You are on page 1of 90

I.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki luas areal tanaman kelapa terbesar di dunia yaitu 3.701.000 ha. Sedangkan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2006, mempunyai luas areal tanaman kelapa sebesar 258.293 ha, dengan produksi 246.304 ton dan jumlah pohon yang menghasilkan adalah 20.935.840 (Anonimous, 2007a). Walaupun luas areal tanaman kelapa yang dimiliki Indonesia terbesar di dunia, namun dari nilai ekspor masih berada di bawah Filipina bahkan nilai ekspor per hektar sangat rendah. Hal ini berarti sangat perlu adanya penciptaan diversifikasi produk kelapa yang bernilai tambah tinggi. Buah kelapa merupakan salah satu komoditi penting sebagai bahan baku industri karena peranannya baik dari segi ekonomi maupun dari segi nutrisi. Bagian dari buah kelapa yang bermanfaat sebagai bahan pangan yaitu daging buah dan air kelapa. Santan yang disebut juga sebagai coconut milk merupakan hasil ekstraksi dari hancuran daging kelapa, sangat banyak dimanfaatkan untuk industri makanan berskala besar maupun indusrtri rumah tangga. Santan

merupakan medium yang kaya akan nutrisi sehingga sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme (Gundberg, 2008). Dilihat dari komposisi kimianya, santan memiliki kemiripan dengan susu, dan dalam masakan-masakan tradisional Indonesia, santan biasanya digunakan sebagai pengganti susu, misalnya dalam pembuatan puding, es krim, dan lain-lain. Sebagai salah satu usaha penganeka ragaman produk kelapa, perlu dilakukan

pengembangan produk yang bisa memenuhi kebutuhan akan bahan pangan yang bergizi, dan aman untuk dikonsumsi. Dewasa ini berkembang dengan pesat produk-produk pangan yang dikenal dengan produk pangan fungsional yaitu selain sebagai sumber gizi, juga memberikan manfaat kesehatan, salah satunya ialah yogurt. Yogurt merupakan produk yang sudah sangat lama dikenal dan dikonsumsi orang dan diyakini mempunyai khasiat terutama bagi kesehatan. Yogurt merupakan produk fermentasi susu dengan menggunakan kultur campuran Streptococcus

thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus.

Kedua jenis bakteri ini akan

bertumbuh secara simbiosis dalam media fermentasi, masing-masing organisme menstimulasi pertumbuhan organisme lainnya (Wong et al, 1983). Yogurt

biasanya terbuat dari susu segar, susu kedelai, atau susu buatan lainnya. Namun, yogurt juga dapat dibuat dari santan kelapa karena komposisi kimianya yang mirip dengan susu, yang dikenal dengan nama miyogurt. Pada fermentasi yogurt, kasein dan laktosa sangat berperan dalam membentuk konsistensi dan flavor yogurt yang dihasilkan. Kedua bahan ini

hanya terdapat pada susu hewani sehingga untuk pembuatan yoghurt dari santan (miyogurt) perlu ditambahkan susu skim sebagai sumber kasein dan laktosa (Dumat, 2007). Selanjutnya, dalam penelitian variasi kekentalan santan dalam formula pembuatan miyogurt, dengan penambahan susu skim bubuk 10%, Dumat mendapatkan hasil perbandingan daging kelapa dan air untuk ekstraksi santan yang sesuai sebagai formula pembuatan miyogurt yaitu 1 bagian daging kelapa dan 5 bagian air (1:5). Formula ini direkomendasikan karena dari segi kualitas

memenuhi syarat mutu yoghurt, SNI 01-2981-1992 serta rasa dan aromanya disukai panelis, namun dari segi viskositas/kekentalan kurang disukai karena tekstur yang diperoleh agak cair. Menurut Walstra sepert yang dilaporkan

Robinson et al (2006), viskositas dan struktur dari gel yogurt dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi suhu inkubasi, konsentrasi kasein, perlakuan pemanasan susu, keasaman, dan tipe kultur starter. Selanjutnya dikatakan bahwa tekstur dari yogurt dapat diperbaiki melalui peningkatan level fortifikasi dari padatan tanpa lemak. Robinson dan Itsaranuwat (2006), mengatakan bahwa rendahnya

viskositas yang diperoleh pada produk yogurt disebabkan kandungan padatan tanpa lemak yang rendah, dan kelebihan agitasi (pengocokan). Disarankan untuk penyesuaian formulasi (peningkatan fortifikasi padatan tanpa lemak), perbaikan penanganan secara mekanik (pengocokan), penggunaan stabilizer yang diijinkan, dan perubahan tipe kultur starter. Tamime dan Robinson (1999) mengatakan bahwa yogurt yang baik dibuat dari susu yang mengandung 15-16 g/100 g total padatan, dan bila jumlahnya melebihi 25 g/100 g, dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk strain-strain tertentu dari kultur starter, dan ini dapat mengganggu/menurunkan aktivitas kultur starter. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini akan dioptimalkan penambahan padatan tanpa lemak (susu skim), dan penggunaan tipe kultur starter (asal inokulum) yogurt yang berbeda untuk perbaikan mutu miyoghurt.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan masalah penelitian yaitu: Apakah penambahan susu skim bubuk dan penggunaan kultur starter yang berbeda mempengaruhi mutu miyogurt? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pengaruh penambahan susu skim bubuk dan tipe kultur starter terhadap mutu dan sifat-sifat sensori miyogurt. b. Mendapatkan jumlah penambahan susu skim dan tipe kultur starter yang tepat dalam menghasilkan miyogurt yang memenuhi standar mutu, dengan viskositas yang baik (kental), dan sifat-sifat sensori yang disukai. 2. Manfaat Penelitian a. Sebagai salah satu usaha penganekaragaman (diversifikasi), dan peningkatan nilai tambah dari produk kelapa. b. Dapat diketahui cara pembuatan miyoghurt, sebagai salah satu peluang pengembangan produk fermentasi bahan pangan nabati yang aman dan baik untuk kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Santan Kelapa Santan kelapa merupakan bagian yang terpenting dari menu masyarakat Indonesia, dan relatif dikonsumsi dalam jumlah besar. Indonesia selalu memiliki jatidiri dalam tradisi tataboga yang kuat dimana nasi dan santan merupakan pusat segala masakan. Hal ini berbeda dengan masakan Eropa yang biasanya berintikan terigu dan susu (Winarno, 1997). Santan merupakan ekstrak dari endosperm (daging buah kelapa) segar, merupakan emulsi protein-minyak-air yang berwarna putih buram. Protein dalam hal ini berfungsi sebagai stabilisator emulsi, air sebagai pendispersi dan minyak sebagai fase terdispersi. Di dalam sistem emulsi minyak-air, protein membungkus butir-butir minyak dengan suatu lapisan tipis sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung menjadi satu fase kontinyu. Butir-butir minyak dapat bergabung menjadi satu fase kontinyu jika sistem emulsi dipecah dengan jalan merusak protein sebagai pembungkus butir-butir minyak (Anonimous, 2007b; Gundberg, 2008). Selanjutnya dikatakan santan diperoleh melalui pengepresan endosperm dengan atau tanpa penambahan air atau cairan lain seperti air kelapa. Santan mengandung senyawa nonmethylketon, dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan bersifat volatil dan menimbulkan bau yang enak. Santan adalah suatu emulsi yang secara fisik tidak stabil dan bisa terpisah menjadi lapisan krim, skim dan air dalam waktu 5-10 jam sesudah produksi.

Komposisi kimia dari santan menunjukkan variasi yang berbeda-beda tergantung faktor-faktor seperti lokasi geografi, kematangan biji/buah, metode ekstraksi, dan tingkat pengenceran jika air dan cairan lain ditambahkan ke daging buah selama ekstraksi. Santan mengandung karbohidrat terutama gula dan pati, dan juga mineral seperti fosfor, kalsium, dan kalium. Protein dalam santan

didominasi oleh albumin dan globulin, dan kandungan protein dari santan yang tidak diencerkan (santan murni) berkisar dari 5-10% dry basis (Gundberg, 2008). Komposisi kimia dari santan kelapa menurut Ketaren (1986) adalah air 86%, zat padat 13 14%, lemak 4 -5 %, karbohidrat 4 5%, protein 3 4%, dan mineral 1%. Susu, seperti juga kelapa (santan) mengandung nutrisi yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Eckles et al (1988), lemak

komposisi kimia dari susu adalah air 87,25%, bahan kering 12,75%, 3,80%, gula 4,80%, protein 3,5%, dan abu/mineral 0,65%.

Thampan (1981) mengatakan bahwa kandungan air, protein dan mineral (abu) dari endosperm menurun dengan semakin meningkatnya kematangan buah, sedangkan kandungan lemaknya meningkat. Selanjutnya dijelaskan bahwa suatu studi di Filipina mendapatkan bahwa kandungan air dan protein dari endosperm segar paling tinggi dalam buah yang berumur 8 bulan dan secara lambat berkurang pada tahap pematangan berikutnya. Hasil penelitian Palungkun (1999), diketahui santan yang cocok digunakan dalam pembuatan miyoghurt adalah santan yang diperas dari daging buah kelapa berumur 8 bulan (setengah tua), karena jumlah protein terbesar terdapat pada kelapa setengah tua.

B. Yogurt dan Miyogurt Yogurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang cukup tua dan cukup populer di seluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim tetapi dengan rasa agak asam. Kata Yogurt berasal dari bahasa Turki yaitu jugurt yang berarti susu asam. Berdasarkan kadar lemaknya, yogurt dapat dibedakan atas

yogurt berlemak penuh (kadar lemak >3%), yogurt setengah berlemak (kadar lemak 0,5-3%), dan yogurt berlemak rendah (kadar lemak<0,5%). Perbedaan kadar lemak berdasarkan jenis susu dan campuran bahan yang digunakan dalam pembuatannya (Gultom, 2005). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan yoghurt terdiri dari bahan baku, bahan tambahan, dan bibit atau starter. Bahan baku berupa susu murni, susu skim, susu bubuk tanpa lemak, susu yang sebagian lemaknya telah dihilangkan, atau campuran dari beberapa jenis susu tersebut. Sebelum digunakan susu biasanya dipekatkan dulu dengan cara pemanasan atau ditambahkan susu skim bubuk ( Anonim, 2008a). Susu sapi segar mengandung 3,0-3,5 g/100mL lemak, 8,5-9,0g/100mL SNF, laktosa 4,5 g/100mL, protein 3,3 g/100mL (2,6 g kasein dan 0,7 g whey protein), dan mineral-mineral yang seimbang (Robinson et al 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa protein bersama-sama dengan mineral Ca dan P memberikan suatu bangun struktur dasar gel dari yogurt, namun diketahui bahwa kandungan protein dalam susu segar belum cukup untuk dapat menghasilkan konsistensi serta rasa enak yang disukai. Untuk itu langkah yang ditempuh adalah meningkatkan kandungan SNF melalui pemanasan susu segar dalam panci terbuka untuk

menguapkan air dan meningkatkan total padatan susu, namun harus diingat bahwa suhu pemanasan tidak boleh lebih dari 90C karena akan memberikan efek yang tidak diinginkan. Bahan tambahan yang umum digunakan dalam pembuatan yogurt adalah pemanis, penstabil, dan buah-buahan atau sari buah sebagai sumber cita rasa. Sebagai pemanis, biasa digunakan sukrosa (gula pasir), madu, ataupun sirup. Jumlah gula dalam medium akan menentukan jumlah asam, dan cita rasa yang diproduksi oleh bibit yogurt (Anonim, 2008a). Menurut Robinson et al (2006), jenis gula dapat mempengaruhi kehalusan tekstur yang dihasilkan. Penambahan gula > 10 g/100 mL dapat menghambat aktivitas starter pada waktu fermentasi (Tamime and Robinson, 1999). Dalam pembuatan yogurt, sejumlah tepat inokulum dari dua bakteri asam laktat (S. thermophilus dan L. bulgaricus) sangat penting untuk menghasilkan yogurt dengan kualitas yang baik. Kultur starter yang digunakan bisa Kultur Campuran Kering (dried mixed culture) dari S. thermophilus dan L. bulgaricus, yang ditumbuhkan pada susu pasteurisasi dan disimpan dalam refrigerator. Ketika akan digunakan diambil 1-3% dari berat susu. Selain itu dapat juga

digunakan yogurt komersil yang tidak dipasteurisasi sebanyak 20-50 g/L susu (Fellows, 2008). Menurut Robinson et al (2006), hasil dari aktivitas mikroba adalah keasaman susu meningkat sampai sekitar 1,0-1,2 g/100 mL asam laktat (pH 4,2-4,3) sesudah 3-4 jam. Pada keasaman ini protein susu akan terkagulasi membentuk suatu gel hal halus. Untuk gel yang terbentuk pada suhu inkubasi

yang sama, penggunaan inokulum pada level rendah (0,5 mL/100 mL)

menghasilkan gel yang lebih lemah daripada penggunaan inokulum pada level tinggi (4 mL/100 mL). Menurut Surajudin dkk (2005), yogurt tidak terganggu proses

fermentasinya jika kekentalannya kompak, tidak terbentuk gas, serta tidak terjadi pemisahan padatan dan cairan. Yogurt yang disimpan dalam lemari es selama 24 jam memiliki aroma dan bau yang khas dengan kekentalan yang lebih kompak. Yogurt ini bisa langsung dikonsumsi bagi yang menyukainya, atau menambahkan beberapa bahan penambah cita rasa sebelum meminumnya. Yogurt dapat disimpan di dalam freezer atau refrigerator dengan temperatur 4-10C. Dalam keadaan beku, yogurt tahan disimpan selama 3-4 bulan. Dalam refrigerator, yogurt bisa bertahan lebih dari satu bulan. Selain dari susu hewani, belakangan yogurt dapat dibuat dari campuran susu skim dengan susu nabati seperti susu kacang-kacangan. Yogurt juga dapat dibuat dari santan kelapa yang dikenal dengan nama miyogurt (Faras, 2004). Miyogurt merupakan produk komersil di Eropa yang dibuat dari fermentasi santan kelapa yang kaya akan asam-asam lemak rantai medium, sumber vitamin B12, mengandung pre- dan probiotik untuk meningkatkan kesehatan saluran pencernaan, bebas kolesterol, serta tidak mengandung lemak trans (Anonim, 2008b). Bahan dasar untuk pembuatan miyogurt yaitu daging buah kelapa perlu diekstrak dulu menjadi produk yang mirip susu, dengan menambahkan air dalam jumlah tertentu, serta memerlukan kasein dan laktosa yang hanya bisa diperoleh

dari susu hewani sebagai pembentuk flavor dan konsistensi/viskositas (Ludong dan Lalujan, 2007). C. Fermentasi Yogurt Yogurt adalah suatu contoh produk fermentasi susu yang menggunakan dua organisme berbeda yang disebut S. thermophilus dan L. bulgaricus. Kedua mikroorganisme ini harus tumbuh secara simultan supaya bisa menghasilkan suatu produk dengan karakteristik yang diinginkan (Peterson and Johnson, 1978). L. bulgaricus merupakan bakteri berbentuk batang, mikroaerofilik, katalase negatif, non motil, dan gram positif. Suhu pertumbuhannya 42-50C, dengan pH optimum 5,5, dan mampu hidup sampai keasaman 2,5-3%. S.

thermophilus berbentuk bulat (coccus), mikroaerofilik, non motil, katalase negatif, dan gram positif. Suhu pertumbuhannya 40-45C, pH optimum 6,5, serta tahan pada keasaman 0,85-0,9%. Kedua bakteri ini merupakan bakteri asam laktat homofermentatif, yaitu mampu mengubah gula hampir seluruhnya menjadi asam laktat (> 95%), plus sejumlah kecil asam asetat, CO2, dan trace product (Frazier, 1967 ; Frazier and Westhoff, 1978, De Water and Naiyanetr, 2008). Proses fermentasi yogurt meliputi inokulasi kultur bakteri ke susu pasterurisasi yang telah diperkaya dengan konsentrat protein, kemudian diinkubasi pada suhu 40-44C selama 4-5 jam. Selama fermentasi, asam laktat dihasilkan dari laktosa melalui bakteri yogurt, populasi bakteri meningkat 10010.000 fold (lipat) sampai konsentrasi final bakteri kira-kira 109/mL (Sodini et al, 2002). Pengurangan pH karena produksi asam laktat menyebabkan

ketidakstabilan miceller kasein pada pH 5,1-5,2. Koagulasi lengkap terjadi pada

10

pH sekitar 4,6. Pada pH akhir yang diinginkan, susu yang telah terkoagulasi didinginkan secara cepat pada suhu 4-10C untuk memperlambat proses fermentasi (De Water and Naiyanetr, 2008). Selanjutnya dikatakan, ada hubungan simbiosis yang dikenal sebagai protocooperation antara S. thermophilus dan L. bulgaricus, dimana masingmasing spesies bakteri menstimulasi pertumbuhan dari bakteri yang lain. L.

bulgaricus menstimulasi pertumbuhan dari S. thermophilus melalui pembebasan asam-asam amino dan peptida dari protein susu, yang memungkinkan S.

thermophilus untuk tumbuh lebih cepat dalam bagian awal fermentasi/inkubasi. S. thermophilus selanjutnya menghasilkan asam format yang menstimulasi pertumbuhan dari L. bulgaricus. Menurut Robinson et al (2006), ketika fermentasi dimulai, populasi S. thermophilus berkembang lebih cepat dan menurunkan pH awal media. Lebih dari dua jam kemudian, pengaruh sinergitis dari S. thermophilus mendorong lebih cepatnya pertumbuhan dan metabolisme dalam L. bulgaricus, karena S. thermophilus selain menghasilkan asam laktat sebagai produk utama, juga membebaskan CO2 lewat pemecahan urea dalam susu oleh enzim urease, dan menghasilkan asam format (di atas 40 g/mL). Selanjutnya sesudah 4 jam,

populasi dari masing-masing organisme starter dapat melebihi 2,0 x 107 cfu/mL. Bila hanya satu spesies saja yang melakukan fermentasi sendiri, memerlukan waktu 12-16 jam untuk menghasilkan keasaman pada level yang sama yang dihasilkan oleh sinergi ke-2 spesies. Metabolit yang dibebaskan melalui kedua spesies memberikan yogurt flavor yang berbeda dari beberapa susu fermentasi

11

lain. Komponen mayor dari profil flavor yang dihasilkan oleh L. bulgaricus adalah asetaldehid (>40 mg/L). Kedua spesies bakteri ini juga dapat

menghasilkan material-material polisakarida ekstraseluler yang cukup besar, seperti glukan, dan juga polimer-polimer dari glukosa, galaktosa, dan ramnosa sebagai konstituen gula. Adanya metabolit-metabolit ini meningkatkan viskositas dan karenanya merupakan daya tarik untuk produk yogurt, tapi sifat-sifat seperti komposisi dan struktur polisakarida, jumlah polisakarida yang dihasilkan, dan keasaman susu, semuanya mempengaruhi sifat-sifat dari produk akhir. Pada

beberapa kasus, kapsul dari sel bakteri, dan beberapa tipe dari polisakarida membentuk jembatan antara sel dan protein disekelilingnya. Beberapa

polisakarida dapat terdispersi dalam fase serum dan memberikan kekentalan pada produk. Menurut Shah seperti yang dilaporkan oleh Ganesh (2006), yogurt yang dibuat dari simbiosis pertumbuhan dua bakteri S. thermophilus dan L. bulgaricus tidak bertahan hidup dalam lambung atau berkolonisasi di usus; oleh karena itu kecenderungan saat ini adalah menambahkan L. acidophilus dan

Bifidobacterium spp. dalam pembuatan yogurt. De Vuyst (2000) mengatakan bahwa L. acidophilus dan Bifidobacterium spp. termasuk bakteri asam laktat probiotik. Kultur ini toleran terhadap kondisi keasaman lambung, enzim-enzim pencernaan, dan garam empedu dari usus kecil, sehingga memungkinkan bakteribakteri ini untuk berkolonisasi di terminal ileum dan kolon. Bakteri probiotik dapat menghasilkan bakteriosin yang mempunyai aksi sebagai antioksidan alami

12

yang dapat membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan dan dapat menyeimbangkan mikroflora pencernaan (Anonim, 2009). D. Susu Skim Susu skim adalah bagian susu yang dipisahkan dari krim. Susu jenis ini cocok dikonsumsi oleh mereka yang sedang menjalani diet rendah kalori (Anonim, 2006). Protein utama susu skim adalah kasein. Sifat kasein adalah mudah menggumpal bila ditambah asam pekat, enzim proteolitik, alkohol pekat atau karena pemanasan. Sedangkan karbohidrat utama susu skim adalah laktosa (Syarief dan Halid, 1993). Selama fermentasi yogurt, laktosa susu skim dipecah menjadi asam laktat. Produksi asam laktat mengakibatkan susu yang difermentasi menjadi asam. Dalam suasana asam ini, kasein pada susu skim mengalami koagulasi sehingga terjadi peningkatan viskositas. Produksi asam laktat juga menghasilkan aroma yang khas. Susu skim berfungsi untuk meningkatkan kekentalan, aroma,

keasaman dan protein (Santoso, 1994). Hal ini sejalan dengan yang ditulis dalam Anonim (2008), yaitu untuk mendapatkan yogurt yang lebih kental, dapat dibuat dengan menambahkan susu skim kering ke dalam susu sebelum dipanaskan. Fardiaz (1992) mengatakan bahwa pemecahan protein, terutama kasein, menyebabkan pembentukan curd yag diinginkan dan mengakibatkan protein menjadi lebih mudah dicerna. Hasil pemecahan protein bersama-sama dengan hasil pemecahan laktosa dan lipid menyebabkan pembentukan citarasa spesifik pada produk. Tabel 1 menunjukkan komposisi susu skim menurut Eckles et al (1988).

13

Tabel 1. Komposisi Susu Skim Komponen Kandungan (%) Protein 37,4 Lemak 1,0 Laktosa 49,2 Mineral 8,4 Air 4,0 Sumber : Eckles et al, (1988) Menurut Parikh (1988), penambahan susu bubuk skim atau konsentrat susu bertujuan untuk meningkatkan kandungan total padatan. Peningkatan dalam total padatan susu adalah untuk mendapatkan suatu koagulum yang lebih teguh (firm). Selanjutnya dijelaskan, hasil penelitian dari National Dairy Research Institute Karnal menunjukkan bahwa kandungan solid non fat (SNF) dari susu harus lebih dari 10% agar diperoleh suatu koagulum yang firm. Marth and Steele (2001) mengatakan bahwa bakteri asam laktat menggunakan laktosa sebagai sumber energi dan karbon, dan menggunakan kasein sebagai sumber nitrogen. Bakteri asam laktat tidak dapat menerima

nitogen inorganik, karena itu mereka harus dapat menguraikan protein dan peptida untuk memenuhi kebutuhan asam aminonya. E. HIPOTESIS Diduga penambahan susu skim dan penggunaan kultur starter yang berbeda akan mempengaruhi mutu dari miyoghurt.

14

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Manado, dan laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado selama 4 bulan, mulai bulan April sampai Agustus 2009. B. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Buah kelapa segar (umur 8 bulan, varietas kelapa dalam), susu skim Indomilk calci skim dengan kandungan protein 14%, sukrosa (gulaku), air hangat (800C), starter yogurt yang terdiri dari: 1. Natural plain yoghurt probiotic, mengandung kultur hidup L. acidophilus, Bifidobacteria, dan S. thermophilus, diproduksi oleh PT Yummy Food Utama Jakarta, 2. Kultur Campuran Kering (KCK) yogurt, terdiri dari S. thermophilus dan L. bulgaricus, serta bahan-bahan kimia untuk analisis

laboratorium. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Gilingan kelapa, panci stainless steel, termometer, pengaduk kayu, kompor, timbangan kasar, autoklaf, saringan, refrigerator, laminar air flow, inkubator, gelas ukur, mixer, wadah fermentasi, ice cream cup, alat-alat untuk analisis (aluminium foil, erlenmeyer, gelas piala, pipet, buret, pH meter, viscotester, timbangan analitik), dan alat tulis menulis.

15

C. Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap, dengan perlakuan : Faktor A = Penambahan susu skim (%, b/v) A1 = 10,0 A2 = 12,5 A3 = 15,0 Faktor B = Tipe kultur starter (Asal inokulum, v/v) B1 = Plain yoghurt (PY) B2 = Starter aktif yang dibuat dari Kultur Campuran Kering (KCK) Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali. diperoleh dianalisis menggunakan minitab 14. D. Prosedur Kerja 1. Plain Yoghurt (PY) PY merupakan yogurt komersial yang dapat langsung digunakan sebagai kultur starter. PY diperoleh dari pasar swalayan, dengan komposisi: Susu pasteurisasi, kultur hidup L.acidophilus, bifidobacteria, dan S. Data yang

thermophilus, serta tidak mengandung gula dan pemanis. Nilai gizi yang terkandung perkemasan 125 g adalah: Energi 104 kalori, lemak 4 g, karbohidrat 11 g, dan protein 6 g. 2. Pembuatan kultur starter dari Kultur Campuran Kering (KCK) - Susu Skim 10% (1000 ml)

16

- Dipasteurisasi suhu 80C selama 15 menit. Dinginkan sampai suhu 43C - Diinokulasi dengan KCK L bulgaricus, S.thermophillus 5 gr (1 sachet untuk 1000 ml) - Diinkubasi pada suhu 43C, 24 jam (diperoleh starter antara) - Diambil 10% starter antara - Diinokulasi dalam susu skim steril (konsentrasi 10%) - Diinkubasi pada suhu 43C, selama 24 jam (diperoleh starter aktif siap digunakan) 3. Pembuatan Miyogurt - Daging Kelapa, digiling, kemudian ditambahkan air hangat (1 bagian air : 5 bagian daging kelapa) - Diperas dengan kain saring, diperoleh santan. - Ke dalam santan ditambahkan gula sebanyak 5%, susu skim sesuai perlakuan (10,0%, 12,5%, 15,0%) - Homogenisasi menggunakan mixer - Dipanaskan (pasteurisasi, suhu 800C, 15 menit) - Didinginkan sampai suhu 430C - Ditambahkan starter yogurt sesuai perlakuan yaitu 3% PY dan 10% starter aktif dari KCK - Diinkubasi, suhu 43 0C selama 6 jam (diperoleh miyogurt)

17

E. Variabel Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap hasil fermentasi miyogurt. Variabel yang diamati adalah sebagai berikut : Total padatan (%) Total asam laktat (%) pH Kadar protein (%) Kadar lemak (%)) Viskositas (poise) Uji organoleptik (tekstur, rasa, dan aroma) F. Prosedur Analisis 1. Total Padatan (Apriyantono et al, 1989) Sampel ditimbang sebanyak 25 50 ml dan dimasukkan ke dalam pinggan penguap. Penangas air diuapkan sampai kering. Penguapan air dilanjutkan dalam alat pengering pada suhu 1050C selama 2 4 jam. Setelah dingin kemudian timbang. Dari berat pinggan kosong dengan yang berisi bahan dapat dihitung kadar padatannya. Total padatan = (Berat sisa / ml contoh) x 100%. 2. Total Asam Laktat (Fardiaz, 1987) Sebanyak 10 ml bahan dipipet dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer 50 ml. Selanjutnya ditambahkan 10 ml aquades kemudian dipanaskan untuk

mengusir CO2 dan menguapkan asam-asam yang mudah menguap. Selanjutnya ke dalam cairan ditambahkan indikator Fenolftalin 1% sebanyak 3

18

tetes dan selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda. Total asam dihitung sebagai % asam laktat dengan rumus

sebagai berikut : % asam laktat = 3. PH PH yoghurt santan kelapa diukur dengan cara sebagai berikut : Sampel sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml dan kemudian ditentukan pH-nya dengan menggunakan alat pH meter. 4. Kadar Protein (Mikro Kjeldahl), (AOAC, 1990) Labu khusus destruksi telah ditimbang yang beratnya telah diketahui dan dicatat. Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan ke dalam labu ml NaOH x NaOH x 1 / 10 x 90 ml / g sampel

destruksi. Lalu dimasukkan 2 tablet kjeltabs (pengganti larutan cellen) dan asam sulfat (H2SO4) 96% sebanyak 12,5 ml pada labu destruksi yang berisi sampel. Labu destruksi yang berisi sampel diletakkan pada alat pemanas dan didestruksi sampai sampel berwarna hijau jernih ( 1,5 jam). Setelah larutan berubah warna, labu destruksi diangkat dan kemudian didinginkan. Setelah itu larutan tersebut dimasukkan kedalam alat destilasi kjeltech 2300 yang sebelumnya telah diatur pengoperasiannya dengan penambahan larutan alkali (NaOH), larutan asam (HCL), air suling dan asam borat (larutan indikator). Pada alat ini tinggal diprogram berat sampel, faktor konversi yang digunakan (6,25), banyaknya blanko yang digunakan kemudian dapat langsung dibaca pada monitor kadar protein yang dikandung sampel.

19

5. Kadar Lemak (AOAC, 1990) Sampel ditimbang sebanyak 15 gr dan ditambahkan aquades 15 ml dan HCl 1 N 0,5 ml kemudian dikocok pada magnetic stirrer selama 20 menit pada suhu 600C dan setelah itu didinginkan. Ditambahkan 20 ml alkohol 90% kemudian dicampur. Selanjutnya ditambahkan 50 ml pelarut petroleum

benzena yang bebas peroksida dan disentrifuge selama 3 menit menggunakan sentrifugasi. Perlakuan tesebut diulangi dengan menambahkan 25 ml Pb. Kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 800C selama 5 jam. % lemak =
Berat akhir Berat wadah x 100 % Berat Sampel awal

6. Viskositas (Viscotester Orin VT-04, Rion Co, ltd) Viskositas yoghurt diukur dengan menggunakan viscotester. Sampel

yoghurt disiapkan dan dimasukkan ke dalam Cup no. 3, kemudian alat dipasang pada posisi datar sehingga rotor dapat dengan bebas bergantung pada lubang penghubung rotor. Selain itu, konector dimasukkan ke dalam lubang dan putarlah perlahan-lahan dengan arah berlawanan jarum jam sampai rotor terpasang dengan baik. Rotor dimasukkan ke dalam cairan yang akan diukur sampai batas dip mark yang terdapat pada rotor. Setelah itu alat diratakan dengan melihat petunjuk rata pada bagian atas alat. Klem meter yang ada di samping alat dilepaskan. Selanjutnya, tombol diputar untuk menghidupkan dan rotor akan berputar. Biarkan beberapa menit untuk mencapai kestabilan.

20

Viskositas dapat dibaca langsung pada meter dengan memutar rotor dalam sampel cairan yang menyebabkan resistensi karena kekentalannya. 7. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan skala hedonik yaitu uji tingkat kesukaan. Uji organoleptik dilakukan pada 20 orang panelis.

Parameter yang diuji meliputi aroma, rasa dan kekentalan. Kepada panelis disajikan sampel satu demi satu kemudian panelis dimintakan penilaiannya terhadap sampel berdasarkan pada tingkat kesukaan terhadap tekstur, rasa, dan aroma miyogurt sesuai dengan skala penilaian berikut : 1 2 3 4 5 = Sangat tidak suka = Tidak suka = Cukup suka = Suka = Sangat suka

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis nilai total padatan, total asam laktat, pH, kadar protein, kadar lemak, dan viskositas dari miyogurt dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Interaksi Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Total Asam Laktat, pH, Total Padatan, kadar Protein, Kadar Lemak, dan Viskositas Miyogurt Perlakuan Susu Kultur Skim Starter (%) PY 10,0 KCK PY 12,5 KCK PY 15,0 KCK Total Padatan (%) 16,16 17,43 18,02 19,92 19,18 21,52 Total Asam Laktat (%) 1,42 1,72 1,52 1,82 1,51 1,91 Kadar Protein (%) 3,46 3,37 4,40 4,41 4,67 4,69 Kadar Viskositas Lemak (poise) (%) p<0,01 1,38 0,97 1,39 0,99 1,39 1,04 5,42a 7,07b 7,03b 7,77c 8,33d 9,62e

PH 3,97 3,81 3,97 3,77 3,96 3,75

A. Total Padatan Miyogurt Nilai rata-rata total padatan miyogurt berkisar antara 16,16 21,52% (Tabel 2). Total padatan tertinggi terdapat pada miyogurt dengan penambahan susu skim 15,0% menggunakan starter KCK, sedangkan total padatan terendah terdapat pada miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 10,0% Setelah dianalisis varians (Lampiran 3) perlakuan

menggunakan starter PY.

penambahan susu skim (A) maupun perlakuan penggunaan kultur starter (B) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap total padatan miyogurt (p<0,01), sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05). Tidak adanya interaksi antara penambahan susu skim dan kultur starter terhadap total padatan miyogurt disebabkan aktivitas dari kultur starter KCK

22

lebih baik daripada kultur starter PY karena KCK bekerja secara simultan memecah laktosa dan kasein dari susu skim, dalam menghasilkan komponenkomponen penghasil padatan miyogurt, sedangkan kultur starter dari PY yang mengandung L. acidophilus dan bifidobacteria merupakan kultur probiotik dan tidak bekerja sama secara simultan dengan S. thermophilus. Oleh karena itu total padatan miyogurt yang diperoleh menggunakan KCK lebih tinggi daripada menggunakan PY pada setiap penambahan susu skim yang berbeda, sehingga pengaruh interaksi tidak kelihatan. Hasil uji beda Tukey pengaruh tunggal

penambahan susu skim dan penggunaan kultur starter terhadap total padatan miyogurt dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Pengaruh Tunggal Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Total Padatan Miyogurt. Total Padatan (%) 16.80a 18.97b 20.35c 17.79a 19.62b

Perlakuan Susu skim (%) p<0.01 Kultur starter p<0.01 10.0 12.5 15.0 PY KCK

Histogram pengaruh penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter terhadap total padatan miyogurt dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar ini memperlihatkan dengan jelas bahwa makin banyak penambahan susu skim makin tinggi total padatan miyogurt, baik yang menggunakan starter PY maupun starter KCK. Hal ini disebabkan susu skim sebagian besar mengandung protein dan karbohidrat/laktosa (Eckles et al, 1988) dimana ingredient ini memberikan

kontribusi pada kandungan total padatan miyogurt.

23

Gambar 1.

Histogram Pengaruh Penambahan Susu Skim dan Perbedaan Kultur Starter Terhadap Total Padatan Miyogurt. skim atau konsentrat yoghurt.

Menurut Parikh (1988), penambahan susu bubuk susu bertujuan untuk meningkatkan

kandungan total padatan

Peningkatan dalam total padatan susu adalah untuk mendapatkan suatu koagulum yang lebih teguh (firm). Nilai total padatan miyogurt menggunakan KCK lebih tinggi dari nilai total padatan menggunakan PY. Sedangkan hasil penelitian

Hussain et al (2009) mendapatkan bahwa rata-rata kandungan total padatan yogurt probiotik yang menggunakan biokultur lebih rendah dari total padatan natural yogurt yang menggunakan KCK. Menurut Tamime dan Robinson (1999), standar minimal untuk total padatan yogurt berkisar antara 14 - 16%. Yoghurt komersial rata-rata mempunyai total padatan sebesar 12 - 22%. Total padatan miyogurt yang dihasilkan masih dalam kisaran standar total padatan yogurt. Bentuk maupun besarnya hubungan antara penambahan susu skim dengan total padatan miyogurt menggunakan dua jenis kultur starter dianalisis

24

menggunakan analisis regresi dan korelasi. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara susu skim dengan total padatan miyogurt menggunakan kedua kultur (Lampiran 11). Persamaan regresi yang cocok untuk melihat hubungan antara susu skim dan total padatan miyogurt menggunakan PY dan KCK adalah regresi kuadratik. Ini berdasarkan hasil

pemeriksaan model regresi yang tepat yaitu dengan membandingkan nilai antara koefisien determinasi (r2), dan standard deviasi (S) dari ke-3 model regresi (linier, kuadratik, dan kubik), dimana model yang memiliki r2 terbesar S terkecil adalah model yang paling cocok (Iriawan dan Astuti (2006). Persamaan regresi antara susu skim dan total padatan miyogurt menggunakan starter PY ialah Y = 1,803 + 1,991X 0,055X2, nilai koefisien determinasinya (r2) ialah sebesar 95,3%. Artinya, 95,3% variasi nilai total padatan yang dihasilkan dapat dijelaskan oleh variasi penambahan susu skim pada pembuatan miyogurt menggunakan starter PY. Pola/bentuk hubungan antara penambahan susu skim dengan total padatan menggunakan starter PY dapat dilihat pada Gambar 2.

19

T.pdtan(%)

18

17

16

10

11

12

13

14

15

Susu skim(%)

Gambar 2. Hubungan Antara Penambahan Susu Skim dengan Total Padatan Miyogurt Menggunakan Starter PY

25

22

21

T.pdtan1(%)

20

19

18

17 10 11 12 13 14 15

Susu skim(%)

Gambar 3. Hubungan Antara Penambahan Susu Skim dengan Total Padatan Miyoghurt Menggunakan Starter KCK Persamaan regresi antara susu skim dengan total padatan menggunakan KCK ialah Y = -1,380 + 2,591X 0,071X2, nilai koefisien determinasi nya ialah sebesar 96,1%. Artinya, 96,1% variasi penambahan susu skim pada pembuatan miyogurt menggunakan starter KCK mempengaruhi nilai total padatan yang dihasilkan. Bentuk hubungan antara penambahan susu skim dengan total padatan miyogurt menggunakan starter KCK dapat dilihat pada Gambar 3. antara penambahan susu skim dengan Hubungan

total padatan

miyogurt menggunakan starter KCK sedikit lebih kuat/erat dari pada hubungan antara penambahan susu skim dengan total padatan miyogurt menggunakan starter PY. Nilai koefisien korelasi (r) dari hubungan antara penambahan susu skim

dan total padatan miyogurt menggunakan kultur starter KCK ialah 0,980, sedangkan menggunakan kultur starter PY koefisien korelasinya 0,976.

26

B. Total Asam Laktat Miyogurt Nilai rata-rata total asam laktat miyogurt dengan variasi penambahan susu skim dan penggunaan kultur starter yang berbeda, berkisar dari 1,42 1,91% (Tabel 2). Setelah dianalisis varians perlakuan penambahan susu skim (A)

maupun perlakuan penggunaan kultur starter (B) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap total asam laktat miyogurt sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (Lampiran 1). Hal yang menyebabkan tidak adanya interaksi antara penambahan susu skim dengan tipe kultur starter terhadap total asam laktat miyogurt diduga karena aktifitas kultur starter PY dan KCK yang berbeda, dan kisaran perlakuan penambahan susu skim yang belum tepat untuk mendapatkan interaksi yang signifikan. Pengaruh tunggal

penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter terhadap total asam laktat miyogurt dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel ini menunjukkan bahwa dari hasil uji beda Tukey, miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 10,0% total asam laktatnya berbeda sangat nyata dengan total asam laktat dari miyogurt yang dengan penambahan susu skim 12,5%, dan 15,0%. Hal ini terjadi karena selama fermentasi miyogurt, laktosa susu skim akan dipecah menjadi asam laktat. Tabel 4. Hasil Analisis PengaruhTunggal Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Total Asam Laktat Miyogurt. Perlakuan Susu skim (%) p<0,01 Kultur starter p<0,01 10,0 12,5 15,0 PY KCK Total Asam Laktat (%) 1,57a 1,67b 1,71b 1,48a 1,82b

27

Menurut Syarief dan Halid (1993), karbohidrat utama susu skim adalah laktosa. Karena itu semakin banyak susu skim yang ditambahkan dalam

pembuatan miyogurt, semakin banyak laktosa yang bisa difermentasi/dipecah menjadi asam laktat, dan semakin tinggi total asam laktat yang dihasilkan. Selain itu meningkatnya kandungan total asam laktat ini berhubungan dengan kandungan total padatan dari miyogurt. Makin banyak penambahan susu skim dalam pembuatan miyogurt (dari 10,0 15,0%), total padatan dari miyogurt makin tinggi, sehingga total asam laktat yang dihasilkan cenderung makin meningkat. Menurut Davis (1975), total asam tertitrasi pada yogurt meningkat sebanding dengan peningkatan total padatan. Tingginya total padatan dari bahan baku ini menyebabkan banyaknya sumber energi untuk pertumbuhan mikroba (Ludong dan Lalujan, 2007). Histogram pengaruh penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter yang berbeda terhadap total asam laktat miyogurt dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4.

Histogram Pengaruh Penambahan Susu Skim dan Perbedaan Kultur Starter terhadap Total Asam Laktat Miyogurt

28

Gambar ini memperlihatkan bahwa miyogurt yang dibuat dengan menggunakan starter KCK yaitu kultur campuran S. thermophillus dan L. bulgaricus mempunyai nilai total asam laktat yang lebih tinggi dari miyogurt yang menggunakan starter PY (kultur campuran L. acidophilus, bifidobacteria dan S. thermophillus). Menurut Mahdian and Tehrani (2007), ada suatu hubungan yang erat antara pertumbuhan kultur starter dengan pola peningkatan keasaman selama fermentasi. Jumlah asam laktat yang dihasilkan lebih tinggi dalam sampel yogurt dengan total padatan tinggi. Demikian juga yang terjadi pada miyogurt yang menggunakan kultur starter yang berbeda. Total padatan dari miyogurt yang menggunakan starter KCK lebih tinggi dari total padatan miyogurt yang menggunakan starter PY. Hal ini menyebabkan total asam laktat dari miyogurt yang menggunakan KCK lebih tinggi dari miyogurt yang menggunakan PY dengan kandungan total padatan yang lebih rendah. Ini juga sesuai dengan

pendapat dari De Vuyst (2000) yang mengatakan bahwa pembentukan asam melalui kultur bakteri asam laktat probiotik seperti L. acidophilus dan Bifidobacterium bifidum yogurt bulgaricus. tradisional Farnworth lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri dan L.

yaitu kultur campuran (2008)

S. thermophillus

mengatakan bahwa

metabolisme bakteri sudah diseleksi

asam laktat dan

interaksi

antara strain-strain yang

bertanggung jawab untuk produksi asam laktat, koagulasi protein susu, dan produksi beberapa senyawa. Menurut De Vuyst (2000), bifidobacteria adalah organisme sakarolaktat yang menghasilkan asam laktat dan asam asetat. Hasil

29

penelitian Samona et al (2002) mendapatkan bahwa asam asetat yang dihasilkan oleh bifidobacteria dapat memberikan pengaruh yang sedikit menghambat pertumbuhan Lactobacillus dan Streptococcus spp. sehingga produksi asam menjadi lebih sedikit. Selanjutnya dikatakan bahwa bakteri asam laktat yang menggunakan jalur heterofermentasi atau bersifat heterofermentatif, kurang efisien menghasilkan asam laktat dan menghasilkan produk-produk samping yang tidak diinginkan. Pola/bentuk hubungan antara penambahan susu skim dengan total asam miyogurt yang dibuat menggunakan kultur starter yaitu PY dapat dilihat pada Gambar 5.

1.55

1.50

A. laktat (%

1.45

1.40

10

11

12

13

14

15

Susu skim(%)

Gambar 5. Hubungan Antara Penambahan Susu Skim dengan Total Asam Laktat Miyogurt Menggunakan Starter PY Setelah diuji menggunakan analisis regresi dan korelasi (Lampiran 11), ada hubungan yang nyata antara penambahan susu skim dengan total asam laktat miyogurt baik menggunakan kultur starter PY maupun KCK (p<001). Bentuk

30

hubungan antara

susu skim dengan total asam laktat menggunakan PY adalah

kuadratik dengan persamaan regresi Y= 0,2247X 0,0083X2.. Nilai koefisien determinasinya adalah sebesar 75,5%. Artinya, 75,5% variasi nilai total asam laktat yang dihasilkan dapat dijelaskan oleh variasi penambahan susu skim pada pembuatan miyogurt menggunakan kultur PY. Bentuk hubungan antara penambahan susu skim dengan total asam miyogurt yang dibuat menggunakan kultur starter KCK dapat dilihat pada Gambar 6.

1.9

A. laktat1(%

1.8

1.7 10 11 12 13 14 15

Susu skim(%)

Gambar 6.

Hubungan Antara Penambahan Susu Skim dengan Total Asam Miyoghurt Menggunakan Starter KCK

Persamaan regresinya adalah Y = 1,19 + 0,064X 0,0011X2.. Nilai koefisien determinasi (r2) model regresi kuadratik ini adalah sebesar 80,8%. Artinya, 80,8% variasi penambahan susu skim pada pembuatan miyogurt menggunakan KCK mempengaruhi nilai total asam laktat yang dihasilkan. Hubungan antara penambahan susu skim dengan total asam miyogurt

31

menggunakan KCK lebih kuat dari pada hubungan

antara penambahan susu

skim dengan total asam miyogurt menggunakan PY. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) keduanya berturut-turut, yaitu 0899 dan 0,869. Dibandingkan dengan standar acuan yogurt SNI 01-2981-1992 (Lampiran 11), jumlah asam (dihitung sebagai laktat) yang dipersyaratkan adalah 0,5 2,0 % (b/b), maka total asam laktat dari miyogurt masih memenuhi syarat mutu karena berkisar dari 1,42 1,91 % (b/b). C. PH Miyogurt Nilai pH miyogurt yang dihasilkan dengan perlakuan variasi penambahan susu skim menggunakan tipe kultur starter yang berbeda berkisar dari 3,75 3,97 (Tabel 2). Nilai pH ini makin kecil dengan makin banyaknya penambahan susu skim (dari 10,0 15,0%) baik menggunakan starter PY maupun KCK. Setelah dianalisis varians (Lampiran 2), ternyata perlakuan penambahan susu skim dan interaksi antara penambahan susu skim dan kultur starter tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH dari miyogurt. Hal ini berarti bahwa total asam yang terbentuk sebagai hasil pemecahan/fermentasi laktosa dari susu skim memiliki jumlah asam yang terdisosiasi (konsentrasi ion Hidrogen) yang sama/tidak berbeda nyata, dan tidak ada interaksi ketika menggunakan tipe kultur starter yang berbeda (PY dan KCK). Pada pengukuran pH, nilai yang terukur adalah konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan jumlah asam yang terdisosiasi, sedangkan total asam tertitrasi merupakan pengukuran semua komponen asam, baik yang terdisosiasi maupun yang tidak terdisosiasi (Frazier dan Westhoff,

32

1978). Sedangkan perlakuan penggunaan kultur starter memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pH dari miyogurt (Tabel 5). Tabel 5. Hasil Analisis Pengaruh Tunggal Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Nilai pH Miyogurt. Perlakuan Susu skim (%) p>0,05 Kultur starter p<0,01 10,0 12,5 15,0 PY KCK pH 3,89 3,87 3,86 3,97b 3,77a

Nilai pH miyogurt yang dihasilkan dengan menggunakan starter KCK lebih rendah dari nilai pH miyogurt yang menggunakan kultur starter PY (Gambar 7). Hal ini berarti miyogurt yang menggunakan KCK bersifat lebih asam dari miyogurt yang menggunakan PY sebagai starter.

Gambar 7.

Histogram Pengaruh Penambahan Susu Skim dan Perbedaan Kultur Starter terhadap pH Miyogurt

Ini bisa terjadi karena kultur starter PY berasal dari yogurt yang dibuat dari kultur campuran L. acidophilus, bifidobacteria, dan S.thermophillus,

sedangkan starter KCK merupakan campuran dari S. thermophillus dan L.bulgaricus yang merupakan kultur yogurt tradisional. De Vuyst (2000) asam laktat

mengatakan bahwa pembentukan asam melalui kultur bakteri 33

probiotik

seperti

L. acidophilus bakteri

dan yogurt

B. bifidum tradisional

lebih

sedikit seperti S.

dibandingkan thermophillus

dengan

dan L. bulgaricus. Lebih lanjut dikatakan bifidobacteria adalah

organisme sakarolaktat yang menghasilkan asam laktat dan asam asetat. Hasil penelitian Samona et al (2002) mendapatkan bahwa asam asetat yang dihasilkan oleh bifidobacteria dapat memberikan pengaruh yang sedikit menghambat pertumbuhan Lactobacillus dan Streptococcus spp. sehingga produksi asam menjadi lebih sedikit, dan asam laktat yang dihasilkan dalam pembuatan yogurt dapat menurunkan pH yogurt. D. Kadar Protein Miyogurt Nilai rata-rata kadar protein dari miyogurt berkisar dari 3,37 4,69% (Tabel 2). Kadar protein terendah terdapat pada miyogurt dengan penambahan susu skim 10,0% menggunakan starter KCK, sedangkan kadar protein tertinggi terdapat pada miyogurt dengan penambahan susu skim 15,0% menggunakan starter KCK. Setelah dianalisis varians (Lampiran 4) ternyata hanya perlakuan penambahan susu skim (A) yang memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar protein miyogurt, sedangkan perlakuan penggunaan kultur starter dan interaksi penambahan susu skim dan kultur starter tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05). Hal ini berarti kedua tipe kultur starter yang digunakan dalam pembuatan miyogurt mempunyai aktivitas yang sama (tidak berbeda nyata) dalam menggunakan protein/kasein dari susu skim sebagai sumber nitrogen, dengan mendegradasi protein untuk memenuhi

kebutuhan asam-asam amino mereka. Menurut Syarief dan Halid (1993), protein

34

utama susu skim adalah kasein.

Kasein digunakan oleh bakteri asam laktat

sebagai sumber nitrogen. Bakteri asam laktat akan mereduksi sub-sub unit kasein yang besar menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan untuk mensuplai sel dengan semua asam amino yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dalam susu (Marth and Steele, 2001). Sedangkan menurut Farnworth (2008), aktivitas proteolitik dari bakteri yogurt akan menghasilkan pemutusan/pemecahan 1 2% protein susu, untuk membebaskan peptida-peptida kecil dan asam-asam amino untuk pertumbuhan dari bakteri. Hasil uji beda Tukey menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata di antara perlakuan penambahan susu skim (Tabel 6). Hal ini disebabkan susu skim yang ditambahkan mengandung protein yang cukup tinggi, sehingga makin banyak susu skim yang ditambahkan dalam pembuatan miyoghurt, makin tinggi kadar protein yang dihasilkan. Menurut Santoso (1994), susu skim

berfungsi untuk meningkatkan kekentalan, aroma, keasaman, dan protein. Sedangkan menurut Mistry and Hassan seperti yang dilaporkan dalam Tamime and Robinson (1999), penambahan tepung susu skim protein tinggi adalah untuk meningkatkan level protein sampai 5,2 g/100g. Tabel 6. Hasil Analisis PengaruhTunggal Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Kadar Protein Miyogurt. Perlakuan 10,0 Susu skim (%) 12,5 p<0,01 15,0 PY Kultur starter p<0,01 KCK Kadar Protein 3,41a 4,41b 4,68c 4,18 4,16

35

Histogram pengaruh penambahan susu skim dan kultur starter terhadap kadar protein miyogurt dapat dilihat pada Gambar 8. Dari Gambar ini terlihat dengan jelas adanya perbedaan kandungan protein dari miyogurt dengan semakin banyaknya penambahan susu skim (dari 10.0 15.0 %, b/v). Sedangkan

penggunaan kultur starter yang berbeda memberikan hasil yang mirip dalam kandungan protein miyogurt. Hasil analisis regresi ternyata model regresi yang cocok untuk melihat hubungan antara penambahan susu skim dengan kadar protein miyogurt baik yang menggunakan starter PY maupun starter KCK ialah regresi kuadratik, dimana ada hubungan yang sangat nyata antara penambahan susu skim dengan kadar protein miyogurt menggunakan kedua kultur starter (Lampiran 4). Persamaan regresi antara susu skim dan kadar protein menggunakan PY ialah Y = -6,920 + 1,569X 0,053X2. Nilai koefisien determinasinya (r2) ialah sebesar 98,8%. Artinya, 98,8% variasi nilai kadar protein yang dihasilkan dapat dijelaskan oleh variasi penambahan susu skim pada pembuatan miyogurt menggunakan starter PY. Bentuk hubungan antara susu skim dengan kadar protein menggunakan starter PY dan KCK dapat dilihat pada Gambar 9, dan 10. Persamaan regresi antara susu skim dengan kadar protein menggunakan starter KCK ialah Y = -8,520 + 1,805X 0,062X2. Nilai koefisien determinasinya (r2) yaitu sebesar 99,1%. Artinya, 99,1% variasi penambahan susu skim pada pembuatan miyogurt menggunakan starter KCK mempengaruhi nilai kadar protein yang dihasilkan. Dibandingkan dengan SNI 01-2981-1992 (Lampiran 11), miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 10,0% belum memenuhi syarat mutu yogurt

36

karena kandungan

proteinnya

belum

mencapai

3,5%, sedangkan

dalam

persyaratan kandungan protein yoghurt harus minimum 3,5%. Penambahan susu skim mulai 12,5% sudah mendapatkan miyogurt yang memenuhi syarat mutu yogurt, karena kadar proteinnya sudah melebihi 3,5% (Tabel 6).

Gambar 8.

Histogram Pengaruh Penambahan Susu Skim dan Perbedaan Kultur Starter terhadap Kadar Protein Miyogurt.

4.5

Protein (%)

4.0

3.5

10

11

12

13

14

15

Susu skim(%)

Gambar 9. Hubungan Antara Penambahan Susu Skim dengan Kadar Protein Miyogurt Menggunakan Starter PY

37

4.7

Protein1(%)

4.2

3.7

3.2 10 11 12 13 14 15

Susu skim(%)

Gambar 10.

Hubungan Antara Penambahan Susu Skim dengan Kadar Protein Miyogurt Menggunakan Starter KCK E. Kadar Lemak Miyogurt

Nilai rata-rata kadar lemak miyogurt yang dibuat dengan variasi penambahan susu skim dan tipe kultur starter yang berbeda berkisar dari 0,97 1,39% (Tabel 2). Kadar lemak terendah terdapat pada miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 10,0% menggunakan starter KCK, dan kadar lemak tertinggi terdapat pada miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 15.0% menggunakan starter PY. Hasil analisis varians (lampiran 5)

menunjukkan bahwa perlakuan penambahan susu skim memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar lemak miyogurt (p<0,05), perlakuan penggunaan

kultur starter memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01), sedangkan interaksi antara penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05). Menurut Robinson et al (2006), standardisasi kandungan lemak yogurt ialah dengan mengatur kandungan lemak

38

dari material dasar. Hasil uji beda Tukey pengaruh tunggal penambahan susu skim dan penggunaan kultur starter terhadap kadar lemak miyogurt dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis PengaruhTunggal Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Kadar Lemak Miyogurt. Perlakuan Susu skim (%) p<0,05 Kultur starter p<0,01 10,0 12,5 15,0 PY KCK Kadar Lemak (%) 1,18a 1,19ab 1,21 b 1,39b 1,00a

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa perlakuan penambahan susu skim 10,0% belum berbeda nyata dengan perlakuan penambahan susu skim 12,5%, dan nanti berbeda nyata dengan perlakuan penambahan susu skim 15,0%. Perlakuan penambahan susu skim 12,5% tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan susu skim 15,0%. Hal ini disebabkan susu skim yang digunakan mengandung lemak dalam jumlah yang sedikit yaitu 1%, sehingga pengaruhnya baru kelihatan pada perlakuan penambahan susu skim 15,0%. Penggunaan kultur starter PY

menghasilkan miyogurt dengan kadar lemak yang lebih tinggi daripada penggunaan kultur starter KCK. Hal ini terjadi karena kultur starter PY berasal dari yogurt probiotik komersil yang mengandung kultur hidup bifidobacteria, L. acidophilus dan S. thermophilus, dengan kandungan lemak 3%. Sedangkan kultur starter KCK berasal/dibuat dari kultur murni campuran S.thermophilus dan L. bulgaricus yang tidak mengandung lemak. Histogram pengaruh penambahan

susu skim dan penggunaan tipe kultur starter terhadap kadar lemak miyogurt dapat dilihat pada Gambar 11.

39

Gambar 11.

Histogram Pengaruh Penambahan Susu Skim dan Perbedaan Kultur Starter Terhadap Kadar Lemak Miyogurt.

Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan susu skim semakin tinggi kadar lemak miyogurt, walaupun perbedaannya baru secara nyata pada penambahan susu skim 15,0%. Juga dapat dilihat dengan jelas

perbedaan kandungan lemak dari miyogurt yang menggunakan starter PY dan miyogurt yang menggunakan starter KCK. Miyogurt yang dihasilkan dalam penelitian ini masih memenuhi standar mutu yogurt SNI 01-2981-1992 (Lampiran 11) yaitu kandungan lemak yogurt maksimum 3,8% (b/b). Menurut Trachoo (2002), seleksi ingredient seperti

penggunaan susu skim dan susu non lemak (nonfat dry milk) penting untuk mengurangi kandungan lemak yogurt. (2008), Sedangkan menurut Sung-han Kim et al

penggunaan skim milk powder untuk fermentasi yogurt adalah untuk

meningkatkan kandungan low-fat yogurt dan memperbaiki kualitas yogurt.

40

F. Viskositas Miyogurt Nilai rata-rata viskositas dari miyogurt yang dibuat dengan menggunakan variasi penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter yang berbeda berkisar dari 5,42 9,62 poise (Tabel 2). Viskositas miyogurt tertinggi terdapat pada miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 15,0% menggunakan starter KCK, dan viskositas terendah terdapat pada miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 10,0% menggunakan starter PY. Setelah dianalisis

varians (Lampiran 6), viskositas dari miyogurt secara sangat nyata dipengaruhi secara tunggal oleh penambahan susu skim (p<0,01), kultur starter (p<0,01), dan interaksi antara penambahan susu skim dan perbedaan kultur starter (p<0,01). Hasil uji beda Tukey pengaruh tunggal tunggal penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter dapat dilihat pada Tabel 8. Sedangkan hasil uji beda Tukey untuk interaksi penambahan susu skim dan kultur starter dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 8. Hasil Analisis PengaruhTunggal Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Viskositas Miyogurt. Perlakuan Susu skim (%) p<0,01 Kultur starter p<0,01 10,0 12,5 15,0 PY KCK Viskositas (%) 5,42a 7,40b 8,98c 6,93a 8,15b

Menurut Robinson dan Itsaranuwat (2006), viskositas dari yogurt antara lain dipengaruhi oleh kandungan padatan non lemak seperti susu skim, dan juga oleh tipe kultur starter. Sedangkan menurut Sodini et al (2002), penambahan susu skim bubuk (12,5%, b/v) menghasilkan dua kali peningkatan dari jumlah bakteri

41

asam laktat, dan memperbaiki tekstur dan flavor. Peningkatan jumlah sel bakteri asam laktat ini disebabkan oleh kandungan laktosa pada susu skim. Hal ini diperkuat oleh Pham dan Shah (2009) yang mengatakan bahwa penambahan susu skim bubuk akan meningkatkan kemampuan hidup dari bakteri S. thermophilus dan L. bulgaricus. Ini disebabkan karena adanya nutrien dalam susu skim bubuk, khususnya laktosa sebagai sumber karbon. Selama fermentasi miyogurt , laktosa susu skim dipecah menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat baik bakteri yogurt tradisional seperti S. thermophilus dan L. bulgaricus maupun bakteri probiotik bifidobacteria dan L. acidophilus mengakibatkan susu yang difermentasi menjadi asam. Dalam suasana asam ini, kasein pada susu skim mengalami

koagulasi sehingga terjadi peningkatan viskositas (Santoso, 1994). Hal ini berarti makin banyak susu skim yang ditambahkan (10,0 15,0%), makin banyak kasein yang mengalami koagulasi sehingga terjadi peningkatan viskositas. Hasil penelitian Penna et al (2006) mendapatkan bahwa kandungan total padatan secara langsung mempengaruhi secara nyata viskositas yogurt. Dengan meningkatnya kandungan total padatan, terjadi peningkatan viskositas secara nyata. Selain itu viskositas juga dipengaruhi oleh material eksopolisakarida yang dihasilkan oleh strain-strain bakteri asam laktat yang saat ini secara luas digunakan dalam industri-industri pengolahan susu (Hassan et al, 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa penggunaan strain-strain yang menghasilkan eksopolisakarida memperkuat jaringan protein, menghasilkan susu fermentasi yang firm dengan sifat-sifat water binding yang lebih baik. Juga telah

didemonstrasikan bahwa bakteri asam laktat yang menghasilkan eksopolisakarida

42

sering digunakan untuk meningkatkan viskositas yogurt dan mengurangi kerentanan untuk sinerisis (Francois et al, 2007). Robinson et al (2006) mengatakan bahwa beberapa strain dari S. thermophilus dan L. bulgaricus menghasilkan material-material polisakarida ekstraseluler yang cukup besar seperti glukan, atau polimer-polimer dari glukosa, galaktosa, dan ramnosa sebagai konstituen gula. Adanya metabolit-metabolit ini meningkatkan viskositas, dan karenanya merupakan daya tarik bagi konsumen untuk produk yogurt selain faktor-faktor lain seperti komposisi dan struktur polisakarida, jumlah dan keasaman susu yang dihasilkan, yang semuanya

mempengaruhi sifat-sifat dari produk akhir. Sedangkan dari hasil penelitiannya Tuncturk (2009) mendapatkan bahwa viskositas secara nyata dipengaruhi oleh kandungan eksopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Konsentrasi eksopolisakarida yang cukup tinggi diperoleh pada sampel yang diinokulasi dengan S. thermophilus. Histogram pengaruh penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter terhadap viskositas miyogurt dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar ini memperlihatkan bahwa semakin banyak penambahan susu skim semakin tinggi viskositas miyogurt baik menggunakan starter PY maupun KCK. Viskositas miyogurt yang dibuat menggunakan starter KCK lebih tinggi daripada yang dibuat menggunakan starter PY. Menurut De Vuyst (2000), L. acidophilus sebagai

bakteri probiotik mungkin dapat menghasilkan keasaman yang baik dalam susu, tapi suatu aroma dan tekstur yang baik pada produk akhir mungkin sulit untuk

43

dicapai.

Selain itu CO2 yang dihasilkan oleh strain-strain heterofermentatif

kemungkinan mengganggu kapasitas pembentukan gel dari yogurt.

Gambar 12. Histogram Pengaruh Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Viskositas Miyogurt. Tuncturk (2009) dalam studinya mendapatkan bahwa pertumbuhan sel bakteri dari starter yogurt untuk menghasilkan eksopolisakarida tidak cukup bila hanya dalam whey protein, tetapi harus diperkaya dengan penambahan susu atau susu skim. Menurut Cerning seperti yang dilaporkan oleh Doleyres et al (2005), meskipun dihasilkan dalam level rendah (25 600 mg/L), eksopolisakarida

memberikan kontribusi pada tekstur, rasa enak, dan stabilitas pada produk akhir. Sebagai pembentuk tekstur dan agen penstabil, eksopolisakarida mengurangi sinerisis dan memperbaiki stabilitas produk akhir. Beberapa eksopolisakarida

44

diklasifikasikan

sebagai

prebiotik dapat mengkontribusi kesehatan manusia

dan secara positif mempengaruhi mikroflora usus. Hasil analisis regresi menunjukkan adanya hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara penambahan susu skim dengan viskositas miyogurt baik menggunakan starter PY maupun KCK. Model regresi yang cocok adalah regresi kuadratik. Persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara susu skim dan viskositas miyogurt menggunakan starter PY ialah Y = -4,217 + 1,217X 0,025X2, dengan nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 99,5%. Hal ini berarti pembentukan viskositas miyogurt yang dibuat menggunakan starter PY 99,5% dipengaruhi oleh penambahan susu skim. Bentuk hubungan antara penambahan susu skim dengan viskositas miyogurt menggunakan starter PY dapat dilihat pada Gambar 13. Persamaan regresi hubungan antara susu skim dengan viskositas miyogurt menggunakan starter KCK ialah Visk. = 15,767 1,790X+ 0,092X2, dengan nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 99,4%. Artinya, 99,4% nilai

viskositas miyogurt menggunakan starter KCK dipengaruhi oleh penambahan susu skim. Bentuk hubungan antara penambahan susu skim dengan viskositas miyogurt menggunakan starter KCK dapat dilihat pada Gambar 14. Nilai

koefisen korelasi (r) yang menggambarkan keeratan hubungan antara penambahan susu skim dengan viskositas miyogurt menggunakan kedua tipe kultur starter yaitu PY dan KCK ialah 0,997.

45

8.5

8.0

7.5

Visk.(poise)

7.0

6.5

6.0

5.5

5.0 10 11 12 13 14 15

Susu skim(%)

Gambar 13. Hubungan Antara Penambahan Susu Skim dengan Viskositas Miyoghurt Menggunakan Starter PY

10

Visk.1(poise

7 10 11 12 13 14 15

Susu skim(%)

Gambar 14. Hubungan Antara Penambahan Susu Skim dengan Viskositas Miyoghurt Menggunakan Starter KCK G. UJI ORGANOLEPTIK Data hasil uji organoleptik pengaruh interaksi penambahan susu skim dan penggunaan kultur starter terhadap tingkat kesukaan panelis untuk produk miyogurt dapat dilihat pada Tabel 9.

46

Tabel 9. Hasil Uji Organoleptik Pengaruh Interaksi Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter Terhadap Tekstur, Rasa, dan Aroma dari Miyogurt Menggunakan 20 Orang Panelis. Perlakuan Susu skim (%) 10,0 12,5 15,0 Kultur Starter PY KCK PY KCK PY KCK Tekstur Rasa (p<0,05) 2,72 2,88 3,73 3,70 4,05 4,13 3,67c 3,68c 3,72c 3,62c 2,55b 2,37a Aroma p<0,05 2,98a 3,72b 3,05a 3,55b 3,00a 3,52b

Sedangkan pengaruh tunggal penambahan susu skim dan penggunaan kultur starter terhadap tingkat kesukaan panelis untuk produk miyogurt dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Uji Organoleptik Pengaruh Tunggal Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter Terhadap Tekstur, Rasa, dan Aroma dari Miyogurt Menggunakan 20 orang Panelis. Perlakuan Susu skim (%) Kultur Starter 10,0 12,5 15,0 PY KCK Tekstur 2,80a p<0,01 3,72b 4,09c 3,50a p<0,05 3,57b Rasa 3,68a p<0,01 3,67a 2,46b 3,31a p<0,01 3,22b Aroma 3,35 p>0,05 3,30 3,26 3,01a p<0,01 3,60b

1. Tekstur Miyogurt Nilai rata-rata penilaian panelis terhadap tekstur miyogurt berkisar dari 2,72 4,13 (Tabel 10). Nilai ini berada dalam kisaran skala penilaian dari tidak suka sampai sangat suka. Penilaian tekstur tertinggi terdapat pada

miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 15,0% menggunakan

47

starter KCK, sedangkan penilaian terendah terdapat pada miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 10,0% menggunakan starter PY. Setelah dianalisis varians (Lampiran 7) penambahan susu skim berpengaruh sangat nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur miyogurt (p<0,01), juga penggunaan kultur bakteri berpengaruh nyata pada tingkat penilaian panelis terhadap tekstur miyoghurt (p<0,05). Interaksi antara

penambahan susu skim dan kultur starter tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05). Hasil uji beda Tukey menunjukkan adanya perbedaan tingkat kesukaan panelis yang sangat nyata antar perlakuan penambahan susu skim terhadap tekstur miyogurt, sedangkan penggunaan tipe kultur starter memberikan perbedaaan yang nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk tekstur miyogurt (Tabel 11). Menurut Marth and Steele (2001), tekstur yogurt dihasilkan dari interaksi kompleks antara protein susu, asam, dan komponen eksoseluler yang dihasilkan oleh kultur starter. Selanjutnya dikatakan sifatsifat penting dari tekstur yogurt meliputi keteguhan, kehalusan/kelembutan, viskositas, dan kestabilan gel. Makin tinggi penambahan susu skim makin kental miyogurt, dan makin tinggi penilaian panelis terhadap tekstur miyogurt. Viskositas dari miyogurt yang dibuat menggunakan starter KCK ternyata lebih kental dari miyogurt yang dibuat menggunakan starter PY, dan ini ternyata mempengaruhi penilaian panelis, karena panelis lebih menyukai viskositas miyogurt yang lebih kental. Hal ini disebabkan KCK menghasilkan komponen/material eksopolisakarida yang lebih besar daripada kultur hidup probiotik dari PY. Menurut Trachoo (2002), Strain-strain dari L. bulgaricus

48

dan S. thermophilus telah halus.

dipelajari menghasilkan viskositas yogurt yang

Bakteri ini sering disebut bakteri slime-producing, menghasilkan Sedangkan

eksopolisakarida yang menolong meningkatkan viskositas.

menurut De Vuyst (2000), Lb. acidophilus mungkin dapat menghasilkan keasaman yang baik dalam susu, tapi suatu aroma dan tekstur yang baik pada produk akhir mungkin sulit untuk dicapai. Histogram pengaruh penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter terhadap tingkat kesukaan panelis untuk tekstur miyogurt dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Histogram Pengaruh Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Tingkat Kesukaan Panelis untuk Tekstur Miyogurt. Hasil penelitian Cerning seperti yang dilaporkan oleh Doleyres et al (2005), meskipun dihasilkan dalam level rendah (25 600 mg/L), eksopolisakarida memberikan kontribusi pada tekstur, rasa enak, dan stabilitas pada produk akhir.

49

1.

Rasa Miyogurt Rata-rata penilaian panelis terhadap rasa dari miyogurt yang dibuat dengan variasi penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter berkisar antara 2,37 3,72, atau berada dalam skala penilaian tidak suka sampai suka (Tabel 10). Setelah dianalisis varians (Lampiran 8), perlakuan penambahan susu skim (A), dan penggunaan tipe kultur starter (B) memberikan pengaruh yang sangat nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa dari miyogurt (p<0,01), sedangkan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05). Rata-rata panelis memberikan skor penilaian tertinggi (3,72)

untuk rasa dari miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 12,5% menggunakan starter PY, dan KCK. Sedangkan skor penilaian terendah yaitu 2,37 terdapat miyogurt yang dibuat dengan penambahan susu skim 15,0% menggunakan starter KCK (A3B2). Namun setelah dilanjutkan dengan uji beda Tukey, tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa dari miyogurt yang dibuat dengan menggunakan perlakuan A1B1 (10,0% susu skim, PY), A1B2 (10,0% Susu skim, KCK), A2B1

(12,5% susu skim, PY) dan A2B2 (12,5% susu skim, KCK). Penilaian panelis mengalami perbedaan yang nyata pada perlakuan A3B1 dan A3B2. Rendahnya skor penilaian panelis terhadap rasa miyogurt yang dibuat dengan perlakuan A3B2 karena miyogurt yang dihasilkan menggunakan perlakuan ini terlalu asam. Hal ini dapat dihubungkan dengan kadar asam laktat

miyogurt yang dihasilkan oleh perlakuan ini ternyata mempunyai kadar asam laktat tertinggi yaitu 1,91%. Demikian juga dengan pH dari miyogurt yang

50

dibuat dengan perlakuan ini mempunyai nilai terendah yaitu 3,75. Menurut Fellow (2008), rasa dan tekstur dari yogurt tergantung/dipengaruhi oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan selama fermentasi. Histogram pengaruh penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter terhadap tingkat kesukaan panelis untuk rasa miyogurt dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Histogram Pengaruh Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Tingkat Kesukaan Panelis untuk Rasa dari Miyogurt. 2. Aroma Miyogurt Hasil uji organoleptik pengaruh penambahan susu skim dan kultur starter terhadap tingkat kesukaan panelis untuk aroma miyogurt dapat dilihat pada Tabel 10. Rata-rata penilaian panelis terhadap aroma dari miyogurt berkisar dari 2,98 3,72 (cukup suka suka). Hasil analisis varians (Lampiran 9) menunjukkan bahwa penambahan susu skim tidak mempengaruhi tingkat penilaian panelis terhadap aroma miyogurt (p>0,05). Penggunaan kultur

51

starter yang berbeda berpengaruh secara sangat nyata pada tingkat penilaian panelis terhadap aroma miyogurt (p<0,01), interaksi antara susu skim dan kultur starter berpengaruh secara nyata pada tingkat penilaian panelis terhadap aroma miyogurt (p<0,05). Panelis lebih menyukai aroma dari

miyogurt yang dibuat menggunakan starter KCK (skor rata-rata 3,60 yaitu berada pada skala penilaian antaracukup suka sampai suka) daripada aroma miyogurt yang dibuat menggunakan starter PY (skor rata-rata 3,01/cukup suka). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh De Vuyst (2000), bahwa L. accidophilus mungkin dapat menghasilkan keasaman yang baik dalam susu, tapi suatu aroma dan tekstur yang baik pada produk akhir mungkin sulit untuk dicapai. Histogram pengaruh penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter terhadap tingkat kesukaan panelis untuk aroma miyogurt dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Histogram Pengaruh Penambahan Susu Skim dan Kultur Starter terhadap Tingkat Kesukaan Panelis pada Aroma dari Miyogurt.

52

Menurut Sandine and Elliker seperti yang dilaporkan oleh

Trachoo

(2002), secara umum flavor yogurt selain asam laktat, terdiri dari asetaldehid, aseton, asetoin dan sejumlah kecil diasetil. Diantara flavor ini, asetaldehid

dipercaya bertanggung jawab sebagai tipikal/karakteristik flavor/aroma yogurt.

53

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan a. Penambahan susu skim berpengaruh nyata meningkatkan viskositas, total asam laktat, total padatan, kadar protein, kadar lemak, skor rasa, dan skor kekentalan (viskositas) dari miyogurt. Penggunaan tipe kultur starter

berpengaruh pada viskositas, total asam laktat, pH, total padatan, kadar lemak, skor kekentalan, skor rasa, dan skor aroma miyogurt. Interaksi penambahan susu skim dan penggunaan tipe kultur starter mempengaruhi nilai viskositas (uji fisik), serta skor rasa dan aroma miyogurt. b. Penambahan susu skim 12.5% menggunakan starter kultur kering yogurt merupakan perlakuan yang tepat karena menghasilkan miyogurt dengan sifatsifat sensori (viskositas/kekentalan, rasa, dan aroma) yang disukai, serta kandungan total asam laktat 1,82%, pH 3,77, total padatan 19,92%, protein 4,41 %, lemak 0,99%, dan viskositas 7,77 poise yang memenuhi standard mutu yang ada. B. Saran Untuk pengembangan pembuatan miyogurt perlu diteliti pengaruh waktu fermentasi serta jumlah inokulum yang tepat sehingga bisa dihasilkan miyogurt yang tidak terlalu asam.

54

DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1992. Standar Mutu Yoghurt (SNI 01-2981-1992). Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta. Badan

_________. 2007a. Pengembangan Industri Berbasis Kelapa di Sulawesi Utara. Makalah pada Acara Seminar Dalam Rangka PPI Regionaldi Manado. _______________b. Pengolahan Produk (Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian) Santan Kelapa. http://www.ubb.ac.id. _________. 2008a. Yoghurt. Tekno Pangan dan Agroindustri, Volume 1 Nomor 5, p 60-61. ______________b. Coconut Yogurt, Everyday Dish: So Delicious, Turtle Mountain, Vegan. http://everydaydishtv.blogspot.com/2008/07/sodelicious.html _________, 2009. Probiotic: What Do They http://www.evitamin.com/healthnotes.asp?ContentID=2901004 Do?

Apriyantono, D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sudrnwati dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Depdikbud Dikti Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Association of Official Analytical Chemists. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists, 14th ed. AOAC, Inc. Arlington, Virginia. Davis, J.G. 1975. The Microbiology Of Yoghurt. CRC Press. Boston. De Vuyst, L. 2000. Technology Aspects Related to the Application of Functional Starter Cultures. Food Technology Biotechnology 38 (2) p: 105-112. De Water, J. V. And Naryanetr. 2008. The Health Benefits of Fermented Milk Product that Contain Lactic Acid Bacteria in Functional Foods and Nutraceutical Series (Ed. By Farnworth, E. R.) CRC Press Taylor and Francis Group. New York. Doloyres, Y., L. Schaub and C. Lacroix. 2005. Comparison of the Functionality of Exopolysaccharides Produced In Situ or Added as Bioingrredients on Yoghurt Properties. Journal Dairy Science 88 p: 41464156.

55

Dumat, S. Y. 2007. Variasi Kekentalan Santan dalam Formula Pembuatan Miyoghurt. Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado. Hal 24-26. Eckles, C. H., W. B. Combs and H. Macy. 1988. Milk and Milk Product. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York-Toronto-London. Faras. 2004. Mengenal Proses Pembuatan Yogurt. http://www.balita-anda.com/ Fardiaz, S. 1987. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Sumberdaya Informasi. IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Lembaga Pusat Antar

Farnworth, E. R. 2008. Functional Foods and Nutracertical Series. Handbook of Fermented Functions Food (scond Ed.). CRC Press Taylor and Francis Group. Boca Raton New York. Fellow. 2008. Technical Brief: Soured Milk and Yoghurt. The Scumacher Centre for Technology and Develpopment United Kingdom. http://www. Particalaction.org/ Francois, Z. N., N. El Hoda, F. A. Florence, M. F.. Paul., T. M. Felicite, and M. El Soda. 2007. Biochemical Properties of Some Thermophillic Lactic Acid Bacteria Strains from Troditional Fermented Milk Relevant to Their Technological Perfermance as Starter Culture. Biotechnology 6 (1) p: 1421. Frazier, W. C. 1967. Food Microbiology. Company Ltd. New Delhi. Tata McGraw-Hill Publishing

Frazier, W. C. And D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Tata McGrawHill Publishing Company Ltd. New Delhi. Ganesh, S. 2006. A Novel Yogurt Product with Lactobaillus acidophilus (Thesis). The Interdepartmental Program in Animal, Dairy and Poultry Sciences Faculty of the Lousiana State University and Agricultural and Mechanical College. Gultom. 2005. Sebuah Renungan Tentang The Ultimate Truth. http://rotogu.blogspot.com/2005/11/mengenal-yoghurt-sejarahnyadan.html. Gundberg, A. 2008. Microbial Spolaige and Shelf-Life Extension of Coconut

56

Hassan, A. N., J. F. Frank, K. A. Schmidt and S. I. Shalabi. 1996. Textural Properties of Yogurt Made with Encapsulated non-ropy Lactic Cultures. J. Dairy Sci., 79:2098-2103. Hussain I., A. Rahman, and N. Atkinson. 2009. Quality Comparison of Probiotic and Natural Yogurt. Pakistan Journal of Nutrition 8 (1) p: 9-12. Iriawan, N., dan S. P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Penerbit Andi. Yogyakarta. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Kim, S., C. Lim., C. Lee, and Gilhwan An. 2009. Optimization of Growth and Storage Conditions for Lactic Acid Bacteria in Yogurt and Frozen Yogurt. J. Korean Soc. Appl. Biol. Chem. 52 (1). P: 76-79. Ludong, M. M., dan L. Lalujan. 2007. Pemanfaatan Beberapa Bahan Pangan Nabati (Susu Kedele, Susu Jagung, Santan) Untuk Pembuatan Yoghurt. Laporan Akhir Hasil Penelitian Research Grant TPSDP II Tahun 2006. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Unsrat Manado. Mahdian E and M. M. Tehrani. 2007. Evaluation the Effect of Milk Total Solids on the Relationship Between Growth and Activity of Starter Cultures and Quality of Concentrated Yoghurt. Journal Agriculture and Enveronment Science., 2(5) p: 587-592. Marth, E. H. And J. L. Steele. 2001. Applied Dairy Microbiology. Marcel Dekker, Inc. USA. Palungkun, R. 1999. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. Parikh, J. V. 1988. SBP Handbook of Dairy Product. Technology of Dairy Product. Small Business Publications. Roop Nagar, Delhi. Penna, A. L. B., A. Converti and M. N. De Oliveira. 2006. Simultaneous Effects of Total Solids Content, Milk Base, Heat Treatment Temperature and Sample Temperature on the Rheological Properties of Plain Stirred Yogurt. Food Technology Biotechnology 44 (4) p: 515-518. Peterson, M. S. And A. H. Johnson. 1978. Encyclopedia of Food Science. The AVI Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut. Pham, T. T, and N. P. Shah. 2009. Effect of Skim Milk Powder Supplementation to Soy Yogurt on Biotransformation of Isoflavone Glycosides to Biologically Active Forms During Storage. World Academy of Science, Engineering and Technology 49 p: 107-113.

57

Robinson, R. K., J. A. Lucey and A. Y. Tamime. 2006. Manufacture of Yoghurt in Fermented Milks Ed. By A. Tamime. Blackwell Science Ltd Company. Robinson, R. K. And P. Itsaranuwat. 2006. Properties of Yoghurt and Their Appraisal in Fermented Milks Ed. By A. Tamime. Blackwell Science Ltd Company. Samona, A., R. K. Robinson and S. Marakis. 2002. Acid Production by Bifidobacteria and Yoghurt Bacteria During Fermentation and Storage of Milk. Food Microbiology Vol. 13 p: 275-280. Santoso, H. B. 1994. Susu dan Yoghurt Kedelai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sodini, L., A. Lucas., M. N. Oliveira, F. Remeuf and G. Corrieu 2002. Effect of Milk Base and Starter Culture on Acidification, Texture, and Probiotic Cell Count in Fermented Milk Processing. Journal of Dairy Science Vol. 85 No. 10 p: 2479-2488. Soekarto, S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. PT. Bharata Karya Aksara. Yakarta. Sung-han Kim, Chi-hwan Lim, Chanyong Lee, and Gilhwan An. 2008. Optimization of Growth and Storage Conditions for Lactic Acid Bacteria in Yogurt and Frozen Yogurt. J. Korean Soc. Appl. Biol. Chem. 52(1), 7679. Surajudin, F. R., Kusuma dan D. Purnomo. 2005. Yoghurt Susu Fermentasi yang Menyehatkan. PT AgroMedia. Bogor. Syarief, R. Dan H. Halid. Bandung. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan.

Tamime, A. Y. And R. K. Robinson. 1999. Yoghurt : Science and Technology 2nd Ed. CRC Press. Boston. Thampan, P. K. 1981. Handbook on Coconut Palm. Publishing Co. New Delhi. Oxford and IBH

Trachoo, N. 2002. Yogurt: The Fermented Milk. Songklanakarin Journal Science Technology Vol. 24 No. 4 p: 727-734. Trachoo, N. 2003. Evidence of Association of Milk Fat Globule Membrane with Protein Matrix in Dairy Gels as Revealed by Confocal Microscopy. Journal Science Technology 25 (6) p: 791-797.

58

Tuncturk, Y. 2009. Influence of Starter Culture Strains, pH Adjusment and Incubation Temperature on Exopolysaccharide Production and Viscosity in Whey. Journal of Biotechnology Vol. 8 (17), p: 4222-4228. Wong, N. P., F. E. Mcdonough and A. D. Hitchins. 1983. Contribution of Streptococcus thermophilus to Growth-Stimulation Effect of Yoghurt on Rats. Protein Nutrition Laboratory US departement of Agriculture. Belsville, MD 20705. Winarno, F. G. 1997. Prospek dan Potensi Santan Bubuk. Naskah Akademis Keamanan Pangan. Disampaikan di Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Bekerja sama dengan PT Indoraya Pesona Media, 7 Maret 1996.

59

Lampiran 1. Hasil Analisis Varians dan Uji Beda Tukey Pengaruh Penambahan Susu Skim (A) dan Kultur Starter (B) terhadap Total Asam Laktat Miyogurt. General Linear Model: Total asam laktat versus susu skim, starter
Factor Type Levels Values susu skim fixed 3 A1 A2 A3 starter fixed 2 B1 B2 Analysis of Variance for Total asam laktat, using Adjusted SS for Tests Source susu skim starter susu skim*starter Error Total DF 2 1 2 12 17 Seq SS 0.06081 0.51005 0.00903 0.01800 0.59789 Adj SS 0.06081 0.51005 0.00903 0.01800 Adj MS 0.03041 0.51005 0.00452 0.00150 F 20.27 340.03 3.01 P 0.000 0.000 0.087

Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Total asam laktat All Pairwise Comparisons among Levels of susu skim susu skmi = A1 subtracted from: susu skim Lower A2 0.01849 A3 0.05849 Center 0.09833 0.13833 Upper ------+---------+---------+---------+ 0.1782 (----------*----------) 0.2182 (-----------*---------) ------+---------+---------+--------+ 0.000 0.070 0.140 0.210

susu skim = A2 subtracted from: susu skim Lower Center Upper -----+---------+---------+--------+ A3 -0.03985 0.04000 0.1198 (-----------*----------) ------+---------+---------+--------+ 0.000 0.070 0.140 0.210 Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Total asam laktat All Pairwise Comparisons among Levels of starter starter = B1 subtracted from: starter Lower B2 0.2809 ----------+---------+---------+-----(---------------*---------------) ----------+---------+---------+-----0.315 0.350 0.385 Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Total asam laktat All Pairwise Comparisons among Levels of susu ski*starter susu skim = A1 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter Lower Center A1 B2 0.16693 0.30333 A2 B1 -0.03973 0.09667 A2 B2 0.26693 0.40333 A3 B1 -0.04640 0.09000 A3 B2 0.35360 0.49000 Center 0.3367 Upper 0.3924

Upper 0.4397 0.2331 0.5397 0.2264 0.6264

60

susu skim*starter -----+---------+---------+---------+A1 B2 (---*----) A2 B1 (---*----) A2 B2 (---*----) A3 B1 (----*----) A3 B2 (---*----) -----+---------+---------+---------+-0.30 0.00 0.30 0.60 susu skim = A1 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter Lower Center Upper A2 B1 -0.3431 -0.2067 -0.07027 A2 B2 -0.0364 0.1000 0.23640 A3 B1 -0.3497 -0.2133 -0.07693 A3 B2 0.0503 0.1867 0.32307 susu skim*starter -----+---------+---------+---------+A2 B1 (---*----) A2 B2 (---*----) A3 B1 (----*---) A3 B2 (---*----) -----+---------+---------+---------+-0.30 0.00 0.30 0.60 susu skim = A2 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter Lower Center Upper A2 B2 0.1703 0.306667 0.4431 A3 B1 -0.1431 -0.006667 0.1297 A3 B2 0.2569 0.393333 0.5297 susu skim*starter -----+---------+---------+---------+A2 B2 (---*----) A3 B1 (----*---) A3 B2 (---*----) -----+---------+---------+---------+-0.30 0.00 0.30 0.60 susu skim = A2 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter Lower Center A3 B1 -0.4497 -0.3133 A3 B2 -0.0497 0.0867

Upper -0.1769 0.2231

susu skim*starter -----+---------+---------+---------+A3 B1 (----*---) A3 B2 (----*---) -----+---------+---------+---------+-0.30 0.00 0.30 0.60 susu skim = A3 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter A3 B2 Lower 0.2636 Center 0.4000 Upper 0.5364

susu skim*starter -----+---------+---------+---------+A3 B2 (---*----) -----+---------+---------+---------+-0.30 0.00 0.30 0.60

61

Lampiran 2. Hasil Analisis Varians dan Uji Beda Tukey Pengaruh Penambahan Susu Skim (A) dan Kultur Starter (B) terhadap pH Miyogurt. General Linear Model: pH versus susu skim, starter
Factor Type Levels Values susu skim fixed 3 A1 A2 A3 starter fixed 2 B1 B2 Analysis of Source susu skim starter susu skim*starter Error Total Variance for pH, using Adjusted SS for Tests DF Seq SS Adj SS Adj MS F P 2 0.002633 0.002633 0.001317 1.27 0.317 1 0.170139 0.170139 0.170139 163.77 0.000 2 0.003011 0.003011 0.001506 1.45 0.273 12 0.012467 0.012467 0.001039 17 0.188250 Residual -0.05333 St Resid -2.03R

Unusual Observations for pH Obs pH Fit SE Fit 3 3.92000 3.97333 0.01861

R denotes an observation with a large standardized residual. Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable pH All Pairwise Comparisons among Levels of susu skim susu skim = A1 subtracted from: susu skim Lower Center Upper --+---------+---------+---------+--A2 -0.05978 0.006667 0.07312 (------------*-------------) A3 -0.03812 0.028333 0.09478 (-------------*------------) --+---------+---------+---------+---0.050 0.000 0.050 0.100 susu skim = A2 subtracted from: susu skim Lower Center Upper --+---------+---------+---------+--A3 -0.04478 0.02167 0.08812 (------------*-------------) --+---------+---------+---------+---0.050 0.000 0.050 0.100 Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable pH All Pairwise Comparisons among Levels of starter starter = B1 subtracted from: starter Lower Center Upper -----+---------+---------+---------+B2 -0.2409 -0.1944 -0.1480 (-----*------) -----+---------+---------+---------+-0.210 -0.140 -0.070 0.000 Tukey Simultaneous Tests Response Variable pH All Pairwise Comparisons among Levels of starter starter = B1 subtracted from: Level Difference SE of Adjusted starter of Means Difference T-Value P-Value B2 -0.1944 0.01519 -12.80 0.0000 Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable pH All Pairwise Comparisons among Levels of susu skim*starter

62

susu ski = A1 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter A1 B2 A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower -0.3402 -0.1235 -0.3168 -0.1168 -0.2802 Center -0.2267 -0.0100 -0.2033 -0.0033 -0.1667 Upper -0.1132 0.1035 -0.0898 0.1102 -0.0532

susu skim*starter --------+---------+---------+-------A1 B2 (-----*----) A2 B1 (-----*----) A2 B2 (-----*-----) A3 B1 (-----*-----) A3 B2 (-----*----) --------+---------+---------+--------0.20 0.00 0.20 susu skim = A1 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter Lower A2 B1 0.10315 A2 B2 -0.09018 A3 B1 0.10982 A3 B2 -0.05352 Center 0.21667 0.02333 0.22333 0.06000 Upper 0.3302 0.1368 0.3368 0.1735

susu skim*starter --------+---------+---------+-------A2 B1 (-----*-----) A2 B2 (-----*-----) A3 B1 (-----*-----) A3 B2 (-----*-----) --------+---------+---------+--------0.20 0.00 0.20 susu skim = A2 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower -0.3068 -0.1068 -0.2702 Center -0.1933 0.0067 -0.1567 Upper -0.07982 0.12018 -0.04315

susu skim*starter --------+---------+---------+-------A2 B2 (----*-----) A3 B1 (----*-----) A3 B2 (-----*-----) --------+---------+---------+--------0.20 0.00 0.20 susu skim = A2 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter Lower Center Upper A3 B1 0.08648 0.20000 0.3135 A3 B2 -0.07685 0.03667 0.1502 susu skim*starter --------+---------+---------+-------A3 B1 (-----*-----) A3 B2 (-----*-----) --------+---------+---------+--------0.20 0.00 0.20

63

susu skim = A3 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter A3 B2 Lower -0.2768 Center -0.1633 Upper -0.04982

susu skim*starter --------+---------+---------+-------A3 B2 (-----*-----) --------+---------+---------+--------0.20 0.00 0.20

64

Lampiran 3. Hasil Analisis Varians dan Uji Beda Tukey Pengaruh Penambahan susu Skim (A) dan Kultur Starter (B) terhadap Total Padatan Miyogurt. General Linear Model: Total padatan versus susu skim, starter
Factor Type Levels Values susu skim fixed 3 A1 A2 A3 starter fixed 2 B1 B2 Analysis of Variance for Total padatan, using Adjusted SS for Tests Source susu skim starter susu skim*starter Error Total DF 2 1 2 12 17 Seq SS 38.503 15.162 0.863 1.724 56.251 Adj SS 38.503 15.162 0.863 1.724 Adj MS 19.251 15.162 0.431 0.144 F 134.03 105.56 3.00 P 0.000 0.000 0.088

Unusual Observations for Total padatan Obs Total padatan Fit SE Fit 18 22.1700 21.5200 0.2188

Residual 0.6500

St Resid 2.10R

R denotes an observation with a large standardized residual. Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Total padatan All Pairwise Comparisons among Levels of susu skim susu skim = A1 subtracted from: susu skim Lower Center Upper -----+---------+---------+--------+A2 1.390 2.172 2.953 (-----*------) A3 2.772 3.553 4.335 (------*-----) -----+---------+---------+--------+1.2 2.4 3.6 4.8 susu skim = A2 subtracted from: susu skim Lower Center Upper -----+---------+---------+--------+A3 0.6003 1.382 2.163 (------*-----) -----+---------+---------+--------+1.2 2.4 3.6 4.8

Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Total padatan All Pairwise Comparisons among Levels of starter starter = B1 subtracted from: starter Lower Center Upper --------+---------+---------+-------B2 1.290 1.836 2.381 (-----------------*-----------------) --------+---------+---------+-------1.50 1.80 2.10 Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Total padatan All Pairwise Comparisons among Levels of susu skim*starter susu skim = A1 starter = B1 subtracted from:

65

susu ski*starter A1 B2 A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2 susu skim*starter A1 B2 A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2

Lower -0.06474 0.52193 2.42193 1.68526 4.02193

Center 1.270 1.857 3.757 3.020 5.357

Upper 2.605 3.191 5.091 4.355 6.691

---------+---------+---------+------(----*----) (----*-----) (----*----) (----*----) (----*-----) ---------+---------+---------+------0.0 2.5 5.0

susu skim = A1 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower -0.7481 1.1519 0.4153 2.7519 Center 0.5867 2.4867 1.7500 4.0867 Upper 1.921 3.821 3.085 5.421

susu skim*starter ---------+---------+---------+------A2 B1 (----*-----) A2 B2 (----*----) A3 B1 (----*----) A3 B2 (----*-----) ---------+---------+---------+------0.0 2.5 5.0 susu skim = A2 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower 0.5653 -0.1714 2.1653 Center 1.900 1.163 3.500 Upper 3.235 2.498 4.835

susu skim*starter ---------+---------+---------+------A2 B2 (-----*----) A3 B1 (-----*----) A3 B2 (----*----) ---------+---------+---------+------0.0 2.5 5.0 susu skim = A2 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter A3 B1 A3 B2 Lower -2.071 0.265 Center -0.7367 1.6000 Upper 0.5981 2.9347

susu skim*starter ---------+---------+---------+------A3 B1 (----*----) A3 B2 (----*-----) ---------+---------+---------+------0.0 2.5 5.0

66

susu skim = A3 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter A3 B2 Lower 1.002 Center 2.337 Upper 3.671

susu skim*starter ---------+---------+---------+------A3 B2 (----*-----) ---------+---------+---------+------0.0 2.5 5.0

67

Lampiran

4.

Hasil Analisis Varians dan Uji Beda Tukey Pengaruh PenambahanSusu Skim (A) dan Kultur Starter (B) terhadap Protein Miyogurt.

General Linear Model: Protein versus susu skim, starter


Factor susu ski starter Type Levels Values fixed 3 A1 A2 A3 fixed 2 B1 B2

Analysis of Variance for Protein, using Adjusted SS for Tests Source susu skim starter susu ski*starter Error Total DF 2 1 2 12 17 Seq SS 5.3269 0.0016 0.0125 0.0552 5.3962 Adj SS 5.3269 0.0016 0.0125 0.0552 Adj MS 2.6635 0.0016 0.0062 0.0046 F 579.02 0.35 1.36 P 0.000 0.566 0.294

Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Protein All Pairwise Comparisons among Levels of susu ski susu skim = A1 subtracted from: susu skim Lower Center Upper -------+---------+---------+-------A2 0.8518 0.9917 1.131 (---*---) A3 1.1268 1.2667 1.406 (---*-) -------+---------+---------+-------0.35 0.70 1.05 susu ski = A2 subtracted from: susu ski Lower A3 0.1352 Center 0.2750 Upper 0.4148 -------+---------+---------+-------(---*---) -------+---------+---------+-------0.35 0.70 1.05

Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Protein All Pairwise Comparisons among Levels of starter starter = B1 subtracted from: starter Lower B2 -0.1165 Center -0.01889 Upper 0.07877 ----------+---------+---------+-----(---------------*---------------) ----------+---------+---------+------0.060 0.000 0.060

Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Protein All Pairwise Comparisons among Levels of susu ski*starter susu skim = A1 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter A1 B2 A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower -0.3322 0.6978 0.7145 0.9711 0.9911 Center -0.09333 0.93667 0.95333 1.21000 1.23000 Upper 0.1455 1.1755 1.1922 1.4489 1.4689

68

susu skim*starter ------+---------+---------+---------+ A1 B2 (---*---) A2 B1 (---*---) A2 B2 (---*---) A3 B1 (---*---) A3 B2 (---*--) ------+---------+---------+---------+ 0.00 0.60 1.20 1.80 susu skim = A1 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter Lower Center A2 B1 0.7911 1.030 A2 B2 0.8078 1.047 A3 B1 1.0645 1.303 A3 B2 1.0845 1.323

Upper 1.269 1.286 1.542 1.562

susu skim*starter ------+---------+---------+---------+ A2 B1 (---*---) A2 B2 (---*---) A3 B1 (---*---) A3 B2 (---*---) ------+---------+---------+---------+ 0.00 0.60 1.20 1.80 susu skim = A2 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower -0.2222 0.0345 0.0545 Center 0.01667 0.27333 0.29333 Upper 0.2555 0.5122 0.5322

susu skim*starter ------+---------+---------+---------+ A2 B2 (---*---) A3 B1 (---*---) A3 B2 (---*---) ------+---------+---------+---------+ 0.00 0.60 1.20 1.80 susu skim = A2 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter A3 B1 A3 B2 Lower 0.01780 0.03780 Center 0.2567 0.2767 Upper 0.4955 0.5155

susu skim*starter ------+---------+---------+---------+ A3 B1 (---*---) A3 B2 (---*---) ------+---------+---------+---------+ 0.00 0.60 1.20 1.80 susu skim = A3 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter A3 B2 Lower -0.2189 Center 0.02000 Upper 0.2589

susu skim*starter ------+---------+---------+---------+ A3 B2 (---*---) ------+---------+---------+---------+ 0.00 0.60 1.20 1.80

69

Lampiran 5. Hasil Analisis Varians dan Uji Beda Tukey Pengaruh Penambahan Susu Skim (A) dan Kultur Starter (B) terhadap Lemak Miyogurt. General Linear Model: Lemak versus susu skim, starter
Factor Type Levels Values susu skim fixed 3 A1 A2 A3 starter fixed 2 B1 B2 Analysis of Variance for Lemak, using Adjusted SS for Tests Source susu skmi starter susu skim*starter Error Total DF 2 1 2 12 17 Seq SS 0.00520 0.67280 0.00253 0.00587 0.68640 Adj SS 0.00520 0.67280 0.00253 0.00587 Adj MS F 0.00260 5.32 0.67280 1376.18 0.00127 2.59 0.00049 P 0.022 0.000 0.116

Unusual Observations for Lemak Obs 16 18 Lemak 1.09000 1.00000 Fit 1.04000 1.04000 SE Fit 0.01277 0.01277 Residual 0.05000 -0.04000 St Resid 2.77R -2.22R

R denotes an observation with a large standardized residual. Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Lemak All Pairwise Comparisons among Levels of susu skim susu skim = A1 subtracted from: susu skim Lower Center Upper ---------+---------+---------+-----A2 -0.02403 0.01000 0.04403 (----------*-----------) A3 0.00597 0.04000 0.07403 (----------*-----------) ---------+---------+---------+-----0.000 0.030 0.060 susu skim = A2 subtracted from: susu skim Lower Center Upper ---------+---------+---------+-----A3 -0.004031 0.03000 0.06403 (----------*----------) ---------+---------+---------+-----0.000 0.030 0.060 Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Lemak All Pairwise Comparisons among Levels of starter starter = B1 subtracted from: starter Lower B2 -0.4094 Center -0.3867 Upper -0.3640 -----+---------+---------+---------+(-*-) -----+---------+---------+---------+-0.36 -0.24 -0.12 0.00

Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Lemak All Pairwise Comparisons among Levels of susu ski*starter susu ski = A1 starter = B1 subtracted from:

70

susu ski*starter A1 B2 A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2 susu ski*starter A1 B2 A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2

Lower -0.4673 -0.0540 -0.4540 -0.0473 -0.4006

Center -0.4067 0.0067 -0.3933 0.0133 -0.3400

Upper -0.3460 0.0673 -0.3327 0.0740 -0.2794

------+---------+---------+---------+ (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) ------+---------+---------+---------+ -0.30 0.00 0.30 0.60

susu skim = A1 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter Lower A2 B1 0.35270 A2 B2 -0.04730 A3 B1 0.35936 A3 B2 0.00603 Center 0.41333 0.01333 0.42000 0.06667 Upper 0.47397 0.07397 0.48064 0.12730

susu skim*starter ------+---------+---------+---------+ A2 B1 (-*-) A2 B2 (-*-) A3 B1 (-*-) A3 B2 (-*-) ------+---------+---------+---------+ -0.30 0.00 0.30 0.60 susu skim = A2 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter Lower Center A2 B2 -0.4606 -0.4000 A3 B1 -0.0540 0.0067 A3 B2 -0.4073 -0.3467

Upper -0.3394 0.0673 -0.2860

susu skim*starter ------+---------+---------+---------+ A2 B2 (-*-) A3 B1 (-*-) A3 B2 (-*-) ------+---------+---------+---------+ -0.30 0.00 0.30 0.60 susu skim = A2 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter Lower A3 B1 0.346030 A3 B2 -0.007304 Center 0.40667 0.05333 Upper 0.4673 0.1140

susu skim*starter ------+---------+---------+---------+ A3 B1 (-*-) A3 B2 (-*-) ------+---------+---------+---------+ -0.30 0.00 0.30 0.60 susu skim = A3 starter = B1 subtracted from:

71

susu skim*starter A3 B2

Lower -0.4140

Center -0.3533

Upper -0.2927

susu skim*starter ------+---------+---------+---------+ A3 B2 (-*-) ------+---------+---------+---------+ -0.30 0.00 0.30 0.60

72

Lampiran 6. Hasil Analisis Varians dan Uji Beda Tukey Pengaruh Penambahan Susu Skim (A) dan Kultur Starter (B) terhadap Viskositas Miyogurt. General Linear Model: Viskositas versus susu skim, starter
Factor susu skim starter Type Levels Values fixed 3 A1 A2 A3 fixed 2 B1 B2

Analysis of Variance for Viskositas, using Adjusted SS for Tests Source susu skim starter susu skim*starter Error Total DF 2 1 2 12 17 Seq SS 22.5869 6.7222 0.6386 0.1200 30.0678 Adj SS 22.5869 6.7222 0.6386 0.1200 Adj MS F 11.2935 1129.35 6.7222 672.22 0.3193 31.93 0.0100 P 0.000 0.000 0.000

Unusual Observations for Viskositas Obs 1 Viskosit 5.25000 Fit 5.41667 SE Fit 0.05774 Residual -0.16667 St Resid -2.04R

R denotes an observation with a large standardized residual. Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Viskositas All Pairwise Comparisons among Levels of susu skim susu skim = A1 subtracted from: susu skim Lower Center Upper -----+---------+---------+--------+A2 0.9522 1.158 1.364 (--*---) A3 2.5272 2.733 2.939 (---*--) -----+---------+---------+--------+1.20 1.80 2.40 3.00 susu ski = A2 subtracted from: susu ski Lower Center Upper -----+---------+---------+--------+A3 1.369 1.575 1.781 (--*---) -----+---------+---------+--------+1.20 1.80 2.40 3.00 Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Viskositas All Pairwise Comparisons among Levels of starter starter = B1 subtracted from: starter B2 Lower 1.078 Center 1.222 Upper 1.366 ------+---------+---------+---------+ (-----------------*----------------) ------+---------+---------+---------+ 1.120 1.200 1.280 1.360

Tukey 99.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Viskositas All Pairwise Comparisons among Levels of susu ski*starter susu skim = A1 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter Lower Center Upper

73

A1 A2 A2 A3 A3

B2 B1 B2 B1 B2

1.298 1.264 1.998 2.564 3.848

1.650 1.617 2.350 2.917 4.200

2.002 1.969 2.702 3.269 4.552

susu skim*starter ---+---------+---------+---------+--A1 B2 (-*-) A2 B1 (--*-) A2 B2 (--*-) A3 B1 (-*--) A3 B2 (-*-) ---+---------+---------+---------+--0.0 1.5 3.0 4.5 susu skim = A1 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower -0.3855 0.3478 0.9145 2.1978 Center -0.03333 0.70000 1.26667 2.55000 Upper 0.3189 1.0522 1.6189 2.9022

susu skim*starter ---+---------+---------+---------+--A2 B1 (--*-) A2 B2 (--*-) A3 B1 (-*--) A3 B2 (-*-) ---+---------+---------+---------+--0.0 1.5 3.0 4.5 susu skim = A2 starter = B1 subtracted from: susu skim*starter Lower Center A2 B2 0.3811 0.7333 A3 B1 0.9478 1.3000 A3 B2 2.2311 2.5833

Upper 1.086 1.652 2.936

susu skim*starter ---+---------+---------+---------+--A2 B2 (-*-) A3 B1 (--*-) A3 B2 (-*--) ---+---------+---------+---------+--0.0 1.5 3.0 4.5 susu skim = A2 starter = B2 subtracted from: susu skim*starter A3 B1 A3 B2 Lower 0.2145 1.4978 Center 0.5667 1.8500 Upper 0.9189 2.2022

susu skim*starter ---+---------+---------+---------+--A3 B1 (--*-) A3 B2 (-*--) ---+---------+---------+---------+--0.0 1.5 3.0 4.5 susu skim = A3 starter = B1 subtracted from:

74

susu skim*starter A3 B2

Lower 0.9311

Center 1.283

Upper 1.636

susu skim*starter ---+---------+---------+---------+--A3 B2 (--*-) ---+---------+---------+---------+--0.0 1.5 3.0 4.5

75

Lampiran 7. Hasil Analisis Varians dan Uji Beda Tukey Pengaruh Penambahan Susu Skim (A) dan Kultur Starter terhadap Tingkat Kesukaan Panelis untuk Viskositas Miyogurt. General Linear Model: Viskositas Organoleptik versus Susu skim, Starter
Factor Type Levels Values Susu skim fixed 3 A1 A2 A3 Starter fixed 2 B1 B2 Analysis of Variance for Viskositas, using Adjusted SS for Tests Source Susu skim Starter Susu skim*Starter Error Total DF 2 1 2 12 17 Seq SS 5.2986 0.0235 0.0303 0.0567 5.4090 Adj SS 5.2986 0.0235 0.0303 0.0567 Adj MS 2.6493 0.0235 0.0151 0.0047 F 561.03 4.97 3.21 P 0.000 0.046 0.077

Unusual Observations for Viskositas Obs 10 Viskosit 3.55000 Fit 3.70000 SE Fit 0.03967 Residual -0.15000 St Resid -2.67R

R denotes an observation with a large standardized residual. Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Viskositas All Pairwise Comparisons among Levels of Susu skim Susu skim = A1 subtracted from: Susu skim Lower A2 0.8109 A3 1.1859 Center 0.9167 1.2917 Upper ---+---------+---------+---------+-1.022 (--*--) 1.397 (--*--) ---+---------+---------+---------+-0.35 0.70 1.05 1.40

Susu ski = A2 subtracted from: Susu skim Lower A3 0.2692 Center 0.3750 Upper 0.4808 ---+---------+---------+---------+--(--*--) ---+---------+---------+---------+-0.35 0.70 1.05 1.40

Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Viskosit All Pairwise Comparisons among Levels of Starter Starter = B1 subtracted from: Starter Lower B2 0.001641 Center 0.07222 Upper 0.1428 ----------+---------+---------+-----(-----------------*-----------------) ----------+---------+---------+-----0.040 0.080 0.120

Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Viskositas

76

All Pairwise Comparisons among Levels of Susu ski*Starter Susu skim = A1 Starter = B1 subtracted from: Susu skim*Starter Lower A1 B2 -0.02179 A2 B1 0.82821 A2 B2 0.79488 A3 B1 1.14488 A3 B2 1.22821 Center 0.1667 1.0167 0.9833 1.3333 1.4167 Upper 0.3551 1.2051 1.1718 1.5218 1.6051

Susu skim*Starter -----+---------+---------+---------+A1 B2 (--*---) A2 B1 (--*---) A2 B2 (---*--) A3 B1 (---*--) A3 B2 (--*---) -----+---------+---------+---------+0.00 0.50 1.00 1.50 Susu skim = A1 Starter = B2 subtracted from: Susu skim*Starter A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower 0.6615 0.6282 0.9782 1.0615 Center 0.8500 0.8167 1.1667 1.2500 Upper 1.038 1.005 1.355 1.438

Susu skim*Starter -----+---------+---------+---------+A2 B1 (---*---) A2 B2 (--*---) A3 B1 (--*---) A3 B2 (---*---) -----+---------+---------+---------+0.00 0.50 1.00 1.50 Susu skim = A2 Starter = B1 subtracted from: Susu skim*Starter A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower -0.2218 0.1282 0.2115 Center -0.03333 0.31667 0.40000 Upper 0.1551 0.5051 0.5885

Susu skim*Starter -----+---------+---------+---------+A2 B2 (--*---) A3 B1 (--*---) A3 B2 (---*---) -----+---------+---------+---------+0.00 0.50 1.00 1.50 Susu skim = A2 Starter = B2 subtracted from: Susu skim*Starter A3 B1 A3 B2 Lower 0.1615 0.2449 Center 0.3500 0.4333 Upper 0.5385 0.6218

77

Susu skim*Starter -----+---------+---------+---------+A3 B1 (---*---) A3 B2 (---*--) -----+---------+---------+---------+0.00 0.50 1.00 1.50 Susu skim = A3 Starter = B1 subtracted from: Susu skim*Starter A3 B2 Lower -0.1051 Center 0.08333 Upper 0.2718

Susu skim*Starter -----+---------+---------+---------+A3 B2 (---*--) -----+---------+---------+---------+0.00 0.50 1.00 1.50

78

Lampiran 8. Hasil Analisis Varians dan Uji Beda Tukey Pengaruh Penambahan Susu Skim (A) dan Kultur Starter (B) terhadap Tingkat Kesukaan Panelis untuk Rasa dari Miyogurt. General Linear Model: Rasa versus Susu skim, Starter
Factor Susu skim Starter Type Levels Values fixed 3 A1 A2 A3 fixed 2 B1 B2

Analysis of Variance for Rasa, using Adjusted SS for Tests Source Susu ski Starter Susu ski*Starter Error Total DF 2 1 2 12 17 Seq SS 5.8808 0.0356 0.0303 0.0283 5.9750 Adj SS 5.8808 0.0356 0.0303 0.0283 Adj MS F 2.9404 1245.35 0.0356 15.06 0.0151 6.41 0.0024 P 0.000 0.002 0.013

Unusual Observations for Rasa Obs 12 Rasa 3.70000 Fit 3.61667 SE Fit 0.02805 Residual 0.08333 St Resid 2.10R

R denotes an observation with a large standardized residual. Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Rasa All Pairwise Comparisons among Levels of Susu skim Susu ski = A1 subtracted from: Susu ski Lower A2 -0.083 A3 -1.291 Center -0.008 -1.217 Upper 0.066 -1.142 ---+---------+---------+---------+-(-*-) (-*) ---+---------+---------+---------+--1.20 -0.80 -0.40 -0.00

Susu skim = A2 subtracted from: Susu skim Lower A3 -1.283 Center -1.208 Upper -1.134 ---+---------+---------+---------+-(-*-) ---+---------+---------+---------+--1.20 -0.80 -0.40 -0.00

Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Rasa All Pairwise Comparisons among Levels of Starter Starter = B1 subtracted from: Starter Lower B2 -0.1388 Center -0.08889 Upper -0.03898 -----+---------+---------+---------+(------------*-----------) -----+---------+---------+---------+-0.120 -0.080 -0.040 0.000

79

Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Rasa All Pairwise Comparisons among Levels of Susu skim*Starter Susu skim = A1 Starter = B1 subtracted from: Susu skim*Starter Lower Center A1 B2 -0.117 0.017 A2 B1 -0.083 0.050 A2 B2 -0.183 -0.050 A3 B1 -1.250 -1.117 A3 B2 -1.433 -1.300

Upper 0.150 0.183 0.083 -0.983 -1.167

Susu skim*Starter ----------+---------+---------+-----A1 B2 (-*--) A2 B1 (--*--) A2 B2 (--*--) A3 B1 (--*-) A3 B2 (--*--) ----------+---------+---------+------1.00 -0.50 0.00 Susu skim = A1 Starter = B2 subtracted from: Susu skim*Starter A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower -0.100 -0.200 -1.267 -1.450 Center 0.033 -0.067 -1.133 -1.317 Upper 0.167 0.067 -1.000 -1.183

Susu skim*Starter ----------+---------+---------+-----A2 B1 (--*-) A2 B2 (--*-) A3 B1 (-*--) A3 B2 (--*-) ----------+---------+---------+------1.00 -0.50 0.00 Susu skim = A2 Starter = B1 subtracted from: Susu skm*Starter A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower -0.233 -1.300 -1.483 Center -0.100 -1.167 -1.350 Upper 0.033 -1.033 -1.217

Susu skim*Starter ----------+---------+---------+-----A2 B2 (--*--) A3 B1 (--*-) A3 B2 (--*--) ----------+---------+---------+------1.00 -0.50 0.00 Susu skim = A2 Starter = B2 subtracted from: Susu skim*Starter A3 B1 A3 B2 Lower -1.200 -1.383 Center -1.067 -1.250 Upper -0.933 -1.117

80

Susu skim*Starter ----------+---------+---------+-----A3 B1 (--*-) A3 B2 (--*--) ----------+---------+---------+------1.00 -0.50 0.00 Susu skim = A3 Starter = B1 subtracted from: Susu skim*Starter A3 B2 Lower -0.3166 Center -0.1833 Upper -0.05008

Susu skim*Starter ----------+---------+---------+-----A3 B2 (-*--) ----------+---------+---------+------1.00 -0.50 0.00

81

Lampiran 9. Hasil Analisis Varians dan Uji Beda Tukey Pengaruh Penambahan Susu Skim (A) dan Kultur Starter (B) terhadap Tingkat Kesukaan Panelis untuk Aroma dari Miyogurt. General Linear Model: Aroma versus Susu skim, Starter
Factor Type Levels Values Susu skim fixed 3 A1 A2 A3 Starter fixed 2 B1 B2 Analysis of Variance for Aroma, using Adjusted SS for Tests Source Susu skmi Starter Susu skim*Starter Error Total DF 2 1 2 12 17 Seq SS 0.02528 1.53125 0.05083 0.06000 1.66736 Adj SS 0.02528 1.53125 0.05083 0.06000 Adj MS 0.01264 1.53125 0.02542 0.00500 F 2.53 306.25 5.08 P 0.121 0.000 0.025

Unusual Observations for Aroma Obs 6 Aroma 3.60000 Fit 3.71667 SE Fit 0.04082 Residual -0.11667 St Resid -2.02R

R denotes an observation with a large standardized residual. Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Aroma All Pairwise Comparisons among Levels of Susu skim Susu skim = A1 subtracted from: Susu skim Lower A2 -0.1588 A3 -0.2005 Center -0.05000 -0.09167 Upper ------+---------+---------+--------+ 0.05883 (-------------*------------) 0.01716 (-------------*------------) ------+---------+---------+--------+ -0.160 -0.080 0.000 0.080

Susu ski = A2 subtracted from: Susu skim Lower Center Upper ------+---------+---------+--------+ A3 -0.1505 -0.04167 0.06716 (-------------*------------) ------+---------+---------+--------+ -0.160 -0.080 0.000 0.080 Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Aroma All Pairwise Comparisons among Levels of Starter Starter = B1 subtracted from: Starter Lower B2 0.5107 Center 0.5833 Upper 0.6560 ---+---------+---------+---------+--(-----------------*----------------) ---+---------+---------+---------+--0.520 0.560 0.600 0.640

Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Aroma All Pairwise Comparisons among Levels of Susu skim*Starter Susu skim = A1 Starter = B1 subtracted from:

82

Susu skim*Starter A1 B2 A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2

Lower 0.5394 -0.1273 0.3727 -0.1773 0.3394

Center 0.73333 0.06667 0.56667 0.01667 0.53333

Upper 0.9273 0.2606 0.7606 0.2106 0.7273

Susu skim*Starter ---------+---------+---------+------A1 B2 (---*---) A2 B1 (---*---) A2 B2 (---*---) A3 B1 (---*---) A3 B2 (---*---) ---------+---------+---------+-------0.50 0.00 0.50 Susu skim = A1 Starter = B2 subtracted from: Susu skim*Starter A2 B1 A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower -0.8606 -0.3606 -0.9106 -0.3939 Center -0.6667 -0.1667 -0.7167 -0.2000 Upper -0.4727 0.0273 -0.5227 -0.0061

Susu skim*Starter ---------+---------+---------+------A2 B1 (---*---) A2 B2 (---*---) A3 B1 (---*---) A3 B2 (---*---) ---------+---------+---------+-------0.50 0.00 0.50 Susu skim = A2 Starter = B1 subtracted from: Susu skim*Starter A2 B2 A3 B1 A3 B2 Lower 0.3061 -0.2439 0.2727 Center 0.50000 -0.05000 0.46667 Upper 0.6939 0.1439 0.6606

Susu skim*Starter ---------+---------+---------+------A2 B2 (---*---) A3 B1 (---*---) A3 B2 (---*---) ---------+---------+---------+-------0.50 0.00 0.50 Susu skim = A2 Starter = B2 subtracted from: Susu skim*Starter A3 B1 A3 B2 Lower -0.7439 -0.2273 Center -0.5500 -0.0333 Upper -0.3561 0.1606

Susu skim*Starter ---------+---------+---------+------A3 B1 (---*---) A3 B2 (---*---) ---------+---------+---------+-------0.50 0.00 0.50

83

Susu skim = A3 Starter = B1 subtracted from: Susu skim*Starter A3 B2 Lower 0.3227 Center 0.5167 Upper 0.7106

Susu skim*Starter ---------+---------+---------+------A3 B2 (---*---) ---------+---------+---------+-------0.50 0.00 0.50

84

Lampiran 10. Hasil Analisis Regresi Hubungan Antara Susu Skim dengan Total Asam Laktat, pH, Total Padatan, Kadar Protein, Kadar Lemak, dan Viskositas Miyogurt Menggunakan Starter PY dan KCK

Total Asam Laktat


The regression equation is Asam Laktat = -0.0000000 + 0.224667 Susu Skim (%)- 0.0082667 Susu Skim (%**2 S = 0.0307318 R-Sq = 75.5 % R-Sq(adj) = 67.4 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source Linear Quadratic DF 1 1 DF 2 6 8 SS 0.0174889 0.0056667 0.0231556 MS 0.0087444 0.0009444 F 9.25882 P 0.015

Seq SS 0.0121500 0.0053389

F 7.72792 5.65294

P 0.027 0.055

The regression equation is A. laktat1(% = 1.19 + 0.064 Susu skim(%) - 0.0010667 Susu skim(%)**2 S = 0.0453382 R-Sq = 80.9 % R-Sq(adj) = 74.6 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source Linear Quadratic DF 1 1 DF 2 6 8 SS 0.0523556 0.0123333 0.0646889 MS 0.0261778 0.0020556 F 12.7351 P 0.007

Seq SS 0.0522667 0.0000889

F 29.4526 0.0432

P 0.001 0.842

The regression equation is pH = 4.18 - 0.034 Susu skim(%) + 0.0013333 Susu skim(%)**2 S = 0.0377124 R-Sq = 1.8 % R-Sq(adj) = 0.0 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total DF 2 6 8 SS 0.0001556 0.0085333 0.0086889 MS 0.0000778 0.0014222 F 5.47E-02 P 0.947

85

Source Linear Quadratic

DF 1 1

Seq SS 0.0000167 0.0001389

F 0.0134529 0.0976563

P 0.911 0.765

PH

The regression equation is pH1 = 3.78667 - 0.0146667 Susu skim(%) + 0.0010667 Susu skim(%)**2 S = 0.0256038 R-Sq = 58.3 % R-Sq(adj) = 44.3 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source Linear Quadratic DF 1 1 DF 2 6 8 SS 0.0054889 0.0039333 0.0094222 MS 0.0027444 0.0006556 F 4.18644 P 0.073

Seq SS 0.0054000 0.0000889

F 9.39779 0.13559

P 0.018 0.725

Total Padatan
The regression equation is T.pdtan(%) = 1.80333 + 1.99067 Susu skim(%) - 0.0554667 Susu skim(%)**2 S = 0.338707 R-Sq = 95.3 % R-Sq(adj) = 93.7 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source Linear Quadratic DF 1 1 DF 2 6 8 SS 13.9210 0.6883 14.6093 MS 6.96048 0.11472 F 60.6724 P 0.000

Seq SS 13.6806 0.2404

F 103.118 2.095

P 0.000 0.198

The regression equation is T.pdtan1(%) = -1.38 + 2.59067 Susu skim(%) - 0.0709333 Susu skim(%)**2 S = 0.415385 R-Sq = 96.1 % R-Sq(adj) = 94.8 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source DF DF 2 6 8 SS 25.4444 1.0353 26.4796 MS 12.7222 0.1725 F 73.7328 P 0.000

Seq SS

86

Linear Quadratic

1 1

25.0513 0.3931

122.770 2.278

0.000 0.182

Protein
The regression equation is Protein (%) = -6.92 + 1.56867 Susu skim(%) - 0.0530667 Susu skim(%)**2 S = 0.0686375 R-Sq = 98.8 % R-Sq(adj) = 98.5 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source Linear Quadratic DF 1 1 DF 2 6 8 SS 2.41616 0.02827 2.44442 MS 1.20808 0.00471 F 256.432 P 0.000

Seq SS 2.19615 0.22001

F 61.9201 46.6993

P 0.000 0.000

The regression equation is Protein1(%) = -8.52 + 1.80467 Susu skim(%) - 0.0616 Susu skim(%)**2 S = 0.0669992 R-Sq = 99.1 % R-Sq(adj) = 98.8 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source Linear Quadratic DF 1 1 DF 2 6 8 SS 2.92327 0.02693 2.95020 MS 1.46163 0.00449 F 325.611 P 0.000

Seq SS 2.62682 0.29645

F 56.8604 66.0408

P 0.000 0.000

Lemak
The regression equation is Lemak (%) = 1.35333 + 0.0026667 Susu skim(%) - 0.0000000 Susu skim(%)**2 S = 0.0124722 R-Sq = 22.2 % R-Sq(adj) = 0.0 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total DF 2 6 8 SS 0.0002667 0.0009333 0.0012000 MS 0.0001333 0.0001556 F 0.857143 P 0.471

87

Source Linear Quadratic

DF 1 1

Seq SS 0.0002667 0.0000000

F 2 0

P 0.200 1.000

The regression equation is Lemak1(%) = -0.493333 + 0.242667 Susu skim(%) - 0.0096 Susu skim(%)**2 S = 0.0286744 R-Sq = 60.2 % R-Sq(adj) = 47.0 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source Linear Quadratic DF 1 1 DF 2 6 8 SS 0.0074667 0.0049333 0.0124000 MS 0.0037333 0.0008222 F 4.54054 P 0.063

Seq SS 0.0002667 0.0072000

F 0.15385 8.75676

P 0.707 0.025

Viskositas
The regression equation is Visk. (poise = -4.21667 + 1.21667 Susu skim(%) - 0.0253333 Susu skim(%)**2 S = 0.1 R-Sq = 99.5 % R-Sq(adj) = 99.4 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source Linear Quadratic DF 1 1 DF 2 6 8 SS 12.8106 0.0600 12.8706 MS 6.40528 0.01000 F 640.528 P 0.000

Seq SS 12.7604 0.0501

F 811.003 5.014

P 0.000 0.066

The regression equation is Visk.(poise) = -4.21667 + 1.21667 Susu skim(%) - 0.0253333 Susu skim(%)**2 S = 0.1 R-Sq = 99.5 % R-Sq(adj) = 99.4 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source Linear DF 1 DF 2 6 8 SS 12.8106 0.0600 12.8706 MS 6.40528 0.01000 F 640.528 P 0.000

Seq SS 12.7604

F 811.003

P 0.000

88

Quadratic

0.0501

5.014

0.066

The regression equation is Visk.1(poise = 15.7667 - 1.79 Susu skim(%) + 0.092 Susu skim(%)**2 S = 0.1 R-Sq = 99.4 % R-Sq(adj) = 99.2 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total Source DF Linear Quadratic DF 2 6 8 Seq SS 1 9.75375 1 0.66125 SS 10.415 0.060 10.475 MS 5.2075 0.0100 F 520.75 P 0.000

F P 94.6638 0.000 66.1250 0.000

89

Lampiran 11. Tabel Standar Mutu Yogurt Kriteria Uji Keadaan : Penampakan Bau Rasa Konsistensi Lemak Bahan kering tanpa lemak Protein Abu Jumlah asam (dihitung sebagai asam laktat) Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Ca) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran mikroba Bakteri coliform E-coli Sumber : SNI 01-2981-1992 Satuan Persyaratan Cairan kental sampai semi padat Normal/khas Asam/khas Homogen Maksimum 3,8% (b/b) Minimum 8,2% (b/b) Minimum 3,5% (b/b) Maksimum 3,8% (b/b) % Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg APM/g APM/g 0,52 2,0 Maksimum 0,3 Maksimum 20,0 Maksimum 40,0 Maksimum 40,0 Maksimum 0,03 Maksimum 0,1 Maksimum 10 <3

90

You might also like