You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR METATARSAL

A. Definisi Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapakasa. (Arif Mansjoer, 2000). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner and Suddarth, 2001). Frakatur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya (Sapto Harwono dan Fitri H. Susanto, 2001). Menurut Doengoes (2000 : 761) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Fraktuk metatarsal adalah fraktur yang terjadi pada tulang metatarsal karena trauma ataupun karena benturan hebat (www.medikastore.com).

Sedangkan menurut Widyatmiko( 2010) , OTA mengklasifikasi fraktur metatarsal secara detail mengenai bentuk frakturnyatetapi tidak berdasarkan stabilitas ataupun penatalaksanaannya. Fraktur metatarsal berdasarakan klasifikasi ini adalah 81. Identifikasi huruf untuk menunjukan metatarsalyang terkena : T = Metatarsal 1 N = Metatarsal 2 M = Metatarsal 3 R = Metatarsal 4 L= Metatarsal 5

B. Etiologi Penyebab dari fraktur adalah sebagai berikut:

1. Benturan dan cidera atau trauma (jatuh pada kecelakaan) 2. Kelemahan tulang akibat osteoporosis (pada orang tua), penderita kanker atau infeksi yang disebut fraktur patologis. 3. Fraktur stress atau fatigue fraktur akibat peningkatan drastic latihan pada seorang atlit atau pada permulaan aktifitas fisik baru sehingga kekuatan otot meningkat secara lebih cepat dibandingkan kekuatan tulang.

C. Klasifikasi 1. Komplit/tidak komplit a. Fraktur komplit Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua kertas tulang. b. Fraktur tidak komplit (incomplit) Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti: Buckle fraktur : bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompres, tulang spongiosa dibawahnya. Greenstick fraktur : fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosteum. 1. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma a. Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. b. Fraktur oblique adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. c. Fraktur spiral adalah patah tulang melingkari tulang. d. Fraktur kompresi terjadi bila dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya. e. Fraktur evolusi memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligamen. 2. Jumlah garis patah

a. Fraktur kominutif b. Fraktur segmental c. Fraktur multiple 3. Bergeser/tidak bergeser

: garis : garis

patah patah

lebih lebih

dari dari

satu satu

dan tetapi

saling tidak

berhubungan. berhubungan : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya. a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser) Tulang patah posisi pada tempatnya yang normal. b. Fraktur diplaced (bergeser) Ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah. 4. Terbuka/tertutup a. Fraktur tertutup (closed/simple fracture) Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. b. Fraktur terbuka (open/compound fracture) Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan dikulit. Menurut R Gustillo, fraktur terbuka tebagi atas tiga derajat yaitu: 1) Derajat I Luka < 1 cm Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk Fraktur sederhana transversal, oblik atau kaminutif ringan. Kontaminasi minimal Laserasi > 1 cm Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi Fraktur kominutif sedang Kontaminasi sedang

2) Derajat II

3) Derajat III Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

Fraktur derajat III terbagi atas: a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi, atau fraktur segmen/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau konyaminasi masif. c. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang luas diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

D. Anatomi Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. lapisan yang paling luar disebut periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut sistem haversian. tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut kanal haversian. lapisan melingkar dari matriks tulang disebut lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan kanalikuli. tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. kanal haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui kanal volkman. pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem haversian, yang didalamnya terdapat trabekulae (batang) dari tulang.trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut tulang spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. bone marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan fat embolism syndrom (fes).

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras. Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang sesamoid. Lima buah tulang metatarsal I,II,II,IV,dan V.Bentuk kelima tulang ini hampir tengah ramping sama yaitu bulat dan panjang. lurus Bagian sedangkan proksimal bagian darimasing-masing tulang agak lebar disebut basis ossis matatarsale.B a g i a n memanjang distalnya mempunyai bongkol kepala (kaput ossis metatarsale).

Metatarsal I agak besar dari pada yang lain, sedangkan metatarsal V bagian lateral basisnya lebih menonjol ke proksimal disebut tuberositas ossis metatarsal V

E. Tanda dan Gejala Adapun tanda dan gejala fraktur adalah: 1. Rasa sakit atau nyeri Nyeri akan bertambah berat dengan gerakan dan penekanan di atas fraktur. 2. Pembengkakan di sekitar fraktur akan menyertai proses peradangan. 3. Kelainan bentuk (deformitas), tampak jelas posisi tulang yang tidak alami. 4. Gangguan fungsi, ekstremitas tidak dapat digunakan. 5. Dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan yang mengisyaratkan kerusakan syaraf.

6. Krepitasi (suara gemeretak) dapat terdengar sewaktu tulang digerakkan akibat pergeseran ujung-ujung patahan tulang satu sama lain. 7. Penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal fraktur, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian cidera (syok kompartement) 8. Laserasi kulit, perubahan warna kulit. 9. Jika terdapat luka terbuka, maka terdapat pula perdarahan 10. Shock disebabkan karena rasa nyeri yang hebat, kehilangan darah dan jaringan yang rusak.

F. Pathofisiologi Fraktur terjadi bila terjadi interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan disekitar yaitu ligamen, otot, tendon, pembuluh darah dan persarafan. Tingkatan-tingkatan pertumbuhan tulang sebagai berikut: Sewaktu tulang patah, maka sel-sel tulang mati 1. Hematoma formation (pembentukan hematoma) Karena pembuluh darah cidera maka terjadi pendarahan pada daerah fraktur dan ke dalam jaringan disekitar tulang tersebut. Reaksi perdangan hebat timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel most terakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Darah menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang yang patah dan fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. 4. Fibrin Mesk Work (pembentukan fibrin) Hematoma menjadi terorganisir karena fibroblast masuk lokasi cidera, membentuk fibria-fibria mesk work (gumpalan fibrim) dan berfungsi sebagai jalan untuk melekatkan sel-sel baru. 5. Invasi Osteoblast Osteoblast masuk kedaerah fibrosis untuk memperhatikan penyambungan tulang dan merangsang pembentukan tulang baru imatur (callus),

pembuluh darah berkembang mengalirkan nutrisi untuk membentuk collagen, untaian collagen terus disatukan dengan kalsium. 6. Callus Formation (pembentukan kalus) a. Osteoblast terus membuat jalan untuk membangun tulang. b. Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensitesa tulang baru. c. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit calsium. 7. Remodelling Bekuan fibrin direabsorpsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan akan berubah membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan callus dan secara perlahan mengalami klasifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat apabila hematom fraktur atau callus rusak sebelum tulang sejati terbentuk atau apabila sel-sel tulang baru rusak selama proses kalfisikasi dan pengerasan.

G. Komplikasi 1. Sindrom Kompartemen Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruangan tertutup diotot yang sering berhubungan dengan akuntansi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. 2. Sindrom emboli lemak (fat embolism syndrome) Merupakan keadaan pulmonary akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal hal ini terjadi ketika gelembung-gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelembung lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan kolusi pada pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala: Dyspnea, perubahan status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor) tachypnea tachycandia, demam, ruam kulit petechie).

3. Nekrosis avaskuler (nekrosis aseptik) Fraktur menganggu aliran darah kesalah satu fragmen sehingga fragmen tersebut kemudian mati. 4. Trombo embolic complication Terjadi pada individu yang mobil dalam waktu yang lama. 5. Infeksi Paling sering menyertai fraktur terbuka dan dapat disebabkan melalui logam bidai. 6. Delayed union-non union Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah yang tidak menyambung kembali. 7. Malunion Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau miring. 8. Osteomyelitis Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum atau korteks tulang dapat berupa exogenous atau hematogenous. Patogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus atau selama operasi. 9. Ganggren Gas Gas ganggren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saprophystik gram positif anaerob antara lain. Clostridium waichii atau clostridium perfringers. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. 10. Borok akibat tekanan (pressure soure) Akibat gips/bidat yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis pada jaringan superficial. 11. Refleks symphathetnik dystrophy Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya sistem syaraf simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya perlukaan. 12. Cedera vascular dan saraf

Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.

13. Prosedur Diagnostik a. Pemeriksaan laboratorium Hb dan Hct sedikit disebabkan perdarahan LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak sangat luas. Peningkatan jumlah leukosit adalah respon stress normal setelah trauma. b. Pemeriksaan penunjang 1. sinar X, untuk melihat gambaran fraktur demormitas 2. CT scan, memperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur, 3. Venogram, menggambarkan arus vaskularisasi 4. Radiograf, untuk menentukan integritas tulang 5. Antroskopi, untuk mendeteksi keterlibatan sendi 6. Angiografi, bila dikaitkan dengan cidera pembuluh darah 7. Konduksi saraf dan elektromigram, untuk mendeteksi cidera saraf

14. Penatalaksanaan Fraktur biasanya menyertai trauma, untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (air way), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation) apakah terjadi syok/tidak. 15. Intervensi terapeutik Penatalaksanaan kedaruratan meliputi: a. Pembebanan fraktur diatas dan dibawah sisi cenderung sebelum memindahkan pasten. Pembebatan/pembidatan mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi. b. Memberikan kompres dingin Untuk menekan perdarahan, edema dan nyeri. c. Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema dan nyeri

d. Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syok bila perlu. e. Pemasangan traksi untuk fraktur tulang panjang Traksi kulit: kekuatan diberikan pada kulit dengan busa karet, plester dan lain-lain. Traksi skelet: kekuatan yang diberikan pada tulang skelet secara langsung dengan menggunakan kawat pen. f. Fiksasi eksternal untuk menstabilkan fraktur kompleks dan terbuka. 16. Intervensi farmakologis a. Anastetik lokal, analgesik narkotik, relaksan otot atau diberikan untuk membantu pasien selama prosedur Reduksi tertutup. b. Imobilisasi dilakukan dengan jangka waktu yang berbeda-beda. Fisioterapi untuk mempertahankan otot yang luka bila tidak dipakai dapat mengecil secara cepat. Setelah fraktur cukup sembuh, mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul-betul telah kembali normal. Fungsi penyangga badan (weight bearina) diperbolehkan setelah terbentuk cukup callus.

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Anamnese a. b. Identitas pasien. Identitas penanggung jawab

2. Keluhan utama Apa yang dirasakan pasien pada bagian yang fraktur, nyeri tidak dapat digerakan dll. 3. Riwayat kesehatan Riwayat terjadinya trauma (bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis) dimana terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma. Adakah riwayat fraktur sebelumnya dan adakah riwayat penyakit tulang yang diderita seperti osteoporosis. 4. Pola kebiasaan a. Pemeliharaan kesehatan. b. Pola pelatihan aktivitas. c. Pola nutrisi.

d. Pola istirahat dan tidur. e. Pola eliminasi. f. Pola seksual g. Riwayat spiritual,sosial dan konsep diri. 5. Pemeriksaan fisik a.Kaji seluruh sistem tubuh yang besar, kepala, dada, abdomen. b. Inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien. c. Integrasi kulit (laserasi kulit, perubahan warna, perdarahan, pembengkakan lokal). d. Nyeri (berat dan tiba-tiba saat cidera, spasme/kram otot) e. Neuro sensasi Hilangnya gerakan atau sensasi, spasme otot. Kesemuatan/parestesis Deformitas tulang Krepitasi Terlihat kelemahan/hilangnya fungsi

2. Diagnosa keperawatan 1. Diagnosa keperawatan pre operasi a. Nyeri akut bd agen injury fisik Tujuan : Klien mampu mentoleransi level nyerinya setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria Hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, tampak nyaman Intervensi : 1) Kaji ulang nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, skala nyeri dan faktor pencetus. 2) Observasi TTV 3) Beri posisi yang nyaman pada klien 4) Observasi respon verbal dan nonverbal tentang ketidaknyamanan. 5) Ajarkan penggunaan kontrol nyeri saat nyeri berlangsung. 6) Berikan penjelasan tentang penyebab nyeri.

7) Laksanakan pemberian terapi analgesic sesuai program dokter. b. Gangguan pola tidur bd. trauma fisik Tujuan : Kebutuhan tidur klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria Hasil : jumlah jam tidur cukup, kualitas tidur nyenyak, tidak terjaga saat tidur , tidak mengalami gangguan tidur lagi. Intervensi : 1. Kaji ulang pola tidur dan penyebab tak bisa tidur 2. Observasi jumlah jam tidur di RS dan di rumah 3. Anjurkan klien untuk rileks selama memulai aktivitas tidur. 4. Berikan lingkungan yang nyaman agar klien bisa tidur (pencahayaan remang-remang, kurangi kebisingan) 5. Anjurkan untuk meningkatkan jumlah jam tidur 6. Berikan kenyamanan tidur (meliputi posisi, pendekatan afektive) 7. Monitor adanya kelelahan, stress, dan kesakitan 8. Laksanakan program terapi analgesic sesuai proram dokter. c. Resiko infeksi bd. kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan, prosedur infasif. Tujuan : Resiko infeksi pada klien dapat diminimalkan setelah dilakukan kriteria keperawatan Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi ( peningkatan suhu tubuh, leukosit meningkat) Intervensi : 1) Observasi TTV 2) Observasi tanda dan gejala infeksi baik lokal dan sistematik 3) Jaga balutan luka tetap kering dan bersih 4) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi 5) Anjurkan untuk makan makanan yang tinggi protein 6) Pertahankan teknik aseptik dan minimalkan jumlah penyebab infeksi 7) Inspeksi kulit (meliputi kemerahan, rasa panas, drainase kulit)

8) Laksanakan pemberian terapi antibiotic sesuai program. d. Intoleransi aktivitas bd kelemahan dan kelelahan Tujuan : Aktivitas klien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria Hasil : klien dapat melakukan aktivitasnyasendiri secara bertahap Intervensi : 1. Kaji ulang kemampuan aktivitas klien dalam memenuhi ADL 2. Observasi kemampuan ADL setiap hari 3. Bantu dalam ADL klien sesuai kemampuan klien, anjurkan untuk melakukan ADL sendiri 4. Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam pemenuhan ADL 5. Laksanakan program dokter untuk pemberian vitamin 2. Diagnosa keperawatan post operasi a. Nyeri akut bd agen injury mekanik. Tujuan : Klien mampu mentoleransi level nyerinya setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria Hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, klien nyaman Intervensi : 1) Kaji ulang nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, skala nyeri dan faktor pencetus. 2) Observasi TTV 3) Beri posisi yang nyaman pada klien 4) Observasi respon verbal dan nonverbal tentang ketidaknyamanan. 5) Ajarkan penggunaan kontrol nyeri saat nyeri berlangsung. 6) Berikan penjelasan tentang penyebab nyeri. 7) Laksanakan pemberian terapi analgesic sesuai program dokter. b. Gangguan mobilitas fisik bd. kerusakan muskuloskelektal. Tujuan : Tingkat mobilitas fisik maksimal setelah dilakukan tindakan keperawatan. tampak

Kriteria Hasil : klien dapat melakukan mobilisasi mandiri secara bertahap Intervensi : 1) Observasi tingkat pergerakan klien 2) Bantu klien dalam melakukan pergerakan, latih gerak aktif pasif pada anggota tubuh klien yang sakit. 3) Anjurkan penggunaan teknik mengontrol nyeri sebelum dan sesudah memulai latihan. 4) Jadwalkan latihan rutin pada klien. 5) Latih dan observasi penggunaan alat bantu jalan. 6) Kolaborasi dengan fisioterapi untuk latihan pada kaki klien yang sakit. c. Resiko infeksi bd. kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan, prosedur invasif. Tujuan : Resiko infeksi pada klien dapat diminimalkan setelah dilakukan kriteria keperawatan

Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi ( peningkatan suhu tubuh, leukosit meningkat) Intervensi : 1) Observasi TTV 2) Observasi tanda dan gejala infeksi baik lokal dan sistematik 3) Jaga balutan luka tetap kering dan bersih 4) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi 5) Anjurkan untuk makan makanan yang tinggi protein

6) Laksanakan pemberian terapi antibiotic sesuai program. d. Defisit perawatan diri: mandi toileting bd. Gangguan muskuloskeletal. Tujuan : Klien mampu melakukan perawatan diri higine mandi toileting secara mandiri setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria Hasil : klien dapat melakukan higine mandiri secara bertahap. Intervensi : 1. Observasi tingkat nyeri yang menyebabkan defisit perawatan diri 2. Observasi ADL higine mandi, teoileting dan kemampuan klien merawat diri. 3. Bantu perawatan diri klien selama klien belum mampu mandiri. 4. Berikan privasi saat mandi ataupun toileting. 5. Bantu klien menggunakan alat bantu toileting ataupun ke kamar mandi. 6. Ajarkan untuk mencoba melakukan perawatan diri, misal: mengusap muka, mengeringkan badan, membasuh badan sesuai kemampuan. 7. Anjurkan untuk rutin toileting dengan waktu yang sama. 8. Libatkan keluarga dalam membantu perawatan diri klien. DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi VII, Alih Bahasa Agung Waluyo, et.all. Jakarta: EGC, 2001. Doengoes, Marilyn et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ed. 3 Jakarta, EGC. Harnowo, Sapto dan Fitri H. Susanto, Keperawatan Medikal Bedah, Surakarta, Widya Medika, 2001. Masnjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I, Jakarta: Media Aesculapius, 2000. Medikastore.2010.PatahTulangKaki. (online).http://medicastore.com/penyakit/655/Patah_Tulang_Kaki.html, diakses 28 mei 2012
Widiyatmiko, dkk.2010 . Korelasi Antara Penggunaan Boot SlabUntuk Pengelolaan FrakturTertutup Shaft Metatarsal Satu Dengan Komplikasi Nyeri Menetap, Malunion danNon

union Pada pasien Di RSHS Dari Januari 2009-Agustus 2010 . SMF Orthopaedi dan Traumatologi/FKUNPAD/HasanSadikin,Bandung. (online).http://www.scribd.com/mikoarifin/d/56131438-fracture-metatarsal. Diakses 28 mei 2012

You might also like