You are on page 1of 30

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Demam tifoid adalah suatu infeksi demam sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi melalui asupan makanan atau minuman yang terkontaminasi.1-3 Sampai saat ini demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan, hal ini disebabkan antara lain oleh pertumbuhan penduduk yang cepat, meningkatnya arus urbanisasi, kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi rendah dan masalah pada pelayanan kesehatan meliputi keterlambatan diagnosis.4-6 Diperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.2 Demam tifoid endemik di negara berkembang seperti di subkontinen India, Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Amerika Tengah serta Afrika. Di India, memberikan insiden tahunan lebih dari 900 per 100.000 populasi.4 Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia menunjukkan angka yang terus meningkat, pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan tahun 1994 menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Insiden demam tifoid bervariasi di setiap daerah, di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk.7 Di Samarinda, selama tahun 2007 terdapat lebih dari 3000 kasus demam tifoid, persentasinya sebesar 24,23% dibandingkan dengan penyakit infeksi pada usus, data ini berdasarkan laporan bulanan 14 Puskesmas kota Samarinda.8 Kemampuan mengenali manifestasi klinis demam tifoid sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis secara dini,7 tetapi ditemukannya gejala klinis yang sama pada beberapa penyakit infeksi lainnya membuat diagnosis klinik demam tifoid menjadi cukup sulit.2 Diagnosis pasti demam tifoid adalah dengan isolasi atau kultur Salmonella typhi dari darah, sumsum tulang, atau lesi anatomis yang spesifik,2 dengan waktu yang dibutuhkan untuk identifikasi

biasanya sekurang-kurangnya tiga hari, sedangkan keputusan untuk memberikan terapi harus dilakukan segera. Serologi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.9 Uji Widal merupakan uji serologi yang paling banyak dipakai untuk menunjang diagnosis termasuk di Indonesia, tetapi uji ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas sedang dan seringkali menghasilkan positif atau negatif palsu.2,6,10 1.2 Tujuan

Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang di dapat. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang terdapat langsung pada kasus. Mendiagnosa dengan cepat dan menyusun rencana tatalaksana yang tepat kepada pasien.

BAB II LAPORAN KASUS IDENTITAS Nama Jenis kelamin Umur Alamat MRS : An. CF : Perempuan : 5 tahun : Sungai Keledang : 28 Oktober 2010

ANAMNESA Alloanamnesa (oleh ibu kandung pasien), pada tanggal 28 Oktober 2010. Keluhan Utama Demam Riwayat Penyakit Sekarang : Demam dialami pasien sejak 11 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun, mulai naik saat menjelang malam hari, dan turun pada saat pagi hari. Pasien telah minum obat penurun panas tetapi tidak ada perubahan, bahkan demam terasa semakin tinggi dalam 3 hari terakhir. Dua hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengigau bersamaan dengan kondisi tubuh pasien yang panas sekali. Tidak ada menggigil. Pasien juga mengalami sakit kepala dan batuk yang timbul bersamaan dengan demam hari pertama. Mual dan muntah dialami sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak sangat lemah, sulit makan dan minum. Tidak ada bintik merah dan mimisan dan tidak ada nyeri pada anggota

badan. Pasien tidak bisa buang air besar 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada mencret. Buang air kecil normal. Riwayat penyakit dahulu Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, pasien hanya pernah menderita batuk, pilek dan diare yang sembuh dengan rawat jalan. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Pemeliharaan Prenatal Periksa di Penyakit kehamilan Obat-obatan yang diminum : Puskesmas : Tidak ada : Tablet penambah darah

Riwayat Kelahiran Lahir di Berapa bulan dalam kandungan Jenis partus : Rumah, di tolong oleh : bidan : 8 bulan 2 minggu

: Spontan

Pemeliharaan Postnatal Periksa di Keadaan anak : Sehat : Puskesmas

Keluarga Berencana Ya/Tidak Memakai sistem Sikap dan kepercayaan : Ya : Pil : Percaya

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Berat badan lahir Panjang badan lahir : 3.200 gr : 49 cm

Berat badan sekarang Tinggi badan sekarang Gigi keluar Tersenyum Miring Tengkurap Duduk Merangkak Berdiri Berjalan Berbicara 2 suku kata Masuk TK

: 14 kg : 106 cm : 7 bulan : 2 bulan : 4 bulan : 4 bulan : 10 bulan : 8 bulan : 11 bulan : 1 tahun : 1 tahun : 5 tahun

Makan Minum Anak ASI Dihentikan Buah Bubur susu Tim saring Imunisasi Imunisasi Usia saat imunisasi I BCG Polio Campak DPT Hepatitis B + + + + + II //////// + + + III ///////// + //////////// + + IV ////////// + ////////// ////////// ////////// : 0 bulan : 2 tahun : 12 bulan : 4 bulan : 8 bulan

Makanan padat dan lauknya : 12 bulan

Tifoid

PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2010 Kesan umum Kesadaran Tanda Vital : 72 kali/menit : 100/60 mmHg : 36,9oC : 24 kali/menit : 14 kg : 106 cm : Kurang : Tampak sakit sedang : Compos Mentis

Nadi Tekanan Darah Suhu badan Frekuensi nafas Berat badan Panjang Badan Status Gizi

Kepala Rambut merah Ubun-ubun cekung : (-) :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor dekstra = sinistra (3 mm/3mm) Telinga Mulut Hidung : Sumbat (-), sekret (-) : (-)

Mata

: Bersih, sekret (-) :Bibir kering, lidah kotor dan tremor, faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-/-)

Leher

Dada

Kaku kuduk

: (-)

Pembesaran Kelenjar : (-)

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: Gerakan simetris, bintik merah (-) : Thrill (-) : Sonor : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung S1/S2 tunggal reguler Bising : (-)

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Flat : Nyeri tekan (+), hepar/lien tidak teraba, turgor baik : Timpani : Bising usus (+) normal

Genitalia Dalam batas normal. Ekstremitas Akral hangat, edema (-), tes tourniquet (-). PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 28 Oktober 2010) : 4.900 /mm3 : 12,3 g/dl : 37,9 %

Leukosit Hb Ht

Trombosit : 189.000 /mm3

1/80 - Salmonela typhi - O - Salmonela typhi - H - Salmonela paratyphi A - O - Salmonela paratyphi A - H - Salmonela paratyphi B - O - Salmonela paratyphi B H - Salmonela paratyphi C - O - Salmonela paratyphi C - H (+) Negatif Negatif Negatif (+) Negatif Negatif Negatif

1/160 (+)

1/320 (+)

Negatif

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 29 Oktober 2010) : 3.310 /mm3 : 12,8 g/dl : 40,5 % : 93.000 /mm3 : 10

Leukosit Hb Ht Trombosit LED

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 30 Oktober 2010) : 6.000 /mm3 : 14,0 g/dl : 45,1 % : 54.000 /mm3 :2 : (-) : (-)

Leukosit Hb Ht Trombosit LED DDR Dengue Ig G

Dengue Ig M

: (+)

1/80 - Salmonela typhi - O - Salmonela typhi - H - Salmonela paratyphi A - O - Salmonela paratyphi A - H - Salmonela paratyphi B - O - Salmonela paratyphi B H - Salmonela paratyphi C - O - Salmonela paratyphi C - H (+) Negatif Negatif Negatif (+) Negatif Negatif Negatif

1/160 (+)

1/320 (+)

Negatif

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 31 Oktober 2010) : 10.300 /mm3 : 13,4 g/dl : 42,4 % : 59.000 /mm3

Leukosit Hb Ht Trombosit

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 1 November 2010) : 8.710 /mm3 : 11,9 g/dl : 39,6 % : 71.000 /mm3

Leukosit Hb Ht Trombosit

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 2 November 2010) : 7.210 /mm3 : 12,2 g/dl

Leukosit Hb

10

Ht Trombosit LED

: 39,5 % : 172.000 /mm3 :9

DIAGNOSIS KERJA SEMENTARA Demam tifoid

PENATALAKSANAAN : IVFD D5 NS 14 tpm Amoxicillin 3 x 500 mg (iv) Paracetamol syr 3 x 1 cth

PROGNOSIS Bonam.

11

FOLLOW UP Pera S Watan O A P

12

Hari I Tgl 28/10/10

Batuk

(+), CM TD: 100/60 mmHg N: 72x/ RR: 24x/ T: 36,90C

Demam tifoid

IVFD D5 NS 14 tpm Amoxicillin 3 x 500 mg (iv) Paracetamol syr 3 x 1 cth

badan lemes (+)

Hari II Tgl 29/10/10

Demam batuk (+) mual muntah (-)

(-), CM , (-), TD: 100/60 mmHg N: 76x/ RR: 24x/ T: 37,30C

Demam tifoid

IVFD D5 NS 14 tpm Amoxicillin 3 x 500 mg (iv) Paracetamol syr 3 x 1 cth

Hari III Tgl 30/10/10

Nyeri perut (+), CM demam (-), batuk (+) mual muntah (-) , (-), TD: 100/70 mmHg N: 80x/ RR: 20x/ T: 36,60C

Demam tifoid

IVFD D5 NS 14 tpm Amoxicillin 3 x 500 mg (iv) Paracetamol syr 3 x 1 cth

Hari V Tgl 1/11/10

Nyeri perut (+) , CM demam (-), batuk (+) mual muntah (-) , (-), TD: 90/70 mmHg N: 72x/ RR: 24x/

Demam tifoid + IVFD D5 NS 14 tpm Demam dengue Amoxicillin 3 x 500 mg (iv) Paracetamol syr 3 x 1 cth Antasida syr 3 x cth

13

T: 36,50C

Dehaf 1 x 1 sachet

Hari VI Tgl 2/11/10

Nyeri perut (+) , CM demam (-), batuk (-), mual (-), muntah (-) TD: 100/80 mmHg N: 84x/ RR: 24x/ T: 37,10C

Demam tifoid + IVFD D5 NS 14 tpm Demam dengue Amoxicillin 3 x 500 mg (iv) Paracetamol syr 3 x 1 cth Antasida syr 3 x cth Dehaf 1 x 1 sachet Demam tifoid + Cefixime syr 3 x cth Demam dengue KRS

Hari VII Tgl 3/11/10

Nyeri perut (+) , CM demam (-), batuk (-), mual (-), muntah (-) TD: 100/80 mmHg N: 80x/ RR: 24x/ T: 36,50C

14

BAB III PEMBAHASAN

Pasien dengan nama An.CF usia 5 tahun datang dengan keluhan demam. Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa demam tifoid. Manusia merupakan satu-satunya reservoir alamiah Salmonella typhi, kontak langsung atau tidak langsung dengan orang yang terinfeksi diperlukan untuk infeksi.9 Terdapat dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu pasien dengan demam tifoid akut dan yang lebih sering, karier kronik.11,12 Sekitar 3% penderita demam tifoid menjadi pembawa bakteri yang tetap, menyimpan bakteri dalam kandung empedu, saluran empedu, atau kadang-kadang dalam usus atau saluran kemih.13 Kasus demam tifoid karier merupakan faktor resiko terjadinya outbreak demam tifoid, seperti pada kasus Mary Mallon yaitu seorang wanita karier demam tifoid yang bekerja menangani makanan telah menginfeksi sedikitnya 78 orang dan 5 orang meninggal di USA.7,14 Oleh sebab itu, dalam kasus ini telah ditanyakan dalam anamnesis apakah sebelumnya pasien perrnah mengalami keluhan serupa untuk mencari kemungkinan pasien mengalami relaps serta juga ditanyakan apakah pada keluarga ada yang mengalami keluhan serupa untuk mencari sumber penularan. Resiko penularan demam tifoid terjadi melalui rute fekal oral.10 Transmisi terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan feses atau urin dari pasien atau karier demam tifoid.15 Transmisi secara langsung dari tangan ke mulut yang sebelumnya kontak dengan feses, urin, sekret pernapasan, muntahan, atau pus dari individu yang terinfeksi dapat pula terjadi namun jarang.16 Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14 hari. Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia

15

melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminsai. Setelah kuman sampai lambung maka mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Faktor yang menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam lambung adalah jumlah kuman yang masuk dan kondisi asam lambung. Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 105-109 yang tertelan melalui makanan atau minuman.17 Anamnesis: Fakta Demam 11 hari sebelum Demam tifoid: MRS. MRS. Sakit kepala 11 sebelum MRS. Mual 7 hari sebelum MRS. MRS. Sulit buang air besar 2 hari sebelum MRS. Tampak sangat lemah Demam naik secara bertahap tiap hari, Mengigau 2 hari sebelum mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus hari tinggi. Anak sering mengigau (derilium), malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung. penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus. Teori

Muntah 7 hari sebelum Pada demam tifoid berat dapat dijumpai

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi dari yang ringan bahkan asimtomatik sampai dengan berat. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam satu minggu atau lebih, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran.17 Dalam kasus ini timbul gejala klinis berupa demam, sakit kepala, mual, dan muntah yang timbul mulai dari hari pertama sakit. Berdasarkan literatur, pada

16

minggu pertama gejala klinis penyakit demam tifoid ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.7 Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten serta dapat pula bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid kongenital.5 Demam naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu keempat demam turun perlahan secara lisis.15 Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya, 18dalam anamnesis kasus ini didapatkan data bahwa demam naik turun, mulai naik saat menjelang malam hari, dan turun pada saat pagi hari. Dalam minggu kedua pasien terlihat toksik dan lemah, gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, pada saat demam sudah tinggi, dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau derilium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.7 Pada kasus diketahui bahwa pasien mulai mengigau dua hari sebelum masuk rumah sakit bersamaan dengan kondisi tubuh pasien yang panas sekali dan pasien tampak sangat lemah. Pada minggu ketiga gejala akan kelihatan lebih jelas lagi yaitu perut terasa sakit sekali, tidak buang air besar, denyut nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun dan kadang-kadang sampai tidak sadar. Pada stadium ini dapat terjadi perdarahan usus, lalu disusul kematian.19 Pada pasien yang bertahan sampai minggu keempat, demam, status mental, dan distensi abdomen secara perlahan mulai membaik tetapi komplikasi saluran cerna masih terjadi. Pemulihan biasanya berlangsung lambat.15 Pemeriksaan fisik:

17

Fakta Compos mentis TD = 100/60 mmHg Nadi = 72x/menit


Suhu = 36,90C

Teori Kesadaran menurun, derilium Suhu badan meningkat Bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak Lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedangkan tepi dan ujungnya kemerahan. Rose spot Ronki dapat terdengar Hepatomegali, splenomegali,

Kepala: bibir kering, lidah kotor Bibir kering dan pecah-pecah

dan tremor Dada: bintik merah (-), ronki (-/-) Abdomen: hepar dan lien tidak teraba, tympani, BU (+) normal

meteorismus Pada pemeriksaan fisik seharusnya didapatkan suhu badan meningkat, karena selama minggu kedua penyakit, demam tinggi bertahan. Tetapi, dalam kasus ini suhu badan pasien dalam batas normal. Hal ini dapat disebabkan karena pasien telah minum obat penurun panas sebelum dilakukannya pemeriksaan. Pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan suhu pada sore atau malam hari sebelum diberikannya antipiretik untuk menacri bukti kebenaran laporan orangtua pasien bahwa suhu lebih meningkat menjelang malam hari. Bradikardi relatif dibandingkan dengan tingginya suhu tubuh dapat menjadi petunjuk klinis pada tifoid, tetapi hanya ditemukan pada sebagian kecil pasien. Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit) jarang dijumpai pada anak.1,18 Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecahpecah. Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-tanda antara lain, lidah nampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila

18

penyakit makin progresif akan terjadi desquamasi epitel, sehingga papilla lebih prominen.5 Bintik merah muda (rose spot), lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. Rose spots yang disebabkan oleh embolisasi bakteri di mana didalamnya mengandung kuman Salmonella merupakan suatu ruam makulopapular yang berwarna merah pucat dengan ukuran 2-4 mm, yang dapat menghilang jika ditekan, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, torak, ekstremitas, dan punggung orang kulit putih. Bintik merah muda juga dapat berubah menjadi perdarahan kecil yang tidak mudah menghilang yang sulit dilihat pada pasien berkulit gelap. Tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia.5,18 Bronkitis banyak dijumpai pada demam tifoid sehingga buku ajar lama bahkan menganggap bronkitis sebagai bagian dari penyakit demam tifoid. Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria, pembesaran limpa pada demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak.18 Pemeriksaan penunjang: Fakta 28 Oktober 2010 Leukosit Hb Ht Trombosit : 4.900 /mm3 : 12,3 g/dl : 37,9 % : 189.000 /mm3 Anemia Leukopenia Limfositosis relatif Trombositopenia Serologi Widal: kenaikan titer Salmonella typhi O Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. : 3.310 /mm3 Biakan feses dan urin positif biasanya Teori

Salmonela typhi O (+ 1/320) 29 Oktober 2010 Leukosit

19

Hb Ht Trombosit LED 30 Oktober 2010 Leukosit Hb Ht Trombosit LED DDR Dengue Ig G Dengue Ig M

: 12,8 g/dl : 40,5 % : 93.000 /mm3 : 10

pada minggu kedua, ketiga. Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4.

: 6.000 /mm3 : 14,0 g/dl : 45,1 % : 54.000 /mm3 :2 : (-) : (-) : (+)

Salmonela typhi O (+ 1/320) 31 Oktober 2010 Leukosit Hb Ht Trombosit 1 November 2010 Leukosit Hb Ht Trombosit : 8.710 /mm3 : 11,9 g/dl : 39,6 % : 71.000 /mm3 : 10.300 /mm3 : 13,4 g/dl : 42,4 % : 59.000 /mm3

20

2 November 2010 Leukosit Hb Ht Trombosit LED : 7.210 /mm3 : 12,2 g/dl : 39,5 % : 172.000 /mm3 :9

Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.7 Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid. Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid. Uji serologi Widal merupakan suatu metode serelogik untuk mendeteksi antibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O (pada hari ke 6-8), kemudian diikuti dengan aglutinin H (pada hari 1012). Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Antibodi Vi secara khas meningkat kemudian, setelah 3 sampai 4 minggu sakit, dan kurang berguna pada diagnosis dini infeksi. Peran widal dalam diagnosis demam tifoid sampai saat ini masih kontroversi dan uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.1,2,5,7

21

Ada 2 metode yang sampai saat ini dikenal yaitu Widal cara tabung (konvensional) dan cara slide. Tidak ada kepustakaan yang menyebutkan nilai titer Widal yang absolut untuk memastikan diagnosis demam tifoid. Hasil negatif palsu pemeriksaan Widal disebabkan karena pengaruh antibiotik sebelumnya. Epitop Salmonella typhi juga bereaksi silang dengan Enterobacteriaceae lain sehingga menyebabkan hasil positif palsu. Hasil positif palsu juga dapat terjadi pada kondisi klinis yang lain misalnya malaria dan sirosis. Spesifisitas pemeriksaan widal kurang begitu baik karena Salmonella yang lain juga memiliki antigen O dan H.2 Sensitivitas pemeriksaan widal kurang begitu baik karena adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan positif tetapi tidak pernah dideteksi adanya antibodi dengan tes ini.5 Pada kasus ini sampel darah diambil pada minggu kedua sakit, dan dilakukan sebanyak 2 kali, dengan waktu perbedaan pengambilan sampel hanya 1 hari, didapatkan hasil uji Widal yang sama untuk pemeriksaan pertama ataupun yang kedua yaitu titer O 1/320 dan titer H negatif. Tes Widal tidak dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid bila hanya dilakukan satu kali saja.5 Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh dengan selang waktu 7-10 hari. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut, titer O yang tinggi atau kenaikan titer O ( 1:160) menunjukkan adanya infeksi aktif, titer H yang tinggi ( 1:160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah divaksinasi atau pernah terkena infeksi, titer Vi yang tinggi terdapat pada beberapa pembawa bakteri (karier).13 Jadi dalam kasus ini dapat dikatakan bahwa pasien mengalami infeksi pertama kali dan infeksi sedang aktif. Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu pengobatan dini dengan antibiotik, gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid, waktu pengambilan darah, daerah endemik atau non-endemik, riwayat vaksinasi, reaksi anamnestik yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi, dan faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium.7

22

Diagnosis pasti dengan ditemukan kuman Salmonella typhi pada salah satu biakan darah, feses, urin, sumsum tulang, cairan duodenum, atau dari rose spots. Kultur darah adalah metode diagnosis standar (golden standard) tetapi pada kasus ini kultur darah ataupun pemeriksaan bakteriologis lainnya tidak dilakukan, hal ini dapat dikarenakan karena pada saat masuk rumah sakit pasien memberikan respon yang baik terhadap pemberian terapi antibiotik dan pasien sudah tidak mengalami demam. Waktu pengambilan darah yang paling baik adalah pada saat demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik. Karena 1-2 hari setelah diberi antibiotik kuman sudah sukar ditemukan dalam darah. Metode biakan darah mempunyai spesifisitas tinggi (95%) akan tetapi sensitivitasnya rendah ( 40%) terutama pada anak dan pada pasien yang sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya.10,17 Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid.7 Hasil negatif mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Telah mendapat terapi antibiotik yang menyebabkan pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat.7 Hal ini dapat diminimalisasi dengan menggunakan sistem kultur darah otomatis dengan media kultur yang dilengkapi dengan resin untuk mengikat antibiotik.20 2. Volume darah yang kurang. Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. 2 3. Riwayat vaksinasi.7 4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.7 Jadi, pada kasus ini hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan menunjang sangat mendukung diagnosis demam tifoid, walaupun pemeriksaan golden standard tidak dilakukan. Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis,

23

bronkitis, dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraselular seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan.18 Pada perawatan hari kelima pasien didiagnosis demam dengue, jika dilihat dari follow up diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil Dengue blot IgG dan IgM. Pada demam dengue masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam. Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri di belakang bola mata, punggung otot, sendi dan disertai rasa mengigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.18 Dimana, dalam kasus ini demam selama 11 hari terjadi secara terus-menerus, tidak ditemukan adanya periode bebas demam, serta tidak ditemukan adanya ruam, artinya dari anamnesis kurang mendukung diagnosis demam dengue, hal ini dapat dikarenakan adanya kemungkinan pada seorang pasien terjadi dua infeksi bersamaan. Hasil pemeriksaan laboratorium demam dengue yaitu leukopeni selama periode para demam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia yang disusul oleh neutropenia dan limfositosis. Sel plasma meningkat pada masa memuncaknya penyakit dan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.18 Jika dilihat hasil pemeriksaan laboratorium darah tepi maka sangat sukar dibedakan apakah seorang pasien sedang menderita demam tifoid dan atau demam dengue. Dengue blot merupakan teknik yang baru dikembangkan dan merupakan uji serologis dengue yang banyak dipakai saat ini. Uji ini dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi yang reaktif terhadap virus dengue serotipe 1, 2, 3 dan 4 dalam plasma atau serum penderita yang dicurigai menderita demam

24

dengue/demam berdarah dengue. Infeksi primer dan sekunder dibedakan melalui respon imum yang tampak dari titer IgM dan IgG, yang kinetiknya mengalami perubahan menyolok pada 3 fase yakni fase akut (sakit hari ke 2-4), fase konvalesen dini (sakit hari ke 8-11) dan fase konvalesen (setelah hari ke 15). IgM terdeteksi sejak hari ke 4-5 pada infeksi sekunder, dan sejak hari ke 5-10 pada infeksi primer, meningkat sampai 3 minggu, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder terdeteksi pada hari ke 2.

Gambar 3.1 Immune response to dengue infection. Tabel 3.1 Interpretasi dari pemeriksaan IgM dan IgG IgM (+) (+) (-) (-) IgG (-) (+) (+) (-) Interpretations Primary infection Secondary infection Suspected secondary infection Not DV infection

25

Penatalaksanaan: Fakta (iv) Paracetamol syr 3 x 1 cth Antasida syr 3 x cth Dehaf 1 x 1 sachet IVFD D5 NS 14 tpm Medikamentosa kloramfenikol amoksisilin, (drug of choice), kotrimoksazol, Teori

Amoxicillin syr 3 x 500 mg Antibiotik:

seftriakson, sefiksim Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran Bedah Pada penyulit perforasi usus. Suportif Tirah baring Isolasi memadai Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi

Penderita yang harus dirawat dengan diagnosis praduga demam tifoid harus dianggap dan dirawat sebagai penderita demam tifoid yang secara garis besar ada 3 bagian yaitu perawatan, diet, dan obat,5 yang masing-masing bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan, mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal, pemberian antimikroba dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.7 Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan. Pasien tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari, keadaan ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Pemberian cairan dan kalori yang adekuat sangat penting. Penderita demam tifoid sering menderita demam tinggi, anoreksia, dan diare sehingga keseimbangan cairan sangat penting diperhatikan. Antipiretik diberikan bila suhu diatas 38,5o C. Terapi

26

dietetik pada anak dengan demam tifoid tidak seketat penderita dewasa. Makanan bebas serat dan mudah dicerna dapat diberikan. Setelah demam turun, dapat diberikan makanan lebih padat dengan kalori yang adekuat.17 Pemilihan antibiotik sebelum dibuktikan adanya infeksi Salmonella dapat dilakukan secara empiris dengan memenuhi kriteria berikut:17 1. Spektrum sempit 2. Penetrasi ke jaringan cukup baik 3. Cara pemberian mudah untuk anak 4. Tidak mudah resisten 5. Efek samping minimal 6. Adanya bukti efikasi klinis

Tabel 3.2 Penggunaan antibiotik yang dianjurkan Antibiotik Kloramfenikol Dosis 50-100 mg/kgbb/hari secara intravena dalam 4 dosis selama 10-14 hari (tidak Lini pertama Ampisilin Amoksisilin Kotrimoksazol Seftriakson Lini kedua Sefiksim dianjurkan pada leukosit < 2000/ul) 100-200 mg/kgBB/hari 100 mg/kgBB/hari 10 mg/kgbb/hari trimetoprim, dibagi 2 dosis, selama 14 hari. 50-80 mg/kgBB/hari, selama 10 hari. 10-12 mg/kgbb/hari dosis peroral, tunggal dibagi

(demam tifoid

dalam 2 dosis selama 14 hari. yang resisten Fluorokuinolon: terhadap obat) Siprofloksasin 10 mg/kg/bb/hari dalam 2 dosis Ofloksasin 10-15 mg/kgbb/hari dalam 2 dosis Pengobatan terhadap demam tifoid dengan antibiotik memerlukan acuan data adanya angka kejadian dema tifoid yang bersifat multidrug resistant. Saat redanya demam merupakan parameter keberhasilan pengobatan. Bila suhu turun,

27

berarti membaik, sedang bila menetap mungkin ada infeksi lain, komplikasi, atau kuman penyebab multidrug resistant Salmonella typhi. Pemberian kortikosteroid juga dianjurkan pada demam tifoid berat, misalnya bila ditemukan status kesadaran derilium, stupor, koma, ataupun syok. Deksametason diberikan dengan dosis awal 3 mg/kgbb, diikuti dengan 1 mg/kgbb setiap 6 jam selama 2 hari.17 Pada laporan kasus ini pasien mendapat terapi antibiotik amoxicillin 3 x 500 mg melalui intravena, menunjukkan respon pengobatan yang baik. Amoksisilin memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama dan lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang toksisitas. Seharusnya pemberian amoksisilin dilanjutkan selama 14 hari tetapi pada kasus ini hanya diberikan selama 7 hari perawatan. Untuk obat pulang, pasien diberi cefixime syr 3 x cth, sebenarnya sefiksim merupakan obat lini ke dua yang diberikan hanya pada kasus resisten. Pengguanaan antibiotik yang tidak sesuai dapat meningkatkan terjadinya resistensi.17 Dari table follow up tampak bahwa pasien mendapat terapi antasida syr 3 x cth, ini merupakan terapi simtomatis untuk keluhan nyeri perut pasien. Pasien juga mendapat Dehaf yang mengandung Psidium guajava extr 0.78 g, Phyllanthus urinaria extr 0.78 g, Carica papaya extr 2.1 g, Curcuma aeruginosa extr 0.96 g, Curcuma domestica rhizoma extr 1.38 g, yang diindikasikan sebagai suplemen pada pasien dengan demam dengue hemorrhagic fever. Pasien tidak didiagnosis sebagai penderita dengue hemorrhagic fever tetapi kandungan Dehaf yang dipercaya dapat mempercepat terjadinya peningkatan trombosit agar tidak terjadi manifestasi perdarahan. Jadi dalam kasus ini, pemberian Dehaf bersifat supportif. Monitoring perlu dilakukan yaitu evaluasi demam. Apabila pada 4-5 hari setelah pengobatan demam tidak reda, maka harus segera kembali dievaluasi adakah komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi Salmonella typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah menegakkan diagnosis. Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.

28

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Relaps dapat timbul beberapa kali. Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia.18 Komplikasi demam tifoid pada anak saat ini semakin jarang dijumpai oleh karena sejak awal penyakit pada umumnya telah mendapat terapi antibiotik. Komplikasi dapat terjadi di dalam saluran cerna maupun di luar saluran cerna. Komplikasi di dalam saluran cerna berupa peritonitis, perdarahan, dan perforasi, sedangkan komplikasi di luar saluran cerna adalah pneumonia, meningitis, osteomielitis, hepatitis, dan ensefalopati.10 Pencegahan terhadap demam tifoid dilakukan dengan memperbaiki sanitasi lingkungan dan perilaku sehari-hari, serta imunisasi secara aktif dengan vaksin terhadap demam tifoid.17

29

DAFTAR PUSTAKA

1.

Keusch GT. Salmonelosis. Dalam: Asdie A (Ed.), Harisson Prinsipprinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 E/13. Jakarta: EGC; 1999. Hal. 755-758. World Health Organization. Background Document: The diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever. Initiative for Vaccine Research of the Department of Vaccines and Biologicals in collaboration with Epidemic Disease of the Control Department of Communicable Disease Surveillance and Response. (online); 2003. (http://www.who.int/vaccines-documents/, diakses 4 Desember 2008). Davey P. Tifoid. Dalam: Safitri A (Ed.), At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. Hal. 298. Pegues DA, Ohl ME, Miller SI. Salmonella Species, Including Salmonella Typhi. Dalam: Mandell, Douglas, and Bennetts Principles and Practice of Infectious Disease Edisi 6 Volume 2. United States of America: Elsevier Churchill Livingstone; 2005. Hal. 2638. Rampengan TH, Laurents IR. Demam Tifoid. Dalam: Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC; 1993. Hal. 53-71. Muliawan SY, Surjadwijaja JE. Tinjauan Ulang Peranan Uji Widal sebagai Alat Diagnostik Penyakit Demam Tifoid di Rumah Sakit. Cermin Dunia Kedokteran. (online); 1999. No. 124, (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08.html, diakses 4 Desember 2008). Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Sudoyo AW dkk (Eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Hal. 1774-1779. Laporan Bulanan Data Kesakitan Tahun 2007. 2008. Dinas Kesehatan Kota Samarinda bagian Pelayanan Kesehatan. Cleary TG, Ashkeazi S. Infeksi Salmonella. Dalam: Behrman RE, KliegmanRM, Jenson HB (Eds.), Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC; 1999. Hal. 970-973.

2.

3. 4.

5.

6.

7.

8. 9.

10. Hadinegoro SR. Demam Tifoid pada Anak. Makalah disajikan dalam simposium Masalah Alergi dan Penyakit Infeksi pada Anak.

30

IDAI Cabang Jawa Timur Komisariat Kalimantan Timur: IDAI Wilayah Propinsi Kalimantan Timur; 2004. Hal. 1-8. 11. Lesser CF, Miller SI. Salmonellosis. Dalam: Kasper DL (Ed.), Harrisons Principles of Internal Medicine Edisi 15 Volume 1. New York: McGraw-Hill; 2004. Hal. 970-973. 12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. (Eds.). Demam Tifoid. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2000. Hal. 421-423. 13. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. Batang Gram Negatif Enterik. Dalam: Irawati S (Ed.), Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC; 1996. Hal. 243-245. 14. Pollack DV. Salmonella Enterica Typhi. (online); 2003. (http://web.uconn.edu/mcbstaff/graf/Student %20presentations/studentpresentations.html, diakses 19 Januari 2009). 15. Gillespie S. Salmonella Infections. Dalam: Cook G, Zumla A (Eds.), Mansons Tropical Disease. London : ELST; 2003. Hal : 937-943. 16. Lee TP, Hoffman SL. Typhoid Fever. Dalam: Strickland GT. Hunters Tropical Medicine and Emerging Infectious Disease. United States of America: W.B. Saunders Company; 2000. Hal. 471-483. 17. Tumbelaka AR. Tata Laksana Demam Tifoid pada Anak. Dalam: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IDAI Jaya. Malang: IDAI Cabang Jawa Timur; 2005. Hal. 37-43. 18. Soedarmo SP. Demam Tifoid. Dalam: Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: Sagung Seto; 2002. Hal. 338-345. 19. Rasmillah. Thypus. (online); 2001. (http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmillah5.pdf, diakses 4 Desember 2008). 20. Novianti T. Pemeriksaan Anti Salmonella Typhi IgM untuk Diagnosis Demam Tifoid. Informasi Laboratorium Klinik Prodia. (online); 2006. (http://www.prodia.co.id, diakses 4 Desember 2008).

You might also like