You are on page 1of 35

KECENDERUNGAN KAWIN ANTARA D.

annanasse TANGKAPAN LOKAL MALANG, MOJOKERTO, DAN GRESIK BERDASARKAN PERHITUNGAN INDEKS ISOLASI

LAPORAN PROYEK Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Genetika 2 Yang Dibimbing Oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M. Pd, Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Prof. Dr. agr. Mohamad Amin, S.Pd, M.Si

Disusun oleh : Kelompok 13 OFF A/AA Senin

Desy yanuarita wulandari Bonny Timutiasari

(100341404065) OFF A (100341400717) OFF AA

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada makhluk hidup yang berkembang biak secara seksual, perkawinan antara jantan dan betina merupakan hal yang sangat penting dalam mempertahankan siklus dan kelangsungan jenisnya, begitu juga pada insekta. Pada insekta sebagaimana manusia dan organisme lainnya yang berkembang biak secara seksual. Perkawinan terjadi tidak secara acak, akan tetapi mengikuti pola-pola yang khusus (Wallace, 1981 dalam Basuki, 1997), termasuk pada Drosophila. Menurut Thomas Hunt Morgan sebagai perintis dalam penggunaan Drosophila sebagai obyek dalam penelitian genetika, terdapat beberapa alasan mengapa Drosophila digunakan sebagai obyek penelitian yaitu: 1. Ukuran lalat ini relatif kecil sehingga populasi yang besar dapat dipelihara dalam laboratorium. 2. Mempunyai daur hidup yang sangat cepat, dimana dalam dua minggu dapat menghasilkan satu generasi dewasa yang baru. 3. Lalat ini sangat subur karena lalat betinanya menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam hidupnya yang pendek (Kimball 1992). Drosophila adalah organisme yang kosmopolit. Salah satu spesies Drosophila yang bersifat kosmopolit adalah Drosophila ananassae. Penyebaran D.annanasse menurut King (1975) dalam Basuki (1997) adalah, di daerah tropik dari enam daerah geografis dan spesies ini sering ditemukan pada habitat domestik, D.annanasse memiliki penyebaran yang bersifat sangat luas dekat dengan pemukiman manusia (kosmopolit). Hal ini disebutkan (Ayala, 1984 dalam Basuki, 1997) bahwa interaksi antara lingkungan dan faktor genetik akan menghasilkan karakteristik yang dapat diamati pada satu individu. Dalam perkawinan antar populasi spesies, dapat terlihat kecenderungan memilih terhadap pasangan kawin yang berasal dari populasi yang sama.

Walaupun penyebaran Drosophila bersifat kosmopolit, tetapi secara geografis Drosophila tersebut terpisah antara populasi satu dengan populasi yang lain. Dengan kata lain Drosophila itu terisolasi untuk mengadakan perkawinan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain (Munawaroh, 1996). Sebaliknya pada Drosophila yang secara geografis tidak terpisah jauh, maka akan terjadi kemungkinan hubungan kawin antara Drosophila daerah tersebut. Menurut Ayala (1984) dalam Basuki (1997) bahwa interaksi antara lingkungan dan faktor genetik akan menghasilkan karakteristik yang dapat diamati pada suatu individu. Hal ini berarti, meskipun berasal dari spesies yang sama namun, spesies yang sama itu sendiri dapat terdiri atas satu atau lebih populasi yang mungkin disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis tempat hidupnya, dan dalam perkawinan antara populasi-populasi satu spesies hal ini dapat terlihat pada kencederungan pemilihan terhadap pasangan kawin yang berasal dari populasi yang sama (homogami) (King, 1965 dalam Basuki, 1997). Kecenderungan perkawinan pada mahkluk hidup dapat di ukur dengan menggunakan perhitungan indeks isolasi. Bock (1978) dalam Kusumawati (1995) menyebutkan indeks isolasi merupakan perbandingan antara frekuensi perkawinan homogamik dikurangi dengan frekuensi perkawinan heterogamik dibagi dengan frekuensi perkawinan homogamik ditambah frekuensi perkawinan heterogamik. Penelitian-penelitian mengenai indeks isolasi yang sudah pernah dilakukan di Jawa Timur adalah seperti yang dilakukan oleh Winarsih (1995) dengan menggunakan strain D. melanogaster dan melibatkan suhu sebagai faktor yang diharapkan berpengaruh terhadap indeks isolasi. Ana (1996) yang juga menggunakan strain-strain D. melanogaster dan oleh Munawaroh (1996) yang menggunakan D. melanogaster dari berbagai ketinggian tempat. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti atas strainstrain D. melanogaster tersebut, menunjukkan tidak adanya kecenderungan perkawinan diantara strain-strain D. melanogaster; populasi-populasi D. ananassae dari berbagai ketinggian tempat juga menunjukkan tidak adanya
3

perbedaan kecenderungan perkawinan. Hal ini berarti, bahwa di antara mereka tidak ada perbedaan spesies. Berdasarkan penelitian di atas, maka peneliti ingin menindak lanjutinya dengan melakukan penelitian yang berjudul Kecenderungan Kawin Antara D.annanasse Tangkapan Lokal Malang, Mojokerto, Dan Gresik Berdasarkan Perhitungan Indeks Isolasi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut. 1. Adakah kecenderungan kawin antara D.annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto dan Gresik berdasarkan indeks isolasi?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui ada tidaknya kecenderungan kawin antara D.annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto dan Gresik berdasarkan indeks isolasi.

D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti a) Sebagai sarana belajar dalam melakukan penelitian di bidang genetika. b) Menambah informasi dan pengetahuan tentang penggunaan indeks isolasi pada D.annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto dan Gresik. c) Menambah informasi tentang hubungan kekerabatan antara D.annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto dan Gresik berdasarkan indeks isolasi. 2. Bagi Mahasiswa a) Menambah pengetahuan mengenai kecenderungan kawin antara D.annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto dan Gresik berdasarkan indeks isolasi.
4

b) Memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian secara mandiri mengenai genetika. E. Asumsi Penelitian Dalam penelitian ini diasumsikan: 1. umur individu jantan dan betina yang dikawinkan dianggap sama. 2. medium yang dipakai untuk pembiakan adalah sama 3. adanya larva dianggap bahwa individu betina telah dikawini oleh individu jantan. 4. kondisi fisik D.annanasse dianggap sama.

F. Batasan masalah Adapun batasan masalah pada penelitian kali ini adalah : 1. penelitian ini menggunakan D.annanasse tangkapan lokal dari tiga daerah yang berbeda yaitu Malang (Kelurahan Sumbersari, Jl. Bendungan Sengguruh RT 3 RW 7 no 09), Mojokerto (Wisma Pungging Permai BB 1, Ds. Tunggal Pager, Kec. Pungging) dan Gresik (Ds. Wringinanaom, Kec. Wringinanom RT 1 RW 5. 2. penelitian ini dilakukan untuk mengtahui indeks isolasi dan kecenderungan kawin D.annanasse lokal dari daerah Malang, Mojokerto dan Gresik. 3. pengambilan data hanya mengamati ada atau tidaknya larva. 4. peneliti hanya menggunakan indeks isolasi sebagai cara untuk menentukan kekerabatan antara Drosophila tangkapan lokal dari daerah Malang, Mojokerto dan Gresik. G. Definisi Istilah Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dalam istilah yang digunakan, maka perlu adanya penegasan beberapa istilah sebagai berikut: 1. D. annanasse adalah salah satu spesies dari kelas insekta atau dari marga Drosophila yang penyebarannya bersifat kosmopolit (Singn, 1986). 2. Indeks isolasi adalah alat (rumusan) yang digunakan untuk mengukur adanya kecenderungan kawin yang terjadi pada organisme yang dapat
5

diperoleh dari perbandingan antara selisih presentase perkawinan homogami dan heterogami dengan jumlah presentase perkawinan homogami dan heterogami (Bock, 1982 dalam Munawaroh, 1996). 3. Mate-Choice adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh individu bahwa mereka lebih menyukai kawin dengan pasangan tertentu daripada dengan yang lain (Marcus, 1992 dalam Basuki, 1997). 4. Male-Choice adalah perkawinan dimana individu jantan bebas memilih individu betina yang akan dikawini (Bock, 1978 dalam Munawaroh, 1996). 5. Perkawinan homogami adalah perkawinan yang terjadi pada populasi yang sama dalam satu spesies (Munawaroh, 1996). 6. Perkawinan heterogami, adalah perkawinan yang terjadi pada populasi yang berbeda dalam satu spesies (Munawaroh, 1996).
7. Kecenderungan kawin adalah kecenderungan D.annanasse untuk memilih

pasangan kawin yang dapat diketahui dengan melakukan perhitungan indeks isolasi (Munawaroh (1996).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Sistematika Drosophila merupakan marga yang memiliki jumlah yang paling melimpah dibandingkan dengan marga lainnya. Marga marga lain selain Drosophila, yaitu: Amiota, Dettopsomya, Leucophenga, Liodrosophila, Lissocephala, Microdrosophila, Scaptemyza, Stegana, dan Tambodrella (Bock, 1976). Sistematika Drosophila menurut Storer dan Usinger (1975) dalam Warsini (1996) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Anak Kelas Bangsa Anak Bangsa Suku Marga Spesies : Arthopoda : Insecta : Pterygota : Diptera : Cyclorrhapa : Drosophilidae : Drosophila : Drosophila sp.

B. Ciri Umum Drosophila Menurut Bock (1976), menyebutkan beberapa karakteristik morfologi yang digunakan dalam proses klasifikasi taksonomi Drosophila, antara lain: 1. Kepala Pada bagian kepala terdapat arista dan orbital, oral dan vertikal bristle. Pada gambar 1 tampak perbandingan antara bagian pipi terlebar dengan diameter mata terbesar. Pada gambar 2 terdapat orbital, vertikal, ocellar dan post vertikal bristle. Ukuran panjang dan lebar dari dari bagian muka ditunjukkan dengan garis A dan B. Carina adalah tonjolan pada bagian muka yang terletak diantara antena.

Gambar 1. Head; I, lateral aspect. AR, arista. IV, inner vertical bristle. OI, proclinate orbital bristle, O2 anterior reclinate orbital bristle. O3, posterior reclinate bristle. OC, ocellar bristle. OV, outer vertical bristle. PV. Postvertical bristle. V1, first oral bristle (vibrissa). V2, second oral bristle. thorax, dorsal aspect. ADC, anterior dorsocentral bristle. ASC, anterior scutellar bristle. PDC, posterior dorsocentral bristle. PS, prescutellar bristle. PSC, posterior acutellar bristle (Sumber: Bock,1976). 2. Toraks Terdapat rambut akrostikal dan dorsosentral, prescutellar dan skutellar bristle ditunjukan pada gambar 3. Jumlah dari deret akrostikal terletak di depan di antara deret dorsocentral. Sterno-index, yaitu perbandingan antara panjang bristle SP1 sampai dengan SP3. Bulu prescutelar, scutellar, propleural, humeral, presutunal, notupleural dan bulusupralar.

Gambar 2. Aspek Morfologi Dada: ( PS, prescutellar bristle; PP, propleural bristle; H1; H2, humeral bristle; MP, mesopleuron; NP1; NP2, notopleural bristle; PP, propleural; PS, presutural; SA1; SA2, supraalar bristle; SP1;SP2;SP3, anterior, tengah, dan posterior sternopleural) bristle; 1,2,3, posisi kaki depan, tengah, dan belakang (Sumber : Bock, 1976) 3. Sayap

Karakter morfologi sayap yang digunakan dalam penentuan taksonomi yakni, indeks Costal (c-indeks) a/b; indeks vena keempat (4V-indeks), c/d, 5X-index, e/f, g/(g+h).

Gambar 3. Aspek Morfologi Sayap (ACV, anterior crossvein; AV, auxillary vein; CV, costal vein; DC, distal cell,; L1-L5, first to fifth longitudinal vein; PCV, posterior crossvein; SBC, second basal cell; a-h, ukuran perbandingan determinasi) (Sumber : Bock, 1976). 4. Tubuh Panjang tubuh dapat diukur berdasarkan jumlah panjang kepala dari tepi anterior segmen antena kedua sampai tepi occipital ditambah panjang thorax dari tepi anterior sampai tepi posterior skutelar ditambah panjang abdomen dari tepi anterior ke apeks. 5. Tungkai Menurut Borror (1991), ciri-ciri tungkai yang utama yang dipakai dalam memisahkan kelompok-kelompok lalat adalah struktur empodium dan ada tidaknya taji-taji tibia. Empodium adalah satu struktur yang timbul dari antara kuku-kuku pada ruas tarsus terakhir. Taji-taji tibia adalah struktur seperti duri, biasanya terletak pada ujung distal tibia.

Taji-taji tibia

Gambar 4. Bagian Kaki Drosophila (Sumber: Markow, 2006)

Gambar 5. Ujung Tarsus dengan Empodium (Sumber: Borror, 1991).

C. Penyebaran Umum D.annanasse Shorrock (1972) dalam Munawaroh (1996), menggolongkan pola penyebaran Drosophila di alam menjadi 2 jenis : 1. penyebaran in space (penyebaran dalam ruang), membedakan pola penyebaran drosophila yang didasarkan pada lokasi atau daerah yang diakibatkan oleh adanya kondisi khusus yang ada di suatu daerah, seperti keberadaan jenis makhluk hidup tertentu yang tidak ditemukan didaerah lain. 2. penyebaran in time (penyebaran dalam waktu) membedakan pola penyebaran jenis-jenis drosophila yang didasarkan pada waktu, baik harian maupun musiman, sehingga ada perbedaan suhu, kelembapan, serta intensitas cahaya dalam selang waktu tertentu, baik satu dari maupun satu musim. Menurut King (1975) dalam Basuki (1997) Penyebaran D.annanasse adalah tersebar di daerah tropik dari 6 daerah geografis dan spesies ini sering ditemukan pada habitat domestik. Besar kemungkinan lalat ini tersebar pada tempat-tempat yang mempunyai faktor lingkungan yang berbeda-beda dalam hal temperatur, kelembapan, intensitas cahaya, dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Widodo (1988) dan Corebima (1990) dalam Basuki (1997), bahwa penyebaran D.annanasse tidak memperhatikan waktu dan musim. D. annanasse dapat ditemukan juga di daerah-daerah yang dekat dengan

10

pemukiman manusia karena sifat domestik yang dimilikinya (Singn, 1986).

D. Timbulnya Keanekaragaman Dalam Polulasi Makhluk Hidup Interaksi antara lingkungan dan faktor genetik akan menghasilkan karakteristik yang dapat diamati pada suatu individu (Ayala, 1984). Adanya interaksi dari lingkungan dan faktor genetik akan menyebabkan terdapatnya keanekaragaman dalam populasi yang dapat muncul sebagai perbedaan genotip saja atau dapat muncul sebagai karakteristik yang nyata yang teramati secara langsung. Populasi tiap jenis makhluk hidup pada kenyataannya

beranekaragam. Keanekaragaman dalam tiap populasi disebabkan oleh beberapa faktor seperti rekombinasi gen dan mutasi (Aini, 1992 dalam Munawaroh, 1996). Kenakenakaragaman dari suatu populasi dapat dipertahankan selama tidak terjadi perubahan dalam frekuensi gen yang dapat juga merubah infromasi genetik. Akan tetapi, dalam suatu populasi alam tentu tidak dapat dihindari adanya mutasi, seleksi, penyimpangan gen acak, migrasi yang berbeda yang secara keseluruhan merupakan hal-hal prinsip yang menyebabkan evolusi ( Herskowitz, 1965). Mutasi dianggap sebagai pemasok materi kasar; seleksi yang akan memilih materi kasar ini yang sesuai secara biologi dari ras dan spesies tersebut;penyimpangan gen yang acak dapat menghasilkan perubahan yang cepat pada frekuesni gen dalam suatu populasi yang kecil; dan migrasi yang berbeda dapat merubah frekuensi gen melalui pertukaran individu-individu antar populasi. Mutasi yang terjadi pada suatu spesies merupakan langkah awal bagi spesies tersebut untuk tetap bisa bertahan hidup dan sesuai dengan tuntutan kondisi lingkungan. Mutasi merupakan perubahan sifat menurun secara tiba-tiba yang sifatnya acak pada genotip suatu individu (Basuki, 1997).

11

E. Mekanisme Isolasi Suatu polulasi spesies mempunyai ciri susunan dan struktur gen (gen pool) khas yang berbeda (Ashton, 1969 dalam Basuki, 1997) dan dapat digunakan sebagai kriteria untuk membedakan antara populasi spesies yang satu dengan yang lainnya (Dodzhansky, dkk. 1997 dalam Basuki, 1997). Isolasi dapat berupa isolasi tingkah laku mekanis, lingkungan, dan fisiologis yang dapat menghalangi dua individu dari dua spesies yang berbeda untuk menghasilkan keturunan yang normal (Hadisubroto, 1989 dalam Basuki, 1997). Menurut Grant (1997) dalam Basuki (1997) isolasi dapat dibedakan dalam beberapa macam: 1. Isolasi Geografi atau spasial yang merupakan karakteristik dari populasi lokal, ras lokal, dan ras geografi. 2. Isolasi ekologi : populasi berbeda secara genetik dalam kebutuhan dan pilihan ekologinya. Kemampuan populasi tersebut untuk hidup pada daerah yang sama ditentukan oleh keberadaan habitat yang sesuai dan oleh kuatnya kompetisi antar spesies. 3. Isolasi reproduksi yang terbagi atas rintangan eksternal dan rintangan internal.

F. Isolasi Reproduksi Reproduksi merupakan fungsi utama dan tidak dapat dipisahkan dari semua kehidupan makhluk hidup yang dicapai melalui berbagai macam cara salah satunya adalah dengan pertemuan antara gamet jantan dan gamet betina (fertilisasi) pada mahkluk hidup yang berkembangbiak secara seksual, pertukaran gen dapat dikurangi atau dicegah dengan mekanisme isolasi reproduksi (Dobzbanzsky, dkk. 1977 dalam Basuki 1997). Suatu mekanisme isolasi reproduksi adalah segala sesuatu yang secara genetik dikondisikan mencegah atau menghalangi perubahan gen antara populasi yang melibatkan perubahan yang berupa perubahan lingkungannya, tingkah laku mekanik dan fisiologinya yang dapat
12

mencegah dua spesies membentuk keturunan yang mampu bertahan hidup (Tamarin, 1991 dalam Basuki 1997). Mekanisme isolasi reproduksi terbagi atas : 1) pre-mating (pre zigotik) mencegah terjadinya fertilisasi; 2) Post-mating (post zigotik) yang berlaku setelah fertilisasi terjadi (Strickberger, 1985). 1) Mekanisme pre-zigotik: mencegah terjadinya fertilisasi dan

pembentukan zigot yang terbagi atas. Habitat. Populasi tinggal di daerah yang sama tetapi menempati habitat yang berbeda. Musiman atau sementara. Populasi hidup pada daerah yang sama namun kematangan seksual terjadi pada waktu yang berbeda Ethologi. Populasi dipisahkan oleh tingkah laku yang berbeda dan tidak sejalan sebelum kawin. Mekanis. Tidak terjadi fertilisasi karena perbedaan ukuran atau bentuk genitalis yang menyebabkan kopulasi dan transfer sperma sulit atau tidak mungkin terjadi Gametik. Gamet jantan dan betina gagal untuk saling tertari sehingga tidak terjadi fertilisasi 2) Mekanisme poszigotik : terjadi fertilisasi dan zigot, tetapi dihasilkan keturunan yang lemah dan steril. Hal ini dikarenakan sebab-sebab tertentu, antara lain: Perkembangan hibrid yang steril, karena gonadnya berkembang abnormal Sterilisasi hibrid akibat segresi. Hibrid steril karena distribusi yang abnormal dari keseluruhan kromosom, segmen kromosom atau kombinasi gen pada gamet. Hibrid yang rusak mengurangi kemampuan hidup ataupun fertilisasi pada keturunan hibrid, misalnya pada F2 Isolasi seksual tidak hanya ditemukan pada jenis yang sudah jelas berbeda dalam definitif (semarga dan bukan semarga). Dewasa ini sudah diketahui bahwa isolasi seksual juga dapat ditemukan pada kelompok X
13

(strain) yang tergolong satu jenis dan keadaan semacam ini dijumpai dilingkungan Drosophila (Erham 1981 dalam Corebima, 1992 dalam Munawaroh, 1996). Dilingkungan hewan, isolasi seksual itu antara lain berupa perbedaan tingkah laku kawin pada individu jantan, perbedaan bunyi atau suara, perbedaan pola warna. Salah satu mekanisme yang paling penting dalam mencegah perkawinan antar spesies (interbreeding) adalah isolasi tingkah laku. Individu jantan dari hampir setiap hewan menunjukkan tingkah laku kawin yang merangsang individu betina dari spesiesnya sendiri. Jadi isolasi reproduksi meliputi dasar dari produksi dan penerimaan tanda-tanda atau stimulus oleh pasangan tertentunya. Jika tanda atau stimulus tersebut tidak sempurna atau tidak sesuai, individu betina tidak akan merespon dan perkawinan tidak akan terjadi (Mc. Gath dan Kelly, 1975 dalam Munawaroh, 1996).

G.

Pemilihan Pada Peristiwa Perkawinan (Metode Mate-Choice) Pemilihan pada peristiwa kawin (mate-choice) merupakan suatu fenomena yang ditemukan pada banyak spesies hewan. Pemilihan pada peristiwa kawin didefinisikan oleh Marcus (1992) dalam Basuki (1997) sebagai semua pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh individu yang menunjukkan bahwa mereka lebih menyukai kawin dengan pasangan kawin tertentunya daripada dengan yang lain. Peristiwa kawin yang terjadi pada tingkat spesies akan melibatkan banyak hal terhadap feromon seks yang muncul pada peristiwa pendekatan sebelum kawin. Feromon seks ini berupa tanda kawin yang dikeluarkan oleh individu yang mempunyai pengaruh meningkatkan tingkah laku seksual spesies yang sama atau spesies yang masih mempunyai hubungan yang erat dari jenis seks yang berbeda. (Marcus, (1992) dalam Basuki (1997)).

14

H. Indeks Isolasi Indeks isolasi merupakan salah satu alat pengukur atau perhitungan untuk mengetahui kekerabatan makhluk hidup. Disamping ini indeks isolasi merupakan suatu sistem tertutup secara genetis. Nilai indeks isolasi menurut Erhrman dan Parson (1981) dalam Basuki (1997) menuujukkan perkiraan tentang kekuatan seleksi seksual dan isolasi seksual yang didapat dari perbandingan bagian atau proporsi dari perkawinan homogami dan heterogami. Pada keadaan kawin yang acak, proporsi perkawinan homogami dan heterogami diharapkan sama. Indeks isolasi untuk masingmasing individu spesies diuji dengan metode male-choice yang mana perhitungannya memungkinkan indeks isolasi tersebut dirumuskan sebagai berikut; % % % +%

Dalam metode male-choice suatu individu jantan dari satu starin dikawinkan dengan dua individu yang berbeda, yaitu satu dari strain yang berbeda dan perkawinan itu dalam jangka waktu 24 jam. Nilai yang diperoleh dari indeks isolasi ini berkisar antara -1 sampai +1. Bila nilai dari indeks isolasi negatif, maka artinya adalah kecenderungan pemilihan jantan terhadap betina heterogami. Jika indeks isolasi 0 maka diantara strain tadi tidak ada isolasi, sedangkan jika indeks isolasi bernilai positif berarti terdapat kecenderungan pemilihan indivisu jantan terhadap betina homogami (Bock, (1978) dalam Munawaroh (1996)). Semakin kecil indeks isolasi maka semakin terbuka terhadap strain yang lain (homogami), sebaliknya semakin besar indeks isolasi maka semakin tertutup terhadap strain yang lain (Bock, (1978) dalam Basuki (1997)).

15

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual Drosophila memiliki sifat yang kosmopolit

Menyebabkan terjadi perkawinan antara beberapa populasi dalam suatu spesies

Perkawinan dapat terjadi secara heterogami ataupun homogami

Memungkinkan adanya kecenderungan kawin

% %

% +%

Diamati dengan metode Male-Choice pada Drosophila annanasse lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik

Kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik

16

B. Hipotesis 1. Ha :ada kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik berdasarkan indeks isolasi Ho : tidak ada kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik berdasarkan indeks isolasi

17

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian Ex Post Facto karena dalam penilitian ini menguji hipotesis tetapi tidak memberikan perlakuan-perlakuan
tertentu. Variabel bebasnya sudah terbentuk atau ada di alam/tidak

dimanipulasi ( Cothron, 1999). Pengambilan data dilakukan dengan mengamati ada tidaknya larva dari hasil persilangan. Kemudian, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan anava tunggal dalam RAK.

B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang laboratorium genetika (310) gedung biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. Penelitian ini dilakukan mulai bulan September Desember 2012.

C. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas : daerah tangkapan Drosophila 2. Variabel terikat : indeks isolasi

D. Populasi dan Sampel Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah: 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan lokal yang berasal dari Malang, Mojokerto dan Gresik. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah Drosophila annanasse tangkapan lokal dari tiga daerah yang berbeda yaitu Malang (Kelurahan Sumbersari, Jln. Bendungan Sengguruh RT 3 RW 7 no 09), Mojokerto (Wisma Pungging Permai BB 1, Ds. Tunggal Pager, Kec. Pungging) Wringinanaom, Kec. Wringinanom RT 1 RW 5.
18

dan Gresik (Ds.

E. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; botol selai, selang ampul, botol balsam, spidol, cotton bud, blender, kompor, kuas gambar, panci, pengaduk, pisau, timbangan dan mikroskop stereo. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan lokal yang berasal dari Malang, Mojokerto, dan Gresik, pisang rajamala, tape singkong, gula merah, air, yeast, kertas pupasi, kantong plastik, spon, selang dan tinta printer.

F. Prosedur Kerja a. Penangkapan Drosophila a. Menentukan daerah penangkapan Drosophila tangkapan yaitu daerah Malang, Mojokerto dan Gresik. b. c. Memasukkan potongan buah pisang ke dalam beberapa botol selai Meletakkan toples pada tempat yang ditentukan sampai terdapat Drosophila tangkapan, kemudian menutup botol tersebut dengan spon b. Pembuatan medium a. Menimbang bahan pisang Rajamala, tape singkong dan gula merah dengan perbandingan 7:2:1 b. Menghaluskan ketiga bahan dengan blender, kemudian

menuangkannya ke dalam panci c. Menambahkannya dengan air secukupnya d. Memasaknya selama 45 menit sambil diaduk (usahakan tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental), kemudian didinginkan e. Memasukkan medium yang telah masak ke dalam botol persilangan sebanyak seperlima bagian dari tinggi botol persilangan f. Memberikan yeast secukupnya dan meletakkan kertas pupasi ke dalam botol tersebut g. Menutup botol tersebut dengan spon yang telah dipotong sesuai ukuran c. Pemurnian dan Persiapan Stok

19

a. Mengamati ciri-ciri Drosophila yang telah ditangkap dari masingmasing daerah dengan menggunakan mikroskop stereo dengan cara dimasukkan dalam plastik b. Membiarkan Drosophila tangkapan dari ketiga daerah tersebut ke dalam botol medium pemurnian hingga terdapat pupa c. Memindahkan pupa yang telah menghitam ke dalam selang ampul dan mengampul sebanyak-banyaknya d. Melakukan identifikasi terhadap lalat yang telah menetas dan menyilangkan dalam satu daerah dari hasil ampul tersebut berdasarkan persamaan ciri, dalam satu botol terdapat satu pasang serta melakukan banyak ulangan e. Membiakkan banyak pasang Drosophila dengan ciri yang sama masing-masing daerah f. Melakukan pemurnian sampai dengan F3 d. Persilangan a. Mengidentifikasi Drosophila tangkapan jantan dan betina, kemudian mewarnai Drosophila tangkapan betina pada masing-masing daerah dengan warna yang berbeda dengan menggunakan tinta printer. b. Mengawinkan 5 individu jantan dengan 5 individu betina dari salah satu daerah dan 5 individu betina dari daerah lainnya. Macam persilangannya adalah sebagai berikut : a. 5Mlg >< 5Mlg >< 5Mjk (Heterogami dan homogami) b. 5Mlg >< 5Mlg >< 5Gre (Heterogami dan homogami) c. 5Mlg >< 5Mjk >< 5Gre (Heterogami) d. 5Mjk >< 5Mjk >< 5Gre (Heterogami dan homogami) e. 5Mjk >< 5Mjk >< 5Mlg (Heterogami dan homogami) f. 5Mjk >< 5Gre >< 5Mlg (Heterogami) g. 5Gre >< 5Gre >< 5Mlg (Heterogami dan homogami) h. 5Gre >< 5Gre >< 5Mjk(Heterogami dan homogami) i. 5Gre >< 5Mlg >< 5Mjk (Heterogami) Keterangan: Mlg = Drosophila tangkapan Malang
20

Mjk = Drosophila tangkapan Mojokerto Gre = Drosophila tangkapan Gresik c. Dua hari setelah persilangan, individu jantan dilepas, kemudian masing-masing individu betina dipindahkan dalam botol balsam yang telah berisi medium (masing-masing botol diisi satu individu betina D.annanase tangkapan). d. Mengamati ada tidaknya larva (jangka waktu 1 minggu) dalam botol balsem, kemudian mencatatnya dalam tabel data pengamatan.

G. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan cara melakukan pengamatan ada/tidaknya larva secara langsung terhadap D. annanasse betina yang telah dibuahi pada masing-masing persilangan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel pengamatan yang terlampir.

H. Teknik Analisis Data Teknik Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan indeks isolasi dengan rumus : % % % +%

Setelah didapatkan data yang dapat mewakili, maka akan dilanjutkan dengan perhitungan anava tunggal dengan menggunakan rancangan acak kelompok.

21

BAB V DATA DAN ANALISIS DATA A. Data Hasil Pengamatan ciri morfologi Dari hasil pengamatan minimal 50 ciri maka didapatkan jenis lalat dari ketiga daerah yaitu Malang, Mojokerto, dan Gresik adalah jenis D. annanasse . Dari lalat setiap daerah hanya ditemukan perbedaan dalam aspek warna mata tunggal dan jumlah sex comb. Tabel 1. Gambar lalat setiap kota NO ASAL DAERAH 1 MALANG GAMBAR

MOJOKERTO

22

GRESIK

Berdasarkan pengamatan minimal 50 ciri-ciri morfologi ketiga sampel Drosophila tangkapan dari Malang, Mojokerto, dan Gresik yang meliputi bagian kepala, thorax, tubuh, sayap, dan tungkai dapat dilanjutkan dengan proses identifikasi spesies dengan menggunakan kunci- kunci identifikasi yang terdapat pada buku Bock (1976) yang berjudul Drosophilidea of Australia, I. Drosophila (Insecta : Diptera). Pengidentifikasian spesies ini dilakukan agar spesiesnya. Berikut adalah kunci identifikasi untuk Drosophila tangkapan dari Malang, Mojokerto, dan Gresik 1 Oral bristle kedua panjangnya lebih dari setengah panjang oral bristle pertama, hampir sering sama panjang dengan oral bristle pertama ....................................................................................... 3 3(1) Garis-garis apikal pada tergit anterior abdomnen bersambungan, pipi biasanya sempit, femoral comb tidak pernah terlihat (subgenus Sophophora)................................................................................ 13 13(3) Bristel dan arista hitam ............................................................. 14 14(13) Jantan memiliki sex-comb yang jelas yang tersusun longitudinal, transversal atau miring atau bristle hitam kuat pada tarsus kaki depan........................................................................................... 20(14) Sex-comb tersusun dalam deret transversal atau miring............. 20 21 Drosophila dari ketiga kota tersebut dapat diketahui

23

21(20) Sex comb jantaan tersusun dalam deretan bristle yang transversal pada dua segmen tarsal pertama ............................................. 23

23(21) Abdomen jantan pucat, dengan tergit memiliki garis apikal yang gelap... ................................................................................ 24

24(23) Sex-comb tersusun dari 5 deret bristle pada metatarsus dan 3-4 pada deret segmen tarsal ke dua.................................................................... ananassae B. Data hasil pengamatan ada tidaknya larva Pada penelitian ini, jika sudah diperoleh data maka pemasukan data pada tabel berdasarkan pada tabel berikut dengan rincian data pada lampiran. Tabel 2. tabel tabulasi data pengamatan ada/tidaknya larva Tipe Persilangan 5MJK 5GRE 5MLG 5GRE 5MLG 5MJK 5MLG 5MJK 5GRE 5MLG 5GRE 5MJK 5MLG 5GRE 5MJK 5 GRE 5MJK 5MLG 1 3 3 3 4 3 3 2 2 3 3 4 3 4 2 2 2 3 3 Ulangan 2 3 3 3 3 2 4 5 5 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3

5MLG 5MLG 5MLG 5 GRE 5 GRE 5 GRE 5MJK 5MJK 5MJK

2 3 4 5 6 7 8 9

Ket : GRE = Gresik ; MLG = Malang ; MJK = Mojokerto


24

C. Analisa data Dari data diatas maka selanjutnya menghitung persentase perkawinan heterogami dan homogami pada beberapa jenis persilangan yang memuat kedua macam perkawinan tersebut. Jenis persilangan yang dihitung antara lain : 1. 5MLG >< 5MLG >< 5GRE 2. 5MLG >< 5MLG >< 5MJK 3. 5GRE >< 5GRE >< 5MJK 4. 5GRE >< 5GRE >< 5MLG 5. 5MJK >< 5MJK >< 5GRE 6. 5MJK >< 5MJK >< 5MLG Perhitungan ini menggunakan rumus sebagai berikut : % Perkawinan Homogami = %Perkawinan Heterogami = Ulangan 1 1. 5MLG >< 5MLG >< 5GRE % Perkawinan Homogami = X 100% = 60% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 80% 2. 5MLG >< 5MLG >< 5MJK % Perkawinan Homogami = X 100% = 60% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 60% 3. 5GRE >< 5GRE >< 5MJK % Perkawinan Homogami = X 100% = 80% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 60% 4. 5GRE >< 5GRE >< 5MLG
25

X 100% X 100%

% Perkawinan Homogami = X 100% = 60% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 60% 5. 5MJK >< 5MJK >< 5GRE % Perkawinan Homogami = X 100% = 40% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 40% 6. 5MJK >< 5MJK >< 5MLG % Perkawinan Homogami = X 100% = 60% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 60% Ulangan 2 1. 5MLG >< 5MLG >< 5GRE % Perkawinan Homogami = X 100% = 60% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 60% 2. 5MLG >< 5MLG >< 5MJK % Perkawinan Homogami = X 100% = 40% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 80% 3. 5GRE >< 5GRE >< 5MJK % Perkawinan Homogami = X 100% = 60% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 80% 4. 5GRE >< 5GRE >< 5MLG % Perkawinan Homogami = X 100% = 60% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 60% 5. 5MJK >< 5MJK >< 5GRE
26

% Perkawinan Homogami = X 100% = 40% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 60% 6. 5MJK >< 5MJK >< 5MLG % Perkawinan Homogami = X 100% = 60% %Perkawinan Heterogami = X 100% = 60%

Dari hasil perhitungan presentasi perkawian homogami dan heterogami diatas, maka dapat diperoleh data sebagai berikut : Tabel 3 Persentase Perkawinan Homogami dan Heterogami Tipe Persilangan 2 3 5 6 8 9 5MLG 5MLG 5GRE 5GRE 5MJK 5MJK 5MLG 5GRE 5MLG 5MJK 5GRE 5MJK 5GRE 5MLG 5MJK 5GRE 5MJK 5MLG Persentase pada Ulangan (%) 1 2 60 60 80 60 60 40 60 80 80 60 60 80 60 60 60 60 40 40 40 60 60 60 60 60

Dari hasil perhitungan tersebut antara perkawinan homogami dan heterogami selanjutnya dimasukkan ke rumus indeks isolasi dengan rumus sebagai berikut: = % % % +%

27

Tabel 4. Indeks Isolasi pada Persilangan D. annanasse lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik Tipe Persilangan 5MLG >< 5MLG >< 5GRE 5MLG >< 5MLG >< 5MJK 5GRE >< 5GRE >< 5MJK 5GRE >< 5GRE >< 5MLG 5MJK >< 5MJK >< 5GRE 5MJK >< 5MJK >< 5MLG Indeks Isolasi pada Ulangan 1 -0,14 0 0,14 0 0 0 0 2 0 -0,33 -0,14 0 -0,2 0 -0,68 -0,14 -0,33 0 0 -0,2 0 -0,68

Dari tabel diatas maka dapat dihitung dengan menggunakan uji statistik anava tunggal RAK sebagai berikut : FK =
( , )

= 0,0385

JK total = -0,142+ 02+02+ (-0,332)+ .+02+ (-02)- FK = 0,169166667 JK Perlakuan = 0,14 + (0,33 ) + + 0 Fk 2

= 0,045716667 JK ulangan =
,

=0,038533333

JK galat = JK total - JK perlakuan - JK ulangan = 0,169166667 - 0,045716667 - 0,038533333 = 0,084916667

28

Tabel 5 Anava Tunggal RAK SK PERLAKUAN ULANGAN GALAT TOTAL db 5 1 5 11 JK 0,045716667 0,038533333 0,084916667 0,169166667 KT Fhit F(0,05) 5,05 F(0,01) 10,97

0,009143333 0,538371 0,038533333 0,016983333

Berdasarkan tabel anava diatas dinyatakan bahwa Fhit< F(0,05) yaitu 0,53< 5,05 yang artinya Ha ditolak sedangkan Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada kecenderungan perkawinan antara D. annanasse lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik.

29

BAB VI PEMBAHASAN

Kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik berdasarkan perhitungan indeks isolasi Dari data penelitian didapatkan bahwa nilai indeks isolasi persilangan antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik yaitu persilangan antara 5MLG >< 5MLG >< 5GRE menghasilkan indeks isolasi sebesar -0,14 ; 5MLG >< 5MLG >< 5MJK menghasilkan indeks isolasi sebesar -0,33 ; 5GRE >< 5GRE >< 5MJK menghasilkan indeks isolasi sebesar 0 ; 5GRE >< 5GRE >< 5MLG menghasilkan indeks isolasi sebesar 0 ; 5MJK >< 5MJK >< 5GRE menghasilkan indeks isolasi sebesar - 0,2 dan 5MJK >< 5MJK >< 5MLG menghasilkan indeks isolasi sebesar 0, sehingga nilai indeks isolasi persilangan antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik berkisar antara -0,68 0. Menurut Bock (1978) dalam Munawaroh (1996), Nilai indeks isolasi berkisar antara -1 sampai +1. Bila nilai indeks isolasi negatif maka artinya ada kecenderungan pemilihan jantan terhadap betina heterogami. Jika nilai indeks isolasinya 0, maka artinya diantara strain tidak terjadi isolasi. Sedangkan jika nilai indeks isolasi positif berarti terdapat kecenderungan pemilihan individu jantan terhadap betina homogami. Berdasarkan modus dari data indeks isolasi, maka peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada isolasi antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik. Hal ini juga sesuai saat dilakukannya uji anava tunggal RAK dimana Fhitung < F tabel sehingga tidak ada kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik. Penetuan indeks isolasi ini dilakukan dengan metode male-choice. Dalam metode male-choice sejumlah individu jantan dari satu starin dikawinkan dengan beberapa individu yang berbeda. Kemudian masing-masing individu betina tersebut dipisahkan untuk mengetahui apakah individu betina tersebut telah

30

dikawini. Proses ini dilakukan berulang-ulang hingga terkumpul data yang mencukupi untuk dilakukan perhitungan statistik. Menurut Grant (1997) dalam Basuki (1997) isolasi dapat dibedakan dalam beberapa macam: 1. Isolasi Geografi atau spasial yang merupakan karakteristik dari populasi lokal, ras lokal, dan ras geografi. 2. Isolasi ekologi : populasi berbeda secara genetik dalam kebutuhan dan pilihan ekologinya. Kemampuan populasi tersebut untuk hidup pada daerah yang sama ditentukan oleh keberadaan habitat yang sesuai dan oleh kuatnya kompetisi antar spesies. 3. Isolasi reproduksi yang terbagi atas rintangan eksternal dan rintangan internal. Dalam persilangan ini berarti tidak ada isolasi geografis, ekologi, dan reproduksi. Tidak adanya kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama yaitu kondisi geografis antara Malang, Mojokerto, dan Gresik. Seperti telah diketahui bahwa area penangkapan D. annanasse tidak terhalangi oleh batas geografis seperti gunung, laut, ataupun sungai. Sehingga hal ini memungkinkan penyebaran D. annanasse dari Malang ke Mojokerto dan ke Gresik ataupun sebaliknya. Meskipun terdapat gunung didaerah Mojokerto, namun gunung tersebut tidak terletak pada daerah tangkapan D. annanasse. Kecenderungan pemilihan kawin individu jantan yang terjadi pada tingkat spesies akan melibatkan beberapa hal, misalnya pengenalan terhadap feromon seks yang muncul atau ada pada rangkaian pendekatan sebelum kawin. Feromon seks ini berupa tanda kimia yang dikeluarkan oleh individu yang mempunyai pengaruh meningkatkan tingkah laku seksual pada spesies yang berbeda atau spesies yang masih mempunyai hubungan jauh dari jenis seks yang berbeda. Borror dkk, 1992 menyatakan bahwa individu-individu jantan hanya merespon terhadap zat kimiawi yang cocok dari isomer-isomer yang tepat dalam konsentrasi relatif bagi penarik kelamin dari jenis mereka.
31

Selain tidak adanya isolasi geografis, dimungkinkan tidak ada pula isolasi seksual antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik sehingga tidak ada halangan untuk melakukan perkawinan. Dalam hubungan ini, persilangan antar jenis hewan dialam biasanya terhalang oleh mekanismemekanisme isolasi reproduksi sebelum kawin. Salah satu mekanisme isolasi sebelum kawin adalah isolasi seksual. Isolasi seksual ini diantara lain berupa perbedaan tingkah laku kawin pada individu jantan, perbedaan suara, perbedaan sinyal-sinyal kimia, ataupun perbedaan pola warna (Ehrman, 1981 dalam Corebima, 1992). Pada perkawinan ini beberapa isolasi yang dimungkinkan terjadi yaitu isolasi reproduksi yakni isolasi gametik yang berhubungan dengan adanya feromon seks. Jika hewan jantan tidak hanya memilih hewan betina homogami, tetapi juga betina heterogami yang berarti tidak ada isolasi dalam perkawinan ini. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan dalam hal feromon dan tingkah laku yang biasa dilakukan dalam proses kawin. Mc. Gath dan Kelly (1975) dalam Munawaroh (1996) menyebutkan bahwa dilingkungan hewan, isolasi seksual itu antara lain berupa perbedaan tingkah laku kawin pada individu jantan, perbedaan bunyi atau suara, perbedaan pola warna. Sehingga dapat
dikatakan bahwa D.annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik

memiliki persamaan dalam hal tingkah laku kawin pada individu jantan bunyi atau suara dan pola warna. Persamaan tingkah laku kawin ini dapat mengindikasikan bahwa D.annanasse tersebut ada dalam satu strain. Shorey (1968) dalam Basuki (1996) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi feromon antara lain adalah kecepatan angin, kebasahan relatif, intensitas cahaya, dan temperatur. Karena penelitian ini di lakukan di Malang dengan suhu 24 C maka kecepatan angin menjadi lebih tinggi sehingga mempengaruhi penyebaran feromon yang semakin cepat. Hal ini menyebabkan individu jantan dan betina mudah saling tertarik untuk melakukan kawin. Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa faktor lingkungan seperti kecepatan angin mempengaruhi terjadinya perkawinan individu jantan terhadap betina yang heterogami sebab feromon yang dihasilkan individu betina diterima induk jantan untuk memulai kegiatan percumbuan, sedangkan feromon individu jantan mendorong individu betina untuk menerima kehadirannya.
32

Daerah Malang, Mojokerto dan Gresik memang memiliki suhu daerah yang berbeda yang didasarkan pada ketinggiannya dari laut. Namun demikian, hal ini tidak menyebabkan adanya isolasi pada D.annanasse. Hal ini pun didukung oleh Ana (1996) yang juga menggunakan strain-strain D. Melanogaster dan oleh Munawaroh (1996) yang menggunakan D. Melanogaster dari berbagai ketinggian tempat. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti atas strain-strain D. Melanogaster tersebut, menunjukkan tidak adanya kecenderungan perkawinan diantara strain-strain D. Melanogaster; populasipopulasi D. Ananassae dari berbagai ketinggian tempat juga menunjukkan tidak adanya perbedaan kecenderungan perkawinan. Hal ini berarti, bahwa di antara mereka tidak ada perbedaan spesies.

33

BAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan Tidak ada kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik berdasarkan indeks isolasi

B. Saran 1. Dalam proses penelitian, hendaknya melakukan peremajaan yang banyak sebagai stok agar semua persilangan dapat dilakukan dengan cepat. 2. Dibutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam pengamatan fenotip dan pemurnian untuk mendapatkan pemurnian yang baik. 3. Dibutuhkan ketelitian yang cukup dalam penghitungan indeks isolasi ataupun analisis statistik agar penghitungan dapat menjadi lebih akurat. 4. Diharap berhati-hati dalam penandaan betina D. annanasse untuk menghindari banyak resiko terutama kematian individu betina tersebut. 5. Sebaiknya menggunakan zat warna yang permanen saat menandai betina D. annanasse 6. Dalam pengamatan jantan betina diperlukan kesabaran dan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan dalam penentuannya.

34

DAFTAR PUSTAKA

Ayala, F.J. dkk. 1984. Modern Genetic. The Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc. Menlo Park California B. N. Singh and Sujata Chatterjee. 1985. A Study Of Sexual Isolation Among Natural Populations Of Drosophila ananassae. Brazil : Rev. Brazil Genetics Journal VIII 3 457-458. Basuki, Supriyana. 1997. Indeks Isolasi D. annanasse Lokal Pare dan Drosophi;a annanasse Pulau Madura. Malang: FMIPA-IKIP Malang (Skripsi tidak diterbitkan). Bock, Ian R. 1976. Drosophilidae of Australia I. Drosophila (Insecta: Diptera). Melbourne: CSIRO Borror, Donals J, dkk. 1991. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada University press. Cothron. 1993. Student and Research. America : Hunt Publishing Company. Herskowits. Irwin. J. 1965. Genetic (2nd ). Little Brown and Company Inc. Kimbal, John W. 1992. Biologi edisi kelima. Jakarta : Erlangga. Markow, Therese A. And Patrick M. OGrady. 2006. Drosophila. Chennai: Charon Tec Pvt. L.td. Munawaroh. 1996. Indeks Isolasi Pada D. annanasse Lokal dari Berbagai Ketinggian Tempat. Malang: FMIPA-IKIP Malang. Warsini. 1996. Identifikasi Jenis-jenis Drosophila di Kawasan Teluk Semut Pulau Sempu Kabupaten Malang Jawa Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : IKIP Malang.

35

You might also like