You are on page 1of 29

LAPORAN TUTORIAL LBM 4 Cinta ini.Membunuhku BLOK 3.

Kelompok 5 :

Diah Sari Ambarwati Widya Wulandari Pipit Puspitasari Devi Oktaviana Habsari Rina Dewi Anggraeni Ana Permatasari Sari Dewi Utami Agustinus Murdoko Risky Lestari Lea Disti Ariani Erse Kusuma Endraswari Suci Nugraheni

( 13902) (13903) (13910) (13912) (13914) (13919) (13921) (13932) (13938) (13941) (13945) (13946)

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

SKENARIO 4 Cinta iniMembunuhku

Ny. Anisa, 24 tahun adalah korban kekerasan seksual dari suaminya. Kejadian dilakukan berulang-ulang tetapi Ny. Anisa tidak mampu berbuat apa-apa karena diancam. Ny. Anisa melakukan percobaan bunuh diri karena merasa malu. Keluarga berharap pada perawat agar Ny. Anisa mendapat bantuan hukum dan psikologi.

STEP 1

1. Kekerasan seksual : suatu bentuk kontak yang tidak diinginkan antara kontak satu dengan yang lain dengan pemaksaan tindakan seksual yang tidak wajar, atau setiap bentuk perilaku yang mengandung unsure seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negative, seperti: rasa malu, terhina, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dan lain-lain STEP 2 1. Bentuk kekerasan seksual? 2. Tanda-tanda orang akan melakukan percobaan bunuh diri? 3. Peran perawat sesuai kasus? 4. Fase kekerasan ada atau tidak?jika ada jelaskan dan sebutkan! 5. Factor-faktor yang menyebabkan seseorang bunuh diri? 6. Peran keluarga sesuai kasus? 7. Bantuan hokum untuk Ny. Anisa?

8. Penanganan korban kekerasan seksual? 9. Dampak yang ditimbulkan akibat pelecehan seksual? 10. Factor resiko seseorang bisa melakukan kekerasan seksual? 11. Pencegahan terjadinya kekerasan seksual? 12. Pencegahan terjadinya bunuh diri? 13. ASKEP sesuai kasus?

STEP 3 1. Bentuk kekerasan seksual? Perkosaan, Pelecehan Seksual, eksloitasi seksual Penyiksaan Seksual, Perbudakan seksual, Intimidasi Seksual. Prostitusi Paksa ,Pemaksaan Kehamilan Pemaksaan aborsi, pemaksaan Perkawinan Perdagangan PeremPuan untuk tujuan seksual Kontrol Seksual Penghukuman tidak manusiawi & bernuansa seksual Praktik Tradisi Bernuansa Seksual yang Membahayakan atau Mendiskriminasi Perempuan kontrasepsi/sterilisasi Paksa

2. Tanda-tanda orang akan melakukan percobaan bunuh diri? Paranoid, takut, curiga Mengutarakan secara verbal Riwayat bunuh diri yang gagal Laporan keluarga Depresi tidak tertangani

Pengasingan diri

3. Peran perawat sesuai kasus? Melakukan terapi CBT untuk korban Melakukan terapi perilaku untuk pelaku Memfasilitasi psikolog (konsultasi kepada psikolog)

4. Fase kekerasan ada atau tidak?jika ada jelaskan dan sebutkan! 5. Factor-faktor yang menyebabkan seseorang bunuh diri? Pelarian terhadap kekerasan yang dilakukan oleh orang tua (anak) Broken home Depresi berat Perasaan tidak berguna Kepribadian yang tertutup Stressor yang semakin berat Kurang sumber dukungan, kebudayaan, mekanisme koping yang buruk, genetic, status ekonomi, penyakit kronis yang diderita tak kunjung sembuh 6. Peran keluarga sesuai kasus? Modifikasi lingkungan Komunikasi terapeutik Deteksi dini dengan mengenali tanda-tandanya Merujuk pada pelayanan kesehatan jika sudah tidak tertangani Rehabilitasi jika mengalami isolasi social Memotivasi atau memberi dukungan sosial

7. Bantuan hukum untuk Ny. Anisa? Laporkan pada pihak yang berwajib Melakukan visum medis

8. Penanganan korban kekerasan seksual? Jangan mengadili korban Membangun hubungan yang setara Biarkan klien mengambil keputusan sendiri Menjaga kerahasiaan atas apa saja yang telah diceritakan korban

9. Dampak yang ditimbulkan akibat pelecehan seksual? Berpindah ke sesama jenis Merasa bersalah, powerlessness, cemas, harga diri rendah Mengalami PTSD Infeksi menular seksual Aktivitas sehari-hari terganggu

10. Factor resiko seseorang bisa melakukan kekerasan seksual? Penyalahgunaan NAPZA Riwayat menyaksikan / mengalami kekerasan seksual Pemahaman agama yang kurang Status ekonomi Gangguan jiwa Rasa otoritas dalam rumah tangga Individu yang tidak dapat mengendalikan emosi Kelainan seksual

11. Pencegahan terjadinya kekerasan seksual? Keterbukaan Membentuk pola hubungan yang setara Saling menghormati satu sama lain Membentuk kesepakatan hak dan kewajiban

Kewaspadaan Jangan mudah percaya pada orang yang tidak dikenal atau baru dikenal Membekali ilmu bela diri Tidak memakai pakaian yang memancing terjadinya tindak kekerasan seksual

12. Pencegahan terjadinya bunuh diri? Managemen lingkungan Melakukan pengawasan Memberikan dukungan social Reinforcement positif Penguatan pada religiusnya Menjadi pendengar yang baik

13. ASKEP sesuai kasus? DX: resiko bunuh diri resiko mencederai diri sendiri violence

NOC: suicide prevention menemani klien jauhkan benda-benda berbahaya

coping enhancement

NIC: bantu klien untuk menurunkan perilaku melukai diri sendiri

STEP 4

Penyebab

---------------------

pencegahan

Kekerasan seksual
Penanganan / ASKEP

Bentuk-bentuk kekerasan seksual

Dampak

Fisik

Psikologis
------------------

Sosial Pencegahan

Bunuh diri
Tanda - tanda

STEP 5

1. Peran perawat pada kekerasan seksual dan percobaan bunuh diri? 2. Fase kekerasan ada atau tidak?jika ada jelaskan dan sebutkan! 3. Bantuan hukum untuk Ny. Anisa? 4. Penanganan korban kekerasan seksual dan percobaan bunih diri? 5. ASKEP sesuai kasus?

STEP 7

1. Peran perawat pada kekerasan seksual dan percobaan bunuh diri? Peran perawat dapat diberikan untuk menolong kaum perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah : a. Merekomendasikan tempat perlindungan yang aman seperti crisis center, shelter dan one stop crisis center. b. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik korban. Disini perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan sosial yang memungkinkan. Perawat berperan penting dalam upaya membantu korban kekerasan diantaranya melalui upaya pencegahan primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan sosial budaya dan pembinaan spiritual, upaya pencegahan sekunder dengan penerapan asuhan keperawatan sesuai permasalah-an yang dihadapi klien, dan pencegaha tertier melalui pelatihan/pendidikan, pem-bentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.

c. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan. d. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban kekerasan. e. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga sebagai bekal perawat untuk mendampingi korban. Peran Perawat dalam kasus KDRT: 1. Memeriksa kesehatan korban dengan standar profesi (anjurkan segerakan pemeriksaan visum) 2. Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban 3. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban yaitu, mendapatkan: a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat dan lembaga sosial. b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasian dan privasi korban d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum e. Pelayanan bimbingan rohani 4. Mengantarkan korban ke rumah aman atau tampat tinggal alternatif (ruang pelayanan khusus) 5. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial serta lembaga sosial yang dibutuhkan korban. 6. Sosialisasi Undang-undang KDRT kepada keluarga dan masyarakat.

2. Fase kekerasan ada atau tidak?jika ada jelaskan dan sebutkan! Menurut Tower (2002) dalam Maria (2008) kekerasan seksual pada anak dapat terjadisatu kali, beberapa kali dalam periode berdekatan, bahkan menahun. Walaupun berbeda-beda pada setiap kasus, kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja, melainkan melaluibeberapa tahapan antara lain:

1.Tahap awal, pelaku membuat korban merasa nyaman. Ia menyakinkan bahwa apa yang dilakukannya "tidak salah" secara moral. Pelaku mencoba menyentuh sisi kebutuhan anak akan kasih sayang dan perhatian, penerimaan dari orang lain, atau mencoba menyamakannya dengan permainan dan menjanjikan imbalan material yang

menyenangkan. Pelaku dapat mengintimidasi secara halus ataupun bersikap memaksa secara kasar.

2.Tahap kedua, adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi bisa saja hanya berupa mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat, yaitu memakasa anak untuk melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian tersebut, pelaku mengancam korban agar merahasiakan apa yang terjadi kepada orang lain.

3.Tahap berikutnya, adalah tahapan dimana korban mau menceritakan pengalamannya kepada orang lain. Kemungkinan korban merahasiakan pengalamannya sampai berusia dewasa, atau menceritakannya kepada orang yang mempunyai kedekatan emosional dengannya, sehingga ia merasa aman. Pelaku"mencobai" korban sedikit demi sedikit, mulai dari : 1.Pelaku membuka pakaiannya sendiri 2.Pelaku meraba-raba bagian tubuhnya sendiri

3.pelaku memperlihatkan alat kelaminnya 4.Pelaku mencium korban dengan pakaian lengkap 5.Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban : payudara, alat kelamin, dan bagian lainnya 6.Masturbasi, dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban saling menstimulasi 7.Oral sex dengan menstimilasi alat kelamin korban 8.Sodomi 9.Petting 10.Penetrasi alat kelamin pelaku Anak yang memiliki resiko mengalami kekerasan seksual biasanya adalah anakanak yang biasa ditinggalkan sendiri dan tidak mendapat pengawasan dari orang yang lebih dewasa, terutama ibu. Tidak hanya kehadiran secara fisik, kedekatan emosional antara ibu dan anak pun merupakan faktor yang penting (Maria, 2008).Menurut Maria (2008) dampak kekerasan seksual pada anak adalah sebagai berikut : 1.Stress: akut, traumatik PTSD (post traumatik stress disorder) 2.Agresif, menjadi pelaku kekerasan, tidak percaya diri 3.Rasa takut, cemas 4.Perilaku seksual yang tidak wajar untuk anak seusianya

3. Bantuan hukum untuk Ny. Anisa? Kasus kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang PKDRT pada pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sedangkan kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): (a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan. Dengan menimbang :

1.

Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari

segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.

Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga,

merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus di hapus. 3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah

perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau per lakuan yang meren dahkan derajat dan mar tabat kemanusiaan. 4. Bahwa dalam kenyataannya kasus ke keras an dalam rumah tangga banyak

terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlin dungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. 5. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Peng ha pus an Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

4. Penanganan korban kekerasan seksual dan percobaan bunuh diri? Penatalaksanaan Medis dan Perawatan

a. Perawatan

Menurut Suda (2006) ada beberapa model program counseling yang dapat diberikan kepada anak yang mengalami sexual abuse.

b. Pertama, the dynamics of sexual abuse. Artinya, terapi difokuskan pada pengambangan konsepsi. Pada kasus tersebut kesalahan dan tanggung jawab berada pada pelaku bukan pada korban. Anak dijamin tidak disalahkan meskipun telah terjadi kontak seksual.

c. Kedua, protective behaviors counseling. Artinya, anak-anak dilatih menguasai keterampilan mengurangi kerentannya sesuai dengan usia. Pelatihan anak prasekolah dapat dibatasi; berkata tidak terhadap sentuhan-sentuhan yang tidak diinginkan; menjauh secepatnya dari orang yang kelihatan sebagai abusive person; melaporkan pada orangtua atau orang dewasa yang dipercaya dapat membantu menghentikan perlakuan salah. d. Ketiga, survivor/self-esteem counseling. Artinya, menyadarkan anak-anak yang menjadi korban bahwa mereka sebenarnya bukanlah korban, melainkan orang yang mampu bertahan (survivor) dalam menghadapi masalah sexual abuse. Keempat, feeling counseling. Artinya, terlebih dahulu harus diidentifikasi kemampuan anak yang mengalami sexual abuse untuk mengenali berbagai perasaan. Kemudian mereka didorong untuk

mengekspresikan perasaan-perasaannya yang tidak menyenangkan, baik pada saat mengalami sexual abuse maupun sesudahnya. Selanjutnya mereka diberi kesempatan untuk secara tepat memfokuskan perasaan marahnya terhadap pelaku yang telah menyakitinya, atau kepada orang tua, polisi, pekerja sosial, atau lembaga peradilan yang tidak dapat melindungi mereka. e. Kelima, cognitif terapy. Artinya, konsep dasar dalam teknik ini adalah perasaan-perasaan seseorang mengenai beragam jenis dalam kehidupannya dipengaruhi oleh pikiran-pikiran mengenai kejadian tersebut secara berulanglingkar.

Penanganan untuk pelaku kekerasan : - Tim krisis Pelaku Kekerasan terdiri dari : 1. Ketua Tim krisis sebagai leader

Biasanya perawat yg berperan sebagai kepala ruangan atau penanggung jawab shif.

2. Anggota Tim minimal 2 orang perawat primer dan ketua tim atau staf perawat. Anggota tim krisis dapat staf perawat, dokter atau konselor yg telah terlatih menangani krisis. Aktifitas yg dilakukan oleh Tim Krisis ( Stuart dan Laraia, 1998 )

Tunjuk ketua tim krisis Susun anggota tim krisis Beritahu petugas keamanan bila perlu Pindahkan klien lain dari area penanganan Ambil alat pengikat jika perlu Uraikan rencana pengamanan pada tim Tunjuk anggota tim yg akan mengamankan anggota gerak klien Jelaskan tindakan pada klien dan mengusahakan klien kooperatif Ikat klien dg petunjuk ketua tim Beri obat sesuai program terapi dokter Pertahankan sikap yang tenang dan konsisten terhadap klien Evaluasi tindakan yg telah dilakukan bersama anggota tim Jelaskan kejadian pada staf lain dan klien jika perlu. Integrasi klien kembali pada lingkungan secara bertahap.

Pembatasan Gerak Adalah memisahkan klien di tempat yg aman dg tujuan melindungi klien, klien lain dan staf dari kemungkinan bahaya.Biasanya di sebut juga dg kamar isolasi. Klien dilakukan pembatasan gerak karena : Klien dapat menciderai orang lain atau dicederai oleh orang lain

Membutuhkan pembatasan interaksi dg orang lain Memerlukan pengurangan stimulus dari lingkungan

5. ASKEP sesuai kasus? Masalah Keperawatan 1. Perilaku Kekerasan 2. Resiko menciderai 3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Diagnosa Keperawatan 1. Risiko menciderai orang lain dan lingkungan berhubungan dengan prilaku kekerasan. 2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah. Tujuan Umum Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Tujuan Khusus 1. Manajemen perilaku kekerasan 2. Manajemen krisis ( Pada saat terjadi prilaku kekerasan)

ASKEP Bunuh diri

PENGKAJIAN Pengkajian bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik dan rencana yang spesifik. Pengkajian juga mencakup apakah individu telah membuat rencana bunuh diri tersebut. Orang yang siap bunuh diri adalah orang yang telah mempunyai rencana spesifik dan mempunyai alat untuk melakukan bunuh diri. Langkah awal, membina hubungan selama wawancara yang sifatnya tidak menghakimi pasien. Apabila pasien tidak menceritakan sendiri keinginannya, selidiki adanya ide-ide bunuh diri melalui pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik, misal, Apakah Mas merasakan sedih?. Apakah Mas pernah memikirkan untuk mengakhiri hidup?. Bagaimana caranya?. Mengajukan pertanyaan mengenai bunuh diri tidak akan mencetuskan terjadinya peristiwa itu.

Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat menentukan tingkat resiko dari tingkah laku bunuh diri. Ditekankan pada perilaku, faktor prediposisi, stressor presipitasi, penilaian stressor dan mekanisme koping.

Perilaku

Perilaku ketidakpatuhan

Individu sadar alasan tidak patuh, merupakan tindakan yang merugikan diri sendiri. Telah diperkirakan bahwa sebagian dari pasien tidak patuh terhadap rencana pengobatan kesehatan mereka. Perilaku yang berkaitan dengan ketidakpatuhan terhadap pengobatan ditunjukkan dengan meremehkan keseriusan terhadap masalah, adanya penyakit kronik yang ditandai dengan periode asimtomatik, mencari muzizat penyakitnya, sering berganti petugas kesehatan dann rasa bersalah yang mengganggu asuhan keperawatan.

Perilaku mencederai diri

Istilah lainnya self abuse, self-directed aggression, self-ham, self-inflicted injury, self mutilation. Mencederai diri adalah suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja, tanpa bantuan orang lain. Bentuk mencederai diri termasuk memotong atau membakar kulit, membenturkan kepala, mengkorek-korek luka dan menggigit jari. Perilaku ini sering ditunjukkan pada klien retardasi mental, psikotik dan gangguan kepribadian.

Perilaku bunuh diri

Semua bentuk perilaku bunuh diri baik ancaman, usaha atau perilaku bunuh diri harus ditanggapi secara serius apapun tujuannya. Namun perhatian lebih ditujukan ketika seseorang merencanakan atau mencoba dengan cara yang paling mematikan seperti menembak diri, memotong urat nadi, menabrakkan diri ke kendaraan dan atau terjun dari ketinggian. Cara yang kurang mematikan seperti minum racun serangga dan menggantungkan diri, memberikan waktu untuk mendapatkan pertolongan saat tindakan bunuh diri telah dilakukan.

Berdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka bunuh diri di bagi 3 yaitu :

1. Ancaman bunuh diri (suicide threats)

Merupakan

peringatan

verbal

atau

non

verbal

bahwa

seseorang

tersebut

mempertimbangkan bunuh diri. Individu akan mengatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi atau mungkin menunjukkan respon non verbal dengan memberikan barangbarang yang dimilikinya. Misalkan dengan mengatakan tolong jaga anakku karena saya akan pergi jauh atau segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya. Perilaku ini harus

dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman menunjukkan ambivalensi tentang kematian.

2. Percobaan bunuh diri (suicide attempts)

Klien sudah melakukan percobaan bunuh diri. Semua tindakan yang dilakukan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu dan dapat menyebabkan kematian, jika tidak dilakukan pertolongan segera. Pada kondisi ini klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai cara seperti gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

3. Completed suicide

Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar mati mungkin akan mati, jika tidak ditemukan pada waktunya.

Faktor Prediposisi

Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :

a. Diagnosa medis; gangguan jiwa

Diagnosa medis gangguan jiwa yang beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan schizophrenia. Lebih dari90% orang dewasa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa.

b. Sifat kepribadian

Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko bunuh diri yaitu suka bermusuhan, impulsif, kepribadian anti sosial dan depresif.

c. Lingkungan psikososial

Individu yang mengalami kehilangan dengan proses berduka yang berkepanjangan akibat perpisahan dan bercerai, kehilangan barang dan kehilangan dukungan sosial merupakan faktor penting yang mempengaruhi individu untuk melakukan tindakan bunuh diri.

d. Riwayat keluarga

Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik yang terjadi dalam keluarga merupakan faktor penting untuk melakukan bunuh diri.

e. Riwayat keluarga

Menurunnya neurotransmitter serotonin, opiate dan dopamine dapt menimbulkan perilaku destruktif-diri.

Stressor Pencetus

Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang dialami individu. Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan yang memalukan seperti masalah hubungan interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman penahanan dan dapat juga pengaruh media yang menampilkan peristiwa bunuh diri.

Sumber Koping

Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam mengatasi masalah individu dalam memecahkan masalah seringkali membutuhkan bantuan orang lain.

Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak diri tak langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi. Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri adalah indiviidu telah gagal menggunakan mekanisme pertahanan diri sehingga bunuh diri sebagai jalan keluar menyelesaikan masalah hidupnya.

Intensitas Bunuh diri

Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1997, dikutip oleh shivers, 1998,hal 475). Mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale). ,

TINDAKAN KEPERAWATAN 1. Tindakan keperawatan untuk pasien a. Tujuan: Pasien tetap aman dan selamat b. Tindakan: Melindungi pasien Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka dapat kita lakukan : 1. Menemani pasien terus- menerus sampai dia dapat dipindahkan ketewmpat yang aman 2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas tali pinggang) 3. Mendapatkan orang yang dapat segera membawa pasien ke rumah sakit untuk pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan dirawat 4. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat 5. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga a) Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunun diri b) Tindakan: 1. Menganjurkan keluarga untuknikut mengawasi pasien serta jangan perna meniggalkan pasien sendirian 2. Menganjurka keluarga untuk membantu pasien menjauhi barang-barang berbahaya disekitar pasien 3. Mendiskusikan dengan keluarga orang yang dapat membawa pasien ke rumah sakit sesegera mungkin 4. Menjelaskan kepada keluarga pengertian pasien minum obat secara teratur Isyarat Bunuh Diri 1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri a) Tujuan: 1. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya 2. Pasien dapat mengungkapkan perasannya 3. Pasien dapat miningkatkan harga dirinya 4. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik b) Tindakan Keperawatan 1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau tema. 2. Memingkatkan harga diri pasien, dengan cara : Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasannya. Memberikan pujian bila pasien dapay mengatakan perasan yang positif Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting Merencanakan aktivitas yang dapat dilakukan pasien

3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara: Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing- masing cara menyelesaikan masalah Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik 2. Tindakan Keperawatan untuk keluarga a) Tujuan: keluarga mampu merawat pasien dengan resiko bunuh diri. b) Tindakan keperawatan: 1. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh dir Menayakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien beresiko bunuh diri. 2. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasian, antara lain : Memberikan tempat yang aman.Menenmpatkan pasien ditempat yang diawasi , jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien dirumah Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan unyuk bunuh diri. Seperti: tsli, bahan bakar minyak, api, pisau atau benda tajam lainnya. Selalu mengadakan pengawasan dan peningkatan pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri meninggkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri 3. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:

Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut Segera membawa pasien ke mendapatkan bantuan medis. rumah sakit atau puskesmas

4. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan Menganjurkan keluarga untuk mengantar pasien berobat/ kontrol secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh diri Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar yaitu benar obat, benar orangnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, dan benar waktu pengguaannya.

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga


1. Pengkajian

Kecemasan
o

Perilaku : Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, menarik diri dari hubungan personal, mengahalangi, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari hubungan intrapersonal.

Stresor Pecetus : Stesor penscetus mungkin berasal dari sumber internal dan sumber eksternal. Stressor pencetus dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama yaitu ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kkapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Katagori kedua yaitu ancaman

terhadap system diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi social yang terintegrasi seseorang.
o

Mekanisme koping : Tingkat kecemasan seseorang dapat menimbulkan dua mekanisme koping. Mekanisme yang pertama adalah mekanisme yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistic tuntutan situasi stress(Perilaku menyerang untuk mengatasi hambatan pemenuhan, perilaku menarik diri secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan sumber stress, perilaku kompromi untuk mengubah tujuan). Mekanisme yang kedua adalah mekanisme pertahan ego yang membantu mengatasi ansietas.

Gangguan Tidur

Perilaku Sumber koping : dukungan social dari keluarga, teman, dan pemberi pelayanan juga merupakan sumber yang penting.

Mekanisme koping : represi perasaan, konflik, menyangkal masalah psikologis.

Gangguan Seksual Perilaku Factor predisposisi Faktoer pencetus Mekanisme koping

1. Diagnosa Keperawatan

Kecemasan

Ansietas Inefektif koping Ketakutan Gangguan Tidur


o o o o o o o o o o o o o o

Gangguan citra tubuh Proses perubahan keluarga Gangguan pola tidur Kerusakan interaksi sosial Gangguan Seksual Gangguan citra tubuh Ketakutan Ketidakberdayaan Nyeri Gangguan harga diri Perubahan peforma peran Resiko terhadap kesepian Distress spiritual Kerusakan interaksi sosial

1. Identifikasi Hasil

Kecemasan Pasien akan menunjukkan cara adaptif dalam mengatasi stress Gangguan tidur
o

Pasien akan mengekspresikan perasaannya secara verbal daripada melalui perkembangan gejala-gejala fisik.

Gangguan seksual

Pasien akan mencapai tingkat maksimal respons seksual yang adaptif untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan.

1. Perencanaan

Kecemasan
o o

Pasien harus mengembangkan kapasitasnya untuk mentoleransi ansietas. Gangguan tidur


Penyuluhan untuk pasien tentang strategi koping yang adaptif. Gangguan seksual

Lakukan penyuluhan.

1. Implementasi

Kecemasan Memecahkan masalah yang membuat pasien cemas Gangguan tidur


o o o

Memenuhi kebutuhan fisiologis pasien. Memenuhi kebutuhan dasar akan rasa aman dan keselamatan. Gangguan Seksual

Sebelum melakukan penyuluhan perawat harus memeriksa nilai dan keyakinannya sendiri tentang pasien yang berperilaku seksual yang mungkin berebda.

1. Evaluasi

Kecemasan

Sudahkah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri pasien berkurang dalam sifat, jumlah, asal, atau waktunya?

o o o o

Apakah perilaku pasien menunjukkan ansietas? Sudahkah sumber koping pasien dikaji dan dikerahkan dengan adekuat? Apakah pasien menggunakan respon koping adaptif? Gangguan tidur

Sudahkah pola tidurnya telah normal kemabali? Apakan kecemasan masih mengganggu tidur pasien? Gangguan seksual

Apakah pengakajian keperawatan tentang seksualitas telah lengkap, akurat, dan dilakukan secara professional?

Apakah pasien merasakan perbaikan selama perbaikan? Apakah hubungan interpersonal pasien telah meningkat?

Apakah penyuluhan kesehatan tentang ekspresi seksual telah dilakukan dengan benar?

Apakah perasaan perawat sendiri tentang seksual telah digali semua pada pasien?

You might also like