensiun hakim agung diskriminatif. Untuk itu, ia
menyatakan, terbuka peluang bagi hakim agung untuk mengajukan judicial review
(uji materiil). Nampaknya, ucapan Bagir ini terbukti, tapi dengan konteks yang
berbeda.

Ternyata, Jumat (10/3), 40 hakim agung resmi mengajukan permohonan judicial


review UU 22/2004 tentang Komisi Yudisial ke Mahkamah Konstitusi. Dijelaskan
dalam surat permohonan, Hakim-hakim Agung menyatakan pasal 1 angka 5, pasal
20, pasal 21, pasal 22 ayat (1) huruf e angka 5, pasal 23 ayat (2, 3 dan 5), pasal
24 ayat (1) dan pasal 25 ayat (3) UU KY bertentangan dengan pasal 24 B UUD
1945.

Dari berkas yang dimiliki hukumonline, tidak nampak nama Ketua MA, Bagir
Manan, Wakil Ketua MA, Mariana Sutadi, dan beberapa Ketua Muda MA seperti,
Gunanto Suryono, German Hoediarto, Parman Suparman dan beberapa hakim
agung seperti Artidjo Alkostar dan yang lainnya.

Berdasarkan surat permohonan, terdapat dua alasan yang mendasari mengapa


mereka mengajukan judicial review. Pertama, tentang pengaturan hakim yang
menurut mereka, kata ‘hakim’ dalam pasal 24 B UUD 1945 bukanlah seluruh
hakim.

UUD 1945

Pasal 24 B

(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan


hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim

Pasal 25

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan


dengan Undang-Undang
Kedua, tentang kewenangan pengawasan KY. Menurut mereka, secara universal,
kewenangan pengawasan KY tidak mencakup hakim agung pada MA. Karena, KY
adalah mitra MA dalam melakukan pengawasan terhadap para hakim pada badan
peradilan yang ada di bawah MA.

Sebenarnya, judicial review UU KY ini bukan yang pertama kalinya. Sebelumnya,


Dominggus Maurits Luitnan, Azi Ali Tjasa dan Toro Mendrofa yang semuanya
advokat pernah mengajukan judicial review terhadap UU KY dan UU MA. Namun
demikian, permohonan mereka tidak dapat diterima oleh MK.

Macam-macam Hakim

Tentang alasan pertama, yakni tentang pengertian kata ‘hakim’, menurut para
hakim agung, kata hakim dalam pasal 24 B UUD 1945 tidak bisa diartikan sebagai
seluruh hakim. Karena menurut mereka, pengangkatan dan perberhentian hakim
seperti yang diatur dalam pasal 25 UUD 1945 diatur oleh UU yang berbeda.

Yakni, untuk hakim peradilan umum diatur dalam UU 8/2004 tentang Peradilan
Umum. hakim Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam UU 9/2004 tentang
PTUN. Hakim agama diatur dalam UU 7/1989 tentang Peradilan Agama. Hakim
Militer diatur dalam UU 31/1997 tentang Peradilan Militer. Sementara, hakim agung
diatur dalam UU 5/2004, Hakim Konstitusi diatur dalam UU 24/2003 tentang
Mahkamah Konstitusi.

Karenanya, kewenangan KY menurut para hakim agung tidak menjangkau hakim


MA dan Hakim MK. Alasannya, hakim agung dan hakim konstitusi ini tidak
seluruhnya berasal dari hakim tingkat I maupun banding. Mereka menambahkan,
KY juga tidak berwenang untuk mengadakan pengawasan terhadap hakim Ad Hoc.

Oleh sebab itu, pasal 1 angka 5 UU KY menurut mereka telah melanggar pasal 24
B UUD 1945. Karena dalam pasal tersebut memperluas pengertian hakim dalam
UUD 1945. adapun pengertian hakim dalam pasal 1 angka 5 UU KY adalah hakim
agung dan hakim pada badan peradilan disemua lingkungan peradilan dibawah
MA serta hakim MK.

Pengawasan

Sementara, tentang alasan kedua, yakni tentang pengawasan KY, pasal-pasal


yang mengatur perihal usul penjatuhan sanksi bagi hakim agung dan hakim
konstitusi (pasal 21, pasal 23 ayat (2,3 dan 5), pasal 24 ayat (1) dan pasal 25 ayat
(3 dan 4) menurut mereka bertentangan dengan semangat pasal 24, 24 B dan C
UUD 1945. Para hakim agung berpandangan pasal tersebut (24, 24 B dan C)
memberi kewenangan kepada MA dan MK untuk membentuk majelis kehormatan
hakim.

Dijelaskan dalam permohonan, usul pemberhentian hakim agung dilakukan Ketua


MA. Kepada hakim agung bersangkutan diberi kesempatan membela diri
dihadapan Majelis Kehormatan MA. Pun demikian dengan hakim konstitusi. Usul
pemberhentian hakim konstitusi diusulkan Ketua MK dan mereka diberi
kesempatan membela diri di hadapan Majelis Kehormatan MK.

Atas pengajuan judicial review tersebut, Irawady Joenoes, anggota KY yang


menjadi Koordinator Bidang Pengawasan Keluhuran, Martabat dan Perilaku Hakim
mempersilahkan niat para hakim agung tersebut. Kendati demikian, dirinya
mempermasalahkan soal legal standing pemohon judicial review.
Ia mempertanyakan apakah permohonan tersebut diajukan atas nama pribadi atau
tidak. Jika pribadi, kata Irawady, mengapa masih memakai embel-embel hakim
agung yang mencerminkan kelembagaan. “Yang saya tahu, MA tidak boleh jadi
pihak dalam berperkara begitu,’ tukasnya.

Soal KY yang menurut para hakim agung tidak berhak mengawasi, Irawady
dengan nada tinggi menyatakan kewenangan itu diberikan oleh UUD 1945.
Kalaupun salah, tutur mantan Kepala Kejaksaaan Tinggi Kalimantan Tengah itu,
yang salah adalah UUD 1945. Selain itu, dirinya juga melihat ada potensi konflik
kepentingan dalam perkara ini. Soalnya, hakim konstitusi juga menjadi obyek
pengawasan KY.

Yang cukup menarik, Djoko Sarwoko, juru bicara MA yang juga salah satu dari 40
hakim agung yang mengajukan permohonan agak terkejut ketika ditanya soal ini.
“Lho sudah masuk tho?” tanyanya.

Dimintai keterangan; Djoko selain menekankan kata ‘hakim’ juga menyinggung


soal kewenangan KY dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran
martabat serta perilaku hakim yang tidak dijalankan dengan semestinya. Menurut
Djoko, KY yang seharusnya menjaga kehormatan hakim, justru bertindak vis a vis
dengan hakim. “Mereka kan harusnya menjaga seperti satpam yang
membelakangi kita bukan berhadap-hadapan,” katanya.

Saat ditanya apakah langkah 40 hakim agung ini diputuskan melalui rapat
pimpinan MA, Djoko sempat menyatakan iya, sebelum kemudian meralatnya
dengan terburu-buru. “Tidak itu langkah individu, kalaupun lewat rapim, saya tidak
tahu, kan saya bukan pimpinan,” tukasnya.

Nampaknya, perdamaian antara KY dengan MA bisa dikatakan semakin menjauh.


Episode manis perdamaian Artidjo Alkostar dengan Busyro Muqoddas serta
pembentukan tim fasilitator yang terdiri dari Abdul Rahman Saleh, Jaksa Agung,
Adnan Buyung Nasution, Advokat senior dan Mas Achmad Santosa dari
Partnership terlihat berkurang maknanya.

Diantara aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan


penegakan hukum ialah hakim. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan
putusan terhadap suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas
hakim terhadap nilai-nilai keadilan.
a.Pengertian Hakim
Pengertian hakim terdapat dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang menyebutkan
bahwa Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh
Undang-Undang untuk mengadili. Selain di dalam KUHAP, pengertian hakim juga
terdapat dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman, dalam pasal tersebut disebutkan bahwa hakim adalah pejabat yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.

b.Pengertian Kekuasaan Kehakiman


Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, seperti yang dinyatakan
dalam penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yaitu bahwa “Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang
merdeka, artinya terlepas dari pengaruh dan campur tangan kekuasaan
pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam Undang-
Undang tentang kedudukan para hakim”. Hal ini berarti bahwa kedudukan para
hakim harus dijamin oleh Undang-Undang.
Salah satu ciri dari Negara hukum adalah terdapat suatu kemerdekaan hakim yang
bebas, tidak memihak dan tidak dipengaruhi oleh Kekuasaan Legislatif dan
Eksekutif. Kebebasan hakim tersebut tidak dapat diartikan bahwa hakim dapat
melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap suatu perkara yang sedang
ditanganinya, akan tetapi hakim tetap terikat pada peraturan hukum yang ada.
Hakim berbeda dengan pejabat-pejabat yang lain, ia harus benar-benar
menguasai hukum, bukan sekedar mengandalkan kejujuran dan kemauan baiknya.
Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa perbedaan antara pengadilan dan
instansi-instansi lain ialah, bahwa pengadilan dalam melakukan tugasnya sehari-
hari selalu secara positif dan aktif memperhatikan dan melaksanakan macam-
macam peraturan hukum yang berlaku dalam suatu Negara. Di bidang hukum
pidana hakim bertugas menerapkan apa in concreto ada oleh seorang terdakwa
dilakukan suatu perbuatan melanggar hukum pidana. Untuk menetapkan ini oleh
hakim harus dinyatakan secara tepat Hukum Pidana yang mana telah dilanggar
(Wirjono Prodjodikoro, 1974 : 26-27)
Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim yang memimpin jalannya
persidangan harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak
terdakwa yang diwakili oleh penasihat hukumnya untuk bertanya kepada saksi-
saksi, begitu pula kepada penuntut umum. Dengan demikian diharapkan
kebenaran materil akan terungkap, dan hakimlah yang bertanggung jawab atas
segala yang diputuskannya.
Masalah kebebasan hakim perlu dihubungkan dengan masalah bagaimana hakim
dapat menemukan hukum berdasarkan keyakinannya dalam menangani suatu
perkara. Kebebasan hakim dalam menemukan hukum tidaklah berarti ia
menciptakan hukum. Tetapi untuk menemukan hukum, hakim dapat bercermin
pada yurisprudensi dan pendapat ahli hukum terkenal yang biasa disebut dengan
doktrin.
Berhubungan dengan kebebasan hakim ini, perlu pula dijelaskan mengenai posisi
hakim yang tidak memihak (impartial judge). Istilah tidak memihak disini tidak
diartikan secara harafiah, karena dalam menjatuhkan putusannya hakim harus
memihak kepada yang benar. Dalam hal ini, hakim tidak memihak diartikan tidak
berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya.
Hal ini secara tegas tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi : “Pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.”
Hakim tidak memihak berarti juga bahwa hakim itu tidak menjalankan perintah dari
pemerintah. Bahkan jika harus demikian, menurut hukum hakim dapat
memutuskan menghukum pemerintah, misalnya tentang keharusan ganti kerugian
yang tercantum dalam KUHAP (Andi Hamzah, 2005: 99-101`)

c.Tugas, Kewajiban dan Tanggung Jawab Hakim


Dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, tugas hakim adalah menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila melalui perkara-perkara yang
dihadapkan kepadanya, sehingga keputusan yang diambilnya mencerminkan rasa
keadilan bangsa dan masyarakat Indonesia.
Untuk menegakkan hukum dan keadilan, seorang hakim mempunyai kewajiban-
kewajiban atau tanggung jawab hukum. Kewajiban hakim sebagai salah satu
organ lembaga peradilan tertuang dalam Bab IV Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 Tentang Kekuasaan

Kehakiman. Adapun kewajiban-kewajiban hakim tersebut adalah sebagai berikut :


1)Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No.4
Tahun 2004)
2)Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan
pula sifat yang vbaik dan jahat dari terdakwa (Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang
No.4 Tahun 2004)
3)Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat
hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan
suami atau istri mesipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim
anggota, jaksa, advokat, atau panitera (Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang No.4
Tahun 2004)
4)Ketua majelis, hakim anggota, wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila
terikat hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga, atau
hubungan suami atau istri mesipun telah bercerai, dengan pihak yang diadili atau
advokat (Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang No.4 Tahun 2004)
5)Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai
kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa,
baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara
(Pasal 29 ayat (5) Undang-Undang No.4 Tahun 2004)
6)Sebelum memangku jabatannya, hakim untuk masing-masing lingkungan
peradilan wajib mengucapkan sumpah atau janjinya menurut agamanya (Pasal 30
ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 2004)

Hakim dalam menjalankan tugasnya memiliki tanggung jawab profesi. Tanggung


jawab tersebut dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a)Tanggung jawab moral
adalah tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
dalam lingkungan kehidupan profesi yang bersangkutan (hakim), baik bersifat
pribadi maupun bersifat kelembagaan bagi suatu lembaga yang merupakan wadah
para hakim bersangkutan.
b) Tanggung jawab hukum
adalah tanggung jawab yang menjadi beban hakim untuk dapat melaksanakan
tugasnya dengan tidak melanggar rambu-rambu hukum.
c)Tanggung jawab teknis profesi
adalah merupakan tuntutan bagi hakim untuk melaksanakan tugasnya secara
profesional sesuai dengan kriteria teknis yang berlaku dalam bidang profesi yang
bersangkutan, baik bersifat umum maupun ketentuan khusus dalam lembaganya.

Ketua Pengadilan, antara lain:

1.Menyelenggarakan administrasi keuangan perkara dan mengawasi keuangan


rutin/pembangunan
2.Melakukan pengawasan secara rutin terhadap pelaksanaan tugas dan memberi
petunjuk serta bimbingan yang diperlukan baik bagi para Hakim maupun seluruh
karyawan
3.Sebagai kawal depan Mahkamah Agung, yaitu dalam melakukan pengawasan
atas :
o Penyelenggaraan peradilan dan pelaksanaan tugas, para Hakim dan pejabat
Kepaniteraan, Sekretaris, dan Jurusita di daerah hukumnya
o Masalah-masalah yang timbul
o Masalah tingkah laku/ perbuatan hakim, pejabat Kepaniteraan Sekretaris, dan
Jurusita di daerah hukumnya
o Masalah eksekusi yang berada di wilayah hukumnya untuk diselesaikan dan
dilaporkan kepada Mahkamah Agung
4.Memberikan izin berdasarkan ketentuan undang-undang untuk membawa keluar
dari ruang Kepaniteraan: daftar, catatan, risalah, berita acara serta berkas perkara
5.Menetapkan panjar biaya perkara; (dalam hal penggugat atau tergugat tidak
mampu, Ketua dapat mengizinkan untuk beracara secara prodeo atau tanpa
membayar biaya perkara)

Wakil Ketua Pengadilan


1. Membantu Ketua dalam membuat program kerja jangka pendek dan jangka
panjang, pelaksanaannya serta pengorganisasiannya
2. Mewakili ketua bila berhalangan
3. Melaksanakan delegasi wewenang dari ketua
4. Melakukan pengawasan intern untuk mengamati apakah pelaksanaan tugas
telah dikerjakan sesuai dengan rencana kerja dan ketentuan yang berlaku serta
melaporkan hasil pengawasan tersebut kepada ketua

Hakim
1. Hakim Pengadilan adalah pejabat yang melaksanakan tugas Kekuasaan
Kehakiman. Tugas utama hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan semua perkara yang diajukan kepadanya
2. Dalam perkara perdata, hakim harus membantu para pencari keadilan dan
berusaha keras untuk mengatasi hambatan-hambatan dan rintangan agar
terciptanya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan

Panitera
1. Kedudukan Panitera merupakan unsur pembantu pimpinan
2. Panitera dengan dibantu oleh Wakil Panitera dan Panitera Muda harus
menyelenggarakan administrasi secara cerrnat mengenai jalannya perkara perdata
dan pidana maupun situasi keuangan
3. Bertanggungjawab atas pengurusan berkas perkara, putusan, dokumen, akta,
buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, surat-surat bukti dan surat-
surat lainnya yang disimpan di Kepaniteraan
4. Membuat salinan putusan
5. Menerima dan mengirimkan berkas perkara
6. Melaksanakan eksekusi putusan perkara perdata yang diperintahkan oleh Ketua
Pengadilan dalam jangka waktu yang ditentukan
Wakil Panitera
1. Membantu pimpinan Pengadilan dalam membuat program kerja jangka pendek
dan jangka panjang, pelaksanaannya serta pengorganisasiannya
2. Membantu Panitera didalam membina dan mengawasi pelaksanaan tugas-tugas
administrasi perkara, dan membuat laporan periodik
3. Melaksanakan tugas Panitera apabila Panitera berhalangan
4. Melaksanakan tugas yang didelegasikan Panitera kepadanya

Panitera Muda
1. Membantu pimpinan Pengadilan dalam membuat program kerja jangka pendek
dan jangka panjang, pelaksanaannya serta pengorganisasiannya
2. Membantu Panitera dalam menyelenggarakan administrasi perkara dan
pengolahan/penyusunan laporan sesuai dengan bidangnya masing-masing

Panitera Pengganti
Membantu Hakim dalam persidangan perkara perdata dan pidana serta
melaporkan kegiatan persidangan tersebut kepada Panitera Muda yang
bersangkutan

Sekretaris
Sekretaris Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi Umum
Pengadilan

Wakil Sekretaris
Membantu tugas pokok Sekretaris

Kepala sub - Bagian Umum


1. Memberikan pelayanan guna terciptanya proses peradilan
2. Menangani surat keluar dan surat masuk yang bukan bersifat perkara

Kepala sub - Bagian Keuangan


Menangani masalah keuangan, baik keuangan penerimaan Negara bukan pajak,
pengeluaran, anggaran, dan hal-hal lain yang menyangkut pengeluaran
pengadilan diluar perkara pengadilan

Kepala sub - Bagian Kepegawaian


Kedudukan Kepala Bagian Kepegawaian adalah unsur pembantu Sekretaris yang:
1. Menangani keluar masuknya pegawai
2. Menangani pensiun pegawai
3. Menangani kenaikan pangkat pegawai
4. Menangani gaji pegawai
5. Menangani mutasi pegawai
6. Menangani tanda kehormatan
7. Menangani usulan/ promosi jabatan, dll

Jurusita
• Jurusita bertugas untuk melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh
Hakim Ketua Majelis
• Jurusita bertugas menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran,
protes-protes dan pemberitahuan putusan pengadilan
• Jurusita melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri
• Jurusita membuat berita acara penyitaan, yang salinannya kemudian diberikan
kepada pihak-pihak terkait

Bagir juga mengatakan, sejumlah

orang yang berperkara atau diperkarakan di pengadilan tampaknya tidak peduli

apakah gugatannya dikabulkan atau dikalahkan, dibebaskan atau dilepaskan.


Yang

mereka hendaki adalah putusan yang cepat atau segera demi kepastian hukum.
"Kalah

atau menang, dipidana, bebas atau lepas, sepenuhnya mereka serahkan kepada

temuan hukum oleh hakim yang bertindak jujur dan tidak berpihak. Aspek lain

kepastian hukum, yaitu konsistensi hukum," ujarnya.

Selain menghendaki kecepatan

putusan, semua orang yang berperkara mengharapkan konsistensi putusan,


karena

dengan demikian mereka dapat memrediksi konsekuensi hukum yang akan timbul
atas

suatu putusan hakim. "Kecepatan dan konsisten putusan hukum merupakan

tantangan yang acap kali sangat memrihatinkan, terutama pada pemeriksaan

tingkat kasasi dan peninjauan kembali," kata Bagir.

Masalah yang dihadapi bukan

sekadar kecepatan kerja para hakim atau jumlah hakim yang kurang, tetapi sistem

yang tidak tepat. Salah satu sistem pengelolaan yang diharapkan adalah adanya

pembatasan perkara yang dapat dimohonkan kasasi.

Ada berbagai penyakit atau kelemahan yang hinggap pada badan-badan


peradilan yang sudah ada yang menimbulkan bukan saja keluhan, protes,
tetapi dibentuk berbagai pendapat yang mendorong rendahnya kepercayaan
publik terhadap pengadilan. Penyakit atau kelemahan itu – antara lain :
1. Penyakit atau kelemahan disiplin. Disiplin ini mencakup hal-hal seperti
disiplin waktu, disiplin janji, disiplin bertindak, disiplin terhadap aturan
pekerjaan. Mengulur-ulurkan waktu sidang atau membacakan putusan,
meninggalkan tempat atau pekerjaan tanpa alasan yang cukup, kesulitan
mendapatkan salinan putusan, merupakan kelemahan disiplin yang banyak
menimbulkan keluhan. Pelanggaran disiplin ini bukan saja menyangkut
“konduite” yang bersangkutan, tetapi merugikan pencari keadilan atau
orang lain yang berurusan dengan pengadilan. Seorang terdakwa atau saksi
yang mungkin datang dari tempat jauh, dibiarkan menungu hakim
terlambat baik sebagai suatu kebiasaan atau melakukan kegiatan yang
tidak terkait dengan pekerjaan. Begitu juga kesulitan mendapatkan salinan
putusan, merupakan penyakit yang harus di-berantas. Sekali lagi saya
ingatkan penyakit ini bukan hanya menyangkut reputasi tapi merugikan
orang lain dan berbagai dugaan hal-hal tersebut sengaja dilambatlambatkan
harus karena menunggu yang berkepentingan “menghadap”
dengan berbagai dugaan yang tidak sehat.
2. Penyakit atau kelemahan yang bersifat profesi. Penyakit atau kelemahan ini
baik yang menyangkut tata cara beracara maupun tidak menghormati
forum peradilan.
Sebuah majelis, bahkan Ketua Pengadilan, begitu saja membuat penetapan
“conservatoir beslag”, tanpa didahului suatu pemeriksaan. Menetapkan
obyek sitaan yang berlebih-lebihan tanpa mempertimbangkan nilai perkara.
Menyita barang-barang tidak bergerak tanpa memeriksa barang bergerak
yang semestinya didahulukan. Menyita barang-barang milik penjamin
(guarantor), tanpa terlebih dahulu meneliti barang-barang milik pihak yang
www.badilag.net
Pidato Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia 5
berperkara. Menyita rekening bank berjalan. Perbuatan-perbuatan ini
merupakan pelanggaran hukum acara atau kepatutan dalam beracara.
Karena menganggap diri sebagai tidak dapat bersalah (onschenbaar, can do
no wrong), ketua Pengadilan atau majelis yang bersangkutan dengan
enteng mengatakan kepada yang keberatan atau dirugikan “kalau tidak
dapat menerima atau keberatan dipersilahkan melakukan perlawanan atau
verzet”. Sikap seperti ini, selain melanggar hukum sangat tidak patut dan
bertentangan dengan ketertiban umum, merugikan pencari keadilan, yang
mencerminkan mutu profesional dalam menangani perkara.
Selanjutnya didapati hakim yang tidak menghormati majelisnya sendiri
yang sedang bersidang. Ada hakim yang menerima telepon melalui HP dan
begitu saja meninggalkan ruang sidang untuk melanjutkan pembicaraan
telepon. Dipihak lain, publik dimanapun saja didunia ini harus
“membungkukkan badan” kepada ketua majelis atau hakim yang
memimpin sidang pada saat akan meninggalkan ruangan. Kepada publik
saya perlu mengingatkan, diseluruh dunia orang memperlakukan sidang
pengadilan sebagai sesuatu yang “sakral” sehingga harus dihormati. Setiap
orang dilarang bertingkah laku yang dapat dipandang kurang menghormati
persidangan yang sedang berjalan termasuk etika membungkukkan badan
pada saat akan keluar dari sidang yang sedang berjalan. Diseluruh dunia,
merekam jalannya persidangan untuk disiarkan, melakukan pemotretan
sidang yang sedang berjalan merupakan sesuatu yang ditabukan atau
dilarang, apalagi melakukan siaran langsung atau membuat panel yang
disiarkan mengenai suatu sidang yang sedang berjalan. Sekali lagi, hal-hal
tersebut dilarang karena dapat merugikan pencari keadilan dan
mengancam independensi kekuasaan kehakiman, serta kebebasan hakim. .
3. Penyakit atau kelemahan tingkah laku.
Penyakit atau kelemahan ini berkaitan dengan tingkah laku yang
menyangkut sikap-sikap individual sehari-hari diluar pekerjaan. Ada
seorang hakim yang dimana-mana meminjam uang tetapi tidak pernah
membayar. Kalau ditagih membuat bermacam-macam dalih. Ada hakim
www.badilag.net
Pidato Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia 6
yang tidak mempunyai keperdulian terhadap lingkunganya. Tetapi ada juga
tingkah laku hakim yang dalam keadaan yang semestinya tidak dilakukan
karena dapat merendahkan martabat atau rasa hormat orang lain.
Perbuatan ini terpaksa dilakukan untuk menutupi kekurangan kebutuhan
keluarga. Ada hakim yang jual beli mobil bekas, ada hakim yang membuka
warung dirumahnya bahkan membuka usaha pembuatan atau jual beli
meubel. Hal-hal ini semestinya tidak perlu dilakukan seorang hakim kalau
mereka diberi atau dijamin dengan pendapatan yang cukup. Kenyataan gaji
yang mereka terima terlalu kecil dibandingkan dengan kebutuhan yang
wajar. Namun demikian, saya perlu mengingatkan. Walaupun pekerjaan itu
dapat dipandang sebagai “force majeur”, hendaknya tetap dipilih. Dalam
keadaan apapun saya tidak membenarkan hakim ikut menjual misalnya
kupon undian walaupun resmi, jual beli karcis sepak bola atau karcis
bioskop. Hindari hal-hal semacam itu. Mudah-mudahan Allah memberi jalan
lain untuk menolong saudara-saudara.
4. Penyakit atau kelemahan yang merupakan pelanggaran hukum.
Berbagai kegiatan reformasi kita lakukan, seperti meningkatkan secara
terus menerus pengawasan dan penindakan. Sejumlah hakim dan pegawai
teknis maupun non teknis terkena tindakan. Berbagai upaya dilakukan
untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pengadilan. Upaya itu
mulai menampakkan hasil. Kepercayaan publik mulai meningkat. Tetapi
berbagai peristiwa yang dilakukan oleh sejumlah kecil warga pengadilan,
seperti meruntuhkan segala jerih payah yang dilakukan selama ini. Yang
lebih memprihatinkan, ditengah tengah kegaduhan itu, masih ada pula
diantara kita yang mem- prosokkan diri pada perbuatan tercela. Kita tidak
hanya gaduh dan sedih. Lebih dari itu kita dihadapkan pada keganjilan
tingkah laku dan nafsu keserakahan yang bukan saja tidak mengenal malu
melainkan tidak ada sedikitpun rasa khawatir atau rasa takut. Namun kita
tidak boleh menyerah. Kita harus lebih memadukan langkah memerangi
perangai perusak tersebut. Tidak boleh ada diantara kita yang mencoba
“mengerti” perbuatan tersebut. Mereka harus ditindak dengan cepat dan
tuntas. Sekali lagi saya perintahkan pada setiap pimpinan pengadilan untuk
www.badilag.net
Pidato Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia 7
secara langsung mengambil tindakan kalau dijumpai perbuatan tercela baik
kecil maupun besar. Sekali lagi, kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua
Pengadilan Tinggi Agama Bangka-Belitung, agar saudara-saudara
menggunakan keadaan serba baru ini sebagai pandai besi yang menempa
besi yang masih panas. Kalau tempaan itu berhasil berarti saudara-saudara
telah meletakkan satu dasar yang kokoh membangun kepercayaan publik
terhadap pengadilan. Gunakanlah pengalaman saudara-saudara yang
panjang sebagai hakim dan pimpinan pengadilan ditempat lain untuk
menjadikan lingkungan pengadilan di Bangka Belitung sebagai pengadilan
yang bermartabat, berwibawa, terhormat, dan dihormati. Selamat bekerja.

You might also like