You are on page 1of 17

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK 2.5 MODUL II ADI DAN JAKUNNYA


OLEH

KELOMPOK 23-D

Tutor : dr. Ifdellia Suryadi

Fani Faradila 0910311014 Faimmatul Syuhada 0910312065 Rosi Oktarina 0910312082 Fanny Karnila Putri 0910312131 Nur Ain Binti Mohd Rizal 0910314175 Resya I. Noer 0910313196 Evita - 0910313243 Mahaputri Ulva Lestari 0910313255

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas PADANG 2011

Skenario
Adi, 20 tahun, berobat ke dokter keluarganya, dengan keluhan benjolan pada leher bagian depan yang sudah terlihat sejak 1 tahun yang lalu. Mulanya, benjolan tersebut diketahui oleh temannya sebesar telur puyuh. Adi pada mulanya sering memperhatikan benjolan tersebut ikut bergerak pada saat menelan. Benjolan tersebut disangka oleh Adi, buah jakun yang sedang tumbuh. Namun 1 bulan ini benjolan membesar sampai sebesar telur ayam. Pada mulanya ia beranggapan hal ini biasa saja, karena di kampungnya di Bukittinggi banyak juga orang dewasa dan tua dengan benjolan yang sama dengan Adi. Dokter keluarga yang memeriksa mengatakan bahwa kemungkinan Adi menderita Struma Nodosa Non Toksika dan untuk itu diperlukan pemeriksaan penunjang lain. Hasil USG tiroid, menunjukkan gambaran masa padat , single, nodul dan dicurigai suatu malignancy. Pada pemeriksaan FNAB didapatkan adanya sel yang mencurigakan. Adi kemudian dianjurkan untuk pemeriksaan T3 dan T4 dan dirujuk ke rumah sakit rujukan. Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Adi serta faktor factor apakah yang berperanan dalam penyakit Adi ?

I.

CLARIFY TERMINOLOGY a. Struma Nodosa Non Toksika Pembesaran kelenjar tiroid yang berbatas jelas, tidak menimbulkan gejala, bukan merupakan suatu reaksi inflamasi atau keganasan dan biasanya disebabkan oleh defisiensi iodium dengan gambaran kadar T3 dan T4 normal. b. T3 (Triiodotironin) Salah satu hormon tiroid yang mengandung yodium yang disekresikan oleh kelenjar tiroid dan dilepaskan dari trioglobulin dengan hidrolisis serta mempunyai efek beberapa kali lipat dari aktivitas biologi tiroksin. c. T4 (Tiroksin) Hormon utama yang dihasilkan di folikuler kelenjar tiroid yang dibentuk dari trioglobulin dan ditransformasikan terutama ke dalam serum darah. d. Tiroid Kelenjar endokrin, berbentuk seperti kupu-kupu, yang dihubungkan oleh isthmus dan terletak di leher, di bekakang kartilago krikoid.

II.

FINDING PROBLEMS 1. Apa saja kemungkinan benjolan di bagian depan leher? 2. Apakah hubungan keluhan benjolan yang dialami Adi dengan jenis kelamin dan umurnya? 3. Mengapa benjolan tersebut terlihat sejak 1 tahun yang lalu? 4. Apakah ukuran sebesar telur puyuh dari benjolan tersebut normal atau tidak? Jika tidak, berapakah ukuran normalnya? 5. Apa yang bergerak ketika menelan? 6. Mengapa benjolan tersebut bergerak ketika menelan? 7. Apakah perbedaan antara benjolan tersebut dengan buah jakun? 8. Mengapa benjolan tersebut membesar sampai sebesar telur ayam? 9. Apakah makna dari pembesaran tersebut? 10. Apakah penyebab dari benjolan yang diderita orang dewas dan tua di Bukittinggi? 11. Apakah benjolan Adi sama dengan benjolan orang di kampungnya? Bila tidak sama, apakah penyebabnya? 12. Apakah pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan? 13. Apakah interpretasi dari pemeriksaan USG yang dilakukan terhadap Adi? 14. Mengapa dokter mendiagnosis Adi menderita Struma Nodosa non Toksika? 15. Sel yang mencurigakan apakah yang terlihat pada pemeriksaan FNAB? 16. Apa indikasi dilakukannya FNAB? 17. Mengapa Adi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan T3 dan T4?

18. Apa indikasi rujukan yang dilakukan dokter dan dirujuk ke bagian manakah? 19. Factor apakah yang berperan dalam penyakit Adi?

III.

BRAINSTORMING 1. Kemungkinan benjolan di leher bagian depan adalah Adanya limfadenopati yang dapat disebabkan oleh limfoma atau metastasis, pembesaran kelenjar tiroid, faringitis atau laryngitis 2. Pengaruh jenis kelamin : wanita cenderung lebih tinggi kemungkinan mengalami benjolan didepan leher karna estrogen mempunyai efek terhadap kelenjar tiroid. Pengaruh umur Adi yang 20 tahun adalah untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kanker. 3. Pembesaran terjadi dalam waktu lama. Ini dapat disebakan oleh kerusakan pada produksi TSH dan TRH sehingga terjadi ransangan yang terus menerus terhadap kelenjar tiroid. Pembesaran terjadi karena adanya produksi T3 dan T4 yang terus meneru, sehingga untuk kompensasi, maka kelenjar tiroid diransang terus oleh TSH untuk menghasilkan hormone yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh sehingga terjadi hyperplasia dan hipertrofi kelenjar Proses ini dinamakan dengan mekanisme feedback negative. 4. Benjolan Adi terlihat sebesar telur puyuh merupakan ukuran yang abnormal, karena normalnya, kelenjar tiroid itu tidak terlihat dan tidak teraba 5. Yang bergerak ketika menelan adalah kelenjar Tiroid, jadi Adi kemungkinan menderita pembesaran kelenjar Tiroid atau Struma. 6. Tiroid bergerak ketika menelan karna Tiroid tersebut menempel ke trakea dan membuktikan bahwa tidak ada perlengketan ke organ sekitar 7. Jakun berbeda dengan kelenjar Tiroid. Perbedaan dapat terlihat dari letaknya. Jakun terletak di bagian tengah sedangkan kelenjar Tiroid di bagian samping. 8. Benjolan tersebut membesar karena adanya peningkatan proliferasi sel 9. Makna dari pembesaran tersebut adalah mengarah ke keganasan pada kelenjar Tiroid 10. Penyebab dari benjolan yang diderita orang dewasa dan tua di Bukittinggi adalah defisiensi yodium 11. Benjolan Adi sama dengan benjolan orang di kampungnya, tapi penyebab benjolan Adi dapat berbeda. Kemungkinan penyebab itu adalah lingkungan, radiasi dan lainlain 12. Pemeriksaan penunjang lain : sidik tiroid, USG, kadar TSH, BAJAH, Termografi 13. Interpretasi: Massa padat : keganasan Single nodul

Dicurigai malignancy

14. Karena daerah tempat tinggal Adi merupakan endemic dari defisiensi yodium, oleh karena itu Adi berkemungkinan menderita struma nodosa non toksika yang dikarenakan oleh defisiensi yodium 15. Sel yang mencurigakan yang terlihat adalah sel kanker yang bentuknya tidak sama dengan sel normal di kelenjar tiroid 16. Indikasi dilakukannya FNAB adalah apabila terdapat suatu benjolan dan dicurigai itu merupakan suatu keganasan 17. Adi dianjurkan melakukan pemeriksaan T3 dan T4 untuk mendukung diagnosis 18. Indikasi merujuk adalah agar pasien dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan penatalaksanaan dari keluhan yang dialami. Dirujuk ke bagian penyakit dalam atau bedah. 19. Factor yang berperan adalah lingkungan, radiasi.

IV.

SCHEME

V.

LEARNING OBJECTIVE 1. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dan etiologi kelainan pada kelenjar tiroid 2. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi kelainan pada kelenjar tiroid 3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dan pathogenesis 4. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis kelainan pada kelenjar tiroid 5. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan kelainan pada kelenjar tiroid 6. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis kelainan pada kelenjar tiroid

VI.

INFORMATION GATHERING AND PRIVATE STUDY Rujukan : a. Internet b. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III

VII.

SHARING THE RESULTS OF INFORMATION GATHERING AND PRIVATE STUDY Klasifikasi dan Etiologi Kelainan Kelenjar Tiroid Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan) Menurut American society for Study of Goiter membagi : 1. Struma Non Toxic Diffusa 2. Struma Non Toxic Nodusa 3. Stuma Toxic Diffusa 4. Struma Toxic Nodusa Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

STRUMA NON TOKSIK Epidemiologi S u r v e y e p i d e m i o l o g i u n t u k g o n d o k e n d e m i k s e r i n g d i t e m u k a n d i d a e r a h pegun ungan seperti pengunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan, dan sebagainya dan juga terlihat di dataran rendah seperti Finlandia, Belanda, dan sebagainya.Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanitadibanding pria. Di Inggris, prevalensi Hypertiroidisme pada praktek umum adalah 25 35 kasus dalam 10.000 wanita, sedang di rumah

sakit didapatkan 3 kasus dalam10.000 pasien.Pada wanita ditemukan 20 27 kasus dalam 1.000 wanita, sedangkan pria 1 5 per 1 . 0 0 0 p r i a . Faktor risiko c. Defisiensi yodium d. Merokok e. Jenis kelamin f. Kelainan enzimatik tiroid

g. Genetic Patogenesis Pembentukan nodul pada struma nontoksik dijelaskan dengan terdapatnya heterogenitas respons pertumbuhan oleh sel-sel folikel tiroid. Pada kelenjar tiroid normal, sensitifitas masingmasing sel di dalam satu folikel terhadap ransangan pertumbuhan oleh TSH sangat beragam. Dengan makin kuat dan lamanya ransangan TSH, jumlah sel yang bereplikasi makin bertambah. Hanya sebagian kecil sel folikel, yaitu yang mempunyai potensi pertumbuhan tinggi, akan ikut dalam siklus mitosis dan membentuk folikel baru. Sel-sel yang baru terbentuk mewarisi potensi pertumbuhan yang tinggi sehingga terbentuk mewarisi potensi pertumbuhan yang tinggi sehingga jumlah sel yang bereplikasi meningkat secara progresif. Sel-sel tersebut tidak tersebar merata didalam kelenjar tiroid dan setelah bereplikasi sel-sel yang baru terbentuk tetap berkelompok. Dengan demikian struma nontoksik yang tadinya difus akan semakin bernodul. Manifestasi klinis dan diagnosis a. Pembesaran kelenjar tiroid di leher bagian depan b. Pada awalnya, tidak menimbulkan keluhan c. Keluhan : penekanan terhadap trachea menyebabkan keluhan sesak napas dengan stridor. Rasa tercekik dan batuk d. Perdarahan ke dalam nodul atau kista tiroid dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas e. Penekanan pada vena-vena jugularis, subclavia atau vena cava superior menyebabkan gejala plethora pada muka dan pelebaran vena-vena di leher dan dada bagian atas f. Paralisis pita suara

Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan kadar TSH serum merupakan pemeriksaan laboratorium pertama dan utama untuk menyingkirkan kemungkinan tirotosikosis atau hipotiroidisme. Pemeriksaan pencitraan tiroid

a. USG Tiroid b. Pemeriksaan Sidik Tiroid Biopsi Aspirasi jarum halus Pemeriksaan BAJAH dilakukan untuk menyingkirkan adanya keganasan tiroid Pengobatan Tiroidektomi Manfaat tiroidektomi terutama untuk mendapatkan dekompresi secara cepat terhadap struktur vital disekitarnya disamping untuk mendapatkan contoh jaringan untuk pemeriksaan histopatologi.biasanya dilakukan tiroidektomi sub total bilateral dengan pengangkatan semua jaringan abnormal. Radioiodin Pengobatan dengan radioiodine pada struma non toksik dapat mengurangi volume kelenjar sebanyak lebih dari 90%. Tiroksin Pemberian T4 didasarkan pada hipotesis bahwa jaringan struma juga tergantung pada TSH, oleh karena itu penekanan sekresi TSH oleh T4 akan mengurangi ukuran struma atau paling tidak mencegah pembesaran selanjutnya Prognosis Tergantung jenis nodul ,tipe histologist

STRUMA TOKSIK Epidemiologi Struma diffusa toksik lebih sering terjadi pada penderita yang telah berusia di atas 50 tahun. Laki-laki berisiko ;ebih tinggi untuk menghidap morbus Graves dibanding wanita. Insidens puncak penyakit ini terjadi pada decade ketiga dan keempat kehidupan. Penderita penyakit ini akan mempunyai tandatanda kardiovaskular yang seringkali menutupi gejala-gejala dan tanda-tanda adrenergik akibat hipertiroidisme. Etiologi Struma difusa toksik/penyakit Graves dipandang sebagai penyakit autoimun dengan terjadi peningkatan pelepasan hormone tiroid, yaitu thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), suatu IgG

yang sepertinya mirip reseptor TSH. Predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang berada di darah. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis dari kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Graves terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri Patofisiologi struma diffusa toksik Morbus Graves adalah suatu gangguan autoimun; pada gangguan tersebut terdapat beragam antibodi dalam serum. Antibodi ini mencakup antibodi terhadap reseptor TSH, perisoksom tiroid dan tiroglobulin. Dari ketiganya reseptor TSH adalah antigen terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibodi. Efek antibodi yang terbentuk berbeda-beda tergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh, salah satu antibodi yang disebut thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH untuk merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik yang menyebabkan peningkatan pembebasan hormon tiroid. Golongan antibodi lain yang juga ditujukan pada reseptor TSH dilaporkan menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid (thyroid growthstimulating immunoglobulin atau TGI). Ada juga antibodi lain yang disebut TSH-binding inhibitor immunoglobulin (TBII), yang menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel tiroid. Dalam prosesnya sebagian bentuk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi aktifitas sel epitel tiroid sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel tiroid. Tidak jarang ditemukan secara bersamaan immunoglobulin yang merangsang dan menghambat dalam serum pasien yang sama. Temuan ini menjelaskan mengapa sebagian pasien dengan morbus Graves secara spontan mengalami episode hipotiroidisme. Sekresi antibodi oleh sel B dipicu oleh sel T helper CD4+ banyak di antaranya terdapat di dalam kelenjar tiroid. Sel T helper intratiroid juga tersentisisasi ke reseptor dan akan mengeluarkan factor larut seperti interferon- dan faktor nekrosis tumor (TNF). Faktor ini pada gilirannya akan memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul konstimulatorik sel T pada sel epitel tiroid yang memungkinkan antigen tersaji ke sel T lain. Kemungkinan besar autoantibodi terhadap reseptor TSH berperan dalam timbulnya oftalmopati infiltrate yang khas untuk morbus Graves. Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada dermopati Graves dengan fibroblas pretibia yang mengandung reseptor TSH mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibodi dan sitokin. Manifestasi klinik Pada trias klasik hipertiroidisme akan ditemukan : (i) Eksoftalmus (50%)

(ii) Tremor (iii) Goiter Gradasi Perez/Derajat pembesaran kelenjar : Derajat 0-a : kelenjar tiroid tidak teraba atau bila teraba tidak lebih besar dari ukuran normal Derajat 0-b : kelenjar tiroid jelas teraba, tapi tidak terlihat bila kepala dalam posisi normal Derajat I : mudah dan jelas teraba, terlihat dengan kepala dalam posisi normal terlihat nodulus Derajat II : jelas terlihat pembesaran Derajat III : tampak jelas dari jauh Derajat IV : sangat besar

Pemeriksaan Anamnesa o o o o o o o o o o o o o o o o o Data identitas pasien secara lengkap Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit dahulu Menanyakan riwayat penyakit sebelumnya jika ada : diabetes mellitus, darah tinggi (hipertensi) Riwayat diet yang diambil Riwayat makan obat sebelumnya. Menanyakan apakah berat badan naik/turun Menanyakan apakah leher terasa membesar Menanyakan apakah pembengkakan leher terjadi dengan cepat sekali atau sangat lambat Menanyakan apakah bengkakan terasa nyeri atau tidak Menanyakan apakah ada banyak keringat dan berasa kepanasan Menanyakan apakah penglihatan kabur/double Menanyakan pakah terasa cepat lelah Riwayat pembengkakan kaki di pretibia: sejak kapan, nyeri tekan atau tidak Riwayat Penyakit Keluarga : menanyakan apakah ada anggota keluarga yang menghidap penyakit yang sama Riwayat Pribadi Riwayat Sosial Ekonomi

Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan tanda vital : - Suhu tubuh - Tekanan darah : meninggi akibat efek dari hormon tiroid - Denyut nadi : takikardi

- Frekuensi nafas b. Pengukuran berat badan, tinggi badan / Indeks Massa Tubuh c. Inspeksi & Palpasi - Mengukur lilit pembesaran pada leher - Melakukan perabaan pada bagian leher yang membengkak apakah teraba rata (diffusa) atau bergelombang (nodul keras/berbenjol-benjol) - Memerhatikan apakah ada eksoftalmus dan tanda-tanda pada mata seperti : o o o o o tanda Moebius : gagal melakukan konvergensi tanda von Grave : keterlambatan kelopak mata tanda Joffroy : kegagalan mengerutkan dahi, saat mata menatap ke atas tanda Pemberton : kemerahan pada muka setelah mengangkat kedua tangan ke atas tanda Rosenbach : tremor kelopak mata saat menutup mata

- ditemukan adanya miksedema pretibia (hanya ditemukan pada penderita hipertiroidisme) d.Auskultasi Terdengar bunyi sistolik jantung di apeks jantung akibat palpitasi (rasa yang tidak nyaman yang diakibatkan denyut jantung yang tidak teratur/lebih keras). Pemeriksaan Penunjang a. CT scan dan MRI orbital CT scan dan MRI memberikan gambaran yang sangat baik dari otot-otot ekstraokular, perlekatan otot, lemak intrakonal, dan anatomi apeks orbital. b. Scintigraphy Uptake meningkat disebabkan oleh seluruh aktifitas radioaktif berkumpul dalam kelenjar tiroid. c. USG orbita Pemeriksaan ini sangat baik untuk diagnosa tiroid oftalmopati, dan kekhasan reflektivitas internal otot-otot ekstraokular dari sedang sampai tinggi, sama halnya dengan pembesaran perut otot. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan TSHs serum Kadar TSH didapatkan rendah pada keadaan hiperfungsi kelenjar tiroid. b. Pemeriksaan FT3 dan FT4 Kadar FT3 dan FT4 akan meninggi pada pasien tersangka hipertiroidisme. c. Pemeriksaan TSH Rab (TSH reseptor antibodies) Pada morbus Graves biasanya positif d. Pemeriksaan antitiroglobulin dan antimikrosomal antibodi Meningkat pada morbus Graves Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat. Pegangan yang dipakai untuk diagnose hiperfungsi kelenjar tiroid adalah indeks Wayne dan indeks Newcastle. Penatalaksanaan Terdapat 3 metode yang tersedia yaitu : terapi obat anti tiroid, terapi bedah dan terapi yodium radioaktif. a. Medikamentosa Penatalaksanaan medik Obat Antitiroid 1. Prophyltiurasil (PTU) - Dosis awal : 300-600 mg/hari - Dosis maksimal : 2000 mg/hari - Mekanisme kerja menghambat konversi T4 menjadi T3 - Bekerja pada extratirodial dan intra tiroidial - Lebih banyak efek sampaing seperti menekan eritrosit, leukosit, dan trombosit. 2. Metimazol - Dosis awal 20-30 mg/hari - Indikasi : (i) Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan sedang dan tirotoksikosis. (ii) Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif (iii) Persiapan tiroidektomi (iv) Pasien hamil dan lanjut usia (v) Krisis tiroid Prognosis Prognosis umumnya baik. Kebanyakan pasien tidak memerlukan tindakan pembedahan. Dari berbagai studi, 101 kasus Oftalmopati Graves, hanya 15% yang memburuk dalam 5 tahun, sisanya membaik sendirinya. Dari 120 kasus, 74% tidak membutuhkan pengobatan atau hanya diberikan obat ringan saja.

KARSINOMA TIROID Epidemiologi Kanker tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan tersering. Lebih banyak pada wanita dengan distribusi berkisar antara 2 : 1 sampai 3 : 1. Insidensnya berkisar antara 5,4-30%. Berdasarkan jenis histopatologi, sebarannya adalah kanker tiroid jenis papilar (71,4%); kanker tiroid jenis folikular ( 16,7%); kanker tiroid jenis anaplastik (8,4%); dan kanker tiroid jenis medular (1,4%). Berdasarkan usia kanker tiroid jenis papilar biasanya pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun, berbeda dengan kanker tiroid folikular yang banyak pada usia di atas itu. Sedangkan kanker jenis medular sering ditemukan pada usia tua (50-60 tahun).2

Angka insidensi tahunan kanker tiroid bervariasi di seluruh dunia, yaitu dari 0,5-10 per 100.000 populasi. Karsinoma tiroid mempunyai angka prevalensi yang sama dengan multipel mieloma. Karsinoma tiroid ini merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin. Etiologi Etiologi yang pasti belum diketahui. Yang berperan khususnya untuk well differentiated carcinoma (papilar dan folikular) adalah radiasi dan goiter endemis sedangkan untuk jenis medular adalah faktor genetik. Belum diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk kanker anaplastik dan medular. Diperkirakan kanker tiroid anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan folikuler) dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar. Sedangkan limfoma pada tiroid diperkirakan karena perubahan-perubahan degenerasi ganas dari tiroiditis Hashimoto. Faktor Risiko 1. Pengaruh usia dan jenis kelamin Apabila nodul tiroid terdapat pada penderita berusia dibawah 20 tahun dan diatas 50 tahun, resiko keganasan lebih tinggi. Demikian pula dengan jenis kelamin, penderita laki-laki memiliki resiko keganasan lebih tinggi daripada penderita perempuan. 2. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau 3. Kecepatan tumbuh tumor 4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher 5. Riwayat penyakit serupa dalam keluarga Diagnosis Anamnesis pada penderita dilakukan secara mendalam agar dapat menggali faktor risiko yang berperan, selain itu juga mengidentifikasi jenis nodul berdasarkan gejala klinis yang muncul, apakah sudah tampak gejala metastasis jauh seperti benjolan pada kalvaria sebagai tanda metastasis tulang, sesak nafas sebagai tanda gangguan organ paru, rasa penuh di ulu hati dapat mengarahkan kecurigaan akan gangguan organ hepar, dan lain sebagainya.

Pemeriksaan fisik nodul mencakup 7 kriteria. Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berdungkul-dungkul, berjumlah tunggal atau multipel, memiliki batas yang tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas nodul. Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila : a. Usia penderita dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun b. Ada riwayat radiasi leher pada masa anak-anak c. Disfagia, sesak nafas, dan perubahan suara d. Nodul soliter, pertumbuhan cepat dan konsistensi keras e. Ada pembesaran kelenjar getah bening leher (jugular, servikal, atau submandibular) f. Ada tanda-tanda metastasis jauh Pemeriksaan Penunjang meliputi: 1. Pemeriksaan Laboratorium Menilai Human Thyroglobulin, suatu penanda tumor untuk karsinoma tiroid; jenis yang berdifferensiasi baik, terutama untuk follow up. 2. Pemeriksaan Radiologis Dilakukan pemeriksaan foto paru anteroposterior untuk menilai adanya metastasis. 3. Pemeriksaan Ultrasonografi Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. 4. Pemeriksaan Sidik Tiroid Dasar pemeriksaan ini adalah uptake dan distribusi yodium radioaktif dalam kelenjar tiroid. Yang dapat dilihat dari pemeriksaan ini adalah besar, bentuk, dan letak kelenjar tiroid serta distribusi dalam kelenjar. Juga dapat diukur uptake yodiumnya dalam waktu 3, 12, 24 dan 48 jam 5. Pemeriksaan Sitologi melalui Biopsi Aspirasi Jarum Halus Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk tipe anaplastik, meduler dan papiler hampir mendekati 100%

6. Pemeriksaan Histopatologi Merupakan pemeriksaan dianostik utama. Jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi. Penatalaksanaan 1. Pembedahan Bila diagnosis kemungkinan telah ditegakkan dan operabel, operasi yang dilakukan adalah lobektomi sisi yang patologik (Kaplan), atau lobektomi subtotal dengan risiko bila ganas kemungkinan ada selsel karsinoma yang tertinggal. Pembedahan umumnya berupa tiroidektomi total. Enukleasi nodulnya saja adalah berbahaya karena bila ternyata nodul tersebut ganas, telah terjadi penyebaran (implantasi)

sel-sel tumor dan operasi ulang untuk tiroidektomi secara teknis akan menjadi lebih sukar.2 Bila hasilnya jinak, lobektomi tersebut sudah cukup. Bila ganas, lobus kontra lateral diangkat seluruhnya (tiroidektomi totalis). Dapat pula dilakukan near total thyroidectomy. Bila dari hasil pemeriksaan kelenjar getah bening dicurigai adanya metastasis, dilakukan diseksi radikal kelenjar getah bening pada sisi yang bersangkutan. Komplikasi-komplikasi operasi antara lain terputusnya nerws laringeus rekurens dan cabang eksterna dari nervus laringeus superior, hipoparatirodisme, dan ruptur esofagus.2 2. Radiasi Bila tumor sudah inoperabel atau pasien menolak operasi lagi untuk lobus kontralateral, dilakukan:2 a. Radiasi interna dengan I131. b. Radiasi eksterna, memberikan hasil yang cukup baik untuk tumor-tumor inoperabel atau anaplastik yang tidak berafinitas terhadap I131. Prognosis Prognosis pasien dengan kanker tiroid berdifferensiasi baok tergantung pada umur (semakin buruk dengan bertambahnya umur), adanya ekstensi, adanya lesi metastasis dan diameter tumor serta jenis histopatologi

Daftar Pustaka Aru W. Sudowo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI), Dalam : R. Djokomoeljanto, Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme Edisi 5 Jilid 3 Cetakan I November 2009, Jakarta : Interna Publishing; h1993

Penatalaksanaan goiter diffusa toksik : http://emedicine.medscape.com/article/120140-overview

Penatalaksanaan bedah pada morbus Graves : http://www.bedahugm.net/struma

You might also like