You are on page 1of 22

A.

SKENARIO Seorang wanita, 60 tahun dating ke RSGMP dengan keluhan gigi depan rahang atas terasa memanjang dan renggang. Gusi kadang berdarah dan gigi agak ngilu apabila disikat. Setelah dilakukan pemeriksaan terdapat edentulous gigi 16, 25, 26. Kondisi ini banyak ditemukan pada kelompok lansia yang sebenarnya dapat dicegah.

B. KATA KUNCI Gigi depan RA terasa memanjang Wanita 60 tahun Gusi kadang berdarah Edentulous gigi 16, 25, 26 Gigi ngilu apabila disikat Gigi depan RA merenggang Gigi memanjang dan merenggang dapat dicegah. C. PERTANYAAN PENTING 1. Jelaskan factor-faktor penyebab terjadinya kasus pada scenario! 2. Jelaskan kemungkinan penyakit sistemik yang diderita pasien pada scenario! 3. Jelaskan proses mendiagnosis dan apa diagnosisnya! 4. Jelaskan prognosis kasus dalam scenario! 5. Jelaskan patomekanisme terjadinya gigi memanjang! 6. Jelaskan factor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan pada lansia! 7. Jelaskan perawatan yang tepat pada kasus! 8. Jelaskan proses penyembuhan jaringan lunak pasca perawatan pada lansia!
9. Jelaskan dampak yang timbul jika kasus tidak ditangani!

10. Bagaiman prevalensi terjadinya kasus gigi memanjang khususnya di Indonesia! 11. Jelaskan pola pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada lansia dan apa yang menyebabkan pola pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia belum maksimal!

12. Jelaskan upaya-upaya pemerintah dan masyarakat untuk lebih memaksimalkan pola pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia! D. JAWABAN PERTANYAAN
1. Faktor penyebab gigi memanjang, yaitu :

a. Oral hygiene yang buruk akibat kebiasaan malas menyikat gigi sehingga gingival mudah terinflamasi oleh bakteri plak.
b. Adanya resesi gingival (terlihatnya permukaan akar gigi karena pergeseran

posisi gingival ke apical) yang disebabkan oleh beberapa factor, yaitu : Terjadi secara fisiologis seiring bertambahnya usia seseorang. Bakteri plak OLeary dkk menemukan adanya hubungan langsung antara peningkatan indeks plak dan resesi gingiva karena bergeraknya margin gingiva ke apikal akibat adanya peradanan jaringa periodonsium Faktor iatrogenik Kesehatan jaringan gingival juga berkaitan dengan desain dan penempatan bahan restorasi atau alat ortodontik yang tidak tepat. Tekanan dari restorasi yang tidak baik akan menyebabkan trauma pada gigi sehingga dapat terjadi resesi gingival. Selain itu, restorasi dental yang overhanging berkontribusi sebagai retensi plak sehingga mudah terjadi peradangan. Trauma akibat penyikatan gigi Menyikat gigi penting untuk kesehatan gigi dan gingival, teknik menyikat gigi yang salah atau bulu sikat yang keras akan menyebabkan luka yang signifikan pada gingival. Pada pasien dengan gingival yang sehat, kebersihan mulut yang baik, dapat juga terjadi resesi gingival akibat trauma pada waktu menyikat gigi. Malposisi gigi Pada gigi yang rotasi, miring, atau bergeser lebih ke arah fasial, lapisan tulangnya menjadi lebih tipis atau tinggi tulang berkurang, sehingga jaringan gingivanya tipis. Resesi disebabkan dari trauma yang berulang dari margin gingival yang tipis tersebut. Anatomi yang tidak baik

Anatomi yang dimaksud adalah insersi frenulum yang tinggi atau bukal fold yang rendah sehingga menghasilakn tegangan pada margin gingival. Perlekatan otot seharusnya terletak tepat pada margin dimana gingival bertemu dengan gigi atau pada perlekatan otot sangat besar yang terdapat pada akar gigi yang menonjol, maka berpotensi pada resesi gingival.
Pergerakan gigi ortodontik

Berdasarkan observasi klinis, beberapa pasien mengalami resesi gingival akibat hilangnya perlekatan karena pergerakan gigi insisivus ke depan dan pergerakan gigi posterior ke lateral. Resesi yang terjadi selama terapi ortodontik mengenai daerah yang memiliki zona gingival cekat yang kurang. c. Adanya perubahan fisiologis dan morfologis akibat proses penuaan, seperti berkurangnya ketebalan epitel mukosa, perlekatan epitel dengan sementum semakin ke apikal, dan elastisitas jaringan berkurang sehingga menyebabkan berkurangnya perlindungan terhadap gigi. d. Adanya penurunan sekresi saliva oleh karena beberapa hal yaitu :
Telah terjadi menopause pada pasien lansia khususnya wanita sehingga

produksi hormone estrogen menjadi terhenti dan berakibat pada berkurangnya proses metabolisme tubuh termasuk sekresi saliva. Mengkonsumsi obat-obatan seperti antideppresan, antihipertensi, diuretic yang dapat memberikan efek samping berupa xerostomia. e. Menderita penyakit sistemik seperti, diabetes mellitus yang dapat memicu terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam cairan gingival dan darah yang dapat mengubah lingkungan mikroflora, dan menginduksi perubahan bakteri secara kualitatif, sehinga apabila berinteraksi dengan karbohidrat akan segera menurunkan pH saliva dan akibatnya dapat terjadi infeksi pada jaringan periodontal dan mengakibatkan gigi terasa memanjang. f. Berkurangnya sintesa antibodi dan pembentukan auto antibodi dalam tubuh sehingga system kekebalan tubuh menurun dan menyebabkan rongga mulut mudah terinfeksi oleh mikroorganisme dan menyebabkan penyakit periodontal. Faktor penyebab gusi kadang berdarah apabila disikat yaitu karena adanya infeksi bakteri dan menyebabkan peradagan gingival, salah satunya adalah rubor (merah), dimana terjadi peningkatan aliran darah dalam jaringan sehingga apabila menyikat

gigi dengan cara yang tidak benar dan dengan sedikit tekanan akan menyebabkan gingival menjadi mudah berdarah. Faktor penyebab gigi terasa ngilu apabila disikat yaitu karena adanya resesi gingival yang menyebabkan akar gigi menjadi terbuka sehingga bisa menjadi sensitif dikarenakan hilangnya lapisan sementum. Sementum merupakan lapisan yang menutupi dan melindungi lapisan dentin akar dari rangsangan. Tubulus dentin akar menjadi terbuka dan akan menghantarkan rasa ngilu apabila terpapar suatu rangsangan. Faktor penyebab gigi menjadi renggang, yaitu oleh karena aktivitas mastikasi seharihari menyebabkan terjadinya migrasi / pergerakan gigi-gigi menempati ruang edentulous gigi 16, 15, dan 26. Hal ini menyebabkan jarak antar gigi-geligi menjadi lebih renggang.
2. Penyakit-penyakit sistemik yang kemungkinan diderita pasien pada skenario:

a. Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu penyakit sistemik yang sangat erat kaitannya dengan status kesehatan mulut lansia. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit ketidakseimabangan glukosa darah dan gangguan metabolism karbohidrat, protein, dan lemak yang disebabkan oleh gangguan fungsi hormone insulin yang dikeluarkan oleh sel Pulau Langerhans pada pancreas. Diabetes mellitus menyebabkan xerostomia dan penurunan pH saliva sehingga peran saliva (self cleansing) dalam control plak menjadi menurun dan memudahkan terjadinya penyakit periodontal seperti yang dialami oleh pasien dalam scenario. b. Osteoporosis Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa dan kepadatan tulang sehingga tulang menjadi lemah. Apabila terus berlanjut, maka tulang menjadi lebih rapuh dan bahkan dengan tekanan yang ringan saja dapat menyebabkan tulang menjadi fraktur. Osteoporosis banyak terjadi pada orang lanjut usia dan paling banyak mengenai wanita menopause. Estrogen memiliki efek protektif pada tulang dengan mencegah kehilangan tulang secara keseluruhan. Wanita yang telah mengalami menopause dapat kehilangan kepadatan tulang sampai 4-5% per tahun karena kehilangan estrogen yang terjadi pada saat menopause. Kehilangan tulang general pada osteoporosis

dapat menyebabkan meningkatnya resorpsi tulang alveolar dan terjadinya periodontitis kronis. 3. Proses mendiagnosis kasus dalam scenario: Secara umum diagnosis adalah kesimpulan akhir dari serangkaian informasi atau data tentang suatu kelainan atau penyakit. Jadi untuk menegakan diagnosis diperlukan suatu rangkaian pengumpulan data dari pasien, berawal dari keluhan atau gejala yang dirasakan oleh pasien. Pengumpulan informasi ini dikenal sebagai pemeriksaan. Dalam bidang kesehatan, dikenal beberapa cara pemeriksaan sebagai berikut :
a. Anamnesis : yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tanya jawab. Cara ini

umumnya digunakan untuk mencari riwayat penyakit, dan data pribadi pasien serta keluarga. Anamnesis juga dikenal sebagai tahap pencarian riwayat penyakit. Biasanya hasil tanya jawab dicatat dalam suatu kartu yang disebut kartu status. Khususnya untuk pasien yang akan dibuatkan gigi tiruan penuh, agar dapat dikumpulkan keterangan sebanyak mungkin dari pasien, ada beberapa hal yang perlu diketahui karena sangat berpengaruh pada keberhasilan perawatan : kemampuan dokter gigi berkomunikasi dengan pasien pemilihan cara pendekatan yang tepat Untuk semua ini, hubungan dokter gigi dan pasien sangat penting. Berhasil atau tidaknya perawatan tidak hanya ditentukan oleh baik buruknya gigi tiruan yang dibuat, tetapi juga tergantung pada motivasi pasien terhadap gigi tiruan tersebut. Motivasi yang baik harus ditumbuhkan dan dibina sejak awal pasien berkeinginan mendapatkan gigi tiruan. Agar dapat berkomunikasi secara baik, drg harus menunjukkan sikap menghargai, menghormati, dan jujur kepada pasien tentang hal-hal yang berkaitan dengan perawatan dan tentang pembuatan dan pemakaian gigi tiruan. Janji-janji yang muluk seyogyanya tidak diberikan bila tidak ingin merugi. Untuk dapat memilih cara pendektaan yang tepat, drg perlu memhami sikap mental pasien, khususnya sikapnya terhadap perawatan prostodontik dan terhadap pemakaian gigi tiruan. Ini sangat penting bagi keberhasilan

perawatan prostodontik. Sehubungan dengan ini, ada beberapacara untuk mengenai tipe pasien lansia dengan melihat sikap mentalnya. House (1937) mengelompokan pasien lansia berdasarkan pandangan terhapa perawatan dan terhadap gigi tiruan. House mengelompokan ke dalam 4 kelas sebagai berikut : Tipe Filosofikal Orang yang belum pernah memakai gigi tiruan, tetapi sadar akan keperluannya. Sikap mental seimbang.
Orang ini amat percaya akan kemampuan dokter gigi dalam melakukan

perawatannya. Sikap demikian hendaknya jangan disia-siakan, karena akan sangat membantu dalam mencapai hasil yang baik. Hati-hati dalam menegakan diagnosis, bila perlu sebaiknya diikuti dengan penyuluhan agar motivasi yang baik tetap terbina
kelompok orang yang pernah memakai gigi tiruan dengan memuaskan,

dan memerlukan gigi tiruan baru karena satu dan lain hal. Ia telah memahami kesulitan dan keterbatasan gigi tiruan

Tipe banyak tuntutan (Exacting type)

Orang yang sangat khawatir akan berubahnya penampilan bila harus

memakai gigi tiruan, karena itu sangat berkeberatan bila dinyatakan bahwa giginya harus dicabut. Kalau akhirnya ia mau dirawat, akan mengharapkan agar gigi tiruannya persis sama dengan gigi aslinya, baik dalam penampilan maupun dalam berfungsi.
Pemakai gigi tiruan yang tidak pernah merasa puas, baik dalam

penampilannya maupun dalam pemakainannya.

Orang demikian biasanya tidak mudah percaya akan kemampuan dokter gigi dalam memberikan perawatan prostodontik. Banyak diantaranya yang menginginkan jaminan tertulis dari dokter gigi, bahkan bila tidak terpenuhi keinginannya akan minta pergantian ongkos. Tipe Histeris (selalu cemas)
Orang dengan kesehatan umum dan mulut yang buruk, yang takut

terhadap perawatan kedokteran gigi, menolak pencabutan gigi, dan yakin bahwa pemasangan gigi tiruan akan berakhir dengan kegagalan
Orang telah mencoba memakai gigi tiruan tetapi selalu menuntut

jaminan bahwa gigi tiruan yang akan dibuat untuknya akan memberikan hasil yang sama dengan gigi asli yang baik susunannya.

Tipe Arch (Indifferent type)

Orang yang tidak peduli akan penampilannya, dan tidak peduli akan

makanannya.
Karena itu mereka sesungguhnya tidak merasakan perlunya pemasangan

gigi tiruan. Biasanya mereka datang atas dorongan orang lain, atau anggota keluarga, yang merasa perlu berdampingan dengannya. Dalam hal ini drg harus sangat berhati-hati mengambil langkah, karena biasanya berakhir dengan kegagalan. Motivasi perlu sekali ditumbuhkan lebih dulu sebelum perawatan dimulai. Hal hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis pada dasarnya adalah : data pribadi : meliputi nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal. Ini diperlukan sebagai perkenalan serta upaya untuk menarik kepercayaan pasien kepada drg Data kesehatan umum pasien meliputi : Penyakit yang pernah atau sedang diderita Obat-obatan yang sedang digunakan

Kebiasaan pasien untuk mengontrol kesehatannya Ini diperlukan untuk mengetahui motivasi pasien terhadap pemeliharaan kesehatannya, serta mencari kemungkinan adanya penyakit-penyakit tertentu, yang ada kaitannya dengan perawatan yang akan dilakukan, misalnya : kesehatan umum, sebagai berikut : Penyakit yang pernah / sedang diderita, misalnya :

Anemia, dengan gejala-gejala : o o o o mukosa pucat lidah berwarna merah gusi kadang-kadang berdarah Bila pakai gigi tiruan seiring merasa tidak enak/sakit, walaupun

kedudukan gigi tiruan baik Pasien perlu dikonsulkan ke dokter umum atau dokter spesialis penyakit dalam sebelum perawatan gigi tiruan dimulai Diabetes Mellitus, dengan gejala : o mulut kering, sering haus o lidah merah / nyeri o bau nafas seperti bau keton o gigi goyang / lepas o luka sukar sembuh o resorpsi cepat, gigi tiruan cepat longgar, harus sering control kadang-kadang Pasien perlu dikonsulkan dahulu ke bagian ilmu penyakit dalam. Dalam perawatan : o hindari trauma

desain jangan dibuat paradental, tetapi gingival karena gigi

gigi tidak kuat TBC : o bahaya penularan, operator harus memakai masker dan sarung

tangan, alat alat harus disterilkan, kalau mungkin dengan autoclave o kontrol Jantung o Cepat lelah sehingga waktu perawatan jangan terlalu lama Hipertensi o Harus dikonsul dahulu, bila ada tindakan pencabutan / operasi seperti alveolektomi Alergi
o

resorpsi cepat, gigi tiruan cepat longgar, sehingga harus sering

Terhadap resin akrilik diusahakan menimlakan pemakainan akrilik serta kontak dengan mukosa pendukung sebagian diganti dengan logam buatkan gigi tiruan logam

Penyakit yang tidak diketahui oleh pasien / operator, misalnya: Jantung, saluran kemih, sauran pencernaan, aids, hepatitis B sering terlihar iritasi pada mukosa mulutnya, gigi tiruan tidak dapat dipakai dengan nyaman. Sebaiknya dikonsulkan ke dokter ahli.

Data tentang kesehatan gigi dan mulut, meliputi :


jenis penyakit yang pernah atau sedang diderita

perawatan yang pernah atau sedang diterimanya

frekuensi kunjungannya ke dokter gigi. Ini perlu untuk memperkirakan motivasi pasien terhadap perawatan kedokteran gigi pada umumnya, khususnya prostodontik kadang-kadang diperlukan juga riwayat kesehatan gigi dan mulut anggota lain dalam keluarga bila dicurigai adanya kelainan genetic riwayat hilangnya gigi perlu ditanyakan. Gigi yang lepas dengan sendirinya merupakan tanda adanya kelainan periodontal atau kelainan sistemik lanjut, yang biasanya diikuti dengan resorpsi tulang secara cepat. Saat pencabutan perlu ditanyakan untuk memperkirakan derajat kecepatan resorpsi tulang alveolar. Kebiasaan-kebiasaan buruk perlu ditanyakan, dan dicocokan dengan bentuk kerusakan yang terjadi pada gigi-gigi sisa. Orang dengan kebiasaan bruksism, akan mempunyai pola gerakan menguyah yang berbeda dari yang normal Keinginan khusus tentang gigi tiruannya sebaiknya juga ditanyakan agar kita tahu hal-hal apa yang menjadi fokus perhatian pasien. Tetapi hendaknya tidak diartikan bahwa semua keinginan pasien harus dituruti. Dokter gigi tetap harus dapat menentukan hal-hal yang mana yang dapat, dan yang mana yang tidak dapat dipenuhi, alasannya harus dijelaskan secara jujur kepada pasien Bagi yang telah memakai gigi tiruan, perlu ditanyakan pula : o Pengalamannya dengan gigi tiruan itu, baik estetikanya maupun fungsinya o Hal-hal yang disukai

o Hal-hal yang tidak disukai pun harus untuk diberikan perhatian pada pembuatan gigi tiruan yang baru
b. Pemeriksaan Klinis : yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat

dan mencari tanda-tanda langsung di tubuh / mulut pasien.

Pemeriksaan ekstra oral

Yaitu pengamatan terhadap tanda-tanda di luar mulut. Hal-hal yang perlu diamati adalah : Wajah Sendi TMJ Kelenjar Pemeriksaan intra oral Gigi-geligi sisa Mukosa mulut Palatum dan lidah Saliva
c. Pemeriksaan laboratoris : yaitu pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium

untuk mencari data yang tidak dapat dilihat langsung secara visual. Pemeriksaan ini biasa diperlukan untuk menunjang pemeriksaan klinis bila masih ada hal-hal yang diragukan.
d. Pemeriksaan radiografis : yaitu pemeriksaan dengan melihat gambaran

radiografis dari bagian tubuh yang diinginkan. Pemeriksaan ini juga merupakan pemeriksaan penunjang, dan dilakukan untuk lebih meyakinkan hasil penemuan pemeriksaan klinis. Pada pembuatan gigi tiruan sebagian, dengan kehilangan giginya sedikit dan sisa gigi yang ada masih baik, pemeriksaan radiografis diperlukan untuk :

Adanya keragu-raguan gigi yang karies pada approksimal atau servikal

yang tidak diketahui perluasannya.

Melihat keadaan jaringan periodonsium dari gigi penjangkaran, juga

keadaan tulang alveolar di sekitarnya. Misalnya terdapat poket yang dalam, gigi yang goyang bisa dilakukan dengan rontgen foto.

Terdapat gigi yang impaksi

Hasil Diagnosis : GINGIVITIS DENGAN RESESI GINGIVA Gingivitis adalah suatu peradangan pada gingiva oleh karena adanya inflamasi bakteri. Gingivitis merupakan proses yang terjadi sebelum periodontitis. Pada scenario, disebutkan bahwa gisi kadang berdarah dan tidak disebutkan tanda adanya poket dan gigi goyang. Hal ini menandakan bahwa pasien kemungkinan mengalami gingivitis dan belum memasuki tahap periodontitis. Selain itu, di scenario juga disebutkan adanya gigi yang tampak memanjang dan merenggang, serta gigi sering ngilu bila disikat. Hal ini menandakan terjadinya resesi pada gingival sehingga dentin akar dapat terpapar oleh rangsangan dan menyebabkan gigi menjadi mudah ngilu.

4. Prognosis kasus dalam skenario:

Prognosis dapat dikatakan baik apabila: Oral hygiene cukup baik. Tidak menderita penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi Tidak terdapat kerusakan tulang alveolar yang parah. Intake nutrisi cukup teratur. Menurut klasifikasi Miller, resesi gingiva masih termasuk kelas I dan Pasien cukup kooperatif dan edukatif untuk menerima perawatan.

perawatan. II. Jadi, prognosis kasus dalam scenario masih tergolong baik oleh karena oral hygiene pasien cukup baik dikarenakan jumlah kehilangan gigi cukup sedikit untuk golongan orang yang telah memasuki usia lanjut, tidak disebutkan gejala-gejala yang menandai adanya suatu penyakit sistemik, dan tidak disebutkan terjadi kegoyangan pada gigi yang menandakan bahwa belum terjadi kerusakan yang parah pada tulang alveolar. 5. Patomekanisme terjadinya gigi memanjang:

a. Secara fisiologis Secara fisiologis, gigi dapat memanjang oleh karena terjadinya resesi gingival secara fisiologis akibat bertambahnya umur penderita. Hal ini, dapat dikibatkan dari proses penuaan yang mengakibatkan penurunan fungsi organ tubuh, tek terkecuali jaringan lunak dan keras dalam rongga mulut. b. Secara patologis Adanya akumulasi plak dan control plak yang sulit dapat menyebabkan karies, penyakit periodontal hingga kehilangan gigi pada pasien. Apabila adanya kehilangan gigi (edentulous), khususnya gigi posterior dapat menyebabkan ketidakseimbangan tekanan kunyah yang berdampak pada adanya tekanan yang berlebihan pada gigi anterior sebagai konsekuensi hilangnya gigi posterior. Hal ini akan menyebabkan kerusakan secara perlahan-lahan jaringan periodontal di sekitar gigi anterior oleh karena tekanan kunyah yang berlebihan. Akibatnya, perlahan-lahan gingival akan mengalami resesi dan pada gigi khususnya rahang atas akan semakin migrasi dan bergerak ke arah labioversi dan akan tampak memanjang dan merenggang. 6. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan perawatan pada lansia:
Riwayat kesehatan lansia Status kesehatan fisik dan perubahan yang terjadi Kemungkinan penyakit kronis yang ada dan kebiasaan penggunaan obat Fungsi kognitif lansia Aktifitas kehidupan lansia sehari-hari Status kesehatan psikologis Dukungan keluarga dan support sistem Struktur & fungsi keluarga

7. Perawatan pada kasus Perawatan penyakit periodontal (resesi gingival) Jika terjadi resesi minor, biasanya resesi akan berlanjut disertai kehilangan tulang. Metode perawatannya bervariasi, tergantung dari jenis dan keparahan resesi. Sejak awal, penyebab resesi gingival harus diidentifikasi. Diagnosa ditegakkan dan buat dokumentasi mengenai apakah resesi bertambah dan pada gigi mana saja. Hasil yang didapatkan untuk menentukan tindakan bedah sebagai perawatannya.

Resesi gingival terutama terjadi sebagai resolusi inflamasi pada jaringan periodontal, maka terapi yang dapat dilakukan adalah secara non-bedah maupun secara bedah. Prosedur non-bedah dilakukan dengan scalling dan root planning. Prosedur bedah digunakan untuk menciptakan gingival yang lebih melekat untuk mencegah resesi gingival lebih jauh dan membantu meregenerasi terjadinya penutupan akar gigi. Bahan graft pada prosedur ini diambil dari palatum aatu bagian lainnya dalam mulut, untuk kemudian ditempatkan pada daerah yang mengalami resesi. Penanganan non bedah Resesi gingival yang disebabkan oleh kesalahan penyikatan gigi dapat dihentikan dengan mengubah metode penyikatan gigi. Pada kasus resesi gingiva tanpa peradangan ataupun pembentukan poket periodontal, dilakukan control plak rutin dan skor plak harus tetap rendah. Perawatan pemeliharaan untuk keadaan ini seringkali membutuhkan scalling secara berkala. Selain itu, perawatan secara non-bedah juga dapat dilakukan dengan pembuatan gingival tiruan (gingival artificial). Pembuatan gingival tiruan dikatakan cukup mudah karena bahan yang digunakan mudah dibentuk sesuai kondisi dalam mulut. Sifat bahan soft liner cukup menguntungkan karena dapat menjadikan gingival tiruan bersifat lentur sehingga mudah diaplikasi. Gingiva tiruan dapat dengan mudah dipasang dan dikeluarkan dari celah proksimal tanpa menimbulkan rasa nyeri. Sifat lentur ini juga membuat undercut gingival tiruan berfungsi dengan baik sehingga retensinya cukup baik. Keunggulan lain adalah warna bahan soft liner sedikit transparan sehingga apabila diaplikasikan pada region gingival yang mengalami resesi, warna gingival tiruan dapat mirip dengan warna gingival asli. Segi estetik inilah yang membuat gingival tiruan dipilih sebagai salah satu alternative pada kasus resesi gingival. Rasa ngilu terjadi karena kandungan kalsium dan materi permukaan dentin terbuang. Stimuli yang berulang-ulang akan merangsang pembentukan peritubular dentin, sehingga rasa ngilu kadang-kadang dapat berkurang. Untuk mengatasi ngilu, dianjurkan penyikatan gigi secara perlahan, baik, dan benar dengan pasta berisi ion fluor. Penanganan secara bedah Resesi gingival yang dapat ditangani dengan tindakan bedah, yaitu yang progresif dan sudah mengganggu estetika.

Berikut adalah teknik yang digunakan untuk penutupan permukaan akar gingival akibat resesi (penutupan akar) : a. Autograft free gingival Free gingival graft adalah suatu prosedur dimana selapis tipis gingival diambil dari mukosa palatum pasien dan ditransplantasikan ke daerah resesi untuk menciptakan jaringan yang cekat atau attached gingiva. Pada beberapa kasus, jenis graft ini dapat mencegah resesi lebih jah yang penting untuk mempertahankan fungsi gigi. Daerah donor (palatum) akan mengalami penyembuhan tanpa merusak gingival, tulang, atau gigi di bawahnya. Pada beberapa kasus, dapat digunakan produk jaringan beku manusia sebagai donor. Teknik ini menghasilkan penutupan akar yang baik namun mungkin akan terlihat ketidaksesuaian warna dengan gingival terdekat karena warnanya yang lebih terang. b. Autograf jaringan penyambung bebas Perbedaan antara prosedur ini dengan free gingival autograft adalah jaringan donor yang digunakan pada prosedur ini adalah jaringan penyambung. Langkah yang dilakukan adalah pembuatan insisi vertical pada garis sudut gigi yang akan ditutup, buat suatu flap partial thickness minimal 5 mm dari daerah resesi, kemudian dilakukan penjahitan tepi mukosa apical ke periosteum dengan benang gut. Donor dari jaringan penyambung diambil dari sisi lateral resesi kemudian daerah donor dijahir setelah graft diambil. Letakkan graft pada daerah resipien, dan jahit ke perosteum dengan benang gut. Terakhir, tutupi daerah graft dengan periodontal dressing. c. Autograft pedicle / laterally (horizontal) positioned flap Lateral graft disebut juga pedicle graft karena jaringan gingival ditarik dari daerah lateral atau daerah yang berdekatan ke arah resesi. Untk melakukan ini, harus terdapat sejumlah gingival yang tebal, kuat, attached gingival di lateral daerah resesi. Pedicle jaringan gingival ini dirotasikan ke atas daerah resesi untuk menutupi resesi, seperti menciptakan balutan attached gingival yang akan mencegah resesi lebih jauh lagi. Keterbatasan dari prosedur ini adalah dapat terjadi resesi di daerah dimana pedicle dipindahkan. d. Graft jaringan penyambung subepitel (Langer)

Graft jaringan penyambung subepitel dapat dilakukan jika tidak terdapat jaringan yang cukup tebal untuk area resesi. Teknik ini biasanya menggunakan jaringan di bawah superficial gingival. Pada prosedur bedah, jaringan gingival ditempatkan di atas akar gigi. Sebuah flap dari jaringan gingival dinaikkan dari dasar resesi untuk menutup jaringan gingival agar dapat mensuplai darah ke graft, sehingga jaringan yang dihasilkan akan sehat, kuat , dan estetika baik. e. Guided tissue regeneration Guided tissue regeneration adalah prosedur bedah yang membantu menumbuhkna kembali tulang yang sehat dan jaringan lunak yang rusak akibat penyakit periodontal. Pada prosedur ini, ditempatkan suatu bahan tipis yang disebut barier di atas defek periodontal di bawah gingival. Barier ini menciptakan suatu ruangan untuk pertumbuhan jaringan yang sehat. Untuk mendapatkannya, gingival dipisahkan dari area gigi yang mengalami kerusakan. Permukaan gigi dibersihkan dan jaringan yang terinfeksi dibuang dari area ini. Setelah dibersihkan, barrier ditempatkan pada permukaan gigi. Barrier ini memisahkan jaringan gingival yang tumbuh cepat dari area permukaan gigi yang baru dibersihkan. Barrier memungkinkan serat-serat yang lambat tumbuh dan sel tulang untuk bermigrasi ke daerah yang dilindungi. Perawatan kehilangan gigi Diperlukan perawatan ortodontik sederhana untuk mengembalikan posisi gigi yang mengalami migrasi/malposisi.

Kemudian dapat dibuatkan gigi tiruan sesuai dengan kebutuhan pasien: GTSL dengan basis akrilik
Gigi tiruan jembatan dengan bahan pontik yang terbuat dari logam

untuk mendukung tekanan kunyah. 8. Proses penyembuhan jaringan lunak pasca perawatan pada lansia: Penyembuhan luka dipengaruhi oleh usia oleh karena terjadi perubahan fungsi fibroblast dan proses revaskularisasi menjadi lebih lambat. Selain itu, penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh jumlah jaringan yang rusak dan kepekaan terhadap penyakit periodontal. Penyembuhan umum setelah perawatan periodontal : Regenerasi

Pertumbuhan dan differensiasi sel baru dan substansi interseluler untuk membentuk jaringan atau bagian baru. Fibroplasia, proliferasi endoteal, deposisi bahan dasar interstitial dan kolagen, epitelisasi dan pematangan jaringan ikat. Tahap penyembuhan pasca perawatan skeling dan kuretase: Blood clot mengisi daerah poket. Perdarahan masih terjadi karena kapiler dilatasi Leukosit PMN terlihat diikuti dengan proliferasi cepat dengan jaringan granulasi. Restorasi dan epitelisasi dari sulkus terjadi dalam 2 sampai 7 hari. Serat kolagen immature terlihat setelah 21 hari. Penelitian memperlihatkan yang terjadi adalah pembentukan long junctional epithelium, dan kadang ada sedikit jaringan ikat. Tahap penyembuhan pasca bedah periodontal (open flap): 24 jam. Terdapat blood clot antara flap dan permukaan tulang / akar yang banyak mengandung Leukosit PMN, eritrosit,dll. 1-3 hari. Celah antara flap bertambah tipis, sel epitel migrasi ke batas flap. 1 minggu. Epitel attachment membentuk hemidesmosom, blood clot digantikan oleh jaringan granulasi, dari sumsum tulang, jaringan ikat dan ligamen periodontal. 2 minggu. Serat kolagen terlihat pada permukaan, persatuan flap masih rapuh. 1 bulan. Epitelisasi lengkap. Jadi pada pasien lansia, penyembuhan luka pasca perawatan aka berlangsung lebih lama dibandingkan dengan pasien berusia lebih muda. 9. Dampak yang mungkin timbul apabila tidak segera ditangani: Karies pada akar gigi
Gangguan mastikasi dan fonetik

Gangguan estetik Malnutrisi


Ngilu pada gigi Gigi nekrosis Gigi menjadi mobile periodontitis

Terjadi halitosis Kehilangan lebih banyak gigi

Gangguan pada TMJ


10. Prevalensi kasus gigi memanjang (resesi gingival) di Indonesia:

Resesi gingival meningkat seiring bertambahnya usia, insidensinya bervariasi dari 8% pada anak-anak hingga 100% pada orang yang berusia di atas 50 tahun. Para peneliti menganggap bahwa resesi merupakan proses fisiologis yang berkaitan dengan usia. Di Indonesia, prevalensi penyakit periodontal menurut hasil survey Departemen Kesehatan berdasarkan data pasien yang berkunjung di Rumah Sakit Umum sebesar 24,82%, sedangkan prevalensi yang sesungguhnya di populasi masyarakat sampai saat ini belum ada catatannya. 11. Pola pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada lansia dan penyebab belum maksimalnya pelayanan tersebut: a. Pelayanan secara umum Pelayanan oleh pemerintah Pelayanan Sosial oleh Pemerintah melaui dua sistem, yakni sistem pelayanan sosial di dalam panti dan pelayanan diluar panti. Masing masing propinsi memiliki panti sosial tresna Wreda. Memberi penampungan, jaminan hidup, kesehatan, pemanfaatan waktu luang, bimbingan sosial dan spiritual. Selain itu juga KUBE dan UEP, pemabahan Gizi, kesehatan dan Informasi. Program pelayanan diluar panti berupa. Pemberdayaan Lanjut Usia melalui dana Dekon, dalam bentuk Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dibidang ternak itik, ternak ayam, ternak kambing, ada juga sapi (Sulsel) dan Bantuan Peningkatan Gizi pada semua propinsi. Pemberdayaan Lanjut Usia melaui DAU dalam bentuk Pembinaan dan pemberdayaan Orsos. Pelayanan Lanjut Usia oleh masyarakat Pelayanan Lanjut Usia yang dilakukan oleh masyarakat, umumnya berbentuk Orsos. Mereka bergabung dalam Karang Wredha, Karang Lansia dan lain lain. Kegiatanya secara umum berupa penambahan Gizi, olah raga, rekreasi, safari ibadah, kerja bakti, penggalakkan tanaman obat. Kegiatan edukasi

berupa ketrampilan dan bantuan modal. Dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial berupa kunjungan orang sakit dan bantuan bagi warga yang meninggal. Dewasa ini, lansia yang tertangani melalui system panti hanya 15.000, system non-panti 20.000. Secara keseluruhan yang tertangani hanya 2% dari 2,3 juta lansia. Gambaran ini menegaskan bahwa pelayanan belum maksimal. Mereka mengalami keterlantaran, ada yang menjadi pengemis, diantaranya terkena tindak kekerasan oleh orang lain maupun oleh kerabat sendiri. b. Pelayanan kesehatan gigi Pelayanan oleh pemerintah Dalam Sistem Kesehatan Nasional, ditetapkan bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia diimplementasikan dalam Subsistem Upaya Kesehatan, dimana pada penyelenggaraan Subsistem Upaya Kesehatan tersebut dilaksanakan melalui Upaya Kesehatan Primer, Sekunder dan Tersier. Upaya Kesehatan baik Primer, Sekunder maupun Tersier terdikotomi menjadi Pelayanan Kesehatan Perorangan (Primer, Sekunder maupun Tersier) dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Primer, Sekunder maupun Tersier), dimana pada tiap unit Pelayanan Kesehatan tersebut terdapat institusi maupun personal yang bertanggungjawab dalam pelayanan kesehatan sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing. Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer sebagai kepanjangan tangan pemerintah, terdapat satu institusi yang bertanggungjawab pada keduanya, yaitu Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan klinis terhadap masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan (termasuk didalamnya kesehatan gigi dan mulut yang dilayani oleh unit BPG/Balai Perawatan Gigi), dan sekaligus memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dalam rangka menjamin derajat kesehatan masyarakat melalui peran promosi kesehatan, pencegahan penyakit menular, sanitasi kesehatan dan fungsi-fungsi kesehatan masyarakat lainnya. Pelayanan oleh masyarakat Selain Puskesmas, sebagai pemberi Pelayanan Kesehatan Primer, dalam SKN juga disebutkan adanya peranan masyarakat dan swasta. Peranan masyarakat dan swasta khususnya dalam pemberi pelayanan kesehatan gigi perorangan primer diwujudkan antara lain dengan adanya berbagai praktik professional

dokter gigi swasta perorangan, maupun berkelompok dimana sistem pembiayaan yang digunakan adalah fee for service-out of pocket. c. Penyebab belum maksimalnya pola pelayanan kesehatan di Indonesia
Adanya ketidakseimbangan tenaga kesehatan gigi dengan jumlah penduduk

Indonesia. Ha in dapat dilihat dari data registrasi dokter gigi di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dimana diketahui bahwa jumlah dokter gigi yang terdaftar pada tahun 2010 adalah sebanyak 22.237 orang yang terdiri dari 20.665 orang dokter gigi umum dan 1.582 orang dokter gigi spesialis. Dengan demikian secara kasar perbandingan antara jumlah dokter gigi umum dengan jumlah penduduk adalah sebesar 1:11.496 sedangkan untuk dokter gigi spesialis sebesar 1:150.162. Berdasarkan indikator Indonesia Sehat 2010, rasio ideal untuk jumlah dokter gigi dengan jumlah penduduk adalah 11 dokter gigi untuk 100.000 penduduk atau 1:9090.
Adanya ketidakmerataan persebaran jumlah penduduk dan dokter gigi di

Indonesia, seperti diketahui, dokter gigi dan penduduk di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di pulau Jawa dan pulau Sumatera.
Puskesmas sebagai kepanjangan tangan dari pelayanan pemerintah dibebankan

tanggung jawab yang berat untuk memberikan pelayanan kesehatan perorangan primer dan pelayanan kesehatan masyarakat primer dalam menjamin derajat kesehatan gigi dan mulut dari masyarakat dalam wilayah kerjanya (1 kecamatan ataupun dapat pula beberapa kelurahan dalam 1 kecamatan). Oleh karena itu, dengan jumlah masyarakat yang cukup banyak dalam satu kecamatan, pelaku kesehatan akan cenderung lebih terkonsentrasi pada aspek pelayanan kuratif (pelayanan perawatan/pengobatan klinis) dalam menunaikan tanggungjawab pelayanan kepada masyarakat yang datang mengunjungi Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gigi, sementara aspek promotif dan preventif menjadi prioritas berikutnya apabila kegiatan tersebut telah terselesaikan. Hal ini tentunya sedikit banyak turut berimbas pada rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan perilaku sehat gigi dan mulut yang berujung pada rendahnya derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat.
Biaya perawatan kesehatan gigi swasta sangatlah tinggi, sehingga umumnya

pengguna pelayanan kesehatan gigi tersebut adalah masyarakat golongan menengah-atas yang mempunyai daya beli yang cukup tinggi, sementara

masyarakat kebanyakan yang mempunyai keterbatasan finansial, tentunya sangat sulit untuk mengakses pelayanan kesehatan gigi tersebut. Keterbatasan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan gigi perorangan primer swasta ini tentunya juga berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat.
12. Upaya-upaya pemerintah dan masyarakat untuk lebih memaksimalkan pola

pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indoensia:


a. Mewacanakan implementasi sistem kedokteran gigi keluarga

b. Mencoba menetapkan sebuah program yang dapat lebih menyeimbangkan dan meratakan persebaran dokter gigi di Indonesia. c. Berusaha untuk lebih memaksimalkan bantuan dana untuk perawatan kesehatan gigi dan mulut, khususnya bagi fakir miskin dan yang terlantar, tak terkecuali bagi manula-manula di Indonesia yang diprediksi akan semakin meningkat jumlahnya. E. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.

Kumala A. Resesi gingival dan cara penutupannya. Jurnal Ilmiah dan Newman et all. Carranzas Clinical Periodontology 10th ed. St. Louis : Ulfah N, Augustina EF. Perawatan resesi gingival dengan bedah dan nonMustaqimah DN. Resesi gingival dan cara mudah melakukan penutupannya. Sunnati, Masuilli SL. Penutupan akar gigi akibat resesi gingival dengan graf Kassab MM, Badawi H, Dentino AR. Treatment of gingival recession. Dent Guo S, DiPietro LA. Factors affecting wound healing. J Dent Res 2010; Dilsiz A, Aydin T. Gingival recession associated with orthodontic treatment

Teknologi Kedokteran Gigi 2009; 6(1): 21-6. Saunders. 2006. P. 93-7, 369-70, 675-92. 3. 4.
5.

bedah. Dentofasial J Kedokteran Gigi 2010; 9(1): 29-33. Dentika Dent J 2008; 13(1): 52-6. jaringan ikat subepitel. Maj Ked Gi 2008; 15(2): 207-12. 6. 7. 8. Clin N Am 2010; 54: 129-40. 89(3): 219-29. and root coverage. J Clin Exp Dent 2010; 2(1): e30-3.

9.
10.

Boehm TK, Scannapleco FA. The epidemiology, consequences and Nicolucci M, Arlin M. Gingival recession-etiology and treatment. Preventive Saadoun AP. Current trends in gingival recession coverage-part I: the tunnel Zulkarnain. Resesi gingival: masalah yang ditimbulkan dan

managementof periodontal disease in older adults. JADA 2007; 138: 26s-33s. Dent Canada 2011; 2(2): 6-11. 11. 12. 13. connective tissue graft. Pract Proced Aesthet Dent 2006; 18(7): 433-8. penanggulangannya. Maj Ked Gi USU 1999; 14(2): 9-13. Nurul D, Maulani C, Sukardi I. Perawatan non-bedah untuk penanggulangan resesi gingival. Dentika Dent J 2009; 14(2): 199-202.

You might also like