You are on page 1of 32

askep hernia

MAKALAH ASKEP HERNIA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem pencernaan II BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencernaan adalah sebuah proses metabolisme dimana suatu makhluk hidup memproses sebuah zat dalam rangka untuk mengubah secara kimia atau mekanik sesuatu zat menjadi nutrisi. Namun, jika proses ini terjadi perubahan maka akan terjadi gangguan pencernaan termasuk hernia. Hernia terlihat sebagai suatu tonjolan yang hilang timbul lateral terhadap tuberkulum pubikum, tonjolan timbul apabila pasien menangis, mengejan, atau berdiri dan biasanya menghilang secara spontan bila pasien dalam keadaan istirahat atau terlentang. Insiden hernia pada populasi umum adalah 1%, dan pada bayi prematur 5%.Laki-laki paling sering terkena (85% kasus).Setengah dari kasus-kasus hernia inguinalis selama kanak-kanak terjadi pada bayi di bawah 6 bulan.Hernia pada sisi kanan lebih sering daripada sisi kiri (2: 1).25% pasien menderita hernia bilateral.Sedangkan insiden tertinggi adalah pada masa bayi 9 lebih dari 50%), selebihnya terdapat pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Oleh karena itu perlu kiranya mengetahui bagaimana penyakit tersebut sehingga dapat diputuskan tindakan secara tepat, apalagi insiden yang terjadi pada anak-anak, maka sangat diperlukan suatu tindakan secara dini dan tepat. Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih detail lagi mengenai hernia meliputi etiologi, tanda dan gejala , pathofisiologi,

manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik, komplikasi serta bagaimana memberikan asuhan keperawatan yang baik pada pasien dengan gangguan hernia. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas , maka penulisan mengambil rumusan masalah sebagai berikut : 1.2.1. Bagaimana Anatomi dari Hernia ? 1.2.2. Apa definisi Hernia ? 1.2.3. Apa etiologi hernia ? 1.2.4. Apa klasifikasi hernia ? 1.2.5. Bagaimana manifestasi klinis hernia ? 1.2.6. Apa tanda dan gejala hernia ? 1.2.7. Bagaimana patofisiologi dan pathway hernia ? 1.2.8. Bagaimana penatalaksanaan hernia ? 1.2.9. Bagaimana pemeriksaan penunjang hernia ? 1.2.10. Apa komplikasi dari hernia ? 1.2.11. Bagaimana pencegahan hernia ? 1.2.12. Bagaimana proses keperawatan pada pasien dengan gangguan hernia ? 1.3. Tujuan Penulisan 1.3.1. Untuk mengetahui anatomihernia 1.3.2. Untuk mengetahui definisi hernia 1.3.3. Untuk mengetahui etiologi hernia 1.3.4. Untuk mengetahui klasifikasi hernia 1.3.5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis hernia 1.3.6. Untuk mengetahui tanda dan gejala hernia 1.3.7. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway hernia 1.3.8. Untuk mengetahui penatalaksanaan hernia 1.3.9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hernia. 1.3.10. Untuk mengetahui komplikasi dari hernia 1.3.11. Untuk mengetahui pencegahan hernia

1.3.12. Untuk mengetahui proses keperawatan pada pasien dengan gangguan hernia. 1.4. Metode Penulisan Makalah ini disusun dengan melakukan studi pustaka dari berbagai referensi melalui buku referensi dan internet. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari makalah ini adalah Bab 1 Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab 2 Pembahasan, dan Bab 3 Penutup. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Anatomi Hernia Terdiri dari kantong, isi dan cincin hernia 2.2. Definisi Hernia Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made Kusala, 2009). Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia adalah prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Sedangkan menurut Tambayong (2000), Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih)

memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hernia inguinalis adalah suatu keadaan keluarnya jaringan atau organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu lubang atau celah keluar di bawah kulit atau menuju rongga lainnya (kanalis inguinalis). 2.3. Etiologi Menurut Giri Made Kusala (2009), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya hernia adalah : a. Umur Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun wanita. Pada Anak anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga perut (Giri Made Kusala, 2009). b. Jenis Kelamin Hernia yang sering diderita oleh laki laki biasanya adalah jenis hernia Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi. Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi buruh yang sebagian besar pekerjaannya mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut (Giri Made Kusala, 2009). c. Penyakit penyerta

Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah ke dalam kanalis inguinalis. d. Keturunan Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia. e. Obesitas Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh, termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah. f. Kehamilan Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia. g. Pekerjaan Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah. h. Kelahiran prematur Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna, sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui kanalis

inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Giri Made Kusala, 2009).

2.4. Klasifikasi Hernia 2.4.1. Berdasarkan Terjadinya a). Hernia Bawaan atau Kongenital Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita (Erfandi, 2009). b). Hernia dapatan atau akuisita (acquisitus = didapat) Hernia kongenital / bawaan ditemukan pada bayi sedangkan hernia akuisita / didapat, terutama akibat kelemahan otot dinding perut ditemukan pada orang dewasa. Proses terjadinya hernia eksternal pada bayi umumnya disebabkan penyakit

kongenital, yakni penyakit yang muncul ketika bayi dalam kandungan dan umumnya tidak diketahui penyebabnya (Erfandi, 2009).

2.4.2. Berdasarkan sifatnya a). Hernia reponibel/reducible Yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus (Erfandi, 2009). b). Hernia ireponibel Yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonium kantong hernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus = perlekatan karena fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus (Erfandi, 2009). c). Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio = terperangkap, carcer = penjara) Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Herniainkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia strangulata.Hernia strangulata mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di dalamnya karena tidak mendapat darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit. Hernia jenis ini merupakan keadaan gawat darurat karenanya perlu mendapat pertolongan segera (Erfandi, 2009). 2.4.3. Berdasarkan Letaknya a). Hernia Femoralis

Hernia femoralis keluar melalui lakuna vasorum kaudal dari ligamentum inguinale. Keadaan anatomi ini sering mengakibatkan inkarserasi hernia femoralis. Hernia femoralis umumnya dijumpai pada perempuan tua, kejadian pada perempuan kira-kira 4 kali lelaki. Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama pada waktu melakukan aktivitas yang menaikkan tekanan intra abdomen seperti mengangkat barang atau batuk. Benjolan ini hilang pada waktu berbaring. Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Selanjutnya, isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan vena femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha (Syamsuhidayat, 2004). Menurut Erfandi (2009), Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita daripada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkarserata dan strangulasi dengan tipe hernia ini. b). Hernia Umbilikalis Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang hanya tertutup peritoneum dan kulit. Hernia ini terdapat kira-kira 20% bayi dan angka ini lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Tidak ada perbedaan angka kejadian antara bayi laki-laki dan perempuan. Hernia umbilikalis merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin umbilikus akibat peninggian tekanan intraabdomen, biasanya ketika bayi menangis. Hernia umumnya tidak menimbulkan nyeri dan sangat jarang terjadi inkarserasi (Syamsuhidayat, 2004). Menurut Erfandi (2009), Hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan

tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara. Tipe hernia ini terjadi pada sisi insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara tidak adekuat karena masalah pascaoperasi seperti infeksi, nutrisi tidak adekuat, atau kegemukan. c). Hernia sikatriks atau hernia insisional Hernia ini terjadi pada bekas luka laparotomi. Sayatan pada nervus mengakibatkan anestesi kulit dan paralisis otot pada segmen yang dilayani oleh saraf yang bersangkutan (Syamsuhidayat, 2004). d). Hernia Inguinalis Hernia Inguinalis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah lubang sebagai bagian yang lemah pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah saluran berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis (buah zakar) dari perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum bayi dilahirkan. Hernia inguinalis dapat bersifat bawaan (kongenital) dan didapat (akuisita). Pasien laki-laki lebih banyak daripada pasien wanita. Pada pria, hernia bisa terjadi di selangkangan, yaitu pada titik dimana korda spermatika keluar dari perut dan masuk ke dalam skrotum (Asep Subarkah, 2008). Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia inguinalis dapat dibagi menjadi : 1. Hernia inguinalis indirek Disebut juga hernia inguinal lateralis, karena keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus.Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada di dalam muskulus kremaster, terletak anteromedial

terhadap vas deferens dan struktur lain dalam tali sperma (Syamsuhidayat, 2004). Menurut Erfandi (2009), Hernia ini terjadi melalui cincin inguinalis dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumnya terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur. Bila menangis, mengejan atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali. 2. Hernia inguinalis direk Disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke depan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentuminguinale di bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus di bagian medial. Dasar segitiga Hasselbach dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat aponeurosis muskulus transversus abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga potensial untuk menjadi lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan ke skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar (Syamsuhidayat, 2004). Menurut Erfandi (2009), Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun anulus inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke skrotum, maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari masa hernia. Pada pasien

terlihat adanya massa bundar pada anulus inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang sekali menjadi ireponibilis 2.5. Manifestasi Klinis Menurut Arief Mansjoer (2004), manifestasi klinis dari hernia adalah sebagai berikut : a. Adanya benjolan (biasanya asimptomatik) Keluhan yang timbul berupa adanya benjolan di daerah inguinal dan atau skrotal yang hilang timbul. Timbul bila terjadi peningkatan tekanan intra peritoneal misalnya mengedan, batuk-batuk, tertawa, atau menangis. Bila pasien tenang, benjolan akan hilang secara spontan. b. Nyeri Keluhan nyeri pada hernia ini jarang dijumpai, kalaupun ada dirasakan di daerah epigastrium atau para umbilikal berupa nyeri viseral akibat regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantung hernia (Jennifer, 2007). Bila usus tidak dapat kembali karena jepitan oleh anulus inguinalis, terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen usus yang terjepit. Keadaan ini disebut hernia strangulata. Secara klinis keluhan pasien adalah rasa sakit yang terus menerus. c. Gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah Tanda klinik pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada Inspeksi : saat pasien mengedan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan diregio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Palpasi: kantong hernia yang kosong dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya

tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ maka tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum ( seperti karet ), atau ovarium.Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak kecil, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui annulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Apabila hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau hernia menyentuh ujung jari, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau samping jari menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis. Isi hernia pada bayi wanita yang teraba seperti sebuah massa yang padat biasanya terdiri dari ovarium. d. Gambaran klinik hernia Jenis Reponibel Nyeri Obstruksi Reponibel/bebas Ireponibel/akreta Inkarserata Strangulata + - + ++ + + + ++ -

Sakit Toksik

++

2.6. Tanda dan Gejala Umumnya penderita mengeluhkan turun berok, burut atau kelingsir atau menyatakan adanya benjolan di selakanganya/kemaluan, benjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi.

2.7. Patofisiologi dan pathway 2.7.1. Patofisiologi Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau sebab yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada laki-laki ketimbang pada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium

ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital (Erfandi, 2009). Pada orang tua kanalis inguinalis telah menutup. Namun karena merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan Nervus Ilioinguinalis dan Nervus Iliofemoralis setelah apendiktomi (Erfandi, 2009). Pada hernia akan terjadi prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. Hernia inkarserata terjadi bila usus yang prolaps itu menyebabkan konstriksi suplai darah ke kantong skrotum, kemudian akan mengalami nyeri dan gelala-gejala obstruksi usus (perut kembung, nyeri kolik abdomen, tidak ada flatus, tidak ada feces, muntah) (Erfandi, 2009). Isi hernia dapat kembali ke rongga peritoneum disebut hernia inguinal reponibilis, bila tidak dapat kembali disebut hernia inguinal ireponibilis (Arief Mansjoer, 2004). Pada hernia reponibilis, keluhan yang timbul hanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri

pada hernia ini jarang dijumpai, kalaupun ada dirasakan di daerah epigastrium atau para umbilikal berupa nyeri viseral akibat regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantung hernia (Jennifer, 2007). Bila usus tidak dapat kembali karena jepitan oleh anulus inguinalis, terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen usus yang terjepit. Keadaan ini disebut hernia strangulata. Secara klinis keluhan pasien adalah rasa sakit yang terus menerus. Terjadi gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah. Hernia strangulata lebih sering terjadi bila hernia di sebelah kanan (Arief Mansjoer, 2004). Pembuluh darah yang terjepit juga akan mengakibatkan penimbunan racun yang akan berakibat terjadinya infeksi dalam tubuh. Infeksi ini akan menjadi sumber infeksi ke seluruh dinding usus yang akan berakibat buruk yaitu kematian (Jennifer, 2007)

2.7.2. Pathway hernia

2.8. Penatalaksanaan hernia 1. Konservatif a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong. b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan setelah 5 menit di evaluasi kembali. c. Celana penyangga d. Istirahat baring e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit. f. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama BAB,

hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala. 2. Pembedahan (Operatif) : a. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang. b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong. c. Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal. 2.9. Pemeriksaan penunjang Biasanya tidak diperlukan pemeriksaan tambahan untuk menegakkan diagnosis hernia. Namun pemeriksaan seperti ultrasonografi (USG), CT Scan, maupun MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat dikerjakan guna melihat lebih lanjut keterlibatan organ-organ yang terperangkap dalam kantung hernia tersebut. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk kepentingan operasi. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih (Leukosit : >10.000 18.000/mm3) dan ketidak seimbangan elektrolit. 2.10. Komplikasi 1. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis). Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus. 2. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin

banyak usus yang masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan penyaluran isi usus.Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis incarcerata. 3. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis strangulata. 4. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis. 5. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan obstipasi. 6. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki, 7. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah, 8. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi. 9. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses. 2.11. Pencegahan Menurut Jennifer (2007), pencegahan hernia adalah : a) Usahakan untuk mempertahankan berat tubuh yang sehat Hal ini dapat membantu mengurangi tekanan pada otot di bagian perut. b) Konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi Seperti : Buah-buahan, sayuran, dan makanan yang terbuat dari gandum sangat disarankan untuk dikonsumsi. Makanan tersebut mengandung banyak serat yang membantu mencegah konstipasi dan mengurangi tekanan di bagian perut. c) Hindari mengangkat barang yang terlalu berat Jika harus mengangkat barang berat, lakukan dengan cara yang benar. Postur tubuh yang tepat saat mengangkat barang berat, yakni tekuk lutut Anda dan hindari membungkuk untuk mengurangi tekanan. d) Hindari tekanan Intra abdomen

Seperti batuk kronis dan mengejan yang dapat mencetuskan hernia.

2.12. Proses keperawatan pada pasien gangguan Hernia 2.12.1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian meliputi : 1. Identitas ( Nama, Usia, Alamat, Agama, Pekerjaan, Pendidikan Dll). 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Pasien mengatakan nyeri di daerah selangkangan atau kemaluan b. Riwayat penyakit sekarang Pasien mengatakan ada benjolan di daerah selangkangan, sering kembung dan muntah , tidak nafsu makan apabila BAB atau mengejan timbul benjolan c. Riwayat penyakit dahulu Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit hernia 2 tahun yang lalu .apabila digunakan untuk mengangkat benda berat sering sakit di selangkangannya. d. Riwayat penyakit keluarga Pasien mengatakan bahwa dahulu bapaknya pernah menderita hernia. 3. Pengkajian fisik ROS a. Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai kesakitan, konjungtiva anemis.

b. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor. c. Sistem kardiovaskuler : TD 110/70mmHg , tidak ada oedema, tidak ada pembesaran jantung, tidak ada bunyi jantung tambahan. d. Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pada skortum.tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar , adanya disuria. e. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena adanya benjolan diselangkangan . f. Abdomen : Inspeksi : abdomen keras Auskultasi : Bising usus (+) pada benjolan Palpasi : ada benjolan Perkusi : hypertimpani 4. Pengkajian fungsional Gordon a) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat. b) Pola nutrisi dan metabolik Makan : Tidak nafsu makan, porsi makan tidak habis disebabkan Mual muntah . Minum : minum air putih tidak banyak sekitar 400-500cc c) Pola eliminasi BAK : adanya retensi urin / inkonteninsia urine BAB : adanya konstipasi d) Pola aktivitas dan latihan Pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena ada salah satu ekstermitas yang mengalami gangguan untuk berjalan.

e) Pola istirahat tidur Pasien tidak bisa istirahat total seperti biasanya karena ada nyeri di selangkangan f) Pola persepsi sensori dan kognitif Pasien sudah mengerti tentang keadaanya dan merasa harus segera berobat g) Pola hubungan dengan orang lain Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik tetapi akibat ko ndisinya pasien malas untuk keluar dan memilih untuk istirahat. h) Pola reproduksi / seksual Pasien berjenis kelamin laki laki dan scortumnya mengalami pembesaran sehingga mengalami kesulitan dalam hubungan seksualitas i) Pola persepsi diri dan konsep diri Pasien ingin cepat sembuh dan tidak ingin mengalami penyakit seperti ini lagi j) Pola mekanisme koping Pasien apabila merasakan tidak nyaman selalu memegangi perutnya dan meringis kesakitan k) Pola nilai kepercayaan / keyakinan Pasien beragama islam dan yakin akan cepat sembuh menganggap ini merupakan cobaan dari Allah SWT. 2.12.2. Analisa data a. Pre op No Data Etiologi Masalah 1 Ds: Pasien mengatakan nyeri pada daerah selangkangan Do : P : Nyeri apabila melakukan aktivitas. Q : Nyeri seperti ditusuk R : Nyeri di daerah selangkangan (Iliaka )

S : skala 7-8 T : Nyeri dirasakan hilang timbul Terjepitnya hernia Gangguan rasa nyaman (nyeri) 2 Ds : Pasien mengatakan mual tidak nafsu makan Do : klien tampak lemah dan lemas A : BB turun B : Hb < 12 , C : Konjungtiva Anemis D : Diet Makan tinggi serat dan protein Anoreksia Nutrisi kurang dari kebutuhan 3

Ds : Pasien mengatakan sangat cemas ketika mengetahui akan dilakukan proses pembedahan Do : pasien nampak bingung RR : > 24x/mnt N : >80 x/mnt TD : >120/90 mmHg S : 37,5 0C Proses pembedahan Ansietas

b. Post op No Data Etiologi Masalah 1 Ds : Do : adanya insisi pembedahan Diskontuinitas jaringan sekunder dengan pembedahan Resiko infeksi 2 Ds : pasien mengatakan tidak bisa tidur Do : - Waktu tidur pasien 4 jam

- Pasien nampak mengantuk - Pucat dan lelah Nyeri akut sekunder dengan post op Gangguan pola tidur 2.12.3. Diagnosa a. Pre op 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terjepitnya hernia . 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia. 3. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan. b. Post op 1. Resiko infeksi berhubungan dengan diskontuinitas jaringan sekunder dengan pembedahan. 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut sekunder dengan post op. 2.12.4. Rencana keperawatan a. Pre op No No Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasional 1 1 setelah dilakukan proses keperawatan selama 1x 24 jam pasien tidak nyeri dengan KH: - TTV normal : (TD : :110/70 120/ 90 mmHg RR : 16- 20 x/mnt N : 60-100x/mnt S : 36,5- 37,50.C ) -pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang. - Pasien mampu mengendalikan nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi. - Skala nyeri 0-3 - Wajah pasien tidak meringis kesakitan. 1. Observasi TTV

2. Kaji nyeri secara komprehensif Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. 3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan. 4. Gunakan teknik komunikasi terapeutik. 5. Berikan lingkungan yang tenang.

6. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri. 7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi misalnya morfin , metadon dll. 1. Untuk mengetahui keadaan umum pasien. 2. Untuk mengetahui skala nyeri.

3. Untuk mengetahui seberapa nyeri yang dirasakan oleh pasien. 4. untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya. 5. Meringankan nyeri dan memberikan rasa nyaman. 6. Memberikan rasa nyaman pada saat nyeri.

7.

Untuk mempercepat hilangnya nyeri.

2 2 Setelah dilakukan proses keperawatan selama 5x24 jam nutrisi terpenuhi dengan KH : - Nafsu makan meningkat - Porsi makan habis - BB Naik 1. Pastikan pola diit biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai. 2. Awasi masukan dan pengeluaran dan berat badan secara

periodi. 3. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi kalori dan tinggi karbohidrat.

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien 1. Membantu dalam mengidentifikasi kebutuha nutrisi. 2. Berguna dalam mengukur keefektifan pemasukan nutrisi dan dukungan cairan. 3. Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster 4. Untuk memenuhi nutrisi dan gizi sesuai dengan kebutuhan pasien 3 3 Setelah dilakukan proses keperawatan selama 1x24 jam Kecemasan pasien berkurang dengan KH : - TTV normal : ( TD : 110/70 120/ 90 mmHg RR : 16- 20 x/mnt N : 60-100x/mnt S : 36,5- 37,50.C ) - Pasien mampu menggambarkan ansietas dan pola kopingnya. - Pasien mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan - Pasien memahami tujuan operasi, pelaksanaan operasi, pasca operasi, prognosisnya (bila dilakukan operasi). 1. Observasi TTV

2.

Kaji tingkat ansietas : ringan, sedang, berat, panik.

3.

Berikan kenyaman dan ketentraman hati.

4. Berikan penjelasan mengenai prosedur perawatan,perjalanan penyakit & progno-sisnya. 5. Berikan/tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien 6. Gali intervensi yang dapat menurunkan ansietas.

7. Berikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan / ketegangan. 1. Untuk mengetahui keadaan umum pasien. 2. Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan klien sehingga memu-dahkan penanganan/pemberian askep se-lanjutnya. 3. Agar klien tidak terlalu memikirkan penyakitnya. 4. Agar klien mengetahui/memahami bahwa ia benar sakit dan perlu dirawat. 5. Agar klien merasa aman dan terlindungi saat memerlukan bantuan. 6. Untuk mengetahui cara mana yang efektif untuk menurunkan/mengurangi ansietas 7. Agar klien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai dengan keinginan-nya dan tidak bertentangan dengan prog-ram perawatan.

b. Post op No NO Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasional 1 Setelah dilakukan proses keperawatan selama 2x24 jam

pasien tidak menunujukan adanya infeksi dengan KH : - TTV Normal ( TD : 110/70 120/ 90 mmHg RR : 16- 20 x/mnt N : 60-100x/mnt S : 36,50 - 37,50.C) - Tanda- tanda infeksi tidak ada (dolor , rubor, color, tumor dan fungsiolensa) - leukosit dalam batas normal 4.000- 11.000 - Luka bersih, tidak lembab dan kotor.

1.

Pantau tanda- tanda vital

2.

Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

3. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll 4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit. 5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. 1. Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuhberusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang masuk maka terjadi peningkatan tanda vital.

2. perawatan luka dengan teknik aseptic mencegah risiko infeksi. 3. untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

4. Penurunan Hb dan peningkatan jumlahleukosit dari normal membuktikan adanya tanda-tandainfeksi. 5. Antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme patogen. 2 Setelah dilakukan proses keperawatan selama 1x 24 jam pasien dapat tidur dengan nyenyak dengan KH : - Pasien mengungkapkan kemampuan untuk tidur. - pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur- kualitas dan kuantitas tidur normal yakni 8 jam sehari 1. Berikan untuk beristirahat / tidur sejenak. 2. 3. Anjurkan latihan pada siang hari. Turunkan aktivitas mental / fisik pada sore hari.

4. Evaluasi tingkat stress orientasi sesuai perkembangan hari demi hari. 5. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan masase punggung. 6. Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur. 7. : Kolaborasi untuk pemberihan obat sesuai dengan indikasi

a. Antidepresi, seperti amitriptilin (Elavil); deksepin (Senequan) dantrasolon (Desyrel).

b. Obat hipnotik. 1. Meminimalkan kekelahan yang mana dapat mempengaruhi waktu tidur. 2. Untuk memberikan waktu tidur yang cukup pada waktu malam hari 3. Penurunan mental dapat meningkatkan kecemasan dan dapat menghambat waktu tidur. 4. Penigkatan stress dapat melanggar pola tidur sehingga tidur tidak pulas 5. Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk. 6. Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi kekamar mandi/berkemih selama malam hari. 7. a. Mungkin efektif dalam menangani Pseudodimensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur b. hipnotik dosis rendah mungkin efektif dalam mengatasi insomnia atau sindrom sundowner.

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 3.1.1. Definisi Hernia Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin.

Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made Kusala, 2009). 3.1.2. Etiologi dari hernia : Menurut Giri Made Kusala (2009) : 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Penyakit penyerta 4. Keturunan 5. Obesitas 6. Kehamilan 7. Pekerjaan 8. Kelahiran prematur 3.1.3. Klasifikasi : a. Berdasarkan terjadinya : Hernia bawaan dan didapat b. Berdasarkan sifatnya : Hernia reponibel , ireponibel dan strangulata. c. Berdasarkan letaknya : Hernia femoralis, umbilikalis, sikatris dan inguinalis. 3.1.4. Manifestasi klinis. a. Adanya benjolan (biasanya asimptomatik) b. Nyeri c. Gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah 3.1.5. Tanda dan gejala a. Umumnya penderita mengeluhkan turun berok, burut atau kelingsir. b. adanya benjolan di selakanganya/kemaluan c. rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi

3.1.6. Asuhan keperawatan pada pasien hernia meliputi 1. Pengkajian a. Identitas pasien b. Riwayat kesehatan : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga. c. Pemeriksaan fisik d. Pemeriksaan penunjang 2. Diagnosa a. pre op b. post op 3. Rencana keperawatan a. Pre op b. Post op 3.2. Saran 3.2.1. Bagi Mahasiswa Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan benar 3.2.2. Bagi Pendidikan Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.

3.2.3. Bagi Kesehatan Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk mahasiswa keperawatan agar mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien hernia.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Sudarth, 2002. Keperawatan medikal bedah edisi 8,volume 2, Jakarta : EGC Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi III. 2000.MedicaAesculaplus FK UI. Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. 2001. EGC.
Diposkan oleh hanyfa di 18.10

You might also like