You are on page 1of 14

Tantangan Komunikasi di Tengah Keragaman Budaya Dunia

Kelompok 5 Putu Surya P / NIM 0810320359 Mirza Novian G / NIM 0910323121 Finnan Aditya / NIM 105030200111141 Winda Kusuma / NIM 105030204111015

Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu dengan sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya. Pada kenyataanya seringkali kita tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut, seperti masalah perkembangan teknologi, kebiasan yang berbeda dari seorang teman yang berbeda asal daerah atau caracara yang menjadi kebiasaan (bahasa, tradisi atau norma) dari suatu daerah sementara kita berasal dari daerah lain.

Dalam hubungannya dengan proses budaya, komunikasi yang ditujukan kepada orang atau kelompok lain adalah sebuah pertukaran budaya. Dalam proses tersebut terkandung unsur-unsur kebudayaan, salah satunya adalah bahasa, sedangkan bahasa adalah alat komunikasi. Untuk mempelajari komunikasi sebagai proses budaya kita terlebih dahulu harus memahami apa yang dimaksud dengan istilah budaya atau kebudayaan dan apa yang dimaksud dengan istilah komunikasi, karena dengan memahami kedua istilah tersebut akan memudahkan bagi kita untuk membahas komunikasi sebagai proses budaya.

Bagi para pelaku bisnis, pemahaman yang baik terhadap budaya di suatu daerah, wilayah, atau Negara menjadi sangat penting artinya bagi pencapaian tujuan organisasi bisnis. Secara sederhana, komunikasi bisnis lintas budaya adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis baik komunikasi verbal maupun nonverbal dengan memperhatikan faktor-faktor budaya di suatu daerah, wilayah, atau Negara. Pengertian lintas budaya dalam hal ini bukanlah semata-mata budaya asing (internasional), tetapi juga budaya yang tumbuh dan berkembang di berbagai daerah dalam wilayah suatu Negara.

Di tengah keragaman budaya dunia saat ini , banyak sekali hal yang menjadi tantangan dalam melakukan suatu komunikasi. Perbedaan kultur, etnosentrisme, dan bahasa merupakan hambatan yang pasti ditemui dalam setiap proses komunikasi antar budaya. Sehingga harus dapat kita pahami elemen-elemen yang membuat komunikasi antar budaya tersebut berhasil dilakukan dengan melihat unsur budaya low context atau high context yang digunakan .

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, rumusan masalah

topik kali ini adalah : 1. Bagaimana perbedaan budaya, etnosentrisme, dan bahasa mempengaruhi komunikasi ? 2. Apakah pengertian low context dan high context dalam suatu kebudayaan ? 3. Apa sajakah elemen keberhasilan komunikasi lisan dan tulisan yang melampaui batas-batas Negara ?

1.3

Tujuan Penulisan

1. Mengetahui hal-hal yang sangat berperan dalam komunikasi yang terjadi antar budaya 2. Mampu memahami kultur low dan high context dalam komunikasi lintas budaya 3. Dapat memahami bagaimana komunikasi lintas budaya dilakukan secara baik, dengan mengurangi hambatan-hambatan yang ada

BAB II ISI

2.1

Budaya, Etnosentrisme, dan Bahasa dalam Komunikasi Untuk dapat memahami proses terjadinya komunikasi dalam perbedaan budaya,

etnosentrisme, dan bahasa. Kita perlu memahami arti dari hal-hal tersebut. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam sumber lain Budaya diartikan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Menurut Matsumoto (1996) etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Berdasarkan definisi ini etnosentrisme tidak selalu negatif sebagimana umumnya dipahami. Etnosentrisme dalam hal tertentu juga merupakan sesuatu yang positif. Tidak seperti anggapan umum yang mengatakan bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang semata-mata buruk, etnosentrisme juga merupakan sesuatu yang fungsional karena mendorong kelompok dalam perjuangan mencari kekuasaan dan kekayaan. Pada saat konflik, etnosentrisme benar-benar bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme, kelompok yang terlibat konflik dengan kelompok lain akan saling dukung satu sama lain. Salah satu contoh dari fenomena ini adalah ketika terjadi pengusiran terhadap etnis Madura di Kalimantan, banyak etnis Madura di lain tempat mengecam pengusiran itu dan membantu para pengungsi. Dalam berkomunikasi, kita cenderung untuk menghakimi

nilai, adat istiadat atau aspek-aspek budaya lain menggunakan kelompok kita sendiri dan adat istiadat kita sendiri sebagai standar bagi semua penilaian. Disadariatau tidak, kita sering mengganggap kelompok kita sendiri, negeri kita sendiri,budaya kita sendiri, sebagai yang terbaik, yang paling bermoral, dsb. Etnosentrisme sulit dihilangkan, karena ia bersumber pada psikologi manusia [memperoleh dan memelihara penghargaan diri]. Dan ini merupakan keinginan yang sangat manusiawi dari tiap orang yang berlatar budaya yang berbeda.

Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah. Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang. Adanya perbedaan budaya dimasing-masing kelompok, masyarakat dan negara, juga turut mempengaruhi efektifitas komunikasi antarbudaya. Adapun kunci keberhasilan dalam hubungan komunikasi bisnis juga dapat dipengaruhi oleh hal-hal seperti :

Social values Contohnya orang Amerika dikenal dengan etos kerja keras, sukses dapat diukur dari sisi materi,berorientasi pada tujuan dan efesiensi. Sementara untuk Indonesia dengan tingkat pengangguran usia kerja yang tinggi, menciptakan lapangan pekerjaan jauh lebih penting daripada bekerja secara efisien.

Roles and Status contohnya, dibanyak negara wanita masih belum [tidak] memainkan peranan yang menonjol dalam bisnis, pemerintahan bahkan dalam praktek kesehariannya masih ada batasan-batasan. Hal ini dikarenakan adanya sistem nilai, kepercayaan, dan pengaruh kuat agama. Konsep status juga berbeda. Seorang eksekutif Amerika menunjukkan tanda-tanda statusnya dengan menunjuk kepada nilai materialistik. Big boss biasanya mempunyai ruang kantor besar, karpet yang bagus, sofa yang mahal, asesori-asesori yang mahal, dll. Mempunyai kantor pribadi lebih terhormat di Amerika, daripada sebuah meja kerja pribadi di ruang terbuka. Ini disebutnya Dalam budaya lain, dikomunikasikan dalam cara yang berbeda, misalnya seorang eksekutif Perancis akan lebih terhormat apabila duduk di tengah dalam area yang terbuka.

Concept of Time Perbedaan persepsi terhadap waktu adalah faktor lainnya yang bisa menyebabkan misunderstandings . Para ekekutif Amerika dan Jerman melihat waktu sebagai sesuatu yang harus diencanakan dan dipergunakan secara efisien, berfokus hanya pada tugas pekerjaan tiap periode yang sudah terjadwal. Waktu adalah terbatas, jadi mereka mencoba langsung mendapatkan sesuatu [informasi, pendapat, masukan, pengarahan, dll] secepat mungkin ketika berkomunikasi. Disisi lain, para eksekutif Amerika Latin dan Asia melihat waktu sebagai sesuatu yang fleksibel. Karena dalam budaya mereka, membangun sebuah dasar/fondasi hubungan bisnis adalah jauh lebih penting daripada batas waktu pertemuan untuk tugas tertentu.

Concept of Personal Space Seperti halnya waktu, ruang/ jarak dalam berkomunikasi seringkali menyebabkan pengertian yangberbeda dalam budaya yang berbeda. Dalam Budaya Barat dalam berkomunikasi biasanya mereka berdiri 5 feet selama percakapan bisnis. Jarak ini bagi orang Jerman dan Jepang, adalah dekatnamun tidak nyaman . Tetapi bagi orang Arab dan Amerika Latin, jarak ini jauh dan tidak nyaman. Budaya Barat cenderung bereaksi negatif [tanpa pemberitahuan kenapa], ketika seorang Arab bergerak mendekat selama percakapan. Dan

orang Arab mungkin bereaksi negatif [tanpa pemberitahuan kenapa] ketika seorang Amerika/ Kanada bersikap mundur agak menjauh selama percakapan.

2.2

Pengertian Low Context dan High Context

Budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah mempunyai beberapa perbedaan pentingdalam cara penyandian pesannya. Anggota budaya konteks tinggi lebih terampil membaca perilaku nonverbal dan "dalam membaca lingkungan" , dan mereka menganggap bahwa orang lain juga akan mampu melakukan hal yang sama. Jadi mereka berbicara lebih sedikit daripada anggota-anggota budaya konteks rendah. Umumnya komunikasi mereka cenderung tidak langsung dan tidak ekplisit. Budaya konteks tinggi antara lain Malaysia, Korea, Indonesia, Jepang, Dll.

Budaya konteks rendah, sebaliknya menekankan komunikasi langsung dan ekplisit, pesan pesan verbal sangat penting, dan informasi yang akan dikomunikasikan dalam suatu pesan verbal dan tertulis. Budaya konteks rendah contohnya Amerika Serikat, dan Negara barat lainnya. Agar dapat dipahami secara jelas, berikut adalah table perbandingan antara low dan high context culture beserta contohnya

High Context
[examples : Japan, United Arab Emirates] Indirectness, politeness, ambiguity Low High Low Not Binding Binding Low

Low Context
[examples : Germany, North America] Directness, confrontation, clarity High Low High Binding Not binding High

Prefered communication strategy Reliance on words to communicate Reliance on nonverbal signs to communicate Importance of written word Agreements made in writing Agreements made orally Attention to detail

Source : Adapted from David A. Victor, International Business Communication [New York: HarperCollins, 1992], 148, 153, 160.

Dalam membandingkan orang-orang Amerika dengan orang-orang Melayu dan Jepang, Althen memberikan suatu contoh dimensi konteks tinggi/ konteks rendah :

Orang-orang

Amerika memperhatikan

kata-kata

yang

orang gunakan

untuk

menyampaikan gagasan, informasi, dan perasaan. Mereka umumnya tidak terampil dalam "membaca" pesan nonverbal orang lain. "Oh, kalian orang Amerika!" kata seorang wanita Jepang yang jengkel dipaksa menjelaskan rincian tentang suatu situasi yang tidak menyenangkan, "Kamu harus mengatakan segalanya!" [Althen, 1992, Hlm. 416]. Komunikasi verbal yang sering dijumpai pada budaya low context memiliki beberapa jenis,yaitu Understatement merupakan kebiasaan mengecilkan persoalan. Exaggerate adalah pernyataan yang dilebih-lebihkan atau dibesar-besarkan. Seorang businessman dalam bernegosiasi dengan seoarng Jerman berkata, "I know it's impossible, but can we do it? " . Bagi orang Jerman pernyataan itu menunjukkan "tidak bisa dikerjakan". Namun bagi orang Amerika melihatnya "impossible" sebagai ada hubungan kuat dengan berkata "difficult" dan diasumsikan dengan adanya kecukupan sumberdaya dan komitmen untuk melakukannuya, alias "the job could in fact be done". Compliments adalah ungkapan kata pujian atas diri seseorang, bisa dalam konteks berkomunikasi atau sapaan akrab Silence, mempunyai arti yang berbeda-beda dalam budaya yang berbeda. Di Jepang, diam bisa berarti "I don't like your idea," tetapi juga bisa berarti , "I'm thinking. Orang Mesir mengartikan diam dengan konsentrasi. Orang Yunani mengartikannya dengan penolakan. Kalau di Indonesia diam adalah bisa takut atau tidak mengerti sama sekali. Voice Qualities adalah keras lemahnya suara dalam berkomunikasi. Terlalu keras dalam bersuara, lawan bicara bisa mengartikan pernyataan tersebut dengan tulus hati , sungguhsungguh atau malah bisa diartikan kasar.

Orang Indonesia juga sangat pintar dalam "membaca" pesan nonverbal orang lain. Misalnya : mahasiswa yang akan menghadap dosen untuk urusan skripsi, maka mahasiswa tersebut harus dapat melihat apakah sang dosen itu sedang dalam suatu situasi ceria [wajah], menyenangkan, punya waktu, dan bisa diajak konsultasi dsb. Kalau tidak bisa-bisa mhs tsb dimarahi habis-habisan karena tidak mengerti keadaan sang dosen yangsedang tidak mood tersebut.

Dilihat dari fungsinya, perilaku non verbal mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan non verbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni sebagai :

1. Emblem, gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, Saya tidak sungguh -sungguh. 2. Ilustrator. Pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan. 3.Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi. 4. Penyesuai. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respons yang tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan. 5. Affect Display. Pembesaran manik-mata [pupil dilation] menunjukkan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau senang.

Contoh komunikasi non verbal:

Eye Contact, Contohnya orang Amerika Utara melihat eye contact sebagai tanda kejujuran.Orang yang berkomunikasi dengan orang lain tidak memandang mata lawan bicara dipandang tidak jujur. Anak-anak orang Puerto Rico diajarkan untuk tidak memandang mata orang dewasa karena tidak sopan. Orang Jepang mengajarkan anak-anak mereka agar melihat orang yang jauh lebih tua hanya sebatas leher. Di Korea memandang lawan bicara terus menerus diartikan sebagai tanda perbuatan kasar. Di negara Arab, antara pria dan wanita tidak dianjurkan untuk saling menatap satu sama lain, karena bisa diartikan

melanggar Hukum agama Islam, atau memandang orang yang bukan muhrimnya.

Smiling, pepatah Cino kuno mengatakan, orang tanpa senyum tidak boleh membuka toko". Senyum adalah bahasa universal, yang bisa menutupi rasa malu, kesedihan/ duka, emosi, bahkan rasa marah seseorang.

Gestures, mempunyai makna berbeda ditiap negara. Di Bulgaria, orang yang menganggukanggukan kepala bisa berarti mengatakan "no" dan menggeleng-gelengkan kepala mereka yang bisa berarti berkata "iya".

Personal Space, adalah jarak yang diinginkan seseorang [wanita/pria] ketika berkomunikasi atau pertukaran yang bukan dalam kondisi intim. Hasil observasi dan experimen terbatas menyimpulkan bahwa, kebanyakan orang Amerika Utara, Eropa Utara dan Asia menginginkan ruang pribadi yang lebih besar dibandingkan dengan orang Amerika Latin, Perancis, Italia dan Arab.

Touch, hasil studi di US menunjukkan bahwa sentuhan diintepretasikan sebagai menunjukkan "kekuatan" atau bisa diartikan membantu atau menolong. Orang yang jauh lebih kuat, menyentuh orang yang kurang kuat.

Time. Masalah perbedaan waktu merupakan hal yang lumrah di belahan bumi manapu. Tetapi yang jauh lebih penting adalah adanya perbedaan sudut pandang terhadap waktu dan sikap terhadap waktu.

Komunikasi non verbal usianya lebih tua daripada komunikasi verbal. Hingga usia kira-kira 18 bulan, manusia cenderung bergantung total pada komunikasi non verbal seperti sentuhan, senyuman, pandangan mata, bunyi-bunyian, dll. Maka tidaklah mengherankan ketika kita ragu pada seseorang, kita lebih percaya pada pesan non verbalnya. Orang yang terampil membaca pesan non berbal orang lain disebut intuitif, sedangkan yang terampil mengirimkannya disebut ekspresif.

2.3

Elemen-elemen Komunikasi Lintas Negara Setelah kita ketahui pengertian-pengertian komunikasi sebelumnya, kita pasti akan

bertanya bagaimana jika komunikasi verbal atau non verbal/tulisan dilakukan dengan orang yang berbeda Negara dengan kita? Maka secara otomatis, kita berpikir bahwa budaya, bahasa, dan adat istiadat Negara lain perlu dipelajari sebelum melakukan komunikasi tersebut . Secara garis besar komunikasi terbagi dalam dua jenis, yaitu verbal(lisan) dan non verbal(dlm hal ini tulisan) , untuk mencapai suatu komunikasi yang dapat saling dipahami. Maka ada beberapa elemen pendukung keberhasilan komunikasi verbal dan non verbal yang sebelumnya harus dipahami dan diperhatikan. Saat ini semakin banyak pola kerja sama maupun kesepakatan ekonomi di berbagai kawasan dunia. Hal ini menjadikan komunikasi bisnis lintas budaya dan lintas Negara semakin menjadi hal yang sangat penting. ASEAN (AFTA/ASEAN Free Trade Area), kawasan Asia Pasifik (APEC), kawasan Amerika Utara (NAFTA/ North American Free Trade Area), kawasan eropa tengah (CEFTA/Central European Free Trade Agreement), kawasan Eropa (EFTA/European Free trade area), dan kawasan Amerika Latin (LAFTA/Latin American Free Trade area) adalah beberapa contoh kongkrit terjadinya komunikasi dan kerja sama antar Negara. Hal tersebut mengakibatkan hilangnya batas-batas Negara dalam komunitas tersebut yang akibatnya terjadi pada pergeseran nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan bahasa (Globalisasi). Kondisi ini juga didukung pesatnya perkembangan ICT (Teknologi Komunikasi dan Informasi) seperti internet, tv Kabel dan lain sebagainya dan membuat kita lebih mudah untuk mempelajari dan mengakses kebudayaan lain ataupun Negara lain yang walaupun letaknya secara geografis tidak memungkinkan kita berada secara langsung. Hal-hal penting yang menjadi elemen agar suatu komunikasi lisan dan tulisan berhasil dilakukan, antara lain : a. Nilai-nilai Sosial nilai kemasyarakatan yang hidup dan berkembang pada suatu wilayah b. Peran dan status

Sektor publik dan status sosial yang berbeda ukurannya antara negara satu dengan yang lain c. Pengambilan Keputusan Di setiap kebudayaan system pengambilan keputusan akan berbeda dengan kebudayaan lain. Contoh : Di Negara-negara maju seperti A.S. para eksekutif selalu berupaya cepat dan seefisien mungkin mengambil suatu keputusan penting. Sedangkan di kawasan Asia, keputusan cenderung berlangsung secara lambat dan bertele (hubungannya dengan low context dan high context) d. konsep waktu Sebagian besar penduduk di Negara maju sudah menyadari bahwa waktu sangatlah berharga. Untuk menghemat waktu, mereka membuat rencana bisnissecara efisien dengan memusatkan perhatian pada tugas tertentupada periode tertentu juga Sedangkan di Asia, umumnya memandang waktu secara fleksibel.Menurut mereka, menciptakan dasar-dasar hubungan bisnis lebih penting daripada sekedar dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. e. Konsep Jarak Komunikasi Adanya pemisahan kepentingan pribadi dengan kepentingan bisnis, tergantung kapan dia melakukan komunikasi. f. Konteks Budaya Penggunaan konteks rendah dan konteks tinggi tergantung di kebudayaan mana komunikasi itu berada dan berlangsung g. Bahasa Tubuh Bahasa tubuh merupakan salah satu elemen penting dalam komunikasi, khususnya High Context culture Elemen-elemen yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan penyusun penting dalam terjadinya komunikasi lisan maupun tulisan yang terjadi pada komunikasi lintas budaya atau Negara. Sangat besar pengaruh elemen-elemen tersebut, sehingga kita harus

memperhatikan dimana,kapan, dan siapa yang kita ajak untuk berkomunikasi.

BAB III Kesimpulan


Semakin pesatnya perkembangan teknologi saat ini memungkinkan kita untuk berkomunikasi lintas budaya. Dimana ada perbedaan bahasa, kebiasaan dan lain sebagainya. Pengembangan keterampilan berkomunikasi bisnis lintas budaya menjadi semakin penting artinya, mengingat dunia bisnis sudah menjadi bagian dari globalisasi. Kita juga dapat mempelajari secara detail mengenai kebudayaan dengan berbagai cara yang sangat banyak saat ini, seperti membaca, browsing internet, berita,dan lain-lain agar dapat memahami perbedaan lintas budaya dan memandangnya sebagai suatu anugerah bukan memandang dengan mendeskriminasinya.

Daftar Pustaka
1. Wikipedia. Budaya (diakses tanggal 15 Oktober 2011)
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

2. Mendatu,Achmanto. Etnosentrisme (diakses tanggal 15 Oktober 2011)


http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/etnosentrisme.html

3. binetsalemba. Fungsi Bahasa (diakses tanggal 16 Oktober 2011


http://www.scribd.com/doc/9678465/Fungsi-Bahasa

4. pranata,putu. Komunikasi (diakses tanggal 24 Oktober 2011)


http://www.slideshare.net/putupranata/komunikasi-9848231

5. google,sites. Komunikasi Antar Budaya (diakses tanggal 16 Oktober 2011)


https://sites.google.com/site/kuliahkab/ 6. Purwanto, Drs. Djoko. Komunikasi Bisnis.SURAKARTA: Erlangga,2006.

You might also like