You are on page 1of 24

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Disusun Oleh: Erlangga Beta Samodera Danang Kurniawan

PROGRAM PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

I.

PENDAHULUAN Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Hubungan antara

pelaku usaha dengan konsumen merupakan hubungan yang terus menerus dan tidak dapat dipisahkan. Hubungan tersebut karena telah terjadi interaksi yang keduanya saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi. Pelaku usaha (produsen, dan atau penjual) menjual barang dan jasanya kepada konsumen. Sebaliknya, konsumen memerlukan barang dan jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. dengan demikian kedua belah pihak saling memperoleh manfaat atau keuntungan. Oleh karena itu, untuk menjaga hubungan mutualisme antara pelaku usaha, diperlukan para pihak dapat menghormati, mengerti, dan melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Namun, dalam prakteknya seringkali konsumen dirugikan oleh pelaku usaha yang tidak jujur. Konsumen menerima barang dan/atau jasa yang berkualitas rendah dengan harga yang tinggi. Berbicara tentang perlindungan konsumen (consumer protection), berarti berbicara tentang salah satu sisi dari korelasi antara lapangan perekonomian dengan lapangan etika. Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba (profit) dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Dalam hubungan yang demikian seringkali terdapat ketidaksetaraan antara keduanya. Konsumen biasanya berada dalam posisi yang lemah dan karenanya dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi mempunyai posisi yang kuat. Oleh karena itu, diperlukan seperangkat aturan hukum yang dapat melindungi atau memberdayakan konsumen. Perlindungan konsumen merupakan hak warga negara yang pada sisi lain merupakan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya, khusunya atas produk yang halal dan baik. Sehingga dalam menentukan aturan hukum tersebut diperlukan adanya campur tangan negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap konsumen. Berkaitan dengan hal tersebut telah disahkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Beberapa kasus di Indonesia yang menunjukkan adanya pelanggaran hak-hak konsumen oleh pelaku usaha antara lain : a. Kasus obat antinyamuk yang diproduksi PT Megasari Makmur dengan merek dagang HIT diperintahkan untuk ditarik dari pasaran karena kedua jenis produk itu, 2,1 A (dalam bentuk

spray) dan jenis 17 L (dalam bentuk cairan) mengandung pestisida yang dilarang penggunaannya untuk rumah tangga (YLKI, 2009). b. Kasus produk makanan impor yang mengandung susu asal China dan terdaftar di BPOM yang diketahui positif mengandung melamin, yaitu dua jenis stick wafer merek Oreo, susu bubuk full cream Guozhen, dua jenis kembang gula merek M&Ms, dan biskuit Snickers (YLKI, 2009). c. Kasus Prita Mulyasari yang dituduh mencemarkan nama baik RS Omni Internasional, Serpong, Tangerang karena menulis surat elektronik yang berisi keluhan atas pelayanan RS yang kurang memuaskan, yaitu tidak didapatkannya informasi soal biaya dan uji laboratorium medik yang seharusnya berhak diketahui pasien, dan pemberian beberapa suntikan dengan dosis tinggi, sehingga pasien mengalami sesak napas (Erison. 2009). d. Kasus kualitas tabung gas yang rendah sehingga mengakibatkan seringnya terjadi tabung gas LPG meledak di beberapa wilayah dan tidak sesuainya isi gas dengan jumlah yang tercantum pada tabung gas LPG (Tribunnews, 2010). e. Kasus susu formula dari temuan peneliti Institut Pertanian Bogor, yang menyebutkan, 22,73% susu formula (dari 22 sampel), dan 40% makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan April hingga Juni 2006 terkontaminasi E sakazakii. (Vivanews, 2011) Pelanggaran hak-hak konsumen oleh pelaku usaha tidak hanya memberikan gambaran tentang permasalahan hukum, tetapi juga menggambarkan aspek spriritual dan etika, yaitu keroposnya pondasi spiritual pelaku usaha. Pelaku usaha yang hanya mementingkan keuntungan ekonomi dengan merugikan konsumen telah secara tidak sadar mentransformasi dirinya menjadi economic animal. Economic animal adalah mahkluk yang hanya berorientasi keuntungan ekonomi tanpa peduli pada kerugian dan keselamatan orang lain (konsumen). Akibat ketidaktahuan dan kekurang sadaran konsumen akan hak-haknya, maka konsumen mudah untuk menjadi korban pelaku usaha yang curang. Oleh karena itu, beberapa negara mengeluarkan undang-undang perlindungan konsumen untuk melindungi dan menumbuhkembangkan kesadaran konsumen, antara lain : a) Singapura, yaitu The Consumer Protection pada tahun 1975, b) Thailand, yaitu Consumer Act pada tahun 1979, c) Jepang, yaitu The Consumer Protection Fundamental Act pada tahun 1968, d) Australia, yaitu Consumer Affair Act pada tahun 1978, dan e) Amerika Serikat, yaitu The Uniform Trade Practices and Consumer Protection Act pada tahun 1967, sedangkan pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada 20 April 1999 yang berlaku efektif setahun kemudian, yaitu pada 20 April 2000. Perlindungan kepada konsumen juga selayaknya diberikan oleh auditor kepada klien atau auditee (orang yang diaudit). Akuntan publik (Auditor Independen) merupakan suatu profesi yang diatur melalui peraturan atau ketentuan dari regulator (Pemerintah) serta standar dan kode etik 3

profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi. Akuntan Publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum dan telah mendapatkan izin usaha dari pihak yang berwenang. Mengingat pengguna jasa profesi Akuntan Publik atau KAP tidak hanya auditee, namun juga pihak-pihak lain yang terkait, seperti pemegang saham, pemerintah, investor, kreditor, pajak, otoritas bursa, Bapepam-LK, publik (masyarakat umum) serta pemangku kepentingan (stake holder) lainnya, maka jasa profesi akuntan publik harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan tersebut (Effendi, 2009). Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa ketidakprofesionalan auditor dalam memberikan jasa pelayanan kepada klien mengakibatkan kerugian, baik bagi KAP itu sendiri, klien, maupun pihak-pihak eksternal lainnya yang menggunakan laporan keuangan hasil auditan dalam pengambilan keputusan bisnisnya. Misalnya, skandal-skandal akuntansi perusahaan-perusahaan besar Amerika seperti Enron, WorldCom, Xerox dan Merck yang melibatkan kantor akuntan-kantor akuntan besar seperti Arthur Andersen, KPMG, dan PriceWaterhouseCoopers(Tempo, 2002). Kantor akuntan membantu memanipulasi laporan keuangan perusahaan-perusahaan tersebut. Akibat skandal tersebut, perusahaan-perusahaan tersebut mengalami keruntuhan, begitu juga dengan KAP yang kehilangan kepercayaan dari klien dan bahkan beberapa terpaksa tutup. Selain itu, skandal-skandal akuntansi itu membuat bursa saham Amerika terjun bebas. Presiden George W Bush sampai perlu menyampaikan menyampaikan pidato yang cukup keras terhadap kalangan pebisnis AS agar membangun etika bisnis baru dan mengusulkan hukuman yang lebih berat bagi para "penyulap angka-angka". Oleh karena itu, sudah selayaknya auditor memberikan perlindungan kepada kliennya dengan menunjukkan sikap keprofesionalannya. II. LANDASAN TEORI 2.1 Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Pasal 1 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, 4

dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. 2.1.1 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen Menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Pasal 2, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu : 1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. 4. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Tujuan perlindungan konsumen menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Pasal 2 adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha; Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 2.1.2 Hak dan Kewajiban Konsumen Hak konsumen menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Pasal 4 adalah : 5

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4.

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yangdijanjikan Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban konsumen menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Pasal 5 adalah : Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

2.1.3 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Hak pelaku usaha menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Pasal 6 adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban pelaku usaha menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Pasal 7 adalah : Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif 6

4. 5.

Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. 7.

Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

2.1.4 Badan-Badan perlindungan Konsumen Dalam menjalankan usaha maupun mengkonsumsi jasa/barang diharapkan agar seluruh pelaku dan konsumen dapat menjalankan dengan etikat baik. Dengan adanya Undang-undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen maka dibentuknnya Badann\ Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia(YLKI) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Masing-masing lembaga ini memiliki fungsi yaitu: 1. BPKN berfungsi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Untuk menjalankan fungsi tersebut, BKPN mempunyai tugas: a) Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen; b) melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen; c) Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen; d) Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; e) Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen; f) Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha; g) Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen 2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) adalah lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Tugas LPKSM meliputi kegiatan: 7

a) Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b) Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya; c) Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen; d) Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen; e) Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen 3. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Di Indonesia gema dari perlindungan konsumen baru mulai didengungkan pada tahun 1970-an, terutama setelah berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) bulan Mei 1973. Organisasi ini bertindak atas dasar pengabdian kepada kehidupan manusiawi, dengan Nyonya Lasmidjah Hardi sebagai pimpinannya. Historis dari lahirnya YLK ditandai oleh rasa mawas diri terhadap gemuruhnya kancah promosi, yakni promosi untuk memperlancar perdagangan barang-barang dalam negeri. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi nonpemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya. 4. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) berfungsi untuk membantu menyelesaikan sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi: a) Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; b) Memberikan konsultasi perlindungan konsumen; c) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; d) Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undangundang ini; e) Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; f) Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; konsumen; h) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini; 8 g) Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan

i)

Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

j)

Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan; memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;

k) Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; l) Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undangundang ini. 2.1.5 Sengketa dan Peranan Pengadilan Perbedaan kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha mengakibatkan kemungkinan terjadinya sengketa konsumen cukup besar. Jika ada keluhan terhadap produknya, pelaku usaha akan mengupayakan penyelesaian tertutup, sedangkan konsumen berkepentingan agar penyelesaian dilakukan lewat saluran umum supaya tuntas. Cara penyelesaian sengketa konsumen secara khusus sesuai UUPK memberikan berbagai manfaat bagi konsumen maupun juga bagi pelaku usaha, bahkan juga pemerintah, yaitu: a. Mendapat ganti rugi atas kerugian yang diderita. b. Melindungi konsumen lain agar tidak mengalami kerugian yang sama, karena dengan satu orang mengadu sesuai prosedur, sejumlah orang lainnya akan dapat tertolong. c. Menunjukkan sikap kepada masyarakat pelaku usaha supaya lebih memperhatikan kepentingan konsumen. d. Pengaduan dapat dijadikan tolok ukur dan titik tolak untuk perbaikan mutu produk dan memperbaiki kekurangan lain yang ada. e. Dapat dijadikan informasi dari adanya kemungkinan produk tiruan.

Berdasarkan pasal 46 ayat (1) UUPK dinyatakan bahwa setiap gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh: a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan. b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat.

d. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

Jika pelaku usaha pabrikan dan/atau pelaku usaha distributor menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka diberikan hak untuk menggugat pelaku usaha dan menyelesaikan perselisihan yang timbul melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau dengan cara mengajukan gugatan kepada badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Oleh karena itu jelaskalah bahwa untuk menyelesaikan sengketa dapat dilakukan melalui badan di luar sistem peradilan yang disebut BPSK atau melalui pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan konsumen.

2.1.6

Penyelesaian Sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Tugas dan wewenang BPSK; berdasarkan UUPK Pasal 52 menyebutkan bahwa tugas dan

wewenang BPSK meliputi: 1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. 2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen. 3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku. ini. 5. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. 6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen. 7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. 8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini. 9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada angka (7) dan (8), yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen. 10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan. 11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen. 10 4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang

12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. 13. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undangundang ini.

2.1.7

Prosedur Penyelesaian sengketa melalui BPSK: Untuk menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK membentuk majelis dengan jumlah anggota

berjumlah ganjil yang terdiri dari sedikitnya tiga orang yang mewakili semua unsur, dan dibantu seorang panitera. Dalam hal ini BPSK diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa konsumen dalam jangka waktu 21 hari terhitung sejak gugatan diterima oleh BPS. Penyelesaian sengketa melalui BPSK ini dikhususkan bagi konsumen perorangan yang memiliki perselisihan dengan pelaku usaha dengan sifat penyelesaian yang cepat dan murah.

2.1.8

Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan:

a. Prosedur Di pengadilan, penyelesaian perkara dimulai dengan mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang. Penyelesaian sengketa hukum melalui pengadilan ini dilakukan dengan 3 tahap. Tahap permulaan dengan mengajukan gugatan sampai dengan jawab jinawab. Tahap penentuan dimulai dari pembuktian sampai dengan putusan, dan tahap pelaksanaan adalah pelaksanaan putusan. Setiap tahap tersebut memerlukan waktu relatif lama, mahal dan prosedur yang cukup rumit b. Upaya Hukum di Pengadilan Walaupun putusan yang dijatuhkan majelis BPSK bersifat final dan mengikat, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri untuk diputus dalam waktu 21 hari dengan waktu 14 hari untuk mengajukan kebertan ke pengadilan negeri. Terhadap putusan pengadilan negeri ini dapat diajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI yang akan diputus dalam waktu 30 hari, dengan waktu 14 hari untuk mengajukan kasasi.

2.1.9

Sanksi-sanksi Jika Produsen Merugikan Konsumen 11

Sanksi bagi pelaku usaha menurt UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sanksi perdata ganti rugi dalam bentuk : 1. Pengembalian uang 2. Penggantian uang 3. Perawatan kesehatan 4. Pemberian santunan ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi Sanksi administrasi ganti rugi dalam bentuk : Maksimal Rp. 200.000.000, melalui BPSK jika melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3), 20,25 sanksi pidana, kurungan : 1. Penjara 5 tahun denda Rp. 2.000.000.000, pasal 8,9,10,13 ayat (2),15,17 ayat (1) huruf a, b, c, dan edan pasal 182. 2. Penjara 2 tahun denda Rp. 5.000.000.000, pasal 11,12,13,ayat (1),14,16,17 ayat (1) huruf d dan f ketentuan piidana lain (diluar UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen) Jika konsumen luka berat, cacat berat, sakit berat, atau kematian dikenakan 11 hukuman tambahan antara lain : 1. Pengumuman keputusan hakim 2. Pencabutan izin usaha 3. Dilarang memperdagangkan barang dan jasa 4. Wajib menarik dari peredaran barang atau jasa. 5. Hasil pengawasan diisebarluaskan kepada masyarakat.

2.1.10 Proses Pengaduan Konsumen Berikut ini adalah prosedur pengaduan konsumen, yaitu:

12

1.

Pengaduan konsumen a) Konsumen mengadukan permasalahannya dalam lingkup perlindungan konsumen. b) Konsumen dalam kapasitasnya sebagai konsumen akhir sesuai uu pk.

2.

Fasilitas tersedia, yaitu: a) Melalui telepon b) Datang langsung c) Media massa d) Internet

3.

Bentuk pengaduan : a) tertulis : pengaduan masyarakat dapat disampaikan dalam bentuk tertulis, b) lisan : pengaduan masyarakat dapat disampaikan dalam bentuk lisan,

4.

Register Proses register / regristrasi adalah proses dimana data dimasukkan dalam sistem filling oleh petugas yang bersangkutan, tujuan register ini adalah untuk menciptakan alur komunikasi yang mudah untuk diakses oleh siapapun

5.

Masalah konsumen Penentuan perkara /masalah konsumen merupakan kunci terpenting dalam penanganan masalah selanjutnya, dengan menggunakan dasar sebagai berikut : a) Permasalahan konsumen : 1) ada kerugian konsumen 2) konsumen adalah konsumen akhir 3) ada pelaku usaha 4) produk dapat terdiri atas barang dan atau jasa 13

b) Bukan permasalahan konsumen : 1) klarifikasi melalui surat 2) pemberitahuan tugas, wewenang, serta fungsi c) Dianggap selesai 6. Konfirmasi Proses pengecekan kebenaran materi pengaduan a) pengiriman surat untuk meminta konfirmasi kepada konsumen b) pemberitahuan kepada aparat/pejabat yang bersangkutan c) penentuan jadwal pertemuan dengan konsumen, pelaku usaha dan keduanya dengan pejabat penerima pelayanan pengaduan d) klarifikasi biasanya ditujukan kepada konsumen dan pengirim surat tembusan, serta instansi/ dinas yang terkait. e) pejabat yang berwenang akan melakukan : 1) penelusuran kebijakan dan peraturan pemerintah yang mendukung 2) analisis permasalahan yang diadukan f) klarifikasi kepada konsumen, dengan melakukan : 1) permintaan bukti pendukung 2) kronologis kejadian secara akurat 7. Klarifikasi Proses jawaban pengaduan dilakukan setelah ada konfirmasi atas posisi pengaduan yang masuk kepada pelaku usaha, untuk selanjutnya pelaku usaha melakukan sanggahan atas pengaduan yang diadukan konsumen dengan mempersiapkan : a) data, hasil uji, dll. b) kebijakan internal perusahaan c) peraturan per uu an yang mendukung. d) persiapan pembuktian terbalik dari pelaku usaha 8. Mediasi madiasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ke tiga bersifat netral dengan tujuan membantu penyelesaian sengketa dan tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan 9. Konsiliasi Konsiliasi adalah penyelesaian yang dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi pihak ke tiga yang bertindak pasif sebagai konsiliator. sedangkan proses sepenuhnya diserahkan pada pihak yang bersengketa yaitu pelaku usaha dan konsumen baik 14

menegani bentuk atau jumlah ganti ruginya. Apabila kedua media ini tidak dapat menghasilkan satu bentuk keputusan maka dakan ditempuh langkah tindak lanjut, berupa: a) pelimpahan ke bpsk b) ke jalur yuridis formil

III. 3.1

KASUS DAN PEMBAHASAN Gambaran Kasus Kasus PT Great River International, dimana PT Great River Internasional merupakan

perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan terkemuka di Indonesia. Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja dengan nama PT Great River Garments Industries, dengan karyawan 150 orang. Memperoleh lisensi pertama berupa pakaian pria dan pakaian dalam wanita. Selanjutnya Berturut-turut setiap tahun memperoleh lisensi merek-merek international terkemuka. Pada tahun 1989 Saham Perseroan tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya selain itu PT. Great River pernah Meraih predikat Indonesia Best Managed Company dari majalah Asiamoney. Selanjutnya pada tahun1991 Menjalin kerjasama dengan Tomen Co. dari Jepang mendirikan perusahaan patungan PT GT Utama Garments. Dan Berganti nama menjadi PT Great River Industries. PT Great River pada tahun 1993 melaksanakan right issue yang pertama. Dan pada tahun 1996 melaksanakn right issue yang kedua. Selanjutnya tahun 1996 perusahaan berganti nama menjadi PT Great River Internasional. Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. "Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003," kata Justinus. Kasus Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September 2004 PT Bank Mandiri telah membeli obligasi PT Great River International, Ybk sebesar Rp50 miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal Kerja; dan Non Cash Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar yang diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan kreditnya macet. Obligasi tersebut saat ini berstatus default atau gagal, sedangkan kreditnya macet. Pembelian obligasi dan pemberian kredit itu diduga kuat melawan hukum. Kronologis kasus PT.Great River Internasional adalah sebagai berikut : 23 Nopember 2005. 15

Sejak Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya: a) Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003 b) Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. "Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi," katanya. Tapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam pada tanggal 22 Nopember 2005 meningkatkan Pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait. 29 Maret 2006 ECW Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait kredit macet PT Great River Internasional (PT GRI).Yang bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT GRI oleh Bank Mandiri. 17 Mei 2006 Sunyoto Tanudjaya (ST) bos PT. Great River jadi buron keberadaannya tidak di ketahui hingga saat ini. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan surat perintah penangkapan. Sekarang dia masih buron. 28 November 2006 Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). 04 Desember 2006 Pengumuman oleh PT Bursa Efek Surabaya bahwa PT. Great River Internasional Tbk memenuhi kriteria dilisting dengan menunjuk keterlambatan penyampaian laporan keuangan: a) Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2004 (audited) b) Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2005 c) Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2005 (audited) d) Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2006 16

08 Desember 2006 Kasus Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk. ke Kejaksaan Tinggi. Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. "Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi," katanya. Tapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu. Fuad hanya menyatakan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, kata dia, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. "Karena ada sanksi berat untuk (rekayasa) itu," katanya. Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam juga sudah menetapkan empat anggota direksi Great River sebagai tersangka, termasuk pemiliknya,SunjotoTanudjaja. Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan adanya indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar. Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik. 20 Desember 2006 Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka. 02 April 2007 Menunjuk Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 Januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 (dua) tahun, serta kondisi PT Great River International Tbk yang saat ini tidak berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan dipandang berpengaruh terhadap going concern Perusahaan 17

Tercatat, dimana belum terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa angka III.3.1, Bursa menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila Perusahaan Tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini : a) Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai; b) Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir: c) Atas dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan pencatatan Efek PT Great River International Tbk. yang berlaku efektif pada tanggal 2 Mei 2007. Selain itu terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan penghapusan pencatatan Efek Perseroan yaitu belum dipenuhinya kewajiban penyampaian Laporan Keuangan dan kewajiban finansial Perseroan kepada Bursa berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan Tahun 2004 dan 2005 serta Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan Triwulan III Tahun 2005 dan 2006 serta denda keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan baik Auditan maupun triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan pembayaran Biaya Pencatatan Tahunan tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman ini. 3.2 Pembahasan Kasus Dari Sudut Pandang Hukum Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek diwajibkan harus terbuka atas informasi yang dimilikinya. Informasi perusahaan sangat penting bagi investor yang memiliki saham atau surat berharga lainnya dari perusahaan yang bersangkutan. Hal ini merupakan salah satu dasar dibutuhkannya jasa akuntan yaitu diharapkan agar dapat memberikan informasi yang relevan, objektif dan bersifat independen sehingga auditor bertanggung jawab atas kepercayaan masyarakat terhadap jasa audit terhadap opini sebuah laporan keuangan perusahaan. Akan tetapi, secara umum Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa perlindungan konsumen harus dilaksanakan dengan etikat baik dan barang/jasa yang disediakan diharapkan tidak menyebabkan kerugian kepada pihak konsumen. Jika dilihat dari sisi hukum, kasus PT Great River yang melibatkan Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta sebagai penyedia jasa auditnya dan juga PT Great River Sebagai Konsumen 18

3.2.1 Pasal-Pasal yang Dilanggar

dinilai sama-sama melakukan pelanggaran terhadap UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yaitu: a. Dari pihak konsumen yaitu PT Great River sebagai pengguna jasa audit telah melanggar kewajiban konsumen sesuai pasal 5 ayat b yang menyatakan bahwa kewajiban konsumen harus beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa b. Dari pihak pelaku usaha yaitu Akuntan Publik Justinus Aditya telah melanggar peraturan sesuai 1) Pasal 7 huruf a, b, c dan d kewajiban pelaku usaha, yaitu: a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan c. d. 2) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku Pasal 8 mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha pada point a,f yaitu: a. b. 3) Tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang diperstaratkan dan ketentuan perundang-undangan (point a) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dana/atau jasa tersebut. (point f) Pasal 26 mengenai tanggung jawab pelaku usaha menyatakan bahwa pelaksanaan usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan. 3.2.2 Tanggung Jawab Pelaku Usaha Secara tidak langsung, laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Pulik (KAP) dikonsumsi (dimanfaatkan) oleh para stakeholders seperti masyarakat, investor, perpajakan dan Bank. Oleh karena itu, jika akuntan publik memberikan opini yang tidak benar terhadap laporan keuangan perusahaan bahkan membantu perusahaan melakukan manipulasi maka akan merugikan pihak stakeholders sebagai konsumen tidak langsung atas laporan keuangan. Hal ini dikarenakan stakeholders akan mengambil keputusan ekonomi yang salah akibat adanya informasi yang menyesatkan. UU No.8 Tahun 1999 Bab VI tentang tanggung jawab pelaku usaha pasal 19 ayat 1 menyebutkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan 19

atau diperdagangkan. Pasal 19 ayat 2 menyebutkan Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 19 ayat 3 Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Selain itu, pada Bab X tentang penyelesaian sengketa pasal 45 ayat 1 disebutkan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan hukum. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran Akuntan Publik dan KAP dalam memberikan jasanya dapat menuntut ganti rugi, baik secara perdata maupun pidana kepada Akuntan Publik maupun KAP yang telah melakukan kecurangan (fraud), ketidakjujuran, atau kelalaian dalam memberikan jasanya baik untuk kepentingan/ keuntungan Akuntan Publik, klien, ataupun pihak lain atau mengakibatkan kerugian pihak lain. 3.2.3 Tata Cara Penyelesaian Sengketa Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 45 ayat 2, penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui peradilan maupun non-peradilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Mereka yang bermasalah harus memilih jalan untuk memecahkan permasalahan mereka. Penyelesaian dengan cara non-peradilan bisa dilakukan melalui Alternatif Resolusi Masalah (ARM) di BPSK, LPKSM, Direktorat Perlindungan Konsumen atau lokasi-lokasi lain baik untuk kedua belah pihak yang telah disetujui. Ketika kedua pihak telah memutuskan untuk melakukan penyelesaian non-peradilan, nantinya ketika mereka akan pergi ke pengadilan (lembaga peradilan) untuk masalah yang sama, mereka hanya dapat mengakhiri tuntutan mereka di pengadilan jika penyelesaian non peradilan gagal. Selain itu, pasal 46 huruf d menyebutkan bahwa gugatan atau pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh pemerintah dan atau instansi terkait apabila barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit. Terkait dengan permasalahan PT Great River dan Akuntan Publik Justinus Adhitia Shidharta, maka berlandaskan pasal tersebut maka stakeholders khususnya Bank Mandiri dapat mengajukan gugatan kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Justinus Aditya Shidharta. 3.2.4 Sanksi Perlindungan konsumen merupakan sesuatu hal yang penting bagi pemerintah dimana merupakan tanggung jawab semua pihak, dimana selain pemerintah, konsumen itu sendiri dan penyedia barang dan jasa juga diharapkan turut serta dalam melindungi konsumen dari hal-hal yang 20

merugikan. Secara umum didalam undang-undang no.8 tahun 1999 telah mengatur mengenai sanksi bagi pihak-pihak yang merugikan konsumen. Dimana tertuang dalam pasal 60 dan pasal 61, dimana masing-masing pasal mengatur mengenai sanksi administrative dan sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap pelaku usaha. Atas pelanggaran yang dilakukan oleh Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Shidharta maka berdasarkan undang-undang perlindungan konsumen dapat kita dikenakan sanksi sesuai pasal: a. pasal 60 untuk sanksi administratif dengan ganti rugi paling banyak Rp.200.000.000,- karena AP melanggar pasal 19 ayat2 dan 3 serta pasal 26. b. pasal 62 untuk sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 2 milyar karena melanggar pasal 8 dan terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa: 1) perampasan barang tertentu; 2) pengumuman keputusan hakim; 3) pembayaran ganti rugi; 4) perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; 5) kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau 6) pencabutan izin usaha. 3.3 Pembahasan Kasus Dari Sudut Pandang Bisnis Dalam perspektif pelanggan Balance Scorecard, perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan untuk menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan antara lain: kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi dan profitabilitas. Perspektif pelanggan juga memungkinkan perusahaan melakukan identifikasi dan pengukuran secara eksplisit mengenai proporsi nilai yang akan diberikan perusahaan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Para manajer dan unit bisnis juga harus menterjemahkan pernyataan misi dan strategi ke dalam tujuan yang disesuaikan dengan pasar dan pelanggan yang spesifik dan dikomunikasikan ke seluruh perusahaan. Kesimpulannya dalam perspektif pelanggan, perusahaan berupaya untuk mengartikulasikan strategi yang berorientasi kepada pelanggan dan pasar, dimana hal tersebut akan memberikan keuntungan finansial maupun non-finansial bagi perusahaan di masa yang akan datang. 3.3.1 Kasus KAP Berdasarkan kronologis kasus yang terjadi pada AP Justinus Aditya Sidharta sebagai penyedia layanan jasa dan PT Great River International (GRI) sebagai konsumen atau pemakai jasa, maka secara perspektif pelanggan dalam BSC, KAP dimana AP Justinus Aditya Shidharta tidak 21

menempatkan dirinya dengan benar sebagai pemegang kepercayaan publik dan tidak memberikan pelayanan sebagaimana mestinya sebagai salah satu profesi. KAP tersebut diduga melakukan konspirasi dengan kliennya dalam hal: 1. 2. Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRI per 31 Desember 2003 Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Dalam hal ini, terutama untuk KAP yang juga mengandalkan kepercayaan dari pihak pemakai dan masyarakat, tidak mempertimbangkan dengan baik bagaimana cara menjaga pelanggannya. KAP yang memiliki kualitas jasa yang baik tentunya akan memiliki pelanggan atau klien dengan loyalitas yang baik serta memungkinkan untuk mendatangkan klien-klien baru yang potensial. Dan pada akhirnya, KAP akan mendapatkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Untuk mencapai hal ini AP tentunya harus mempertimbangkan poin-poin yang ada dalam BSC dan mengartikulasikannya secara komprehensif kepada seluruh elemen dalam KAP tersebut. Didukung pula oleh adanya sinergi dari pihak pemakai jasa yang memposisikan KAP sebagaimana suatu profesi. AP Justinus Aditya Sidharta melupakan pertimbangan etis yang harusnya dipegang dalam menjalankan profesinya. KAP Sidharta seharusnya memberikan pelayanan jasa atestasi sebagaimana yang tercantum dalam SPAP sebagai pedoman pelaksanaan audit. KAP juga seharusnya hanya bertanggungjawab dalam hal pemberian opini audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen, Dalam kasus ini, KAP Sidharta justru membantu dalam perekayasaan laporan keuangan GRI untuk kepentingan hubungan pendanaan dengan bank. Dengan kejadian tersebut, yang dapat kami tarik sebagai suatu kesimpulan dalam perspektif pelanggan, KAP justru membantu melakukan hal-hal yang menjatuhkan perusahaan. Pada dasarnya, KAP harus memberikan pelayanan yang baik dalam hal pemberian rekomendasi yang baik pula. Dengan memberikan bantuan atau melakukan konspirasi atas laporan keuangan klien maka tindakan KAP ini justru akan membawa bencana bagi kedua pihak dan pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap perusahaan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kasus GRI memberikan pelajaran penting mengenai bagaimana menjaga hubungan penyedia jasa dengan konsumen. Dalam kasus ini, AP melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi dan pasal-pasal dalam hukum perlindungan konsumen. Pelanggarannya berupa upaya dari AP untuk membantu perusahaan dalam merekayasa laporan keuangannya. Hal ini kemudian dideteksi oleh Bapepam. Kasus GRI semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di GRI. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melimpahkan kasus 22

penyajian laporan keuangan GRI ke Kejaksaan Tinggi. Implikasinya adalah dijatuhkannya sanksi pembekuan terhadap KAP tempat AP Junius Sidharta bekerja serta GRI di-delisting dari bursa efek. Dalam hal ini, terutama untuk KAP yang juga mengandalkan kepercayaan dari pihak pemakai dan masyarakat, tidak mempertimbangkan dengan baik bagaimana cara menjaga retensi dan trustworship dari pelanggannya. KAP yang memiliki kualitas jasa yang baik tentunya akan memiliki pelanggan atau klien dengan loyalitas yang baik, serta memungkinkan untuk mendatangkan klienklien baru yang potensial. Pada dasarnya, KAP harus memberikan pelayanan yang baik dalam hal pemberian rekomendasi yang baik pula. Dengan memberikan bantuan atau melakukan konspirasi atas laporan keuangan klien maka tindakan KAP ini justru akan membawa bencana bagi kedua pihak dan pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan kasus yang dibahas, maka kami dapat memberikan saran agar tidak terjadi kasus-kasus yang lainnya. AP harus memegang prinsip-prinsip dasar yaitu independensi, kejujuran, profesionalisme, dan objektif. Selain itu, standar profesi dan kode etik yang telah dibuat harus dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiaan profesional. Perusahaan diharapkan mendukung agar profesi akuntan tetap terjaga dengan tidak menekan pihak akuntan untuk menyelewengkan kepercayaan publik. Aspek legal pun merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh profesi untuk menghindari jatuhnya reputasi serta kepercayaan.

23

DAFTAR PUSTAKA Barkatulah, A.H. 2008.Hukum Perlindungan Konsumen: KAjian Teoritis dan Perkembangna Pemikiran. Banjarmasin : FH Unlam Press. Effendi, M.A. 2009. Kode Etik Profesi dan Kewajiban Hukum Akuntan Publik. (http://muhariefeffendi.wordpress.com/2009/05/14/kode-etik-profesi-dan-kewajiban-hukumakuntan-publik/ .Diakses tanggal 5 Desember 2012). Erison. Kasus Prita Bongkar Borok Layanan Medik. http://erabaru.net/opini/65-opini/8495-kasusprita-bongkar-borok-layanan-medik 2009. Diakses tanggal 5 desember 2012) Hartono Sri Redjeki. 2007.Penegakan Hukum tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen. Yogyakarta: Gentapress. Kaplan, R.S, & David P.N. 1996. Balance Scorecard: Menerapkan Strategi Menjafi Aksi. Jakarta : Erlangga. Sidabalok. J. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia: Dengan Pembahasan Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1999. Bandung : PT.Citra Aditya Bakri. Simatupang T.H. 2004. Aspek Hukum Periklanan: Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen . Bandung : PT.Citra Aditya Bakri. Tribunnews 2010 Pertamina Asuransikan Konsumen Elpiji 3 Kg (http://www.tribunpekanbaru.com/read/artikel/20763/pertamina-asuransikan-konsumen-elpiji3-kg. Diakses tanggal 5 Desember 2012) Vivanews 2011 Susu Tercemar Bakteri (http://nasional.news.viva.co.id/news/read/204465-soal-susuberbakteri-mulai-ke-polisi.diakses 5 Desember 2012)

24

You might also like