You are on page 1of 19

PENANGANAN PADA KASUS OBSTRUKSI JALAN NAFAS Arini Nurlela*, Purwito Nugroho** ABSTRACT Upper airway consists of the

nose, pharynx, larynx, trachea-bronchus, a channel that can undergo of many causes.obstruction by various anatomical position and size of the lumen in children than adults, leading to differences in the state of upper airway obstruction, in which the child's situation more dangerous. with an accurate anamnesis, recognizing the signs and symptoms of obstruction such as: snoring, stridor, cough, voice changes and retraction respiratory muscles, is very important to know the location of the obstruction and the degree of severity of obstruction. radiologic examination, as well as the advancement of endoscopic equipment, very helpful to diagnosing the airway obstruction.management of obstructive airway obstruction conducted on the state, depends on the location ,degree and obstruction that occurs, requiring proper understanding, fast and accurate of all the signs, symptoms and examination obtained. Key words : airway ,obstruction , management ABSTRAK Saluran napas atas yang terdiri dari area hidung, faring, laring, trakeabronkus,merupakan saluran yang dapat mengalami obstruksi oleh berbagai macam sebab.Perbedaan posisi anatomi dan besarnya lumen pada anak dibandingkan orang dewasa,menyebabkan perbedaan keadaan obstruksi saluran napas atas, dimana pada anak keadaan ini lebih berbahaya.Pengenalan tanda dan gejala obstruksi seperti: mendengkur,batuk, perubahan suara dan retraksi otot-otot pernapasan, sangat penting untuk mengetahui lokasi obstruksi dan derajat beratnya obstruksi. Pemeriksaan penunjang radiologik, begitu pula dengan kemajuan peralatan endoskopik, sangat membantu menegakkan diagnosis obstruksi saluran napas atas.Penatalaksanaan yang dilakukan pada keadaan obstruksi, sangat tergantung dari derajat dan lokasi obstruksi yang terjadi, sehingga diperlukan pemahaman yang tepat, cepat dan akurat dari semua tanda, gejala dan pemeriksaan yang didapat. Kata kunci: jalan napas , obstruksi , penanganan *Coass FK Universitas Trisakti Periode 12 November s/d 15 Desember 2012 **Dokter Spesialis Anestesiologi BLUD RSUD Semarang 1

PENDAHULUAN
Saluran napas atas yang membentang dari hidung, area faring, laring, sampai trakeabronkus, dapat mengalami suatu keadaan obstruksi oleh berbagai macam sebab.Obstruksi saluran napas atas ini seringkali menyebabkan suatu keadaan gawat darurat, yang memerlukan diagnosis cepat serta penanganan yang cepat pula. Misalnya obstruksi saluran napas atas karena benda asing, yang sering terjadi pada anak-anak. Hal ini memerlukan analisis yang cepat, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik untuk memastikan adanya obstruksi, pemeriksaan penunjang yang sesuai. Sehingga dapat diambil tindakan yang cepat dan akurat. Penyebab sumbatan jalan nafas yang sering kita jumpai adalah dasar lidah, palatum mole, darah atau benda asing yang lain. Dasar lidah sering menyumbat jalan nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma otot lidah dan leher lemas sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ini sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi. Benda asing, seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita yang tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Penderita yang mendapat anestesi atau tidak, dapat terjadi laringospasme dan ini biasanya terjadi oleh karena rangsangan jalan nafas atas pada penderita stupor atau koma yang dangkal.Sumbatan jalan nafas dapat juga terjadi pada jalan nafas bagian bawah, dan ini terjadi sebagai akibat bronkospasme, sembab mukosa, sekresi bronkus, masuknya isi lambung atau benda asing ke dalam paru. ANATOMI TRAKTUS RESPIRATORIUS Saluran napas bagian atas Hidung memiliki peranan yang sangat penting pada saluran napas bagian atas. Ketika udara masuk melalui hidung, partikel-partikel debu dan kotoran akan difiltrasi.Membran mukosa nasofaring selanjutnya akan menyaring udara tersebut, menghangatkan, dan melembabkannya.(1) Udara inspirasi akan turun melalui orofaring ke laringofaring kemudian melewati faring di mana plika vokalis berada. Laring terletak di atas trakea. Ketika seseorang

menghirup udara, plika vokalis terbuka, memungkinkan udara untuk melewati trakea dengan bebas.(1) Trakea berakhir pada percabangan bronkus utama kiri dan kanan yang masuk ke paru-paru. Tiap-tiap bronkus masuk melalui hilus (tempat di mana pembukuh darah, nervus, dan lain-lain keluar masuk organ). Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vertikal daripada bronkus kiri. (1,2)

Gambar 1. Saluran Nafas Bagian Atas (dikutip dari daftar pustaka no.2) Saluran napas bagian bawah Segera setelah memasuki paru-paru kiri dan kanan, bronkus bercabang menjadi bagian-bagian yang kecil atau bronkus sekunder yang memasuki masing-masing lobus ( tiga lobus di kanan dan dua lobus di kiri). Bronkus sekunder ini kemudian bercabang lagi menjadi bagian yang lebih kecil atau bronkiolus. Secara struktural, bronkus sangat mirip dengan trakea. Dindingnya memiliki cincin-cincin kartilago dan dilapisi membran mukosa bersilia. (1)

Gambar 2. Saluran Nafas Bagian Bawah (dikutip dari daftar pustaka no.1) Paru-paru merupakan organ pernapasan sebenarnya di mana gas-gas dalam darah dan udara bertukar. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus dan paru-paru kiri memilki dua lobus. Setiap lobus kemudian terbagi lagi menjadi lobulus. Lobulus memiliki bentuk dan ukuran yang ireguler, tapi lobulus mendapat suplai udara dari bronkiolus. Ketika memasuki lobulus, bronkiolus bercabang-cabang menjadi bagian yang sangat kecil yang disebut bronkiolus terminal yang selanjutnya mencapai unit fungsional paru-paru yaitu alveolus. Di sinilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. (1)

Gambar 3. Pertukaran O2 dan co2 di alveoli (dikutip dari daftar pustaka no.1) FISIOLOGI PERNAPASAN Saluran pernapasan dari hidung sampai ke bronkeolus dilapisi oleh membrean mukosa bersilia. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi. (3) 4

Gambar 4. Sistem Pernapasan (dikutip dari kepustakaan no.3) Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawanyang dihubungkan oleh otot otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk sigitiga diantara pita suara yaitu glotis bermuara kedalam trakea dan membentuk bagian atas dari saluran pernafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran napas atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting.
(3)

Pada waktu menelan gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu dari epiglottis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk kedalam esophagus. Jika benda asing masih mampu melampaui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan secret dari saluran nafas bagian bawah. (3) Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Struktur trakea dan bronkus digolongkan denga sebuah pohon dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar 5

pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hyoid. (3,4)

Gambar 5. Anantomi Laring (kanan) dan Potongan melintang trakea (kiri) (dikutip dari kepustakaan no.4) Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihanTempat trakea bercabang menjadi bronkus utama dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dan dapat menebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang. (3)

MACAM SUMBATAN JALAN NAPAS Sumbatan jalan napas dapat total dan partial. Sumbatan jalan napas total bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 sampai 10 menit dapat mengakibatkan asfiksia (kombinasi antara hipoksemia dan hiperkarbi), henti napas dan henti jantung. Sumbatan partial harus pula dikoreksi karena dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab otak, sembab paru, kepayahan,henti napas dan henti jantung sekunder. Pada sumbatan jalan napas total tidak terdengar suara napas atau tidak terasa adanya aliran udara lewat hidung atau mulut. Terdapat pula tanda tambahan yaitu adanya retraksi pada daerah supraklavikula dan sela iga bila penderita masih bisa bernapas spontan dan dada tidak mengembang pada waktu inspirasi. Pada sumbatan jalan napas total bila dilakukan inflasi paru biasanya mengalami kesulitan walaupun dengan tehnik yang benar. Pada sumbatan jalan napas partial terdengar aliran udara yang berisik dan kadangkadang disertai retraksi. Bunyi lengking menandakan adanya laringospasme, dan bunyi seperti orang kumur menandakan adanya sumbatan oleh benda asing. TANDA-TANDA KLINIS OBSTRUKSI PERNAPASAN Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) : (5) 1. Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal. 2. Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger sweep, pengisapan (suction) 3. Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi, trakeostomi. 4. Suara serak (disfoni) sampai afoni 5. Sesak napas (dispneu) 6. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat. 7

7. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger) 8. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala : Stadium 1: Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang. Stadium 2: Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya retraksi di epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi. Stadium 3: Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di infraklavikula dan sela-sela iga, di mana pasien sangat gelisah dan dispneu. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi. Stadium 4 : Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus, maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.

Mengatasi sumbatan napas parsial


Prioritas utama dalam manajemen jalan napas adalah jalan napas bebas (6)

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan napas bebas Beri oksigen bila ada 6 liter/menit Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral Nilai apakah ada suara nafas tambahan. Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan jalan nafasnya. Pangkal lidah tampak menutupi jalan nafas

Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan napas. Tempatkan korban pada tempat yang datar.Kepala dan leher korban jangan terganjal. 8

Chin Lift Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat. Head Tilt Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, dan tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal. Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.

Gambar 6. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas. (dikutip dari kepustakaan no.6) Jaw thrust Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas

Gambar

7.

manuver

Jaw

thrust

dikerjakan

oleh

orang

yang

terlatih

Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda padat. (dikutip dari kepustakaan no.6)

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma abdomen). Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk Caranya adalah penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar) Caranya adalah korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas. Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas. Caranya adalah kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidak berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi. 10

Back Blow (untuk bayi) Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae) Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang,tonus otot jalan napas atas,otot genioglossus hilang,sehingga lidah akan menyumbat hipofaringdan menyebabkan obstruksi jalan napas baik total atau partial. Keadaan ini sering terjadi dan harus cepat diketahui dan dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan napas (triple airway maneuver) , pemasangan alat jalan napas faring ( pharyngeal airway), pemasangan alat jalan napas sungkup laring (laryngeal mask airway), pemasangan pipa trakea (endotracheal tube). Obstruksi dapat juga disebabkan karena spasme laring pada saat anestesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri atau rangsangan oleh sekret. (7) Spasme atau kejang laring Terjadi karena pita suara menutup sebagian atau seluruhnya. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh anestesia ringan dan mendapat rangsangan sekitar faring. Terapi : 1. Manuver tripel jalan napas 2. Ventilasi positif dengan oksigen 100% 3. Tak menolong pelumpuh otot suksinil 0,5 mg/kg iv, im deltoid, sublingual 2-4 mg/kg (7) A. Jalan Napas Faring Jika manuver tripel jalan napas kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat mulut (OPA, oro-pharyngeal airway) atau jalan napas hidung-faring lewat hidung (NPA, naso-pharyngeal aiway).(7)

11

NPA : berbentuk seperti pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari karet lateks lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung, pipa diolesi dengan gel.

Gambar 8. Nasopharyngeal Airway (dikutip dari kepustakaan no.7) OPA : Berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang di tengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah gangguan patensi lubang bila pasien menggigitnya; sehingga aliran udara tetap terjamin. OPA juga dipasang bersama pipa trakhea atau sungkup laring untuk menjaga patensi kedua alat tersebut dari gigitan pasien.

Gambar 9. Oropharyngeal Airway (dikutip dari kepustakaan no.7)

B. Sungkup Muka Sungkup muka (face mask) mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakhea lewat mulut atau hidung. Bentuk sungkup muka sangat beragam 12

tergantung usia pasien dan pembuatnya. Ukuran 03 untuk bayi baru lahir; 02, 01, 1 untuk anak kecil; 2, 3 untuk anak besar; dan 4, 5 untuk dewasa. Sebagian sungkup muka dari bahan transparan supaya udara ekspirasi kelihatan (berembun) atau kalau ada muntahan atau bibir terjepit kelihatan. (7) Sungkup muka sederhana -Aliran yang diberikan sebesar 6-8 liter/mnt -Konsentrasi oksigen maksimal 60% Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing -Aliran yang diberikan 6-10 L/mnt -Konsentrasi oksigen mencapai 80 % -Udara inspirasi bercampur dengan udara ekspirasi Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing -Aliran diberikan 8 12 l /mnt, konsentrasi oksigen dapat mencapai 100% -Udara inspirasi tidak bercampur -Tidak dipengaruhi udara luar

Gambar 10. Berbagai Jenis Sungkup

Konsentrasi oksigen Udara bebas 21 % Kanul hidung dengan O2 2 LPM 24 % Kanul hidung dengan O2 6 LPM 44 % Face mask ( rebreathing, 6-10 LPM ) 35 - 60 % 13

Non rebreathing mask ( 8-12 LPM ) 80 - 90 % C. Sungkup Laring Sungkup laring (LMA,laryngeal mask airway) adalah alat jalan napas berbentuk sendok terdiri atas pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembangkempiskan seperti balon pada pipa trakhea. Tangkai pipa LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya lubang tetap paten. (7) Dikenal 2 macam sungkup laring : Sungkup laring standar dengan satu pipa napas. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esofagus.

Gambar 11. Laryngeal Mask Airway Ukuran LMA dan peruntukannya Ukuran Usia Berat badan (kg) 1.0 Neonatus <3 1.3 Bayi 3 10 2.0 Anak kecil 10-20 2.3 Anak 20 30 3.0 Dewasa kecil 30 40 4.0 Dewasa normal 40 60 5.0 Dewasa besar > 60 Tabel 1. Ukuran LMA dan peruntukannya (dikutip dari daftar pustaka no.7) Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan antara lain agar dapat dipasang langsung tanpa 14

bantuan alat dan dapat digunakan bila intubasi trakhea diramalkan akan mengalami kesulitan. LMA memang tidak dapat menggantikan kedudukan intubasi trakhea, tetapi ia terletak di antara sungkup muka dan intubasi trakhea. Pemasangan hendaknya menunggu anestesi cukup dalam atau menggunakan pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring. Setelah alat terpasang, untuk menghindari pipa napasnya tergigit, maka dapat dipasang gulungan kain kasa (bite block) atau pipa napas mulut faring (OPA). (7) D.Pipa Trakea Pipa trakhea (endotracheal tube) mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakhea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter lubang pipa dinyatakan dalam milimeter. Karena penampang trakhea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda penampang melintang trakhea bayi dan anak kecil di bawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa berbentuk seperti huruf D maka untuk bayi dan anak kecil digunakan tanpa cuff; sedangkan untuk anak besar dan dewasa dengan cuff supaya tidak bocor. (7) Penggunaan cuff pada bayi dan anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakhea. Jika kita ingin menggunakan pipa trakhea dengan cuff pada bayi, kita harus menggunakan ukuran pipa trakhea yang diameternya lebih kecil dan ini membuat resiko tahanan jalan napas lebih besar. Pipa trakhea dapat dimasukkan melalui mulut (orotrakheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube). Di pasaran bebas dikenal beberapa ukuran dan perkiraan ukuran yang diperlukan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Gambar 12. Berbagai ukuran Endotracheal Tube (dikutip dari kepustakaan no.7,8)

15

E.Laringoskopi dan Intubasi Fungsi laring adalah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop adalah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakhea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop : Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi anak dewasa Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar dewasa Kesulitan memasukkan pipa trakhea berhubungan dengan variasi anatomi yang dijumpai.
(7)

Indikasi Intubasi Trakhea Intubasi trakhea adalah tindakan memasukkan pipa trakhea ke dalam trakhea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan trakhea antara pita suara dan bifurkasio trakhea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut : (7) 1.Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas, dan lain-lain. 2.Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang. 3.Pencegahan aspirasi dan regurgitasi

Kesulitan intubasi 1.Leher pendek berotot 2.Mandibula menonjol 3.Maksila / gigi depan menonjol 4.Uvula tak terlihat 5.Gerak sendi temporo-mandibular terbatas 6.Gerak vertebra servikalis terbatas 16

Pemeriksaan Mallampati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar faring yang tertutup oleh lidah. Terdapat 4 kelas penilaian untuk skoring Mallampati, yaitu (8): Kelas I = tampak palatum mole, palatum durum, uvula, pilar anterior dan posterior. Kelas II = tampak palatum mole, palatum durum, dan uvula Kelas III = tampak palatum mole dan dasar uvula Kelas IV = tidak tampak palatum mole

Gambar 13. Skoring Mallampati (dikutip dari kepustakaan no.8) Komplikasi intubasi Selama intubasi trauma gigi geligi laserasi bibir, gusi, laring merangsang saraf simpatis (hipertensi takikardi) intubasi bronkus intubasi esofagus aspirasi spasme bronkus spasme laring aspirasi gangguan fonasi edema subglotis-glotis 17

Setelah ekstubasi

infeksi laring, faring, trakhea

Ekstubasi 1.Ekstubasi ditunda sampai pasien benar- benar sadar, jika : intubasi kembali akan menmbulkan kesulitan paska ekstubasi ada resiko aspirasi

2. Ekstubasi dikerjakan umumnya pada keadaan anestesi sudah ringan dengan catatan tidak akan terjadi spasme laring. 3.Sebelum ekstubasi, bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan lainnya. (7)

KESIMPULAN
Sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama yang kemungkinan masih dapat diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-tanda dan gejala-gejala sumbatan jalan napas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih. Sumbatan jalan nafas dapat total dan partial. Sumbatan jalan nafas total bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 sampai 10 menit dapat mengakibatkan asfiksia (kombinasi antara hipoksemia dan hiperkarbi), henti nafas dan henti jantung. Sumbatan partial harus pula dikoreksi karena dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab otak, sembab paru, kepayahan, henti napas dan henti jantung sekunder. Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang,tonus otot jalan naas atas,otot genioglossus hilang,sehingga lidah akan menyumbat hipofaringdan menyebabkan obstruksi jalan napas baik total atau partial. Keadaan ini sering terjadi dan harus cepat diketahui dan dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan napas (triple airway maneuver) , pemasangan alat jalan napas faring ( pharyngeal airway), pemasangan alat jalan napas sungkup laring (laryngeal mask airway), pemasangan pipa trakea (endotracheal tube). Obstruksi dapat juga disebabkan karena spasme laring pada saat anestesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri atau rangsangan oleh sekret. 18

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam : Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG, 2002. 2. Anatomy and Phisiology. In: Tracheostomy Care Handbook. SIMS Portex Inc 3. Wilson Loiranne, Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan. Dalam : Patofisiologi. Jilid 2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran ECG , 2006 4. Boies L. R. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Trakeostomi. Jakarta : EGC , 1997. 5. sudoyo aru W, setiyohardi bambang.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing , 2009. 6. boulton,thomas B. Anestesiologi.Edisi ke-10.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC , 1994. 7. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI , 2009. 8. Stoelting RK, Miller RD. Airway Management. In: Basics of Anesthesia. 5th ed. Philadelphia: Churchill Livingstones ,2007.

19

You might also like