You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.1,2 Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalah diagnosiskan menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 5 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi, gangguan konversi, gangguan dismorfik tubuh dan gangguan nyeri somatoform.1 Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.3

1.2.

Tujuan Makalah ini ditulis sebagai salah satu prasyarat untuk mengikuti aktivitas

koasisten di Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran. Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai somatoform sehingga pembaca dapat lebih mengenal tentang gangguan ini dan lebih akurat dalam mendiagnosanya. Pemahaman tentang diagnosis somatoform yang baik diharapkan dapat memberikan potensi untuk prognosis yang lebih baik dengan diagnosis dini, mencegah terjadinya kesalahan diagnosis, mencegah terjadinya kesalahan pengobatan, dan memungkinkan untuk mencegah penyakit berlarut-larut.

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Definisi Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat.1 Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.1, 2.2. Etiologi Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan.1 Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut:1 a. Faktor-faktor Biologis Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi). b. Faktor Psikososial Penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan (contoh: nyeri pada usus seseorang).

2.3.

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala

fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.1,2 Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.1,4 Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.3 Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.1 Gambaran keluhan gejala somatoform: Neuropsikiatri: - Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik; - Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya Kardiopulmonal: - Jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati Gastrointestinal: - Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya

Genitourinaria: - Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa Musculoskeletal - Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu Sensoris: - Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

2.4.

Klasifikasi dan Diagnosis

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi:3 F.45.0 gangguan somatisasi F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci F.45.2 gangguan hipokondriasis F.45.3 disfungsi otonomik somatoform F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap F.45.5 gangguan somatoform lainnya F.45.6 gangguan somatoform YTT DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh. Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.

F. 45.0 Gangguan Somatisasi1,3,4,5 Definisi Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan. Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik, gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui. Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama. Etiologi Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain. Epidemiologi Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 10-20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut: A. Riwayat banyak keluhan fisik, yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode lebih dari beberapa tahun dan menyebabkan pencarian pengobatan atau hendaya dalam fungsi soaial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya B. Tiap kriteria berikut harus memenuhi, dengan gejala individual yang terjadi kapan pun selama perjalanan dari gangguan: 4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi) 2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan) 1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan) 1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan). C. Salah satu (1) atau (2): Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium D. Gejala-gejalanya tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial: Aksis I : Gangguan somatoform, somatisasi Aksis II : Tidak ada diagnosis aksis II Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV : Masalah dengan keluarga Aksis V : GAF Scale 51-60: gejala sedang, disabilitas sedang Tatalaksana Tujuan pengobatan 1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata 2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi). Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. 2. 3. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial.

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. 2. 3. Diberikan hanya bila indikasinya jelas Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi Anti anxietas dan antidepressant. OBAT ANTI ANXIETAS 1. Golongan Benzodiazepin Diazepam (Lovium, Mentalium, Valium dll.) Chlordiazepoxide ( Cetabrium, Tensinyl, dll.) Bromazepam (Lexotan) Lorazepam (Ativan, Renaquil, Merlopan) Alprazolam (Xanax, Alganax, Calmlet, dll.) Clobazam (Frisium)

2. Golongan Non- Benzodiazepin Buspirone (Buspar, Tran-Q, Xiety) Sulpiride (Dogmatil-50) Hydroxyzine (Iterax)

OBAT ANTI DEPRESI 1. Golongan Tricyclic Compound Amitriptyline (Amitriptyline) Imipramine (Tofrani) Clomipramine (Anafranil) Tianeptine (stablon)

2. Golongan Tetracyclic Compound Maprotiline (Ludiomil) Mianserin (Tolvon) Amoxapine (asendin)

3. Golongan Mono-Amine-Oxydase Inhibitor (MAOI)- Reversible Moclobemide (Aurorix)

4. Golongan Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor (SSRI) Sertraline (Zoloft) Paroxetine (Seroxat) Fluvoxamine (Luvox) Fluoxetine (Prozac, Nopres) Citalopram (Cipram)

5. Golongan atypical Antidepresants Trazodone (Trazone) Mirtazapine (Remeron)

Prognosis Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.

10

BAB 3 KESIMPULAN
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan. Gambaran yang penting dari ganguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya. Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi: gangguan somatisasi, gangguan somatoform tak terperinci, gangguan hipokondriasis, disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap, gangguan somatoform lainnya, dan gangguan somatoform YTT. Sedangkan pada DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.

11

DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan, H.I., Saddock, B.J., dan Grebb J.A., 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta: Binanupa Aksara 2. Mansjoer, A., dkk (editor), 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Penerbit Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura 3. Departemen Kesehatan R.I., 1995. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III Cetakan Pertama . Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI 4. Elvira, S. D., dkk (editor), 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 5. Setio, M. (editor), 1994. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC

12

You might also like