You are on page 1of 6

BioSMART ISSN: 1411-321X

Volume 4, Nomor 2 Oktober 2002


Halaman: 60-65

Dampak Senyawa pirit (FeS2) terhadap pH dan Potensial Redoks Perairan


Tambak Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) serta Kemungkinan Mitigasinya
Secara Hayati
The impact of pyrite (FeS2) on pH and redox potential in shrimp Penaeus monodon Fab. ponds
and the possibility for the biological mitigation

PRABANG SETYONO1, SHALIHUDIN DJALAL TANDJUNG2


1
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126
2
Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281

Diterima: 9 Juli 2001. Disetujui: 31 Januari 2002

ABSTRACT

The main purpose of this study was to find out the cause of decreasing product of pyrite (FeS2), which brings about the degradation of
pH and redox potential, the factor that influenced the existence of pyrite (FeS2) and the possibility for the biological mitigation. Besides
the quality of water, pH, salinity, DO, temperature and redox potential were also observed. The method used to prove the nature of toxic
pyrite was to pick up sediment sample based on four phase of shrimp ponds seed sowing phase, harvest time phase, first drying up phase
and second drying up phase in 5 replications. In each phase the granule cockle (Peryglipta purpurea), the green mussels (Perna viridis)
and the blood cockle (Anadara granosa) were planted. The pyrite of the sediment taken was analyzed and the granule cockle, the green
mussels and the blood cockle were analyzed as well, but in this case the quality of Fe was analyzed before and after the treatment. The
collected data were statistically analyzed by using ANOVA, t-test and regression analysis. The result showed that the content of pyrite
varies in each phase. The pyrite influenced the water quality indirectly until the condition of the water was contaminated by toxic. The
highest accumulation of pyrite was in harvest time phase, while the lowest accumulation of pyrite was in the drying up phase as
indicated by the increase of pH and redox potential because white washing process with concentration between 20–40 gr/m2, oxidation
process and aerobe microbe activities. The granule cockle, the green mussels and the blood cockle in the way of absorbing the Fe
conducted the mitigation of pyrite. The kind of biological control, which absorbs the Fe efficiently, was the blood cockle with density of
6 orgs/m2.

Key words: pyrite (FeS2), mitigation, Peryglipta purpurea, Perna viridis, Anadara granosa.

PENDAHULUAN H2S pada kondisi anaerob di sedimen akan menghasilkan


pirit yang diperkirakan menurunkan pH dan potensial
Udang windu (Penaeus monodon Fabricius) adalah redoks sehingga dapat bersifat toksik.
salah satu jenis udang penaeid yang dibudidayakan, karena Klasifikasi udang windu menurut Storer dan Usinger
mempunyai nilai ekonomi tinggi. Akhir-akhir ini (1967); Naamin (1975) serta Marto-Sudarmo dan Ranoe-
pengusahaan tambak udang windu tidak efisien dan efektif, miharjo (1979, dalam Poernomo, 1987) adalah sebagai
terbukti keberlangsungan budidaya tambak relatif pendek berikut:
yaitu kurang lebih empat tahun, setelah itu tambak Phylum : Arthropoda
dianggap tidak produktif dan sampai saat ini belum Classis : Crustacea
diketahui penyebabnya. Penelitian tentang kualitas perairan Sub Classis : Malacostraca
tambak sudah banyak dilakukan, namun penelitian yang Super Ordo : Eucarida
mengarah kepada dinamika sedimen belum banyak Ordo : Decapoda
dilakukan. Sub Ordo : Natantia
Menurut Poernomo (1978) hambatan dalam mem- Familia : Penaeidea
percepat budidaya udang windu di tambak antara lain: Genus : Penaeus
tingginya mortalitas dan perubahan lingkungan. Tingkat Spesies : Penaeus monodon Fab.
kematian dalam tambak udang intensif di Indonesia Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui: (1)
berkisar 50-75%. Adapun faktor lingkungan yang sangat kandungan senyawa pirit pada saat penebaran benih,
berpengaruh antara lain terbentuknya senyawa pirit (FeS2). pemanenan hasil pertama, awal pemusoan tambak dan
Besi (Fe) terdapat pada pigmen pernafasan dan dibutuhkan pemusoan tambak setelah dua bulan, (2) mengetahui
dalam proses perpindahan elektron, baik dalam tubuh faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan senyawa
hewan maupun tanaman. Namun bila Fe berikatan dengan pirit, dan (3) cara penanggulangan senyawa pirit.

© 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta


SETYONO dan TANDJUNG – Dampak Pirit terhadap Penaeus monodon 61

BAHAN DAN METODE pemusoan tambak dan saat pemusoan tambak telah
berlangsung selama kurang lebih 2 bulan. Setiap kondisi
Tempat dan waktu penelitian diambil 5 lokasi kemudian digabung menjadi komposit dan
Penelitian dilaksanakan di tambak udang Balai diaduk rata, dimasukkan plastik hitam, udara dalam plastik
Budidaya Air Payau (BBAP) Jepara, Jawa Tengah, pada dikeluarkan, dan diikat. Pengambilan cuplikan dilakukan
bulan Januari-Mei 1999. dengan Eijkman dredge pada kedalaman 20–50 cm dari
permukaan sedimen.
Bahan Pengukuran kualitas air. Pengukuran temperatur
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu: dilakukan langsung di lapangan, dengan termometer Hg
• Udang windu P. monodon berumur 20–40 hari dengan (skala 0-100 0C). Pengukuran pH dengan pH meter elek-
ukuran panjang 2–4 cm dari BBAP Jepara. trik. Pengukuran oksigen terlarut (DO) dengan oksigen-
• Bahan kimia untuk analisis kualitas air: pH stick dari meter. Pengukuran kadar salinitas dengan refraktometer
Merck, larutan MnSO4, KOH-KJ, H2SO4 pekat, Analisis pirit (FeS2). Cuplikan sedimen dimasukkan
Na2S2O3 0,025 N. dalam botol polipropilen, diawetkan dalam 10% HNO3 dan
• Kerang darah (Anadara granosa), kerang hijau (Perna disimpan dalam pendingin sekitar –200C hingga saat
viridis), dan kerang bukur (Peryglipta purpurea) dianalisis. Cuplikan dicairkan dalam temperatur kamar,
berukuran 2–4 cm dengan asumsi telah berumur 6 kemudian ditimbang dalam cangkir porselin bersih dan
bulan dari perairan Kedung Karang, Pecangaan, dikeringkan dalam oven 600C selama dua hari serta
Jepara. dihitung berat keringnya. Cuplikan didinginkan,
• Pereaksi uji daging kerang: HNO3 (Pa), HCl (Pa), ditambahkan HNO3 pekat, kemudian dipanaskan di atas
akuades, larutan buffer asetat, APDC (amonium hotplate dengan temperatur dinaikkan sedikit demi sedikit
pyrolidine dithio carbamate), dan MIBK (methyl iso- sampai sekitar 1000C atau lebih, setelah kering dilarutkan
butyl ketone). dalam 10% HNO3, disaring dengan kertas saring Whatman
42, dimasukkan dalam gelas ukur 50 ml, ditambah akuades
Alat sampai volume mencapai 50 ml dan kemudian dianalisis
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi: dengan AAS (Anonim, 1980).
• Aerator dan perlengkapannya. Pemeriksaan daging kerang. Kerang dicuci bersih,
• Jaring udang dari nilon. diambil dagingnya dengan pisau stainless steel,
• Modifikasi alat pengambil sedimen (Eijkman dredge), dihancurkan dengan blender, dan dikeringkan dalam oven
700C. Kemudian dimasukkan dalam eksikator selama 30
botol aqua volume 500 ml untuk pengambilan sampel
menit sampai dingin. Ditimbang dengan neraca analitik (A
air.
mg) kemudian dilarutkan dengan HNO3 (Pa) sebanyak 10
• Pengukur potensial redoks metode tanah jenuh air
ml dalam gelas piala 250 ml dan ditambah HCl (Pa) 5 ml.
dengan Eh-Meter model 42D SN-730692, Jerman.
Dipanaskan sampai mendidih 1 menit, kemudian ditambah
• Ekstraksi sampel kerang meliputi: corong pemisah 500
akuades 50 ml dan dididihkan 5 menit. Didinginkan
ml, pipet gondok 25 ml, pipet ukur 1 ml; 2 ml; 25 ml,
kemudian disaring dengan kertas saring dalam labu ukur
dan labu ukur 250 ml.
250 ml, kertas saring dicuci dengan akuades panas
• Pemeriksaan daging kerang meliputi: pisau stainles kemudian didingin-kan dan ditambah dengan akuades
steel, cawan petri, oven, blender, neraca analitik, hingga tanda garis pada 250 ml. Larutan tersebut kemudian
eksikator, gelas piala 290 ml, pengaduk, corong gelas, ditempatkan dalam corong pemisah 500 ml. Ditambah
labu ukur 250 ml, pipet ukur 5 ml, pipet gondok dan dengan larutan buffer acetat 2 ml, larutan APDC 1% 2 ml,
kertas saring. dan pelarut organik MIBK 25 ml, lalu digojog 60 detik.
• Oksigenmeter merek YSI Incorporated, model 51B Fase organik dipisahkan dari fase air dan fase air dibuang.
SN: 95 H 36111 buatan Simpson Electric Co., USA Ditambahkan 1 ml HNO3 (Pa) dan digojog 30 detik hingga
untuk mengukur DO. homogen. Dibiarkan selama 15 menit hingga reaksi
• Refraktometer merek N.O.W, 0-100 ppt, Jepang untuk sempurna. Ditambahkan akuades 24 ml hingga volume
mengukur salinitas air. tepat 25 ml. Fase air diambil dan fase organik dibuang, lalu
• pH meter electric merek Ciba-Corning, Jepang untuk dianalisis dengan AAS (Anonim, 1980).
mengukur pH air.
• Termometer Hg untuk mengukur temperatur air. Analisis data
• Jangka sorong merek Trickle Brand, tipe seri 880703, Data dianalisis dengan ANAVA (Sokal dan Rohlf,
untuk mengukur panjang kerang. 1992) untuk menunjukkan perbedaan rata-rata kandungan
• AAS (Atomic Absorbance Spectrometer) merek pirit pada keempat kondisi tambak dan dilanjutkan dengan
Zeman, Jerman untuk mengukur pirit dan analisis uji kisaran berganda Duncan untuk mengetahui jarak
daging kerang. perbedaan antara setiap kondisi tambak. Persamaan yang
digunakan:
Yij = u + δi + ∈ij
Cara kerja Keterangan: i = 1,2, …,t dan j = 1,2,…ri; Yij =
Pengambilan cuplikan pirit (FeS2). Pengambilan parameter ke-i, ulangan ke-j; u = nilai tengah; δi =
cuplikan pirit sedimen tambak dilakukan pada 4 kondisi, keragaman ke-i; ∈ij = komponen acak; S = (KTE) ½, S =
yaitu saat penaburan benih, pemanenan hasil pertama, awal nilai simpangan baku; KTE = kuadarat tengah eror.
62 BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 60-65

Hal yang sama juga digunakan untuk menguji rata-rata tambak biasanya dikeringkan dengan lama waktu yang
perbedaan parameter kualitas air (suhu, pH, DO dan bervariasi. Umumnya dibarengi dengan pengolahan,
salinitas), pH sedimen dan potensial redoks di antara ketiga pengapuran dan pemupukan yang membutuhkan waktu 10–
macam kondisi tambak. 30 hari. Penggunaan batu kapur untuk menetralisasi pH
Uji regresi (Sokal dan Rohlf, 1992) untuk mengetahui kurang lebih sebesar 200–400 kg/ha atau 20–40 gr/m2,
fluktuasi perubahan kadar pirit terhadap perubahan pH dan penghitungan ini didasar-kan pada kapasitas pertukaran
potensial redoks. Uji t untuk mengetahui perbedaan kadar kation (cation exchange capacity=CEC) tanah. Pada
Fe yang diserap oleh ketiga jenis kerang antara sebelum prinsipnya pengguncangan pH akan membuat udang stress.
dan sesudah diperlakukan. Adapun rumusnya adalah: Pencegahan terhadap pengguncangan pH diperlukan air
Y = a + bX yang daya menggabung asamnya cukup tangguh. Hal ini
Keterangan: X = peubah bebas (kadar pirit); a = dilakukan mengingat udang sangat peka terhadap
konstanta; b = koefisien peubah bebas; Y = peubah tetap, perubahan pH air yang dipengaruhi oleh pH sedimen
meliputi pH sedimen dan potensial redoks. tambak tersebut. Pengapuran akan memberikan pengaruh
terhadap kondisi sedimen tambak berupa: meningkatnya
pH sedimen tambak dan menambah ketersediaan fosfor
HASIL DAN PEMBAHASAN yang berasal dari pupuk; meningkatkan alkalinitas air dan
menambah ketersediaan CO2 untuk fotosintesis; dan
Sedimen tanah menambah buffer air dalam menetralisasi perubahan pH
Secara teoritis persyaratan pembentukan senyawa pirit harian agar tidak asam (Fujimura, 1989).
pada tambak di lokasi penelitian telah terpenuhi yaitu: Bahan kapur yang sering digunakan untuk menaik-kan
adanya bahan organik (CH2O) dari sisa-sisa makanan daya menggabung asam adalah kapur tohor (CaO) atau
konsentrat, adanya mineral Fe dalam sedimen yang telah kapur mati Ca(HCO3)2. Pengeringan tanah tambak bertujuan
terukur, adanya bakteri pereduksi sulfat yang telah untuk mengurangi atau mematikan organisme pengganggu
teridentifikasi, serta keadaan lingkungan anaerob yang dan membuat tanah menjadi teraerasi (ter-oksidasi).
ditunjukkan dengan pengukuran potensial redoks yang Pengeringan tanah tambak akan mengurangi atau
negatif (Eh) (Mintardjo dkk., 1985). mematikan beberapa mikroorganisme amonifikasi dan
Dalam peristiwa reduksi tanah bahan organik dan nitrifikasi. Pada saat pengeringan, mikroorganisme aerob
bakteri anaerob memegang peranan penting. Bahan organik meningkat dan mikroorganisme anaerob menurun tetapi
berfungsi sebagai sumber energi dan bakteri sebagai setelah pengeringan terjadi sebaliknya, sehingga tanah
pengguna energi. Senyawa pirit yang terbentuk pada tanah tambak bersifat oksidatif dan meningkatkan perombakan
sedimen yang tereduksi sangat potensial menentukan dan mineralisasi bahan organik (Ahmad, 1989). Pada
dinamika kualitas sedimen dan perairan tambak (Tabel 1). kondisi tersebut pH tanah tambak naik.
Berdasarkan Tabel 1 maka pH tanah, kadar pirit dan Pada saat panen terjadi proses oksidasi pirit, sehingga
potensial redoks tambak berbeda sangat nyata. Hal ini pH menjadi rendah dan memungkinkan bakteri
berarti terjadi dinamika jumlah ataupun kadar ketiga Thiobacillus ferooxidans mengkatalisasi proses ini.
parameter tersebut. Dinamika kadar pirit pada saat panen Peningkatan pH tanah menyebabkan: menurunnya
menunjukkan jumlah tertinggi yaitu 0,31 ppm. Pada saat keracunan karena Al3+, Mn4+, Fe3+, CO2 dan asam-asam
penebaran benih dan saat tambak dipusokan 2 bulan kadar organik; meningkatnya ketersediaan P, Si dan Mo; serta
pirit relatif sama. Hal ini berarti pada saat terjadi oksidasi meningkatnya pelepasan unsur hara oleh mikro-organisme.
kadar pirit akan berkurang, sementara pada saat awal Hal sebalik-nya akan berlaku apabila kondisi pH tanah
tambak digenangi kadar pirit belum terakumulasi sehingga rendah serta pada suasana reduktif khususnya pada tanah
masih relatif kecil. yang tergenang, maka akan terjadi reduksi senyawa Fe3+ Æ
Perubahan pH tanah sedimen bertolak belakang dengan Fe2+; CO2 Æ CH4; Mn4+ Æ Mn2+ yang potensial bersifat
dinamika pirit, pada saat kadar pirit tinggi maka pH tanah toksik. Kondisi pH turun juga dapat disebabkan oleh
rendah. Hal itu terjadi pada kondisi saat panen, sementara senyawa strengite (Fe(III)PO42H2O) dan vivianite
pH terbesar terjadi pada saat tambak dipusokan 2 bulan. (Fe(II)3(PO4)-8H2O. Ion Fe yang terikat unsur fosfat pada
Hal itu terjadi karena setelah pema-nenan udang tanah daur fosfat. Kedua senyawa ini terbentuk apabila terjadi
penurunan nilai potensial
redoks, yakni pada
Tabel 1. Rata-rata parameter sedimen berdasarkan perbedaan kondisi dan diuji dengan uji ANAVA. peristiwa penggenangan.
Penurunan pH pada
Parameter Kondisi Tambak peneli-tian ini
Probabilitas
Saat Tebar Saat Panen Awal Puso 2 Bulan Puso kemungkinan disebab-kan
hal di atas, namun tidak
pH tanah 5,904c 3,948a 4,182b 6,884d 0,000**
tertutup kemungkinan
Kadar pirit (ppm) 0,090a 0,310c 0,153b 0,067a 0,000** disebab-kan oleh hal yang
Pot. Redoks (Mv) -160,800c -270,000a -229,000b -134,800d 0,000** lain. Triatmo (1994)
0 a b c d ** mengatakan bahwa pada
Temperatur ( C) 29 29,5 30 30,5 0,000
perlakuan pengeringan
** Beda nyata pada taraf uji 0,01. maka kadar H2S pada
SETYONO dan TANDJUNG – Dampak Pirit terhadap Penaeus monodon 63

tanah kering lengas lapangan 0,473–4,721 mg/kg sehingga toksik. Hasil pengukuran hubungan kadar pirit terhadap pH
sangat tidak sesuai untuk pemeliharaan udang, dan menurut tanah dan potensial redoks dapat dilihat berdasarkan
Chamberlain (1989) kadar H2S yang tidak toksik dan sesuai persamaan garis regresi yang dicantumkan dalam Tabel 2.
untuk udang adalah sebesar 0,03 mg/kg. Tanah yang jenuh Semakin besar kadar pirit, maka pH tanah semakin
air mempunyai kadar H2S rendah 0,000–3,528 mg/kg. kecil. Kondisi asam yang diakibatkan oleh senyawa pirit
Tingkat perombakan bahan organik pada tanah kering menurut Dent (1980) dapat terjadi berdasarkan empat
kapasitas lengas lapangan saat panen tinggi sehingga kemungkinan yaitu:
proses oksidasi pirit oleh aktivitas mikroorganisme menjadi • Besi teroksidasi semua dan terbentuk Fe3+
cepat. FeS2 + 15/4 O2 + ½ H2O Æ Fe3+ + 2 SO42- + H+
Dinamika potensial redoks hampir sama dengan • Pelepasan ion Fe2+
dinamika pH tanah sedimen. Potensial redoks terendah FeS2 + 7/2 O2 + H2O Æ Fe2+ + 2 SO42- + 2 H+
terjadi pada kondisi saat panen yaitu sebesar –270 mV, hal • Besi teroksidasi semua dan terbentuk besi (III)
ini berarti sedimen tersebut dalam keadaan tereduksi dan hidroksida
bersifat anaerob serta kemungkinan besar bersifat toksik. FeS2 + 15/4 O2 + 7/2H2O Æ Fe(OH)3 + 2 SO42- + 4 H+
Potensial redoks terendah didapat pada kondisi tambak saat • Pembentukan Jarosite
panen, hal ini berkaitan dengan proses oksidasi yang FeS2 + 15/4 O2 + 5/2 H2O + 1/3 K+ Æ
terjadi. Proses reduksi ion Fe3+ → Fe2+ sangat berpengaruh 1
/3 KFe3(SO4)2(OH)6 + 4/3 SO42- + 3 H+
terhadap laju penurunan potensial redoks atau Eh. Jarosite lebih stabil bila dibandingkan dengan oksida
Perubahan ion Fe3+ → Fe2+ mulai terjadi pada Eh –180 mV. besi. Sedangkan berdasarkan model di atas maka pH
Pada prinsipnya makin lama tambak tersebut digenangi, rendah diakibatkan oleh ion Fe3+ sehingga dengan cepat
maka makin besar tingkat reduksinya dan makin besar pula dilakukan proses katalitik oksidasi dari pirit. Adapun
kelarutan ion Fe3+ menjadi ion Fe2+. Secara fisik tanah reaksinya sebagai berikut:
sedimen yang tereduksi tampak hitam, karena terdapat FeS2 + 14 Fe3+ + 8 H2O Æ 15 Fe2+ + 2 SO42- + 16 H+
senyawa besi Fe2+. Pada kondisi tersebut akumulasi bahan Hal tersebut hampir sama dengan dinamika potensial
organik yang berlebihan cenderung sulit terdekomposisi. redoks terhadap kadar pirit. Bila kadar pirit semakin besar
Fe merupakan unsur hara esensial yang dapat berada pada maka potensial redoksnya semakin kecil, sehingga
konsentrasi toksik pada tanah-tanah asam. Konsentrasi Fe3+ kondisinya semakin tereduksi dan bersifat anaerob. Kisaran
yang tinggi terjadi pada tanah dengan pH di bawah 3,5, potensial redoks antara –160 mV dan –270 mV sangat
sedangkan Fe2+ terdapat pada tanah tergenang (Tood, memungkinkan terbentuknya senyawa pirit dan apabila
1980). teroksidasi maka akan memberikan suasana lingkungan
Dinamika parameter pH tanah sedimen, potensial yang sangat asam yang potensial bersifat toksik, hal ini
redoks dan kadar pirit sangat berkaitan. Pada saat kadar terjadi pada saat panen.
pirit tinggi karena potensial redoks rendah dan akumulasi
unsur Fe yang tinggi, maka pH rendah disebabkan proses Kualitas perairan tambak
oksidasi senyawa pirit. Kondisi seperti ini potensial untuk Dinamika sedimen tambak secara langsung akan
bersifat toksik, sehingga proses penurunan pH yang drastis mempengaruhi lingkungan perairan tambak. Dalam
akibat oksidasi senyawa pirit merupakan penyebab sifat penelitian ini parameter perairan yang diukur meliputi pH
air, DO, temperatur dan salinitas. Waktu
pengukuran pada saat penebaran benih
Tabel 2. Persamaan garis regresi dan koefisien determinasi senyawa pirit terhadap dan saat panen, pada saat pemusoan
pH dan potensial redoks tambak parameter tersebut tidak diukur
2
mengingat tambak tidak diairi. Hasil
Parameter terpengaruh Persamaan garis regresi R Probabilitas pengukuran disajikan dalam Tabel 3.
Potensial redoks (mV) Y = -121,071–500,182 X + ∈ 0,769 0,000** Berdasarkan Tabel 1 hanya salinitas
** yang tidak dipengaruhi dinamika
PH Y = 6,846–10,421 X + ∈ 0,679 0,000
sedimen, sebab uji statistiknya
** Beda nyata pada taraf uji 0,01. menunjukkan tidak berbeda nyata. Nilai
rata-rata salinitas saat penebaran benih
dan saat panen meningkat karena proses
Tabel 3. Rata-rata kualitas air yang diukur berdasarkan perbedaan kondisi dan diuji
dengan uji t. penyesuaian fisiologi udang dalam
metabolisme. Menurut Boyd (1993)
lingkungan yang baik untuk dekomposisi
Kondisi Tambak
Parameter
Saat Tebar Saat Panen
Probabilitas bahan organik mempunyai temperatur
25–35 0C dan pH 7,5–8,5, karena pada
.pH air 7,498 5,722 0,000** kondisi tersebut fungsi mikroorganisme
DO (ppm) 4,900 3,340 0,002** perombak berlangsung optimal. Pada
0 ** Tabel 3 kondisi pH saat panen di bawah
Temperatur ( C) 28,200 30,200 0,000
kriteria untuk dekomposisi bahan
Salinitas (0/00) 27,600 29,400 0,281 organik, sehingga dapat diprediksi saat itu
** Beda nyata pada taraf uji 0,01. telah terjadi akumulasi bahan organik
64 BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 60-65

yang kemung-kinan akibat dinamika senyawa pirit. kerang hijau (P. viridis), dan kerang bukur (P. purpurea).
Penurunan pH air yang sangat berbeda nyata pada saat Mitigasi dengan tiga jenis kerang tersebut menunjukkan
penebaran benih dan saat panen juga dipengaruhi dinamika pengaruh yang sangat nyata (Tabel 4). Dalam hal ini
pH sedimen. Kelarutan unsur logam Fe dalam air dikontrol penyerapan unsur Fe sebagai agen pembentukan senyawa
oleh pH air, jenis komponen mineral teroksidasi dan sistem pirit diintepre-tasikan sebagai mitigasi secara hayati.
yang berlingkungan redoks (reaksi oksidasi dan reduksi), Menurut Tood (1980) keadaan asam berkaitan dengan
sehingga sangat beralasan bila pH air mempengaruhi banyaknya unsur Fe, sehingga pengurangan unsur Fe
dinamika sedimen. melalui penyerapan agen hayati kerang menurunkan
Pengaruh pH air terhadap DO (oksigen terlarut) juga keasaman tambak.
sangat berbeda nyata, pada saat pH air tambak menurun Kerang yang bersifat filter feeder dan deposit feeder
maka kadar DO juga menurun. Pengukuran DO timbul dari ternyata sangat efektif dalam mengurangi kuantitas
fakta bahwa semua proses pembenahan aerobik tergantung senyawa pirit yaitu dengan jalan menyerap unsur Fe yang
adanya oksigen terlarut. Dalam proses-proses pembuangan menjadi bahan dasar pembentukan senyawa ini. Beberapa
ataupun masukan material dari luar, oksigen terlarut faktor yang mempengaruhi laju absorpsi unsur Fe dalam
merupakan faktor utama dihasilkannya perubahan- sedimen dan air adalah kadar garam, hadirnya senyawa
perubahan biologis oleh organisme aerobik atau anaerobik kimia lain, temperatur, pH, besar atau kecilnya organisme,
(Mahida, 1984). Derajat keasaman atau pH yang normal dan kondisi kelaparan organisme. Toleransi spesies kerang
dari air laut antara 7,5-8,5. Derajat keasaman merupakan terhadap unsur Fe tidak tergantung pada laju absorpsinya
pertanda adanya perubahan di dalam air yang sifatnya ke dalam tubuh. Kondisi fisiologis juga sangat
relatif sesuai dengan banyaknya amonia yang terionisasi. berpengaruh, kondisi fisiologis yang optimal menyebabkan
Penurunan DO juga sangat dipengaruhi peningkatan terjadinya kenaikan absorpsi. Tanah tambak yang bersifat
temperatur tambak dari saat penebaran benih sampai saat oksidatif akan meningkatkan perombakan dan mineralisasi
panen. Menurut Cholil (1988) semakin tinggi temperatur bahan organik, sebaliknya tanah tambak yang bersifat
air maka semakin rendah daya larut oksigen, sebaliknya reduktif akan menghambat perombakan bahan organik dan
semakin rendah temperatur maka semakin tinggi daya larut mineralisasi. Pada tanah tambak yang tereduksi saat
oksigen. Interaksi antara temperatur-sedimen dan penggenangan, maka unsur Fe yang terserap berupa ion
temperatur air juga sangat signifikan. Tabel 1 menunjukkan Fe2+. Perbedaan pola metabolisme setiap spesies kerang
bahwa temperatur sedimen saat penaburan benih dan saat diyakini membeda-kan tingkat penyerapan unsur Fe.
panen berbeda nyata demikian halnya temperatur. Berdasarkan Tabel 4 dapat diintepretasikan bahwa
Temperatur sedimen pada saat pemusoan lebih tinggi kerang merupakan salah satu alternatif penyerap unsur Fe
karena penyinaran matahari secara langsung. Kondisi yang dapat membentuk senyawa pirit. Unsur Fe sendiri
temperatur air yang naik serta kadar DO yang rendah juga potensial untuk bersifat toksik, berdasarkan penelitian
sangat mungkin bersifat toksik. Temperatur air juga Waldichuk (1974) diketahui bahwa LC-50 48 jam unsur Fe
mempengaruhi kelarutan bahan-bahan organik di pada jenis Crustaceae sebesar 33–100 ppm. Sementara itu
lingkungan tambak dan dimungkinkan akan berpengaruh senyawa pirit juga potensial bersifat toksik, berdasarkan
pada dinamika senyawa pirit khususnya sifat oksidasi dan penelitian Fischer (1987) nilai faktor bioakumulasi toksik
reduksinya. Kadar DO pada saat panen yang rata-rata 3,340 senyawa pirit bervariasi dari 100–106. Pada konsentrasi
ppm sangat minimal untuk metabolisme udang. Menurut tersebut senyawa ini diduga bersifat toksik (LC50–48) dan
Cholil (1988) standar minimal yang baik bagi pertumbuhan terjadi bioakumulasi yang tinggi. Peningkatan aktivitas Fe
udang adalah 3 ppm. terjadi karena reduksi senyawa Ferri menjadi senyawa-
Toksisitas unsur Fe yang bersenyawa membentuk pirit senyawa Ferro yang mempunyai kelarutan lebih tinggi Fe3+
terhadap organisme air, dalam hal ini udang windu, + e ⇔ Fe2+. Peningkatan konsentrasi Fe dipengaruhi oleh
menurut Bryan (1976) dipengaruhi oleh lingkungan yang kandungan bahan organik tanah, khuluk (nature) tanah,
ditimbulkan aktivitas redoks senyawa pirit seperti kandungan Fe-oksidehidrat, pH dan temperatur tanah.
temperatur, kadar garam, pH atau kadar oksigen dalam air; Unsur Fe2+ sangat potensial membentuk senyawa pirit
kondisi udang, fase siklus hidup (telur, larva, dewasa), sehingga potensial redoks tanah tambak dapat turun secara
besarnya organisme, jenis kelamin dan kecukupan drastis. Alternatif pengurangan unsur Fe dengan
kebutuhan nutrisi; berdasarkan
pengamatan di lapangan toksisitas Tabel 4. Rata-rata kadar Fe (ppm) yang diserap ketiga jenis kerang berdasarkan
terbesar terjadi pada saat usia udang perbedaan perlakuan sebelum dan sesudah dimasukkan dalam sedimen dan diuji
relatif muda, kurang lebih 1-2 bulan; dengan uji ANAVA.
kemampuan udang untuk menghindari
kondisi buruk tersebut; dan kemampuan Jenis kerang Perlakuan pada Kerang Standard deviasi Probabilitas
udang untuk beradaptasi terhadap Sebelum Sesudah
kondisi toksik (detoksifikasi).
Kerang bukur 1,745 7,504 5,756 0,000**
Mitigasi senyawa pirit Kerang darah 2,472 9,457 6,985 0,000**
Dalam penelitian ini upaya mitigasi
Kerang hijau 1,884 5,505 3,621 0,000**
senyawa pirit secara biologis dilakukan
dengan kerang darah (A. granosa), ** Beda nyata pada taraf uji 0,01.
SETYONO dan TANDJUNG – Dampak Pirit terhadap Penaeus monodon 65

menggunakan kerang sangat signifikan sebagai upaya turunnya pH sedimen serta secara langsung akan
pengurangan akumulasi senyawa pirit. mempengaruhi kualitas air tambak khususnya kadar Fe
Berdasarkan standar deviasi penyerapan unsur Fe sehingga sangat potensial bersifat toksik.
(Tabel 4) terhadap ketiga jenis kerang uji, maka jenis Akumulasi senyawa pirit tertinggi di tambak terjadi
kerang yang paling besar standar deviasinya adalah kerang pada saat panen karena pada suasana tersebut sedimen
darah. Pola metabolisme serta habitat spesifik kerang ini sangat reduktif dan anaerob, sedangkan pada saat
menyebabkan perbedaan tingkat penyerapan unsur Fe pemusoan tambak kadar senyawa pirit menurun karena
khususnya secara kuantitatif. Tingkat kepekaan kerang proses pengapuran dengan perbandingan 20-40 gram per
terhadap unsur Fe dapat mempengaruhi proporsi meter persegi, sehingga terjadi proses oksidasi dan aktivitas
penyerapan. Sifat biologi ketiga jenis kerang tersebut bakteri aerob yang diiringi kenaikan potensial redoks dan
menunjukkan tingkat spesifikasi yang berbeda-beda, pH sedimen.
mengingat pada tataran taksonomi ketiganya berbeda pada Mitigasi senyawa pirit secara hayati dapat dilakukan
tingkat takson genus. Faktor lingkungan tambak serta pola dengan menggunakan kerang melalui proses penyerapan
respon secara kimiawi ketiga jenis kerang tersebut juga unsur Fe sebagai syarat pembentukan senyawa pirit. Jenis
berbeda. kerang yang efektif untuk penyerapan unsur Fe dari ketiga
Dalam penelitian ini kerang darah paling banyak jenis tersebut adalah kerang darah (A. granosa) yang
menyerap unsur Fe dibandingkan dengan kedua kerang bersifat infauna, dengan kondisi optimum 6 kerang umur
lainnya. Alasan yang mudah dipahami adalah sifat dari 20-40 hari per meter persegi.
kerang darah yang infauna (tenggelam di dasar sedimen)
sehingga memungkinkan untuk banyak menyerap unsur Fe
dalam sedimen. Sementara itu kerang hijau habitat DAFTAR PUSTAKA
hidupnya kebanyakan menempel di permukaan benda-
benda di sekitarnya atau epifauna, sedangkan kerang bukur Ahmad, T., 1989. Shrimp aquaculture in Indonesia. In Akiyama, D.M.
(ed.). Proceedings of the Southeast Asia Shrimps Farm Management
yang juga bersifat epifauna habitat hidupnya di permukaan Workshop - American Soybean Association: 109-117.
sedimen sehingga sangat beralasan bila penyerapan unsur Anonim, 1980. Standard Methods for The Examination of Water and
Fe tidak sebanyak kerang darah. Wastewater. Fifth Edition. Washington: APHA.
Perbandingan jumlah kerang terhadap luas areal tambak Boyd, C.E. 1993. Shrimp pond bottom soil and sediment management.
Technical Bulletin American Soybean Association: 43-58.
yang ideal secara teoritis dapat dihitung berdasarkan Bryan, G.W. 1976. Some aspects of heavy metal tolerance in aquatic
jumlah kadar H2S maksimal yang bersifat tidak toksik yaitu organisms. In Lockwood, A.P.M. (Ed.). Effects of Pollutants on
sebesar 0,03 ppm (Chamberlain, 1989). Perhitungan Aquatic Organisms. Cambridge: Cambridge University Press,.
stoikiometri terhadap reaksi kimianya sebagai berikut: Chamberlain, G.W. 1989. Pond Management Asia. Technical Bulletin
American Soybean Association 3: 89-92.
Fe2+ + ¼ O2 + 5/2 H2O Æ Fe(OH)3 + 2 H+ Cholil, F. 1988. Pengaruh air terhadap produksi udang di tambak. Karya
2 CH2O + 2 H+ + SO42- Æ H2S + 2 CO2 + 2 H2O Ilmiah Perikanan Rakyat. Jakarta: Puslitbang BPP Perikanan
0,03 ppm 0,03 ppm Departemen Pertanian.
3 H2S + 2 Fe(OH)3 2 Æ FeS + S + 6 H2O Dent, D.L 1980. Acid sulphate soils: morphology and prediction. Journal
of Soil Science 37: 97-99.
Fe2O3 + 4 SO42- + 8 H2O + ½ O2 Æ Fischer, J. 1987. Management Budidaya Tambak. Proyek Pengembangan
2 FeS2 + 8 HCO3- + 4 H2O Budidaya Tambak. Jakarta: Dirjen Perikanan, Departemen Pertanian.
Fe2+ = 2/3 H2S Fujimura, T. 1989. Management of a shrimp farm in Malaysia. In
= 0,02 ppm dan kadar Fe2+ di tambak 0,293 ppm Akiyama, D.M. (editor). Proceedings of the Southeast Asia Shrimps
Farm Management Workshop - American Soybean Association: 22-
FeS2 = ½ H2S 41.
= 0,015 ppm dan kadar pirit di tambak 0,22 ppm Mahida, U.N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri.
Luas alat pencuplik sedimen = 78,5 cm2 Jakarta: C.V. Rajawali..
Berat cuplikan sedimen = 1,2 kg. Mintardjo, K., A. Sunaryanto, Utaminingsih dan Hermiya-ningsih. 1985.
Persyaratan tanah dan air. Dalam Pedoman Budidaya Tambak BBAP.
Kadar Fe2+ yang diserap kerang darah = 6,985 ppm. Jepara: Dirjen Perikanan Deptan RI.
Berdasarkan nilai di atas maka kadar Fe2+ teoritis di Poernomo, A. 1978. Masalah Budidaya Udang Penaeid di Indonesia.
lapangan adalah 42 mg/m2, sehingga jumlah kerang darah Bogor: Lembaga Penelitian Perikanan Darat.
teoritis persatuan luas agar kadar pirit tetap tidak toksik Sokal, R.R and F.J. Rohlf. 1992. Biostatistics. Second edition. New York:
W.H. Freeman and Company.
adalah 6 ekor per meter persegi. Tood, D.K. 1980. Ground Water Hydrology. New York: John Wiley and
Sons.
Triatmo, B. 1994. Kualitas air dan tanah tambak udang yang mendapat
KESIMPULAN perlakuan pengeringan dan aerasi setelah penggenangan. Thesis.
Yogyakarta: Pascasarjana UGM.
Waldichuk, M., 1974. Some biological concern in heavy metals pollution.
Kandungan senyawa pirit (FeS2) secara signifikan In Vernberg and Vernberg (ed.). Pollution and Physiology of Marine
berbeda pada setiap kondisi tambak, hal ini dipengaruhi Organisms. London: Academic Press.
oleh penurunan potensial redoks yang mengakibatkan

You might also like