You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN Rinitis alergi sebagai penyakit alergi yang tersering yang mengenai lebih dari 15% populasi

dunia, dan dalam dua dekade terakhir ini prevalensinya mengalami peningkatan. Rinitis alergi sekarang dianggap merupakan masalah kesehatan global karena merupakan penyakit yang sangat sering dijumpai di seluruh dunia dan mengenai 10-25% populasi. Penyakit ini dapat timbul pada semua golongan umur. Di Amerika Serikat penyakit ini mengenai 20-40 juta orang, terdiri dari 10-30% orang dewasa dan lebih dari 40% mengenai anak-anak. Pada 80% kasus gejala timbul sebelum anak berusia 20 tahun. Rinitis alergi adalah suatu proses yang mengenai mukosa hidung yang ditandai oleh sekumpulan gejala terdiri dari bersin, hidung tersumbat, gatal pada hidung, dan keluar cairan dari hidung. Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Variasi prevalensi yang besar diduga disebabkan oleh faktor resiko dalam lingkungan seperti alergen, pola hidup, sosial ekonomi, infeksi pada usia dini, dan lainnya. Penyakit ini dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya baik secara fisik, emosional, gangguan bekerja, dan sekolah. Gangguan ini dapat berupa keterbatasan aktivitas, menimbulkan rasa frustasi, gangguan tidur, gangguan emosi, kognitif, serta penurunan kewaspadaan. Tapi penyakit ini bukanlah penyakit yang bisa mengancam jiwa.

BAB II RINITIS ALERGI 2.1 Definisi Rinitis Alergi merupakan suatu reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh Ig E pada sel mast mukosa hidung. Untuk menimbulkan reaksi alergi harus dipenuhi 2 faktor, yaitu adanya fase sensitisasi terhadap suatu alergen yang biasa bersifat herediter (atopi) dan adanya kontak ulang dengan alergen tersebut sehingga menimbulkan manifestasi. [2,3] 2.2 Etiologi Rinitis Alergi disebabkan oleh semua zat yang berperan sebagai alergen pada seorang individu. Berdasarkan cara masuk, secara umum alergen dibagi atas : 1. Alergen inhalan, yang masuk bersama udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang serta jamur. 2. Alergen ingestan, yang masuk saluran cerna berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, udang, ikan dan lain-lain. 3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan, atau tusukan, misalnya, penicillin, sengatan lebah dan lain-lain. 4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik dan perhiasan. 2.3 Klasifikasi Rinitis Alergi Rinitis alergi dapat digolongkan dalam 2 klasifikasi, menurut WHO Initiative Allergic Rinitis and its impact on asthma tahun 2000. yaitu : 1. Intermiten (kadang-kadang) bila gejal kurang dari 4 hari per minggu dan kurang dari 4 minggu 2. Persisten (menetap) bila gejala ditemukan lebih dari 4 hari per minggu atau lebih dari 4 minggu.

Menurut berat ringannya penyakit, rinitis alergi dapat diklasifikasikan sebagai : 1. gejala ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas, bersantai dan atau olahraga, gangguan belajar atau bekerja dan gejala lain yang mengganggu. 2. gejala sedang sampai berat bila terdapat satu atau lebih gejala tersebut diatas. Pembagian klasifikasi yang penting dalam penanganan rinitis alergi secara tepat dan rasional. [5] Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : 1. Rinitis Alergi Musiman Penyakit ini timbul periodik, sesuai dengan musim dimana pada waktu terjadi konsentrasi alergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan umur dan biasanya mulai timbul pada anak-anak dan dewasa muda. Berat ringannya gejala penyakit bervariasi dari tahun ke tahun tergantung pada banyaknya alergen di udara. Faktor herediter pada penyakit ini sangat berperan. Hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepung sari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu dinamakan pollinosis Rinitis alergi musiman ini merupakan suatu rino konjungtivitis oleh karena gejala klinis yang tampak yaitu mata merah, gatal, disertai lakrimasi, sedangkan gejala pada hidung berupa hidung gatal disertai dengan bersin paroksismal, adanya sumbatan hidung, rinore yang cair dan banyak, serta kadang-kadang disertai rasa gatal pada palatum. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa hidung pucat kebiruan (livide) atau hiperemis serta ditemukan eosinofil pada pemeriksaan sekret hidung. Terapi yang diberikan yaitu dengan melakukan desensitisasi terhadap tepung sari, karena alergennya pada penyakit ini jelas. 2. Rinitis Alergi Sepanjang Tahun (Perenial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.

Penyebab yang paling sering yaitu alergen inhalan, terutama pada orang dewasa dan alergen ingestan yang merupakan penyebab pada anak-anak, biasanya diikuti dengan gejala alergi lainnya seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh fakor non spesifik pun dapat memperberat gejala, seperti asap rokok, bau merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban yang tinggi. [3,4] 2.4 Patogenesis Ketika tubuh kontak pertama dengan alergen, tubuh akan membentuk Ig E spesifik. Ig E ini menempel pada permukaan sel-sel mediator yaitu mastosit dan basofil yang mengandung granula. Proses ini disebut proses sensitisasi, yang memerlukan waktu 5 sampai 10 hari dan selanjutnya akan ditemukan adanya sel mediator yang tersensitisasi. Bila terjadi kontak lagi dengan alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan Ig E yang terdapat pada permukaan sel mediator tadi. Dengan demikian terjadilah degranulasi sel mediator, yang berakibat pecahnya membran sel mast dan dilepaskannya zat-zat mediator, seperti histamin, serotonin, bradikinin, Slow Reacting Substance of Anaphylactic (SRS-A), Eosinopyl Chemotactic of Anaphylactic (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini yang kemudian menimbulkan gejala klinik. [1-5] Pada rinitis alergi terjadi reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell and Coombs type 1 immediate), dimana sel plasma pada jaringan mukosa hidung, dan saluran nafas banyak memproduksi Ig E. Pada reaksi antigen Ig E antibodi, terjadi pelepasan zat-zat mediator dari mastosit yang terdapat pada saluran nafas. Pada rinitis alergi, zat mediator yang berperan utama yaitu histamin dan serotonin, dimana kedua zat mediator ini memiliki efek dilatasi pembuluh darah kapiler, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi cairan dari pembuluh darah, dan meningkatkan sekresi kelenjar. Secara klinis terjadi rinore, sering bersin dan hidung tersumbat. [4,5] 2.5 Gejala Klinik Gejala rinitis alergi antara lain gatal pada membran mukosa saluran nafas, bersin, rinore, post nasal drip. Gejala yang timbul bisa tergantung pada musim atau sepanjang tahun.

Gejala rinitis alergi yang khas yaitu terdapatnya serangan bersin berulang. Sebenarnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik bila terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan. [1,2,] Gejala lainnya adalah ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi). Pada rinitis alergi tidak terdapat demam. Seringkali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak-anak. Pada anakanak yang berumur kurang dari 2 tahun jarang disebabkan oleh alergen inhalan, gejala yang timbul pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh alergi makanan. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan pasien. [1,2,5] Tanda pada rinitis alergi biasanya dapat ditemukan pada pemeriksaan kepalaleher. Pasien dengan obstruksi jalan nafas dapat menunjukkan open-mouthed adenoid facies. Gejala spesifik lain pada anak-anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena statis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner. Gatal pada mukosa hidung menyebabkan anak menggosok-gosok hidungnya dengan menggunakan punggung tangan yang disebut allergic salute. Keadaan menggosok-gosok hidung ini akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. 2.6 Diagnosis Anamnesis Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa. Dengan anamnesis 50% diagnosis dapat ditegakkan. Anamnesis dimulai dengan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan dengan pertanyaan yang lebih spesifik meliputi gejala di hidung.. Pasien juga ditanyakan manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis seperti asma, eksem, urtikaria atau alergi obat. Riwayat penyakit alergi dalam keluarga. Waktu dalam setahun dimana serangan lebih sering timbul juga diperlukan dalam mendiagnosa rinitis alergi musiman. 5

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penderita rinitis alergi memperlihatkan lakrimasi yang berlebih, sklera dan konjungtiva yang merah, daerah gelap di bawah mata. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, bewarna pucat atau livid disertai adanya sekret yang encer. Pembengkakan yang sedang sampai nyata dari konka nasalis yang berwarna kepucatan hingga keunguan. Keadaan anatomi hidung lainnya seperti septum nasi dan perhatikan pula adanya polip nasi. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan sitologi hidung : ditemukan eosinofil dalam jumlah yang banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil (cukup 5 sel/lap) mungkin alergi makanan, sedangkan sel PMN menunjukkan infeksi bakteri. Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan Ig E total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu Ig E spesifik dengan RAST (radio-immunosorbent test) atau ELISA (Enzym-linked immunosorbent assay test). Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab. Ada beberapa cara yitu : uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration-SET), uji cukit (prick test), uji gores (scratch test). 2.7 DIAGNOSIS BANDING Rinitis alergi perlu dibedakan dengan rinitis vasomotor, rinitis akut infeksiosa, rinitis sekunder dari obat-obatan baik lokal maupun sistemik, rinitis sekunder dari faktor mekanis, tumor hidung, polip hidung, iritan kimia dan faktor psikologis. 2.8 PENATALAKSANAAN Secara garis besar, penatalaksanaan rinitis alergi terdiri dari 3 cara yaitu menghindari alergen, farmakoterapi, dan imunoterapi. Sedangkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti sinusitis.

a. Menghindari alergen Bertujuan mencegah terjadinya kontak antara alergen dengan Ig E spesifik yang terdapat dipermukaan sel mast atau basofil sehingga degranulasi tidak terjadi dan gejala dapat dihindarkan. Perjalanan dan beratnya penyakit berhubungan dengan konsentrasi alergen di lingkungan. Pencegahan kontak dengan alergen dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rumah, menghindari penggunaan karpet, memperbaiki ventilasi dan kelembaban udara. b. Farmakoterapi Antihistamin Sebagai antagonis reseptor H1 yang bekerja secara inhibisi kompetitif pada reseptor H1 dan merupakan terapi pertama dalam pengobatan rinitis alergi. Antihistamin dapat mengurangi gejala bersin, rinore, gatal tetapi mempunyai efek minimal dan tidak efektif untuk mengatasi sumbatan hidung. Terdapat banyak macam antihistamin, tetapi secara garis besar dibedakan atas antihistamin H 1 klasik dan antihistamin H 1 generasi baru. Dekongestan Obat-obat dekongestan hidung menyebabkan vasokontriksi karena efeknya pada reseptor alfa-adrenergik. Berbagai jenis alfa adrenergik agonis dapat diberikan secara peroral seperti pseudoefedrin, fenilpropanolamin dan fenilefrin. Obat ini secara primer dapat mengurangi sumbatan hidung dan efek minimal dalam mengatasi rinore tetapi tidak mempunyai efek terhadap bersin dan gatal di hidung maupun di mata. Kombinasi antihistamin dan dekongestan Kombinasi kedua obat dimaksud mengatasi semua gejala rinitis alergi termasuk sumbatan hidung yang tidak dapat diatasi bila hanya menggunakan antihistamin saja.

Kortikosteroid topikal dam sistemik Kortikosteroid topikal diberikan sebagai terapi pilihan pertama untuk penderita rinitis alergi dengan gatal sedang sampai berat dengan gejala persisten (menetap), karena mempunyai efek anti inflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptornya. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada penderita rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan pertama. Kortikosteroid sistemik mempunyai kerja anti inflamasi yang luas dan efektif untuk hampir semua gejala rinitis, terutama sumbatan hidung. Ipratropium bromida Ipratropium bromida topikal merupakan salah satu preparat pilihan dalam mengatasi rinitis alergi. Obat ini merupakan preparat antikolinergik yang dapat mengurangi sekresi (rinore) dengan cara menghambat reseptor kolinergik tersebut pada permukaan sel reseptor, tetapi tidak ada efek untuk mengatasi gejala lainnya. Preparat ini berguna pada rinitis alergi dengan rinore yang tidak dapat diatasi dengan kortikosteroid intranasal maupun dengan antihistamin. Sodium kromoglikat intranasal Obat ini mempunyai efek untuk mengatasi bersin, rinore dan gatal pada hidung dan mata bila digunakan 4 kali sehari. Preparat ini bekerja dengan cara menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion kalsium sehingga pelepasan mediator tidak terjadi. Selain itu obat ini bekerja pada respon fase lambat rinitis alergi dengan menghambat proses inflamasi terhadap aktivasi sel eosinofil. c. Imunoterapi Dilakukan atau diberikan pada penderita rinitis alergi yang tidak ada respon terhadap farmakoterapi, bila penghindaran terhadap alergen tidak dilakukan atau bila terdapat efek samping dari pemakaian obat

Prosedur ini berupa penyuntikan alergen penyebab secara bertahap dengan dosis yang makin meningkat guna menginduksi toleransi pada penderita alergi. Imunoterapi akan meningkatkan sel Th 1 dalam memproduksi IFN, sehingga aktifitas sel B akan terhambat dan selanjutnya pembentukan Ig E akan tertahan. Selain itu imunoterapi akan menurunkan produksi molekul inflamasi seperti IL-4, IL-5, PAF, ICAM, dan akumulasi sel eosinofil. d. Operatif Pada hipertrofi konka inferior yang sudah berat, kauterasi dengan AgNO3 atau trikloroaseatat tidak menolong. Maka dalam hal ini tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan.

2.9

KOMPLIKASI Komplikasi rinitis alergi yang sering adalah: 1. 2. 3. Sinusitis paranasal Polip hidung Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak

Komplikasi ke-1 dan ke-2 bukanlah merupakan akibat langsung dari rinitis alergi, tetapi karena adanya sumbatan hidung sehingga menghambat drainase.

BAB III KESIMPULAN Rinitis alergi merupakan proses inflamasi mukosa hidung dengan sekumpulan gejala terdiri dari bersin, hidung tersumbat, gatal pada hidung, dan keluar cairan dari hidung. Penyakit ini timbul pada semua golongan umur, tetapi frekuensi terbanyak yaitu anakanak dan dewasa muda. Penyebab rinitis alergi adalah semua zat yang berperan sebagai alergen pada seorang individu. Zat-zat yang menimbulkan alergi pada seorang penderita belum tentu menimbulkan alergi pada orang lain. Selain itu, macam alergen dapat merangsang lebih dari satu macam organ. Mekanisme terjadinya rinitis alergi merupakan reaksi antigen antibodi pada kontak kedua menyebabkan terjadinya degranulasi sel mediator, yang berakibat terlepasnya zatzat mediator terutama histamin. Hal ini menimbulkan gejala klinik. Ada 2 macam rinitis alergi yaitu rinitis alergi musiman dan rinitis alergi sepanjang tahun. Gejala kedua rinitis ini hamper sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya. Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa edema,basah, berwarna pucat, atau livid disertai adanya sekret yang encer dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan sitologi hidung, hitung eosinofil, Ig E total Ig E spesifik dengan RAST atau ELISA serta pemeriksaan in vivo dengan uji kulit. Penatalaksanaan rinitis alergi secara garis besar terdiri dari tiga cara yaitu menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi, dan imunoterapi.

10

BAB IV LAPORAN KASUS I. Identitas Penderita Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaaan Suku Bangsa Agama Alamat Tanggal Pemeriksaan II. Anamnesa Keluhan Utama : Bersin-bersin, hidung tersumbat, dan pilek Penderita datang dengan keluhan bersin-bersin, hidung tersumbat dan pilek sejak satu minggu yang lalu, kambuh-kambuhan, bersin lebih dari 5 kali sehari terutama pagi atau sore hari, dan bertambah berat bila banyak debu beterbangan. Saat bersinbersin disertai hidung tersumbat dan keluar ingus/cairan bening, encer dan susah dihentikan, disertai hidung terasa gatal. Biasanya hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan atau keduanya. Sehingga mengganggu nafas. Tidak ada keluhan nyeri kepala dan daerah pipi, riwayat demam tidak ada. Sudah berobat ke dokter bolak-balik tetapi ketika terkena debu saat orang menyapu, bisa kambuh lagi. Riwayat penyakit alergi makanan dan alergi obat disangkal pasien. Riwayat pemeriksaan asma, dermatitis disangkal. Riwayat Atopi pada keluarga disangkal : Ni Made Suki : 47 tahun : Perempuan : Pegawai Swasta : Bali : Hindu : Br. Taman Mertanadi, Kerobokan. : 24 Februari 2006

11

III. Pemeriksaan Fisik Status Present : Kesadaran Nadi Respirasi Temp. Axila Kepala Mata THT Leher Thorak Abdomen Ekstremitas Status Lokal Telinga Kanan Daun telinga Liang Telinga Discharge Memb. Timp Tumor Mastoid N lapang (-) Intak Refl. Cahaya ( + ) (-) N Kiri N lapang (-) Intak Refl. Cahaya ( + ) (-) N : Compos mentis : 85 x/ menit : 20 x/ menit : 36,5 C : Normocephali : anemis -/-, ikterus -/: Sesuai status lokalis : DBN : DBN : DBN : DBN Tekanan darah : 110/80

Status General :

12

Tes Pendengaran : Kanan Weber Rinne Hidung Kanan Cavum Nasi Septum Nasi Discharge Mukosa Tumor Concha nasi Sinus Choana Tenggorokan Dyspneau Sianosis Stridor Mukosa Suara Tonsil Laring :(-) :(-) :(-) : merah muda :N : T1/T1, Hiperemis ( - ), permukaan rata : Normal Sempit Serus Pucat, basah (-) Kongesti N N Kiri Sempit Serus Pucat, basah (-) Kongesti N N (+) Kiri (+) Lateralisasi ( - )

..Deviasi tidak ada.

13

IV. Resume Penderita perempuan, 47 tahun, Bali, Hindu, pegawai swasta, mengeluh bersinbersin, pilek, dan hidung tersumbat sejak 1 minggu yang lalu. Bersin-bersin timbul terutama pada pagi hari atau sore hari bertambah berat kalau banyak debu. Keluhan hilang timbul, dimana bersin sering disertai dirasakan dengan keluarnya ingus yang banyak , bening dan encer seperti air, tanpa bau, disertai gatal pada hidung. Kadang-kadang disertai keluhan hidung tersumbat kanan/kiri/keduanya. Keluhan sakit kepala ataupun nyeri pada pipi tidak dirasakan. Riwayat asma dan dermatitis disangkal. Riwayat Atopi pada keluarga disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present normal, status general dalam batas normal dan pada status lokalis THT didapatkan telinga dalam batas normal dan tenggorokan dalam batas normal. Hidung Kanan Hidung Cavum Nasi Septum Nasi Discharge Mukosa Tumor Concha nasi Sinus Choana N Sempit Serus Pucat, basah (-) Kongesti N N Kiri N Sempit Serus Pucat, basah (-) Kongesti N N

..Deviasi tidak ada.

V. Diagnosa Banding 1. 2. Rinitis Alergi Rinitis Vasomotor

14

VI. Usulan pemeriksaan Tes kulit Hapusan darah tepi -Eosinofil Count Pemeriksaan sekret hidung VII. Diagnosa Kerja Rinitis Alergi VIII.Penatalaksanaan KIE 1. Hindari kontak dengan alergen yang diduga sebagai penyebab, terutama yang sering kontak adalah debu rumah dengan cara membersihkan rumah secara teratur dengan masker. Penderita disarankan juga memakai jaket pada udara dingin dan bila bepergian jauh. 2. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita disarankan untuk berolahraga teratur, makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup. Medikamentosa 1. 2. 3. CTM 3 x 4 mg selama 7 hari Pseudoefedrin 3 x 1 tab selama 7 hari Dexametason 3 x 1 tab selama 7 hari

15

PEMBAHASAN 1. Pasien ini di diagnosa rinitis alergi karena : Dari anamnesa didapatkan pasien ini mengeluh bersin-bersin lebih dari 5 kali pada saat serangan, keluar ingus banyak bening, encer seperti air dan tidak berbau. hidung tersumbat di kedua sisi dan disertai gatal pada hidung. Keluhan akan muncul jika berada di udara yang banyak debu. Keluhan yang dialami sangat menggangu pernafasan dan kenyamanan pasien.Pasien sudah berobat kedokter bolak-balik berulang kali. Kejadianya hilang timbul. Tidak ada riwayat atopi, keluarga tidak ada riwayat atopi. Tidak ada keluhan pada telinga, ataupun pada faring sehingga kami simpulkan pasien tidak mengalami komplikasi Dari pemeriksaan fisik status general dalam batas normal. Pada pemeriksaan THT ditemukan pada telinga kesan tenang, tenggorok kesan tenang. Pada hidung didapatkan kavum nasi sempit, discharge serous, mukosa pucat, konka kongesti. Diagnosa banding rinitis vasomotor kita singkirkan karena pada pasien ini menonjol ada bersin-bersin yang paroksismal (>5 kali), discharge yang encer, hidung tersumbat, hidung gatal, mukosa pucat dan dicetuskan oleh debu. 2. Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu KIE 1. Hindari kontak dengan alergen yang diduga sebagai penyebab, terutama yang sering kontak adalah debu rumah dengan cara membersihkan rumah secara teratur dengan masker. 2. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita disarankan untuk berolahraga teratur, makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup. Medikamentosa 1. CTM 3 x 4 mg selama 7 hari sebagai antihistamin yang bekerja menghambat efek histamin pada tingkat resptor H 1 (kompetitif inhibitor), sehingga akan menurunkan fase cepat dari proses patofisiologi dari rinitis

16

ini. Hal ini akan mengatasi gejala yang timbut akibat keluarnya histamin berupa meningkatnya sekresi kelenjar dan bersin, yang secara klinis tampak rinore, hidung tersumbat dan bersin. 2. Pseudoefedrin 3 x 1 tab selama 7 hari sebagai dekongestan yang akan menyebabkan vasokontriksi sehingga akan mengurangi sumbatan pada hidung. 3. Dexametason 3 x 1 tab selama 7 hari sebagai anti inflamasi yang bekerja dengan mengurangi sel mast dan basofil yang tersensitisasi sehingga dapat menurunkan, mencegah gejala berikutnya.

17

DAFTAR PUSTAKA 1. Blumenthal M. N. Kelainan Alergi Pada Pasien THT. dalam BOIES : Buku Ajar Penyakit THT ( Boies Fundamental of Otolaringology) editor Adams G. L. et al, penerbit EGC, Jakarta, 1997, hal 190-200. 2. Baratawidjaja K., Rhinitis Alergi : Patofisiologi Dan Beberapa Pendekatan Klinis, dalam Simposium Sehari Inovasi Teknologi di Era Millenium Dalam Terapi Klinis Alergi, Hotel Millenium Sirih, Jakarta, 2001 3. Lanny J Rosenwasser. Treatment of Allergic Rhinitis. American Journal of Medicine. Vol 113. Excerpta medica. 2002 4. Suprihati, Manajemen Rinitis Alergi Terkini Berdasarkan ARIA WHO, dalam Simposium Sehari Inovasi Teknologi di Era Millenium Dalam Terapi Klinis Alergi, Hotel Millenium Sirih, Jakarta, 2001 5. Kasakeyan E., Rusmono N., Alergi Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, editor Soepardi E. A. et al, Balai Penerbitan FKUI, Jakarta, 1997, hal 102-106.

18

You might also like