You are on page 1of 48

BLOK 16 REPRODUKSI LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 8

Kelompok 6

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

NOVYA PRABAWATI ANIES DYANING ASTUTI FARADILA ELMI MOH. ARIF KURNIAWAN T. KADEK SOGA PRAYADITYA PUTRA PUJI NURHIDAYATI NI PUTU GALUH MEGANTARI E. DANDI PRASETIANTO WISIAPUTRO NURUL HIDAYATI M. RIAN AZHADI NABILA WAHIDA

H1A 010 005 H1A 010 009 H1A 010 012 H1A 010 026 H1A 010 033 H1A 010 034 H1A 010 037 H1A 010 047 H1A 010 050 H1A 090 003 H1A 090 007

Tutor : Siti Rahmatul Aini, S.F, Apt, M.Sc dr. Dyah Purnaning

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM
2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan karunia-Nya, sehingga kami dapat merampungkan penyusunan laporan tutorial ini tepat pada waktunya. Pada skenario ke-8 yang berjudul Rafi & Wanda menantikan buah hati... ini. Terima kasih secara khusus kami ucapkan pada tutor kami untuk skenario ini, atas segala arahan dan bimbingan beliau sehingga proses tutorial kelompok kami berjalan lebih lancar dan dinamis. Tidak lupa juga kami haturkan terima kasih pada semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan laporan tutorial ini. Akhir kata, kami menyadari bahwa laporan yang kami susun ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih menyimpan berbagai kekurangan, baik dari segi materi maupun penyampaian. Sehingga kami selaku penyusun memohon kritik dan saran yang membangun agar tercapai hal-hal yang lebih baik untuk kita bersama di hari-hari selanjutanya.

Mataram, 18 April 2013

Penyusun

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Skenario


Skenario 8 : Rafi & Wanda menantikan buah hati.... Ny. Wanda, 2 4 tahun mendatangi praktek dokter keluarga dengan suaminya. Mereka sudah berumah tangga selama 3 tahun dan belum dikaruniai anak. Dari hasil anamnesis diketahui Ny. Wanda memiliki siklus haid yang terat ur, setiap 28 hari dan lama haid 3 hari. Ny. Wanda mem iliki kebiasaan merokok. Tidak ada riwayat perdarahan diantara waktu menstruasi ataupun setelah berhubungan intim, tidak ada rasa sakit saat menstruasi dan tidak pernah menggunakan kontrasepsi. Ny. Wanda juga sering mengalami keputihan. Suaminya, Tuan Rafi, 34 tahun adalah seorang karyawan swasta yang sering bepergian keluar kota. Tuan Rafi mempunyai riwayat merokok, minum alcohol dan sebelum menikah dengan Ny. Wanda pe rnah terkena pe nyakit kencing nanah yang diobati sendiri. Tuan Rafi pernah menikah siri selama 4 tahun namun tidak dikaruniai anak. Dokter menyarankan agar dilakukan pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain pada Ny. Wanda dan suaminya. Dokter juga menjelaskan tahap-tahap pengobatan yang mungkin dijalani.

1.2 Mind Mapping

1.3 Learning Objektif Bagaimana epidemiologi terjadinya infertilitas pada wanita? Bagaiamana kadar ph yang dibutuhkan untuk menghasilkan individu fertil ? Bagaimana fisiologi ereksi? Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infertilitas pada wanita? Bagaimana penegakan diagnosa infertilitas? Bagaiamana penatalaksanaan yang diberikan pada kasus infertilitas?

1.4 Analisis Skenario Anamnesis Identitas Istri Usia : Ny. W : 24 tahun

Suami : Tn. R Usia KU : 35 tahun : Belum memiliki anak setelah 3 tahun menikah

siklus haid : teratur setiap 28 hari. Lama haid : 3 hari Mempunyai kebiasaan merokok Tidak ada riwayat perdarahan diantara waktu menstruasi dan pasca coitus Tidak ada disminorea Tidak menggunakan kontrasepsi Sering keputihan Anamesis Tn. R Pekerjaan : karyawan swasta sering pergi ke luar kota Mempunyai riwayat merokok dan minum alkohol Sebelum menikah memiliki penyakit kencing nanah yang diobati sendiri Pernah nikah siri selama 4 tahun dan tidak memiliki anak Analisis riwayat pasien

Keluhan Utama pasien adalah belum memiliki anak setelah tiga tahun menikah bisa dikatakan sebagai infertilitas sebagaimana definisi infertilitas Kegagalan dari suatu pasangan pada usia reproduktif untuk mengandung setelah melakukan koitus yang regular selama paling tidak setahun tanpa menggunakan kontrasepsi (Kimberly. 2007). Siklus haid yang teratur yakni selama 28 hari dengan lama menstruasi 3 hari. Tidak ada riwayat perdarahan diantara waktu menstruasi dan pasca coitus serta tidak didapatkannya rasa nyeri selama menstruasi menunjukkan bahwa tidak ada gangguan dari siklus ovulasinya dan tidak ada gangguan pada endometriumnya. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan efek samping berat, baik pada pria dan wanita. Perokok wanita memiliki risiko lebih tinggi mempengaruhi kemampuan reproduksi mereka dan selanjutnya meningkatkan kemungkinan kanker pada keturunan mereka karena perubahan dalam gen dan kromosom. Beberapa konsekuensi negatif dari merokok pada kemampuan reproduksi wanita meliputi: Kerusakan pada saluran tuba yang menghasilkan telur sehat Kemungkinan mencapai menopause dini dengan 1 sampai 4 tahun Peningkatan risiko aborsi dan kehamilan ektopik unprompted Perubahan pada sel telur Kemungkinan terjadinya kanker pada bayi dari orang tua perokok

Riwayat sering keputihan. Keputihan merupakan suatu cairan tubuh (bukan darah) yang keluar dari organ reproduksi wanita. Banyak sekali penyebab keputihan dan yang paling sering berkaitan dengan infertilitas pada wanita adalah erosi serviks atau servisistis . Pasien dengan erosi serviks hampir selalu disertai dengan keputihan yang kental, dan berbau. Cairan ini berisi sel-sel darah putih, sel mati, sekresi peradangan, bakteri, jamur, parasit atupun virus. Cairan ini sangat tidak sehat bagi kehidupan sperma, dan akan sangat menyulitkan sperma untuk bergerak. Ada beberapa teori penyebab hal ini.

1. Kadar hormon estrogen yang tinggi dalam darah, yang menyebabkan perubahan pertumbuhan sel-sel epitel. Sel-sel kolumnar tumbuh mendesak sel epitel gepeng. Teori ini mendasarkan banyaknya kasus pada: wanita hamil, pengguna pil KB, wanita dengan terapi pengganti hormon, dan bayi. 2. Infeksi. Masih banyak perdebatan apakah erosi disebabkan atau, menyebabkan iritasi. Tapi yang jelas sering sekali kedua hal ini muncul bersamaan. Infeksi dapat beraneka ragam, jamur, bakteri, parasit, dan tentu saja virus. 3. Iritasi kronik. Banyak penyebab yang dapat mengiritasi daerah tersebut

misalnya penggunaan cairan pembersih yang tidak tepat, gel kontrasepsi anti sperma, dan tentu saja hubungan seksual (apalagi bila menggunakan sesuatu yang tidak sehat misalnya kondom yang tidak licin, atau alat bantu lainnya). Selain servisitis masih banyak lagi penyakit dengan gejala keputihan yang bisa menyebabkan infertilitas. Misalnya kanker serviks namun hal ini banyak terjadi pada wanita dengan usia 35-55 tahun. Pekerjaan Tn. R sebagai karyawan swasta sering pergi ke luar kota perlu digali kembali seberapa lama waktunya. Bisa saja karena pekerjaannya yang sering ke luar kota menyebabkan kurangnya frekuensi berhubungan dengan istrinya. Dalam literature dikatakan bahwa frekuensi hubungan yang cukup adalah 2-3 kali seminggu atau pada saat istrinya sedang mengalami masa subur. Kebiasaan merokok pada Tn. R bisa menyebabkan beberapa Konsekuensi yang signifikan dari merokok berkontribusi terhadap infertilitas meliputi: Penurunan jumlah sperma pada pria Perubahan dalam morfologi sperma, kekuatan sperma dan kuantitas air mani ejakulasi Perubahan dalam rangkaian DNA pada sel sperma

Kebiasaan minum alkohol bisa menyebabkan gangguan fungsi hipotalamus, kelenjar hipofisis anterior, dan testis, yang semuanya menjadi bagian dari sistem reproduksi pria. Alkohol, bila dikonsumsi dalam jumlah besar dapat menghancurkan sel-sel sehat yang menghasilkan sperma, dan dengan demikian menyebabkan rendahnya tingkat dorongan seksual atau libido. 5

Kualitas sperma ditentukan oleh morfologi. Sperma dengan morfologi yang baik berarti memiliki densitas (populasi), ukuran, dan bentuk yang tepat. Alkohol, ketika dikonsumsi berlebihan, membuat morfologi sperma menjadi buruk yang berarti mengurangi densitas, serta ukuran dan bentuk yang abnormal. Alkohol juga merusak fungsi testis sehingga membuat sperma tidak cukup matang. Efek yang diakibatkan alkohol pada sistem reproduksi pria. 1. Penyalahgunaan alkohol menyebabkan terganggunya produksi testosteron dan

menyebabkan menyusutnya atrofi testis yang berpotensi menyebabkan infertilitas dan impotensi. Banyak pengguna alkohol mengalami pengurangan jumlah rambut pada dada dan wajah, pembesaran payudara, dan peningkatan berat badan. 2. Sperma berkualitas buruk akan membuat pecandu alkohol mengalami infertilitas akibat turunnya jumlah dan kualitas sperma sehingga menyebabkan masalah kesuburan. 3. Konsekuensi lain, alkohol mengurangi tingkat glutathione. Glutathione merupakan senyawa yang melindungi membran dari peroksidasi lipid yang memicu proses kerusakan testis. Alkohol dikonversi menjadi asetaldehida oleh enzim dehidrogenase dalam hati sehingga mengurangi tingkat glutathione yang berkontribusi pada penurunan fungsi testis. 4. Alkohol menyebabkan penurunan libido atau gairah seksual pada pria dan menghancurkan fungsi seksual tubuh. Tn. R memiliki riwayat penyakit kencing nanah yang diobati sendiri. Kencing nanah merupakan penyakit menular seksual disebabkan oleh bakteri yang disebut Neisseria gonorrheae. Bakteri ini menular dengan mudah dari individu yang terinfeksi kepada orang lain yang tidak terinfeksi melalui kontak seksual yang dapat vagina, anal, dan bahkan mulut. Pada laki-laki infeksi bisa menyebar sampai ke epididimis dan organ reproduksi lainnya dan bisa mempengaruhi sperma. Jika bakteri dibiarkan sangat lama dan tidak diobati maka bisa menyebabkan infertilitas. Tn. R mengobati sendiri penyakitnya namun pada skenario tidak dijelaskan apa obat yang digunakan sehingga ada kemungkinan belum sembuh tota sehingga bisa menyebabkan infertilitas pada Tn. R. Planning pemeriksaan Pemeriksaan yang dianjurkan untuk Tn. R dan Ny. W adalah : 6

1. Analisa sperma Tujuannya untuk mengetahui karakteristik dan kualitas dari sperma. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, uji biokimiawi, uji imunologi, dan uji mikrobiologi 2. Histerosalpingografi Histerosalpingografi (HSG) adalah pemeriksaan yang digunakan untuk memeriksa rahim dan saluran telur (tuba fallopi). Pemeriksaan menggunakan sinar X (rontgen). HSG memeriksa adanya kelainan ukuran atau bentuk rahim yang dapat menyebabkan infertilitas dan masalah pada kehamilan. Juga dapat menunjukkan apakah ada penyumbatan pada saluran telur. Terkadang juga digunakan dalam beberapa bulan setelah prosedur sterilisasi untuk memastikan bahwa saluran tuba telah benar-benar terpisah. Pada kasus infertilitas pemeriksaan HSG merupakan pemeriksaan minimal yang dilakukan pada istri yang memiliki siklus haid normal. HSG dilakukan di rumah sakit, klinik, atau layanan kesehatan yang memiliki fasilitas radiologi. Pemeriksaan dilakukan pada hari ke 9-12 siklus haid karena waktu tersebut menghindari telah terjadi kehamilan. HSG tidak dilakukan pada seorang wanita jika :

Mengalami infeksi panggul Peradarahan hebat dari vagina Hamil

BAB II PEMBAHASAN INFERTILITAS DEFINISI Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi. Selain itu, infertilitas juga didefinisikan sebagai kegagalan dari suatu pasangan pada usia reproduktif untuk mengandung setelah melakukan koitus yang regular selama paling tidak setahun tanpa menggunakan kontrasepsi. Infertilitas primer terjadi apabila seorang wanita belum pernah hamil sama sekali. Infertilitas sekunder terjadi ketika seorang wanita pernah memiliki sekali atau lebih riwayat mengalami hamil. Kesuburan merupakan suatu kemungkinan mencapai kehamilan pada satu siklus menstruasi. EPIDEMIOLOGI Data dari National Survey of Family Growth pada tahun 1995 terdapat 7% dari pasangan yang menikah, dimana pasangan wanita pada masa subur, tidak mencapai kehamilan setelah menjalankan hubungan seksual selama 12 bulan tanpa kontrasepsi. Sebagai tambahan, 15% dari wanita subur dilaporkan menjalani pelayanan terhadap infertilitas. Menurut data statistik 80% terjadi kehamilan pada pasangan suami istri dalam 1 tahun bersenggama tanpa kontrasepsi, 86% terjadi kehamilan pada minggu ke-2. Penyelidikan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan menunjukkan bahwa 32,7% hamil dalam satu bulan pertama, 57,0% dalam 3 bulan, 72,1% dalam 6 bulan, 85,4% dalam 12 bulan, dan 93,4% dalam 24 bulan.Waktu median yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan adalah 2,3 bulan sampai 2,8 bulan. Makin lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin turun kejadian kehamilannya. Oleh karena itu, kebanyakan dokter baru menganggap masalah infertilitas muncul apabila pasangan yang ingin punya anak itu telah dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan lebih dari 12 bulan.

ETIOLOGI Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok, satu pertiga masalah terkait pada wanita, satu pertiga pada pria dan satu pertiga disebabkan oleh faktor kombinasi. Adapun penyebab yang menyebabkan infertilitas secara umum adalah dari faktor organik dan nonorganik. Faktor organik Infertilitas Wanita a. Masalah vagina (2-5 %) Infeksi vagina seperti vaginitis, trikomonas vaginalis yang hebat akan menyebabkan infeksi lanjut pada portio, serviks, endometrium bahkan sampai ke tuba yang dapat menyebabkan gangguan pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai organ reproduksi vital untuk terjadinya konsepsi. Disfungsi seksual yang mencegah penetrasi penis, atau lingkungan vagina yang sangat asam, yang secara nyata dapat mengurangi daya hidup sperma. Yang dapat menghambat sperma : Sumbatan Radang (vaginitis) : psikogenik (vaginismus), anatomis (bawaan, didapat) : candida albicans, trichomonas vaginalis.

b. Masalah serviks Gangguan pada setiap perubahan fisiologis yang secara normal terjadi selama periode praovulatori dan ovulatori yang membuat lingkungan serviks kondusif bagi daya hidup sperma misalnya peningkatan alkalinitas dan peningkatan sekresi. Penyebab 10 % infertilitas. Penyebab infertilitas karena faktor serviks adalah : Sumbatan/ kelainan anatomis (atresia) atau polips 1. Kelainan bawaan (atresia) atau polips. 2. Radang serviks uteri. 3. Kelainan kanalis servikalis. 4. Stenosis karena trauma, sinekia, konisasi, inseminasi buatan yang tidak adekuat. 9

Lendir serviks abnormal (factor imunologi). Malposisi serviks.

c. Masalah uterus Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi di endometrium. Kejadian ini tidak dapat berlangsung apabila ada patologi di uterus. Patologi tersebut antara lain polip endometrium, adenomiosis, mioma uterus atau leiomioma,bekas kuretase dan abortus septik. Kelainan -kelainan tersebut dapat mengganggu implantasi, pertumbuhan,nutrisi serta oksigenisasi janin. Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba fallopii manusia secepat 5 menit setelah inseminasi. Dibandingkan dengan besar spermatozoa dan jarak yang harus ditempuhnya, kiranya tidak mungkin migrasi spermatozoa berlangsung hanya karena gerakannya sendiri. Tidak disangkal, kontraksi vagina dan uterus memegang peranan penting dalam transportasi spermatozoa ini. Pada manusia oksitosin tidak berpengaruh terhadap uterus yang tidak hamil akan tetapi prostaglandin dalam air mani dapat membuat uterus berkontraksi secara ritmik. Ternyta, prostaglandinlah yang memegang peranan penting dalam transportasi spermatozoa ke dalam uterus dan melewati penyempitan pada baras uterus dengan tuba itu. Ternyata pula, uterus sangat sensitive terhadapa prostaglandin pada akhir fase proliferasidan permulaan fase sekresi. Dengan demikian, kurangnya prostaglandin dlam air mani dapat merupakan masalah infertilitas. Masalah lain yang dapat mengganggu transportasi spermatozoa melalui uterus ialah distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma atau polip, peradangan ensometrium, dan gangguan kontraksi uterus. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengganggu dalam hal implantasi, pertumbuhan intauterin, dan nutrisi serta oksigenasi janin. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya masalah didalam uterus antara lain : Biopsi Endometrium

Biopsi endometrium dilakukan untuk mendapatkan gambaran endometrium, karena gambaran endometrium merupakan cerminan dari pengaruh hormon-hormon yang dihasilkan oleh ovarium. Waktu terbaik untuk melakukan biopsi ialah 5-6 hari setelah ovulasi. Histerosalphingografi 10

Histerosalphingografi yang dilakukan dengan baik dapat memberikan keterangan cavum uteri, patensi tuba, dan bila tubanya paten juga dapat memberikan gambaran peritoneum. Histeroskopi

Histeroskopi adalah peneropongan cavun uteri yang sebelumnya telah digelembungkan dengan media dextran 32 %, glukosa 5 %, garam fisiologik, atau gas CO2 . Indikasi dilakukanya histeroskopi ialah : Adanya kelainan pada pemeriksaan histerosalphingorafi Riwayat Abortus habitualis Dugaan adanya mioma atau polip submukosa Perdarahan abnormal dari uterus

Sebelum dilakukannya bedah plastik tuba, untuk menempatkan kateter sebagai splint pada bagian proximal tuba. Kontra indikasi histereskopi antara lain : infeksi akut rongga panggul kehamilan perdarahan yang banyak dari uterus.

d. Masalah tuba Saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses kehamilan. Apabila terjadi masalah dalam saluran reproduksi wanita tersebut, maka dapat menghambat pergerakan ovum ke uterus, mencegah masuknya sperma atau menghambat implantasi ovum yang telah dibuahi. Sumbatan di tuba fallopi merupakan salah satu dari banyak penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat infeksi, pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh endometriosis atau inflamasi. Infertilitas yang berhubungan dengan masalah tuba ini yang paling menonjol adalah adanya peningkatan insiden penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease PID). PID ini menyebabkan jaringan parut yang memblok ke dua tuba fallopi. 11

Frekuensi faktor tuba dalam infertilitas sangat bergantung pada populasi yang diselidiki. Peranan faktor tuba yang masuka akal ialah 25 50%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa faktor tuba paling sering ditemukan dalam masalah infertilitas. Oleh karena itulah, penilaian patensi tuba dianggap sebagai salah satu pemeriksaan terpenting dalam pengelolaan infertilitas. Untuk mengetahui adanya masalah pada tuba dapat dilakukan dengan cara pertubasi ( uji robin). Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa patensi tuba dengan jalan meniupkan gas CO2 melalui kateter Foley yang dipasang pada kanalis servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan salah satu atau kedua tubanya paten, maka gas akan mengalir bebas kedalam cavum peritoneum. Terdapat sumbatan tuba bila tekanan gasnya naik dan bertahan sampai 200 mmHg, jika tekanan gasnya naik hanya sampai 80 100 mmHg, maka salah satu dari tuba yang paten. Saat terbaik untuk melakukan pertubasi ialah setelah haid bersih dan sebelum ovulasi atau hari ke 10 siklus haid. Kontraindikasi pertubasi antara lain : kehamilan, peradangan alat kelamin, perdarahan uterus dan kuretase yang baru dilakukan. Cara pemeriksan lain yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya masalah dalam tuba ialah dengan histeroskopi atau laparoskopi. e. Masalah ovarium Wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur untuk menjadi hamil, ovumnya harus normal dan tidak boleh ada hambatan dalam jalur lintasan sperma atau implantasi ovum yang telah dibuahi. Dalam hal ini masalah ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas yaitu kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis, atau riwayat pembedahan yang mengganggu siklus ovarium. Dari perspektif psikologis, terdapat juga suatu korelasi antara hyperprolaktinemia dan tingginya tingkat stress diantara pasangan yang mempengaruhi fungsi hormone. Infertilitas pada Pria Faktor - faktor ini meliputi spermatogenesis abnormal, motilitas abnormal, kelainan anatomi, ga ngguan endokrin dan disfungsi seksual. Kelainan anatomi yang mungkin menyebabkan infertilitas adalah tidak adanya vasdeferens kongenital, obstruksi vasdeferens dan kelainan kongenital system ejakulasi. Spermatogenesis abnormal dapat terjadi akibat orkitis karena 12

mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan kimia, radiasi atau varikokel. Dibawah ini merupakan pembagian faktor-faktor yang menyebabkan infertilitas pada pria diantaranya: A. Pretestis Infertilitas lelaki mungkin disebabkan oleh gangguan yang disebut impotensi sehingga senggama tidak berlangsung normal. Untuk senggama dari pihal lelaki diperlukan hasrat, ereksi, dan ejakulasi yang umumnya diserti dengan orgasme, semua itu dapat mengalami gangguan. Gangguan ereksi dapat dipengaruhi oleh tidak adanya hasrat, gangguan persyarafan sensibilitas kulit, dan pembuluh darah alat kelamin, terutama kulit penis dan pembuluh darah venus kavernosus. Demikian pula gangguan ejakulasi yang dipengaruhi juga oleh faktor perdarahan, persyarafan, dan kelainan antomi. Selain itu diperlukan air mani yang banyak dan bermutu. Testis dan ovarium menjadi atrofi bila hipofisis diangkat atau mengalami gangguan. FSH membantu mempertahankan epitel spermatogenik dengan merangsang sel sertoli pada pria dan berperan dalam pertumbuhan awal folikel ovarium pada wanita. LH bersifat tropic untuk sel-sel leydig dan pada wanita berperan dalam pematangan akhir folikel ovarium seksresi estrogen dari folikel-folikel tersebut. Prolaktin juga menghambat efek gonadotropin, mungkin melalui suatu efek gonadotropin, mungkin melalui suatu efek ditingkat ovarium. Fungsi prolaktin pada pria normal belum diketahui pasti, tetapi sekresi prolaktin yang berlebihan oleh tumor menimbulkan impotensi. Hampir 70% penderita adenoma kromofob hipofisis anterior mengalami peningkatan kadar prolaktin plasma. Pada beberapa keadaan, peningkatan mungkin disebabkan oleh kerusakan tangkai hipofisis, tetapi umumnya sel-sel tumor benar-benar menyekresikan hormon tersebut. Hiperprolaktinemia dapat menyebabkan galaktoendokrin yang nyata. Hiperprolaktinemia pada pria berkaitan dengan impotensi dan hipogonadisme menghilang bila seksresi prolaktin diturunkan. Defisiensi sekresi GnRh hipotalmik menjadi dasar abnormalitas sekresi gonadotropin pada penderita sindrom Kallamann atau idiopatik hipogonadotropin hipogonadisme. Akibat dari keadaan ini adalah infertilitas, dan tidak adanya pematangan proses pubertas secara menyeluruh atau tidak. Pada penderita sindrom Kallmann terjadi mutasi dari gen yang bertugas untuk mengkode proses seksresi dari GnRh tersebut. 13 dan

Salah satu manifestasi klinis yang universal terlihat pada penderita sindrom ini adalah adanya penurunan libido dan disfungsi dari fungsi erektil penderita. Dengan memberikan penggantian androgen biasanya keadaan ini akan membaik dari penderita. Selain itu infertilitas dari penderita sindrom ini akan menjadi salah satu menifestasi yang terlihat pada penderita dengan onset usia dewasa tua. Dengan pemberian dari terapi GnRh untuk meningkatkan sekresi gonadotropin biasanya menjadi salah satu solusi yang dapat mengurangi keadaan infertilitas tersebut. B. Testis Disebabkan Oleh Gangguan pada Kromosom

Salah satu kelainan kromosom yang menyebabkan infertilitas pada pria, yaitu sindrom klinifelter atau sindrom 47,XXY merupakan penyebab tersering hingga 10% kasus infertilitas pria akibat kelainan genetik. Sindrom klinifelter merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya azoospermia. Sindrom klinifelter memiliki trias klasik, yaitu testis berukuran kecil dan keras, ginekomastia, dan azoospermia. Meskipun mekanisme yang tepat terjadinya subfertilitas disebabkan oleh kelebihan kromosom X masih harus diteliti, kariotipe tersebut dapat menimbulkan kegagalan spermatogenik dan androgenik. Sindrom lainnya a. Noonan Syndrome Noonan syndrome (NS) adalah gangguan dominan autosomal ditandai dengan fenotipe perawakan pendek, dismorfologi wajah, leher berselaput, telinga rendah, mata lebar, dan kelainan kardiovaskular seperti cacat jantung bawaan. NS disebabkan oleh mutasi pada gen PTPN11. Baik pada pria maupun wanita akan ada keterlambatan dalam perkembangan mencapai pubertas, fertilitas tampaknya normal pada wanita tetapi telah dilaporkan menurun pada laki-laki, meskipun transmisi pada laki-laki dari generasi sekarang ke generasi berikutnya tidak umum terjadi. Kemungkinan penyebab gangguan kesuburan pria adalah testis yang tidak turun (UT), dilaporkan dalam 60-77% dari anak laki-laki dengan NS, saat lahir 75% pasien memiliki kriptorkismus yang akan mengganggu kesuburan saat dewasa. Jika testis turun sepunuhnya maka kesuburan mungkin akan normal. b. Vanishing Testis Syndrome

14

Vanishing sindrom testis adalah kelainan testis yang sangat jarang terjadi (XY gonadal dysgenesis, rudimentary testis syndrome, congenital anor-chia, and vanishing testis syndrome) telah digunakan untuk menggambarkan spektrum anomali genital akibat penghentian fungsi testis selama fase tengah yaitu diferensiasi seks pria antara 8 sampai 14 minggu gestasi. Hilangnya fungsi testis janin pada minggu ke 8 sampai 10 kehamilan akan menyebabkan alat kelamin ambigu, dan fungsi testis yang terganggu. c. Sertoli cell only syndrome Sertoli-cell-only (SCO) sindrom, juga disebut aplasia germ sel, menggambarkan suatu kondisi di mana testis hanya terdiri atas segaris sel sertoli di tubulus seminiferus. Biasanya, laki-laki dengan sindrom SCO berusia antara tahun usia 20-40 untuk evaluasi infertilitas dan ditemukan untuk menjadi azoospermia, istilah yang menggambarkan tidak adanya sperma dalam ejakulasi. Temuan pemeriksaan fisik sering biasa-biasa saja, dan diagnosis dibuat berdasarkan temuan biopsi testis. d. Y crhomosome microdeletions Merupakan microdeletions kromosom yang paling sering terdeteksi pada pria dengan azoospermia (tidak adanya sperma) atau oligospermia berat (<1 juta sperma / ml semen). jarang, pria dengan jumlah sperma antara 1-5 juta sperma / ml semen. Y kromosom mikrodelesi sering melibatkan tiga faktor regional azoospermia (AZFa, AZFb, dan AZFc) pada panjang lengan kromosom Y yang masing-masing berisi banyak gen yang terlibat dengan spermatogenesis. e. Myotonic Dystrophy Distrofi myotonic, pasien biasanya hadir dengan katarak, atrofi otot, dan berbagai endocrinopathies. Kebanyakan pria mengalami atrofi testis, tetapi terjadinya fertilitas pada pria dengan myotonic dystrophy telah dilaporkan. Pria infertil mungkin akibat peningkatan FSH dan LH dengan testosteron rendah atau normal, dan biopsi testis menunjukkan kerusakan tubulus seminiferus di 75% dari kasus. Perkembangan pubertas normal, kerusakan testis tampaknya terjadi di kemudian hari. Gonadotoxins

15

Beberapa jenis obat dapat berbahaya terhadap organ reproduksi melalui berbagai mekanisme. Ketoconazole, spironolactone, dan alcohol dapat menginhibisi sintesis testosteron, sedangkan cimetidine merupakan antagonis androgen.

Tabel Obat-obat yang berhubungan dengan infertilitas. Terapi kemoterapi pada kanker bertujuan untuk membunuh sel yang pertumbuhan sangat cepat namun hasil yang tidak diharapkan juga dapat menjadi sitotoksik terhadap sel-sel normal tubuh. Diferensiasi spermatogonia sangat sensitif terhadap efek sitotoksik kemoterapi. Beberapa obat kemoterapi yang sangat toksik, yaitu cyclophosphamide, chloram-bucil, dan nitrogen mustard. Defective Androgen Activity

Kelainan pada androgen dapat disebabkan oleh defisiensi dari 5-alpha reduktase dan reseptor androgen. Telah diketahui bahwa 5-alpha reduktase dan reseptor androgen berperan dalam pembentukan dihidrotestosteron (DHT). Defisiensi reseptor androgen menyebabkan DHT tidak dapat berikatan dengan reseptor androgen sehingga tidak dapat mengaktivasi sel target, termasuk organ genital internal dan eksternal. Penyakit Sistemik

a. Anemia Sel Sabit Penyakit sel sabit (SCD) dan variannya adalah kelainan genetik akibat adanya bentuk mutasi dari hemoglobin, hemoglobin S (HbS). Bentuk yang paling umum dari SCD ditemukan di Amerika Utara adalah homozigot HbS (HbSS). SCD menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan, terutama pada orang keturunan Afrika dan Mediterania. Morbiditas, frekuensi, krisis, tingkat anemia, dan sistem organ yang terlibat bervariasi dari individu ke individu. Penyakit sel sabit (SCD) ditandai dengan nyeri yang berasal dari pembuluh darah akibat penyempitan kapiler oleh eritrosit yang berbentuk sabit, leukosit, trombosit, dan protein 16

plasma. Jika dibandingkan dengan anak normal kecepatan pertumbuhan saat remaja biasanya tertunda pada pasien yang menderita SCD. Pada pria yang menderita homozigot SCD lebih rentan mengalami penundaan dalam perkembanagan somatik maupun seksual. Selain itu pasien SCD laki-laki sering mengalami episode priapism, nyeri saat ereksi, tidak respon terhadap rangsangan seksual, penderita SCD laki-laki juga dapat mengalami infark testis berulang akibat berkurang pasokan nutrisi yang disebabkan terhambatan pembuluh kapiler oleh bentuk eritrosit yang seperti sabit sehingga akan menyebabkan terganggunya fungsi testis, kualitas sperma, konsentrasi testosteron juga akan terganggu. Perbedaan indikator hematologi, kadar hormon, dan pengeluaran energi dari anak-anak kontrol dan anak-anak dengan SCA.

b. Liver Cirrhosis Sirosis Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Laennec pada tahun 1826. Hal ini berasal dari istilah Yunani scirrhus dan mengacu pada permukaan jeruk atau cokelat dari hati pada pasien yang dilakukan otopsi. Sirosis didefinisikan sebagai proses histologis hati ditandai dengan fibrosis dan konversi arsitektur hati normal menjadi nodul struktural. Perkembangan dapat terjadi selama berminggu-minggu atau tahun. pasien dengan hepatitis C mungkin memiliki hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum menjadi sirosis. Hipogonadisme terkait dengan kegagalan hati mungkin memiliki kontribusi kegagalan dari organ ini. Hepatitis dikaitkan dengan viral load, dan terkait demam dapat mempengaruhi 17

spermatogenesis. Asupan alkohol menghambat sintesis testosteron oleh testis. Kegagalan hati dan sirosis yang terkait dengan testis atrofi, impotensi, dan ginekomastia. Tingkat testosteron dan clearance metabolik menurun, kadar estrogen yang meningkat karena ditambah konversi androgen menjadi estrogen oleh aromatases. Penurunan kadar testosteron tidak disertai dengan proporsional peningkatan dalam LH dan FSH , menunjukkan bahwa pusat penghambatan sumbu HPG dapat menyertai gagal hati. c. Renal Failure Disfungsi ereksi, telah dikaitkan dengan penyakit arteri, seperti penyakit arteri koroner, idiopatik sistemik arterial hipertensi, atherosclerosis, dan endstage Penyakit ginjal kronis (ESCKD). Prevalensi disfungsi pada pria dengan penyakit ginjal kronis (CKD) dapat mencapai 70-80%. Sejumlah Faktor yang berperan pada ED adalah penyakit kronis, obat, hormon paratiroid meningkat (PTH) , defisiensi zinc, penurunan serum testosteron, peningkatan kadar prolaktin serum, dan psikologis. Uremia berhubungan dengan infertilitas, penurunan libido, disfungsi ereksi, dan ginekomastia. Penyebab hipogonadisme adalah kontroversial dan mungkin multifaktorial. Testosteron yang menurun, dan tingkat FSH dan LH yang meningkat. Serum kadar prolaktin meningkat pada 25% dari pasien. Sangat mungkin bahwa kelebihan estrogen berperan dalam kekacauan ini. Obat dan neuropati uremik mungkin memainkan peran terkait impotensi dan perubahan libido. Setelah transplantasi ginjal sukses, hipogonadisme biasanya membaik. Testis Injury

a. Torsio Testis Torsio testis adalah keadaan dimana testis berputar dalam kantung skrotum akibat testis kurang melekat pada tunika vaginalis sehingga testis mudah memutar dan melilit funikulus spermatikus. Ada dua jenis torsio testis, yaitu torsio funikulus spermatikus intravaginalis dan torsio testis ekstravaginalis. Pada torsio testis intravaginalis, terdapat kelainan pada insersi tunika vaginalis yang terlalu tinggi pada struktur funikulus, mengakibatkan testis gampang berputar melilit funikulus spermatikus. Hal ini menyebabkan aliran darah terhenti dan terbentuk edema kemudian menyebabkan iskemia testis. Gejala yang ditemukan berupa nyeri skrotum, nyeri abdomen bagian bawah, mual dan muntah. Dari hasil pemeriksaan didapatkan edema skrotalis, eritema, 18

nyeri tekan, demam, hidrokel yang baru terbentuk, dan hilangnya refleks kremaster. Dalam menangani torsio testis ini, diperlukan tindakan yang cepat. Bila terlambat dan testis menjadi nekrotik maka terpaksa dilakukan Orkidektomi. Torsio testis ekstravaginalis adalah perputaran pada funikulus bagian inguinalis di atas insersi tunika vaginalis. Keadaan ini hanya terjadi pada neonatus, akibat dari proses di dalam rahim maupun proses persalinan. Seringkali pada waktu pemeriksaan fisik neonatus, baru ditemukan adanya kelainan pada testis bayi berupa massa skrotum yang padat disertai daerah berwarna biru pada kulit skrotum yang menutupi massa tersebut (blue dot sign). Temuan atas kelainan testis pada neonatus ini seringkali terlambat, sehingga testis sudah nekrosis dan dilakukan orkidopeksi. b. Orkitis Orkitis adalah peradangan pada testis. Orkitis sering (20 sampai 30 persen) terjadi bersamaan dengan pasien epididmitis, etiologi dan patogenesisnya pun mirip, hal ini dikarenakan kedua organ saling berdekatan, infeksi salah satu organ dapat berkomplikasi pada organ lainnya. Orkitis viral, paling sering disebabkan oleh mumps. Sedangkan pada laki-laki usia 14 sampai 35 tahun, patogen yang paling sering menyebabkan epididimitis kemudian menimbulkan orkitis adalah Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae. Biasanya terjadi kerusakan pada tubulus seminiferus dengan ditemukan juga kerusakan pada sel-sel leydig, sehingga menyebabkan hipogonadisme defisiensi testosteron. Gejala klinis yang timbul berupa testis yang membengkak disertai nyeri, akibat terbentuknya edema. Serta diikuti dengan gejala prodromal berupa demam tinggi, mual dan muntah c. Trauma Testis Trauma testis dapat dikelompokan menjadi 3 kategori berdasarkan mekanisme cidera yaitu trauma tumpul, trauma tembus, trauma avulsi. Trauma tumpul adalah trauma akibat bendabenda tumpul yang dipukulkan dengan kuat ke arah testis. Trauma tembus adalah trauma akibat benda-benda tajam atau benda yang berkecapatan tinggi, misalnya tembakan. Trauma avulsi yaitu testis hancur akibat alat-alat berat di pabrik. Hancurnya testis ini tunika albuqinea testis robek menyebabkan ekstrusi isi testis. Testis dilindungi oleh lapisan jaringan ikat putih yang berserat, disebut dengan tunika vaginalis (lapisan parietalis) dan tunika albuginea (lapisan viseralis). Diperlukan beban 50 kg 19

untuk bisa memecahkan testis, merusak tunika albuginea yang melindungi testis, dan menimbulkan ekstrusi. Ada 2 faktor yang melindungi testis dari trauma eksternal testis. Pertama, lapisan tipis cairan serosa (hidrokel fisiologis) yang memisahkan tunika albuginea dan tunika vaginalis dari testis sehingga memungkinkan testis untuk bergerak bebas dalam kantung skrotum. Yang kedua, testis yang berada dalam skrotum, difikasasi oleh korda spermatika, yang memungkinkan bergerak bebas di dalam area genital. Sehingga bila terjadi trauma, ekstrusi dari tubulus seminiferus ini menyebabkan perdarahan intratesticular yang kemudian darah ini mengalir ke tunika vaginalis menyebabkan hematocele. Perdarahan yang semakin meluas ke epididimis kemudian menyebabkan perdarahan ke dinding skrotum, menyebabkan hematoma skrotum. Kriptokidisme

Kriptokidisme adalah kegagalan testis untuk turun dari rongga abdomen ke dalam skrotum, selama masa embriologi. Penurunan ini terjadi pada masa gestasi 32 minggu. Biasanya letak kesalahan tempat testis yang paling sering pada kanalis inguinalis, peineum, paha, daerah femoral, atau pada pangkal penis. Penurunan testis ini dipengaruhi oleh dua ligamen yaitu ligamen suspentory cranial (CSL) dan ligamen gubernaculum dan dipengaruhi oleh beberapa hormon. Ada 2 fase penurunan testis transabdominal dan transinguinal. CSL menautkan testis pada dinding abdominal posterior. Sedangkan ligamen gubernaculum menautkan testis melalui epididmis ke dalam kanalis inguinalis kemudia membentuk skrotum. Dengan dipengaruhi oleh tekanan intraabdominal dan pengaruh hormon, terjadi migrasi testis ke daerah inguinal. Apabila dalam proses ini terjadi ketidakharmonisan, sehingga testis turun pada tempat yang tidak sesuai, maka akan terjadi kriptokidisme. Testis yang ektopik ini biasanya lebih kecil, dan jika dibiarkan sampai umur 1 tahun, maka akan menimbulkan infertilitas karena tidak menghasilkan sperma dengan baik akibat testis tidak pada suhu yang optimal. Varikokel

Varikokel adalah varises pleksus pampiniformis yang mengalirkan darah ke setiap testis. Varikokel dapat menyebabkan infertilitas, diduga akibat perubahan suhu pada testis. Berhubungan dengan fungsi pleksus pampiniformis itu sendiri ialah menjaga suhu testes pada 20

1 atau 20F lebih rendah dari suhu tubuh guna memberikan keadaan yang optimal untuk produksi sperma. Keluhan pasien biasanya merasa berat pada sisi yang sakit dan terasa lunak saat di palpasi. Pada pemeriksaa fisik teraba masa ketika pasien berdiri dan saat pasien berbaring tidak teraba massa. Idiopatik

25 50 % dari infertilitas pada pria tidak diketahui penyebabnya. Diduga ada kaitannya dengan faktor lingkungan dan genetik serta faktor-faktor lainnya. Dari segi faktor genetik, kromosom X diduga memegang peran penting dalam mempengaruhin infertilitas pada pria. C. Post testis

Patologi Infetilitas yang Berasal dari Postestikular Bagian dari saluran reproduksi post-testikular antara lain epididimis, vas deferens, vesika seminalis dan apparatus ejakulatorius. Lebih dari 90% kasus infertilitas pria adalah jumlah sperma rendah, kualitas sperma yang buruk, atau keduanya. Kasus-kasus yang tersisa infertilitas pria dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk masalah anatomi, ketidakseimbangan hormon, dan kecacatan genetik. 21

Penyebab infertilitas posttestikular adalah hal-hal yang terkait dengan gangguan pada transportasi sperma, baik yang melalui sitem ductal, karena bawaan lahir mau pun gangguan yang baru saja didapatkan oleh pasien. Sumbatan pada saluran genital, merupakan penyebab potensial dari infertilitas pada pria yang dapat disembuhkan, dengan prevalensi yang diperkirakan mencapai 7% pada pasien infertilitas. Sehingga, sperma tidak dapat melewati mukus servik yang kemungkinan disebabkan oleh kelainan struktural. Beberapa kondisi yang termasuk dalam kategori penyebab infertilitas post testicular, di antaranya:
-

Obstruksi saluran reproduksi Gangguan fungsi atau motilitas sperma Gangguan koitus

Obstruksi Saluran Reproduksi a. Congenital Blockages 1. Cystic fibrosis (CF) adalah gangguan genetik resesif autosomal paling umum di Amerika Serikat dan fatal. Hal ini terkait dengan kelainan cairan dan elektrolit dan bermanifestasi dengan obstruksi paru-paru kronis dan infeksi, insufisiensi pankreas, dan infertilitas. 98% pria dengan CF hilang bagian dari epididimis. Selain itu, vas deferens, vesikula seminalis, dan saluran ejakulasi biasanya atrofi, atau benar-benar tidak ada, menyebabkan obstruksi. Pembentukan sperma biasanya normal, Congenital absence of the vas deferens (CAVD) terhitung 1-2% dari kasus infertilitas. Seperti di CF, saluran saluran reproduksi lainnya juga mungkin abnormal dan unreconstructable. Meskipun sebagian besar, para pria ini menunjukkan tidak ada gejala CF, 15% dari mereka akan memiliki kelainan ginjal, paling sering agenesis unilateral. 2. Sindrom Young bermanifestasi dengan trias sinusitis kronis, bronchiectasis, dan azoospermia obstruktif. Obstruksi berada di epididimis. Patofisiologi kondisi ini tidak jelas, tetapi mungkin melibatkan fungsi silia yang abnormal atau kualitas lendir yang abnormal. Meskipun spermatogenesis biasanya normal, bedah rekonstruksi dikaitkan dengan tingkat keberhasilan yang lebih rendah daripada yang diamati dengan kondisi obstruksi lainnya. 22

3. Obstruksi epididimis idiopatik, Idiopatik obstruksi epididimis adalah suatu kondisi yang relatif jarang ditemukan pada pria sehat. Ada bukti terbaru menghubungkan kondisi ini dengan CF. 4. Penyakit ginjal polikistik dewasa, penyakit ginjal polikistik dewasa adalah gangguan dominan autosomal dikaitkan dengan kista dari ginjal, hepar, ren, pancreas, epididimis, vesikula seminalis, dan testis. Gejala dapat berupa abdominal pain, hipertensi, dan gagal ginjal. infertilitas yang disebabkan penyakit ini dapat terjadi karena kista obstruktif pada epididimis atau vesikula seminalis. 5. Penyumbatan duktus ejakulatoris, Ini adalah penyebab infertilitas pada 5% pria azoospermia. Obstruksi dapat terjadi pada congenital dan hasil dari Mullerian kista duktus (utricular), Wolffii duct (divertikular) kista, atau atresia kongenital atau diperoleh dari kalkuli vesikula seminalis atau jaringan parut pascaoperasi atau inflamasi. Manifestasi dapat berupa sebagai hematospermia, nyeri ejakulasi, atau infertilitas. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan ejakulasi volume rendah dan TRUS menunjukkan vesikula seminalis melebar atau saluran ejakulasi melebar. b. Aquired Blockage Aquired blockage dapat dilihat seperti di bawah ini : 1. Vasektomi 2. Bedah Groin dan hernia dapat mengakibatkan inguinal obstruksi vas deferens pada 1% kasus. Ada kekhawatiran bahwa jaring Marlex digunakan untuk perbaikan hernia dapat menambah inflamasi perivasal dan meningkatkan kemungkinan obstruksi vasal. 3. Infeksi bakteri (E coli pada pria usia> 35) atau Chlamydia trachomatis pada pria muda) dapat melibatkan epididimis, dengan jaringan parut dan obstruksi. c. Penyumbatan Fungsional Penyumbatan fungsional dapat dihasilkan dari cedera saraf atau obat yang mengganggu kontraktilitas dari vesikula seminalis atau otot vasal. Sebuah contoh klasik dari cedera saraf yang mempengaruhi ejakulasi adalah setelah diseksi kelenjar getah bening retroperitoneal untuk kanker testis. Hal ini dapat menyebabkan ejakulasi retrograde atau anejaculation, tergantung pada tingkat cedera pada serat simpatis postganglionik timbul dari sumsum tulang 23

belakang torakolumbalis. Saraf otonom menimpa aorta inferior dan menyatu sebagai pleksus hipogastrikus dalam panggul dan kontrol emisi seminalis. Multiple sclerosis dan diabetes merupakan kondisi lain yang yang disebabkan gangguan ejakulasi. Ejakulasi retrograde terjadi ketika otot-otot dinding kandung kemih tidak berfungsi dengan baik selama orgasme dan sperma dipaksa mundur ke dalam kandung kemih bukannya maju keluar dari uretra. Kelainan fungsi sperma a. Sindrom silia immotil Sindrom silia Immotile adalah kelompok heterogen gangguan dimana motilitas sperma berkurang atau tidak ada (1:20.000 laki-laki). Cacat sperma karena kelainan pada aparatus motorik atau axoneme sperma dan sel bersilia lainnya. Biasanya, 9 pasang mikrotubulus diorganisasikan di sekitar ekor sperma dan dihubungkan dengan lengan dynein (ATPase) yang mengatur mikrotubulus dan pergerakan ekor sperma. Berbagai kecacatan di lengan dynein menyebabkan defisit pada aktivitas ciliary dan sperma. b. Defek maturasi Setelah pemulihan Vasektomi, jumlah sperma normal tetapi motilitas rendah sering terlihat. Hal ini diduga disebabkan oleh tekanan peningkatan intratubuler epididimis dan disfungsi epididimis, konsekuensi dari waktu setelah Vasektomi yang disebabkan penyumbatan. Akibatnya, sperma tidak dapat memperoleh pematangan dan kapasitas motilitas selama transit melalui epididimis. c. Infertilitas autoimun Infertilitas autoimun telah terlibat sebagai penyebab kemandulan pada 10% dari pasangan infertil. Infertilitas autoimun dapat diakibatkan oleh paparan yang abnormal dari antigen sperma, misalnya, Vasektomi, testis torsi, atau biopsi, yang kemudian memprovokasi respon imun patologis. Secara klinis, antisperm antibodi (ASA) yang ditemukan pada 3-12% pria yang menjalani evaluasi infertilitas. Antibodi dapat mengganggu transportasi sperma yang normal atau mengganggu interaksi sperma-telur. Antibodi dapat menyebabkan penggumpalan atau aglutinasi sperma, yang menghambat perjalanan, atau mungkin menghalangi sperma normal mengikat oosit. d. Infeksi 24

Berbagai produk dari leukosit teraktivasi dapat hidup dalam air mani yang terinfeksi. Sebuah korelasi yang signifikan telah ditunjukkan antara leukosit dalam air mani dan generasi anion superoksida, hidrogen peroksida, dan radikal hidroksil (spesies oksigen reaktif), yang semuanya dapat merusak membran sperma. Saluran kemih memiliki hubungan anatomi relatif dengan saluran reproduksi. Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang dikenal sebagai organisme yang paling umum Gram positif dan Gram negatif terlibat dalam ISK Faktor Nonorganik Faktor nonorganic biasanya berpengaruh terhadap infertilitas primer dan sekunder, namun biasanya lebih banyak berperan pada infertilitas sekunder. 1. Usia Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan seorang wanita. Selama wanita tersebut masih dalam masa reproduksi yang berarti mengalami haid yang teratur, kemungkinan masih bisa hamil. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan indung telur untuk menghasilkan sel telur akan mengalami penurunan. Penelitian menunjukkan bahwa potensi wanita untuk hamil akan menurun setelah usia 25 tahun dan menurun drastis s etelah usia diatas 38 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Center for Health Statistics menunjukkan bahwa wanita subur berusia dibawah 25 tahun memiliki kemungkinan hamil 96% dalam setahun, usia 25 34 tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada usia 35 44 tahun. Pada pria dengan bertambahnya usia juga menyebabkan penurunan kesuburan. Meskipun pria terus menerus memproduksi sperma sepanjang hidupnya, akan tetapi morfologi sperma mereka mulai menurun. Penelitian mengungkapkan hanya sepertiga pria yang berusia diatas 40 tahun mampu menghamili isterinya dalam waktu 6 bulan dibanding pria yang berusia dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang semakin tua juga mempengaruhi kualitas sperma. 1. frekuensi Senggama Angka kejadian kehamilan mencapai puncaknya ketika pasangan suami istri melakukan hubungan suami istri dengan frekuensi 2 3 kali dalam seminggu. Upaya penyesuaian saat melakukan hubungan suami istri dengan terjadinya ovulasi, justru akan meningkatkan kejadian stress bagi pasangan suami istri tersebut. Upaya ini sudah tidak direkomendasikan lagi. 25

2. Pola hidup Alcohol Pada perempuan tidak terdapat cukuip bukti ilmiah yang menyatakan adanya hubungan antra minuman mengandung alcohol dengan peningkatan risiko kejadian infertilitas. Namun, pada lelaki terdapat sebuah laporan yang menyatakan adanya hubungan antara minum alcohol dalam jumlah banyak dengan penurunan kualitas sperma. Merokok Pada beberapa penelitian, merokok dapat menurunkan fertilitas perempuan karena akan mengganggu pematangan ovum, baik perokok aktif maupun pasif. Penurunan fertilitas juga akan menurunkan fertilitas pria, yaitu dapat menurunkan kualitas sperma. Berat badan Perempuan dengan indeks masa tubuh yang lebih dari 29, yang termasuk di dalam kelompok obesitas, terbukti mengalami keterlambatan hamil. Usaha yang paling baik untuk menurunkan berat badan adalah dengan cara menjalani olahraga teratur serta mengurangi asupan kalori di dalam makanan. DIAGNOSIS A. Anamnesis 1. Anamnesis infertilitas pada pria. a. Menanyakan adanya abnormalitas kongenital b. Menanyakan undesenden testis c. Menanyakan apakah sudah pernah memiliki anak sebelumnya

d. Menanyakan frekuensi berhubungan seksual e. Menanyakan exposure terhadap toksin f. Sebelumnya Pernahkah dilakukan oprasi, khususnya organ pelvis g. Menanyakan adanya riwayat infeksi serta penanganannya 26

h. Menanyakan pengobatan apa yang sedang dijalankan i. Menanyakan kesehatan secara umum ( seperti diet, kegiatan dan rivew system) 2. Anamnesis infertilitas pada wanita. a. Pernah terpapar dietilstilbestrol pada saat didalam uterus . b. Bagaimana riwayat perkembangan pubertasnya c. Menanyakan karakteristik siklus menstruasi ( lama,dan durasi) d. Menanyakan riwayat kontrasepsi e. Menanyakan riwayat kehamilan sebelumnya, serta bagaimana outcomenya f. Menanyakan riwayat oprasi khususnya pada pelvis. g. Menanyakan riwayat infeksi sebelumnya h. Menanyakan riwayat PAP smear, serta bila ditemukan keabnormalan

ditanyakan penanganannya i. Menanyakan pengobatan yang sedang dijalankan j. Menanyakan status kesehatan secara umum (diet, berat badan, aktivitas dan kegiatan serta rivew system) B. Pemeriksaan fisik 1. Pemeriksaan fisik infertilitas pada pria. a. Vericocel dan Torsi : valsava manufer, testis teraba hangat serta bila telah lanjut dapat membengkak serta ditemukan gambaran seperti cacing akibat pelebaran vena serta nyeri. b. Infeksi (mumps orchitis): teraba hangat dan nyeri di sekitar pelvis ataupun pada alat genital eksterna. c. Undesenden testis : Inspeksi dan palpasi testis. d. Pemeriksaan umum seperti : tinggi badan, berat badan, distribusi rambut kemaluan serta pemeriksaan pada pelvis dan kelenjar tiroid. 27

e. Serta perlu diperhatikan adanya kelainan-kelainan lainnya. 2. Pemeriksaan fisik infertilitas pada wanita a. Pemeriksaan umum : tinggi badan, berat badan, distribusi rambut kemaluan serta pemeriksaan pada pelvis dan kelenjar tiroid. b. polycystic ovarian syndrome (PCOS) : nyeri di daerah pelvis. c. Gangguan peradangan. d. Gangguan pada serviks : inspeksi adanya sumbatan kanalis servikalis, lender serviks yang abnormal, malposisi (atresia, polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan ataupun sinekia) ataupun kombinasinya. e. Gangguan pada uterus : inspeksi dengan speculum mencari adanya sinekia, mioma ataupun polip, peradangan endometrium dan gangguan kontraksi uterus. f. Masalah pada tuba dan peritoneum : adanya nyeri pada daerah sekitar pelvis dan perut. g. Masalah ovarium : mendeteksi ovulasi : dapat memperkirakan waktu pada vagina : inspeksi apakah terdapat sumbatan ataupun

terjadinya ovulasi dengan pengukuran temperature basal tubuh, terasa nyeri serta pengeluaran lendir yang meningkat. C. Pemeriksaan Laboratorium & Penunjang Lain 1. Uji Lendir Serviks Pemeriksaan 28ntibo serviks dan usap vagina secara serial dapat menentukan telah terjadinya dan saat terjadinya ovulasi berdasarkan perubahan-perubahan sebagai berikut : Bertambah besarnya pembukaan OUE Bertambah banyaknya jumlah, bertambah panjangnya daya membenang, bertambah jernihnya dan bertambah rendahnya viskositas 28ntibo serviks 28

Bertambah tingginya daya serbu spermatozoa Meningkatnya persentase sel-sel kariopiknotik dan eosinofilik pda usap vagina

2. Uji Pascasengama Sebenarnya belum ada kesepakatan tentang pelaksanaan uji in meliputi : kapan dilakukan, berapa hari dibutuhkan abstinensi sebelum pemeriksaan, kapan waktunya setelah senggama, dan berapa banyak spermatozoa yang harus tampak dalam 1 lapangan pandang besar/LPB. Kebanyakan mengatakan dilakukan pada pertengahan siklus haid, yaitu 1-2 hari sebelum meningkatnya suhu basal badan yang diperkirakan, abstinensi 2 hari sebelumnya, setelah senggama antara 90 detik sampai 8 hari, kebanyakan 8 atau 2 jam. Spermatozoa yang harus tampak > 20/LPB, atau bias juga 1-20/LPB Cara pemeriksaan a. Abstinensi 2 hari b. Senggama setelahnya c. 2 jam setelah senggama, pergi ke dokter d. Dokter melakukan pemeriksaan inspekulo : Lendir diusap dengan kapas kering, jangan dengan antiseptic karena 29nti membunuh sperma Ambil 29ntibo dengan isapan semprit tuberculin Semprotkan ke gelas obyek Lalu tutup dengan penutup gelas obyek Periksa di bawah mikroskop dengan LPB

3. Uji In Vitro a. Uji gelas obyek 29

Tempatkan 1 tetes air mani pada gelas obyek Kemudian 1 tetes 30ntibo serviks diteteskan berdekatan dengan air mani Lalu kedua tetes itu disinggungkan satu sama lain dengan meletakkan sebuah gelas penutup di atasnya

Spermatozoa akan menyerbu ke 30ntibo serviks didahului oleh pembentukan phalanges air mani ke dalam 30ntibo serviks Phalanges bukan merupakan kegiatan spermatozoa, tetapi hanya fenomena fisik yang terjadi jika kedua cairan yang berbeda viskositas, tegangan permukaan, dan reologinya bersinggungan satu sama lain di bawah gelas penutup

b. Uji kontak air mani dengan 30ntibo serviks Menurut Kremer dan Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan maju spermatozoa akan berubah menjadi terhenti, atau gemetar di tempat jika bersinggungan dengan 30ntibo serviks. Gemetar juga akan terjadi jika air mani yang normal bersinggungan dengan 30ntibo serviks wanita yang serumnya mengandung antibody tehadap spermatozoa Cara pertama Letakkan 1 tetes 30ntibo praovulasi pada gelas obyek di samping 1 tetes air mani Campur dan aduk kedua tetesan itu dengan gelas penutup, kemudian tutup dengan penutup tadi Penilaian dilakukan dengan membandingkan motilitas spermatozoa dari kedua sediaan itu Lalu simpan dalam tatakan petri yang lembap pada pada suhu kamar selama 30 menit Lakukan penilaian lagi 30

Cara kedua Letakkan 1 tetes besar 31ntibo serviks pada obyek gelas, kemudian lebarkan hingga diameternya mencapai 1 cm Letakkan 1 tetes air mani di tengah-tengah 31ntibo serviks itu Tutup dengan gelas penutup, sampil ditekan sedikit supaya air maninya dapat menyebar tipis di atas 31ntibo serviks 1 tetes air mani yang sama diletakkan di obyek gelas tadi bersebelahan lalu tutup Lakukan penilaian seperti cara pertama

Uji ini sangat berguna untuk menyelidiki adanya factor imunologi apabila ternyata uji pascasenggama selalu negative atau kurang baik, sedangkan kualitas air mani dan 31ntibo serviks normal. Perbandingan banyaknya spermatozoa yang gemetar di tempat, yang maju pesat dan tidak bergerak mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan itu. 4. Sitologi Vaginal Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyelidiki sel-sel yang terlepas dari selaput 31ntibo vagina sebagai pengaruh hormone-hormon ovarium. Pemeriksaan ini sederhana, mudah, tidak menimbulkan nyeri dan dapat dilakukan berkala pada siklus haid. Tujuan : a. Memeriksa pengaruh estrogen dengan mengenal perubahan sitologik yang khas pada fase proliferasi b. Memeriksa adanya ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik pada fase luteal lanjut c. Menentukan saat ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik yang khas d. Memeriksa kalainan fungsi ovarium pada siklus haid yang tidak berovulasi 31

Pada pemeriksaan ini tidak ada kontraindikasi Pengenalan gambaran sitologik sulit dilakukan jika terdapat peradangan dan perdarahan

Berikan Nimorazol 2 hari sebelum pemeriksaan agar sediaan tidak dikotori selsel radang

5. Biopsy Endometrium Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat perubahan khas yang terjadi akibat pengaruh hormone ovarium. Gambaran endometrium merupakan bayangan cermin dari pengaruh hormone ovarium, juga dilakukan untuk menilai fungsi ovarium walaupun sudah tidak dilakukan lagi setelah tersedia fasilitas pemeriksaan hormonal Waktu paling baik yaitu : 5-6 hari postovulasi/sesaat sebelum implantasi blastokis pada permukaan endometrium. Tujuannya untuk mengurangi kemungkinan terganggunya kehamilan yang sedang terjadi Perubahan yang terjadi dihitung/penanggalan dibuatS sejak ovulasi, bukan sejak hari pertama siklus haid untuk mendiagnosis defek fase luteal Defek fase luteal berarti korpus luteum tidak menghasilkan cukup progesterone Diagnosisnya ditegakkan dengan kurva suhu basal badan, sitologi vagina hormonal, biopsy endometrium dan pemeriksaan progesterone plasma Jika kurva suhu basal badan : peningkatan suhu basal badan dipertahankan kurang dari 10 hari diagnosis defek fase luteal dapat ditegakkan Progesterone plasma : 3 ng/ml patokan terjadinya ovulasi Progesteron plasma 3 kali pemeriksaan pada 4-11 hari sebelum haid : 15 ng/ml patokan terjadinya ovulasi dengan fungsi korpus luteum normal

32

Siklus haid dengan defek fase luteal yang berulang hanya terjadi pada < 4% pasangan infertile, sehingga indikasi pengobatan hanya pada defek fase luteal yang berulang

6. Pemeriksaan Hormonal a. FSH Pemeriksaan ini tidak mudah dilakukan karena peningkatan kadar tidak merata kecuali di pertengahan siklus haid, itupun selalu lebih rendah daripada peningkatan estrogen Pada fungsi ovarium yang tidak aktif, jika kadar FSH rendah sampai normal menunjukkan kelainan terletak pada tingkat hipotalamus-hipofisis, tetapi jika kadarnya tinggi berarti kelainan primernya ada pada ovarium b. LH Jika diperiksa setiap hari pada wanita yang siklusnya berovulasi, akan terlihat peningkatan yang nyata pada saat ovulasi. Tetapi pemeriksaan ini mempunyai tingkat kekeliruan 1 hari, sehingga untuk mengurangi tingkat kekeliruan ini dilakukan pemeriksaan LH serum atau urin beberapa kali sehari tetapi prosedur ini sulit untuk dilakukan Kadar rendah, normal atau tinggi, interpretasinya sama dengan FSH

c. Estrogen Pemeriksaan estrogen serum atau urin 1x seminggu dapat memberikan informasi tentang : Aktifitas ovarium Penentuan saat ovulasi, tetapi bukan saat tepat ovulasi

Jika hasil menunjukkan kadar estrogen < 10 mikrogram/24 jam artinya tidak ada aktifitas ovarium

Jika > 15 mikrogram/24 jam artinya terdapat aktifitas folikular 33

d. Progesteron plasma dan Pregnandiol urin Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukkan adanya ovulasi Ovulasi diikuti oleh peningkatan 34ntibody34ine Pemeriksaan dapat dilakukan mulai 2 hari sebelum ovulasi dan

34ntibody34ine akan meningkat nyata 3 hari setelah ovulasi, dimana kadarnya dapat 20-40 kali lebih tinggi daripada fase folikular Akan tetapi pada siklus anovulasi juga terdapat peningkatan estrogen dan LH, jadi pada pemeriksaan estrogen dan LH dengan tujuan untuk mengetahui ovluasi harus disertai dengan pemeriksaan 34ntibody34ine plasma dan pregnandiol urin kira-kira 1 minggu setelah ovulasi diperkirakan terjadi Jika kadar 34ntibody34ine plasma > 10 ng/ml dan kadar pregnandiol urin > 2 mg/24 jam hal itu menunjukkan telah terjadi ovulasi, jika nilai ini dipertahankan selama 1 minggu 7. HISTEROSALPINGOGRAFI (HSG) Merupakan pemeriksaan awal untuk mengetahui patensi tuba Prinsip pemeriksaannya sama dengan pertubasi yaitu peniupan gas diganti dengan penyuntikan media kontras yang akan melimpah ke kavum uteri (jika tuba paten), penilaian dilakukan secara radiografik. Tes ini harus dilakukan pada hari ke 6-11 siklus menstruasi Untuk meghindari kemungkinan infeksi akibat tindakan, HSG harus dilakukan saat darah menstruasi telah berhenti. Angka infeksi akibat prosedur berkisar antara 1-3 % dan terjadi pada wanita yang mempunyai riwayat infeksi pelvis Pada wanita yang diduga mengalami PID kronik, sebelum prosedur harus dilakukan pengukuran sedimentasi eritrosit. Jika meningkat, berikan terapi antibiotik.

34

Pemeriksaan bimanual juga dapat dilakukan, dengan tujuan mengidentifikasi massa adneksa atau tenderness, jika ditemukan, HSG harus ditunda

Untuk menghindari kemungkinan irradiasi fetus, HSG harus dilakukan sebelum ovulasi

HSG biasanya menimbulkan kram, sehingga dapat diberikan profilaksis yaitu antiinflamasi nonsteroid untuk mengurangi ketidaknyamanan

Profilaksis rutin sebaiknya harus dilakukan untuk mencegah PID, walaupun PID jarang terjadi dan terutama terjadi pada wanita dengan riwayat hidrosalping. Regimen yang diberikan adalah doksisiklin 100 mg 2x sehari, dimulai pada hari sebelum HSG dan dilanjutkan untuk 3-5 hari

Setelah pemeriksaan bimanual, kanula acorn atau kateter fooley pediatric dimasukkan ke uterus. Terkadang pada beberapa pasien dibutuhkan anestesi paraservikal. Setelah itu injeksikan kontras, baik kontras larut air (misalnya meglumine diatrizoate/renografin-60) maupun berdasarkan minyak dengan viskositas rendah (misalnya ethiodized oil/ethiodol).

Masing-masing kontras mempunyai keuntungan tersendiri. Kontras larut air : lebih cepat diserap dan membawa risiko embolisme lipid atau formasi granuloma lipid.

HSG harus dilakukan dengan pengawasan fluoroskopi dengan x-ray minimal pada ovarium

Terkadang terjadi kejang tuba sehingga menimbulkan gambaran palsu seperti sumbatan. Cara menghindarinya adalah dengan pemberian nitrogliserin sublingual, obat penenang anestesi paraservikal, parenteral isoksuprin, tetapi tidak selalu berhasil

Apabila prosedur dilakukan dengan baik akan memperlihatkan seluk beluk kavum uteri, patensi tuba, dan peritoneum

Dengan bantuan fluoroskopi penguat bayangan, akan tampak 3 potret, yaitu : 1. Potret pendahuluan 35

2. Potret pelimpahan ke rongga perut 3. Potret 24 jam kemudian HSG hanya dapat dilakukan di rumah sakit Pengulangan pemeriksaan tidak perlu dilakukan untuk menghindari bahaya radiasi Kontraindikasi sama dengan pertubasi

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan Infertilitas Pada Wanita A. Pengobatan Obat-obatan untuk menginduksi ovulasi dapat digunakan untuk mengobatiwanita dengan amenore atau yang mempunyai menstruasi tidak teratur. Adapun jenis- jenis pengobatan yang bisa diberikan adalah: 1. Anti-Estrogen Clomifen sitrat dapat membantu untuk menstimullasi terjadinya ovulasi padawanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur. Clomifen dapat digunakan pada wanita dengan infertilitas yang tak diketahui dan PCOS. Clomifen bekerjadengan berkompetisi dengan hormon estrogen untuk menempati reseptornya diotak. Oleh karena jumlah estrogen yang terikat dengan reseptornya sedikit makatubuh akan memberikan sinyal ke otak bahwa mereka kekurangan estrogen dan halini akan merangsang pelepasan hormon FSH dan LH ke dalam pembuluh darah.Tingginya kadar FSH akan menstimulasi ovarium untuk membentuk folikel yang berisi sel telur, dan tinginya kadar LH akan menyebabkan pelepasan sel telur darifolikel matur dalam sebuah proses yang disebut ovulasi. Pengobatan ini efektif untuk membantu meningkatkan fertilitas pada wanita dengan PCOS, terbuktisekitar 70%-80% penderita PCOS akan berovulasi dengan pemberian klomifensitrat 2. Gonadotropin Seperti dikatakan sebelumnya bahwa 2 hormon yang dibutuhkan dalam ovulasi adalah FSH dan LH. 2 hormon ini disebut gonadotropin. Ada beberapa jenis sediaan gonadotropin yang bisa digunakan untuk meningkatkan fertilitas, antaralain: 36

A. hMG

(human

menopausal

gonadotropin)

mengandung

FSH

dan

LH

alami

yangdiekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita postmenopause yang mempunyaikadar hormon tinggi. B. uFSH (urinary folicle stimulating hormone) mengandung FSH yang berasal dari purifikasi urin wanita postmenopause. C. rFSH (recombinant folicle stimulating hormon) mengandung FSH yangdiproduksi di laboratorium menggunakan teknologi DNA. D. rLH (recombinant luteinizing hormon) mengandung LH yang diproduksi dilaboratorium menggunakan teknologi DNA. Selain untuk menstimulasi ovarium, gonadotropin juga ada yang digunakan

untuk merangsang pelepasan sel telur dari folikel matur. Pemberian gonadotropin jenis ini dilakukan ketika kita sudah mendeteksi bahwa folikel benar-benar matur dan berisi sel telur didalamnya baik dengan menggunakan tes darah maupun USGovarium. Obat-obat tersebut adalah: a. uhCG (urinary human chorionic gonadotropin) mempunyai aktivitas biologi yang sama dengan LH, walaupun juga mengandung FSH. Hormon inidiekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita hamil b. rhCG ( recoombinant human chorionic gonadotropin) yang dihasilkan dariteknologi DNA dilaboratorium. c. uLH (urinary luteinizing hormon) mengandung LH yang diekstraksi dandipurifikasi dari urin wanita postmenoause. d. rLH 2. Gonadotropin releasing hormone (GnRH) pulsatil GnRH dilepaskan secara teratur dalam interval antara 60-120 menit selama fasefolikular dalam siklus haid yang normal. Sekresi GnRH secara pulsatil darihipotalamus di otak ke aliran darah akan menstimulasi kelenjar pituitari untuk mensekresikan LH dan FSH. Pemberian medikasi ini melalui pompa yangdipasang pada ikat pinggang dan dipakai sepanjang waktu. pompa ini akanmemberikan dosis kecil yang teratur kepada pasien melalui 37

sebuah jarum yangditempatkan dibawah kulit atau didalam pembuluh darah. Namun hal ini bisamenimbulkan infeksi dan alergi akibat pemasangan jarum tersebut. 3. Gonadotropin releasing hormone analogue (GnRH agonist) 4. Dopamin Agonist Beberapa wanita beovulasi secara ireguler akibat dari pelepasan hormon prolactinyang berlebihan dari kelenjar pituitari yang biasa disebut hiperprolactinemia.Kelebihan hormon prolaktin ini akan mencegah terjadinya ovulasi pada wanita danhal ini akan menyebabkan terjadinya menstruasi yang tidak teratur dan bahkanhingga berhenti sama sekali. Dopamin agonist seperti bromokroptin dan cabergolin melalui oral dapat mencegah hal ini dengan menurunkan produksi prolaktin, sehingga ovarium dapat bekerja dengan baik. 5. Aromatose Inhibitor Inhibitor aromatose digunakan terutama pada kanker payudara pada wanita postmenopause. Mereka bekerja dengan menurunkan kadar estradiol dalamsirkulasi dan mengurangi umpan balik negatif yang menstimulasi peningkatansekresi dari kelenjar pituitari dan sebagai akibatnya akanmeningkatkan kerjaovarium. Jenis obat penghambat aromatose ini adalah letrozole dan anastrozole. B. Terapi Bedah Kadang-kadang penyebab infertilitas dapat ditangani dengan pembedahan.Sebagai contoh, operasi merupakan pilihan terapi untuk beberapa kelainan tuba,PCOS, adhesi, endometriosis, dan kelainan uterus. Terapi bedah untuk infertilitasantara lain: 1. Ovarian Drilling Wanita infertil dengan PCOS mempunyai kesulitan dalam ovulasi. Ovulasi dapatdiinduksi secara pembedahan dengan prosedur yang disebut ovarian drilling atauovarian diathermy. Prosedur ini berguna untuk wanita dengan PCOS yang resistenterhadap pengobatan dengan klomifen sitrat. Ovarian drilling dilakukan secaralaparoskopi melalui lubang insisi kecil, kemudian beberapa insisi kecil dilakukan pada ovarium dengan menggunakan panas atau laser. Proses ini akan membantukelainan hormon dan mmemacu terjadinya ovulasi. 2. Pembedahan pada tuba fallopi 38

Penutupan atau kerusakan pada tuba fallopi dapat diatasi dengan berbagai macam jenis prosedur operasi tergantung dari lokasi penutupan dan jenis kerusakannnya a. Histerosalfingografi (HSG) merupakan sebuah prosedur yang dapat digunakanuntuk mendiagnosis masalah pada uterus dan tuba fallopi. HSG menggunakansinar x dan cairan radioopak yang dimasukkan ke traktus reproduksi dari uterussampai ke tuba fallopi melalui kateter dari serviks. b. Salpingolisis merupakan salah satu prosedur operasi dengan laparotomi yangdiiringi dengan penggunaan microscope untuk memperluas area. Salpingolisisdilakukan dengan membebaskan tuba fallopi dari adhesi dengan memotong perlengketan tersebut, biasanya menggunakan electrosurgery dengan memakaielektrokauter. c. Salfingotomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah lubang baru padatuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomy ataupun laparoskopi. Salfingostomi dapat dilakukan pada pengobatan kehamilan ektopik dan infeksi pada tuba fallopi. d. Tubal anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan mengambil jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung lagi ujung-ujung tubayang terpotong tersebut. e. Tubal kanalisasi, prosedur ini dilakukan ketika penutupan tuba relatif terbatas.Prosedur ini dilakukan dengan mendorong kawat atau kateter melalui penutupan tersebut sehingga terbuka. Prosedur ini dilakukan dengan di pandu fluoroskopi. Penatalaksanaan Infertilitas Pada Pria a. Air mani abnormal Air mani disebut abnormal kalau pada 3 kali pemeriksaan berturut-turut hasilnyatetap abnormal. Pada pasien dengan air mani abnormal kita hanya bisamemberikan nasihat agar melakukan senggama berencana pada saat-saat subur istri untuk meningkatkan persentasi terjadinya pembuahan. 8 b. Varikokel Pada pria dengan varikokel, motilitas sperma terjadi penurunan. MenurutMacLeod, penurunan motilitas sperma itu terjadi pada 90% pria dengan varikokel,sekalipun hormonhormonnya normal. Varikokelektomi hampir selalu dianjurkanuntuk semua varikokel dengan 39

penurunan motolitas spermatozoa. Kira-kira 2/3 pria dengan varikokel yang dioperasiakan mengalami perbaikan dalam motilitasspermatozoanya. c. Infeksi Infeksi akut traktus genitalis dapat menyumbat vas atau merusak jaringan testissehingga pria yang bersangkutan menjadi steril. Akan tetapi, infeksi yang terjadikronik mungkin hanya akan menurunkan kualitas sperma, dan masih dapatdiperbaiki menjadi seperti semula. Air mani yang selalu mengandung banyak leukosit, apalagi kalau disertai gejala disuria, nyeri pada waktu ejakulasi, nyeri punggung bagian bawah, patut diduga karena infeksi kronik traktus genitalis.Antibiotika yang terbaik adalah yang akan terkumpul dalam traktus genitalisdalam konsentrasi yang besar, seperti eritromisin, tetrasiklin, dan kotrimoksazole. 8 d. Defisiensi Gonadotropin Sama halnya dengan wanita, bawaan kurangnya walaupun sering hormon hal ini kali gonadotropin jarang mengalami pada pria juga yang

dapatmenyebabkan

infertilitas

terjadi.

Pria

dengan

defisiensigonadotropin

pubertas

terlambat.Pengobatannya sama seperti pada wanita, yaitu dengan pemberian preparathormon seperti LH dan FSH, ataupun GnRH.8 e. Hiperprolaktinemia Hiperprolaktinemia pada pria dapat mengakibatkan impotensi, testikel yangmengecil, dan kadang-kadang galaktorea. Analisi air mani biasanya normal atausedikit berkurang. Pengobatan dengan menggunakan bromokriptin dilaporkandapat memperbaiki spermatogenesisnya. Assisted Reproductive Technology 1. Intrauterine Insemination (IUI) IUI merupakan sebuah proses memasukkan sperma melalui serviks kedalamuterus. Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tabung plastik yangmelewati serviks menuju uterus. Prosedur ini dilakukan bersamaan dengan waktuterjadinya ovulasi pada sang wanita. Untuk melakukan teknik ini, sang wanitaharus mempunyai uterus dan tuba fallopi yang normal. IUI ini digunakan padawanita yang mempunyai kelainan mukos serviks, endometriosis, atau ada faktor infertilitas pada laki-laki. 40

2. In Vitro Fertilisation (IVF) IVF berarti fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh. Dalam proses IVF, pasien jugatermasuk mendapat pengobatan untuk menstimulasi ovarium untuk memproduksilebih banyak sel telur. Ketika sel telur sudah terbentuk, sel telur tersebut akandiambil melalui operasi kecil. Sel telur kemudian akan dicampur dengan spermadilaboratorium dan diinkubasikan selama 2-3 hari. Tujuannya agar sperma dapatmembuahi sel telur dan membentuk embrio. Embrio tersebut kemudian akandiletakkan didalam uterus wanita menggunakan sebuah tabung plastik melaluivagina dan serviks. Kemudian setelah embrio dimasukkan diperlukan beberapatambahan hormon untuk membantu implantasi embrio, dalam hal ini progesterondan hCG. IVF merupakan terapi yang sangat berguna bagi wanita dengankerusakan tuba, infertilitas yang tak diketahui, endometriosis, dan infertilitas pada laki-laki 3. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) dan Zygote Intrafallopian Transfer (ZIFT) Gamet merupakan sebuah sel telur atau sperma. Teknik pengambilan sel telur dansperma pada GIFT dilakukan dengan cara yang sama seperti pada IVF. Sel telur dan sperma kemudian dicampur dan langsung dipindah tempatkan ke tuba fallopi. Hal ini dilakukan secara laparoskopi melalui insisi kecil pada abdomen, ataudengan menggunakan kateter kecil melalui serviks. Dengan cara inimemungkinkan sperma secara natural membuahi sel telur di tuba fallopi. Untuk itutuba fallopi sang wanita haruslah sehat. Tidak berbeda jauh dengan GIFT, ZIFTdilakukan dengan cara yang sama, tetapi pada ZIFT yang dipindah ke tuba fallopiadalah dalam bentuk zigot bukan sel telur dan sperma seperti pada GIFT. Keduateknik ini sekarang sudah tergantikan dengan IVF sehingga jarang dillakukan.Dengan teknik ini persentase terjadinya kehamilan lebih tinggi sedikit daripadadengan teknik IVF, namun prosedur pelaksanaannya lebih rumit dan tidak nyaman bagi pasien

4. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)

41

Substansi didalam sel telur disebut sitoplasma, dan ICSI merupakan suatu tekknik reproduksi buatan dengan memasukkan sebuah sperma secara langsung kesitoplasma dari sel telur. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan jarummikro. Sel telur yang sudah dimasuki sperma ini kemudian ditempatkan di dalamuterus sama seperti IVF. Teknik ICSI ini berguna untuk pasangan yang tidak berhasil dengan IVF, atau bila kualitas sperma yang baik terlalu sedikit untuk dilakukan IVF. ICSI mempunyai angka fertilisasi yang tinggi namun angkaterjadinya kehamilan hampir sama dengan teknik IVF. PROGNOSIS Prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi senggama dan lamanya perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, kemudian menurunkan perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat. Fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24 sampai 25 tahun. Hampir pada setiap golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari 6 bulan meningkat dengan meningkatnya frekuensi senggama. Ternyata, senggama 4 kali seminggu paling meluangkan terjadinya kehamilan; karena ternyata kualitas dan jenis motilitas spermatozoa menjadi lebih baik dengan seringnya ejakulasi. Apabila umur istri lebih dari 30 tahun pada infertilitas primer akan terjadi penurunan prognosis yang tetap tapi apabila terjadi pada infertilitas sekunder akan terjadi penurunan juga tetapi tidak seburuk infertilitas primer. Istri yang mungkin hamil selama tiga tahun atau kurang prognosisnya masih baik dengan kemungkinan kehamilan 50%. Istri yang mungkin hamil sekitar lima tahun atau lebih prognosisnya semakin buruk dengan kemungkinan kehamilan hanya 30%. Penyelidikan jumlah bulan yang diperlukan untuk terjadinya kehamilan tampak pemakaian kontrasepsi telah dilakukan di Taiwan dan AS dengan kesimpulan bahwa 25% akan hamil dalam 1 bulan pertama, 63% dalam 6 bulan pertama, 75% dalam 9 bulan pertama, 80% dalam 12 bulan pertama, dan 90% dalam 18 bulan pertama. Dengan demikian, makin lama pasangan kawin tanpa hasil makin turun prognosis kehamilannya. 42

Pengelolaan mutakhir terhadap pasangan 43 antibody 43 dapat membawa kehamilan kepada lebih dari 50% pasangan, walaupun masih selalu ada 10-20% pasangan yang belum diketahui etiologinya. Separuhnya lagi terpaksa harus hidup tanpa anak, atau memperoleh anak dengan jalan lain, umpamanya dengan inseminasi buatan donor, atau mengangkat anak (adopsi). Hasil penyelidikan menun jukan apabila umur istri akan dibandingkan dengan angka kehamilannya, maka pada infertilitas primer terdapat penurunan yang tetap setelah umur 30 tahun. Pada infertilitas sekunder terdapat juga penurunan, akan teta[pi tidak securam seperti pada infertilitas primer. Penyelidikan tersebut selanjutnya mengemukakan bahwa istri yang baru yang dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 3 tahun kurang, prognosis kehamilannya masih baik. Akan tetapi, kalau sudah dihadapkan selama 5 tahun lebih prognosisnya buruk. Oleh karena itu dianjurkan untuk tidak menunda pemeriksaan dan pengobatan infertilitas selama tiga tahun lebih.

43

BAB III KESIMPULAN Pada kasus skenario 8, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut lagi, kemungkinan terjadinya pada masing-masing suami-istri masih ada. Evaluasi berupa anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan agar dapat menegakkan diagnose lebih lanjut. Penatalaksanaan pada skenario untuk sementara menyembuhkan infeksi genitalia yang dialami pasien, kemudian melakukan tindakan senggama dengan memperhatikan masa subur, selain itu juga dilakukan analisis sperma untuk sang suami. Jika semua tindakan tersebut gagal dapat dilanjutkan dengan tindakan inseminasi buatan.

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Alexander NJ, Anderson DJ. Immunology of semen. Fertil Steril 1987; 47 : 192-201 2. Jones WR. Immunologic infertility-fact or fiction ? Fertil steril 1980 ; 33: 577- 586 3. Mazumdar S, Levine AS. Antisperm antibodies: ertiology, pathogenesis, diagnosis, and treatment. Fertil Steril 1998; 70: 799-810 4. Moghissi KS, Sacco AG, Borin K. Immunologic infertility. Am J Obstet Gynecol 1980; 136: 941-947 5. Snow K, Ball GD. Characterization of human sperm antigens and antisperm antibodies in infertile patients. Fertil Steril 1992; 58: 1011-1019 6. Straight, B. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir , Jakarta : EGC 7. Soejoenoes A. Faktor uterus. Dalam : Sumapraja S, Moeloek FA. Manual infertilitas. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 1985: 95-102 8. Stern JE, Dixon PM, Manganiello PD, Johnsen TB. Antisperm antibodies in women: variability in antibody levels in serum, mucus, and peritoneal fluid. Fertil Steril 1992; 58: 950-958 9. Sumapraja S. Pemeriksaan pasangan infertil. Dalam : Sumapraja S, Moeloek FA. Manual infertilitas. Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 1985 : 1-44 10. Sumapraja S. Infertilitas. Dalam : Prawiroharjo S. Ilmu kandungan. Cetakan kelima. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prwirohardjo, 1991: 426-463

45

You might also like