You are on page 1of 48

ASKEP FRAKTUR

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999). Jumlah penderita mengalami fraktur di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang pertahun. Pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan di ruang bedah RSUP. H. Adam Malik Medan diperoleh data bahwa, pada bulan Maret 2010 terdapat 8 kasus yang mengalami fraktur. Fraktur femur merupakan kejadian tertinggi. Berdasarkan observasi peneliti sejumlah pasien dengan keluhan utama nyeri sering ditemui terutama pada pasien fraktur. Informasi yang didapat peneliti dari perawat ruangan pada saat itu, untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien diberikan obat analgetik saja dan tidak pernah diberi kompres dingin oleh perawat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan pasien tersebut. Kompres dingin merupakan salah satu bentuk tindakan mandiri perawat yang perlu dipertimbangkan terutama pada pasien yang mengalami nyeri fraktur Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet.Selain macet, juga terasa nyeri.Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. B. Tujuan Penelitian a) Tujuan Umum sebagai pemenuhan tugas Sistemmuskuloskeletal fraktur dan dislokasidan untuk mengidentifikasi efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur dan dislokasi.

b) Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur antara sebelum dan sesudah intervensi kompres dingin pada kelompok intervensi b. Mengidentifikasi perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur dan dislokasi antara sebelum dan sesudah intervensi C. Manfaat a. Dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam memberi praktek pelayanan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami nyeri fraktur dan dislokasi, b. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi mahasiswa nantinya dalam menerapkan asuhan keperawatan berupa intervensi keperawatan di Rumah Sakit dalam perawatan nyeri pasien fraktur dan dislokasi. c. Dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian dimasa mendatang. Selain itu juga menyediakan informasi awal untuk penelitian keperawatan sejenis, khususnya untuk pasien yang mengalami nyeri fraktur dan dislokasi. BAB ii pembahasan

A. KONSEP DASAR TEORI FRAKTUR


1. Definisi
a. Fraktur Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, Arif, 2000). Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensens Medical Surgical Nursing. Anatomi Dan Fisiologi a. Struktur Tulang Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian.

b.

1) 2) 3) 4) 5)

a. b. c. d. I. II. III.

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras. (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995). Tulang Panjang Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. (Black, J.M, et al, 1993) Fungsi Tulang Memberi kekuatan pada kerangka tubuh. Tempat mlekatnya otot. Melindungi organ penting. Tempat pembuatan sel darah. Tempat penyimpanan garam mineral. (Ignatavicius, Donna D, 1993) Jenis Fraktur: Menurut jumlah garis fraktur : Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas) Menurut luas garis fraktur : Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang) Menurut bentuk fragmen : Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar) Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar : Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 : Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm. Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm. Luka besar sampai 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar. Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

2. Etiologi

a.

b.

c.

Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. (Oswari E, 1993)

3. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. (Carpnito, Lynda Juall, 2000). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993) Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur. Faktor Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang. ( Ignatavicius, Donna D, 2000 ) Biologi penyembuhan tulang Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: Stadium Satu-Pembentukan Hematoma Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. Stadium Dua-Proliferasi Seluler Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel

a. 1)

2)

b.

1)

2)

3)

4)

5)

c. 1)

yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu. Stadium Empat-Konsolidasi Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. Stadium Lima-Remodelling Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya. (Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993) Komplikasi fraktur Komplikasi Awal a) Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. b) Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat. c) Fat Embolism Syndrom Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam. d) Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus

fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. e) Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia. f) Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. 2) Komplikasi Dalam Waktu Lama a) Delayed Union Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang. b) Nonunion Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. c) Malunion Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik. (Black, J.M, et al, 1993)

4. Gambaran Klinis:
Tanda-tanda klasik fraktur: 1. Nyeri 2. Deformitas 3. Krepitasi 4. Bengkak 5. Peningkatan temperatur lokal 6. Pergerakan abnormal 7. Echymosis 8. Kehilangan fungsi 9. Kemungkinan lain.

5. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: a. Berdasarkan sifat fraktur. 1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur. 1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. 2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut) b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya. c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang. c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma. 1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. 3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. 4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. 5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. d. Berdasarkan jumlah garis patah. 1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. 2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. 3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. 1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh. 2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh). f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang. g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement. (Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

6. Dampak Masalah
Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap enyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada keluarganya. Terhadap Klien Bio Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi Psiko Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya. Sosio Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya. Spiritual Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya. Terhadap Keluarga Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga. Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga.

a 1)

2)

3)

4)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan

a. 1) a)

b)

(1) (2) (3) (4) (5) c)

d)

e)

f)

g) (1)

arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas: Pengumpulan Data Anamnesa Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995). Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995). Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995). Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995). Pola-Pola Fungsi Kesehatan Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995). Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991) Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999). Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995). Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995). Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 2000). Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995). Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2000). Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995). (11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000). 2) Pemeriksaan Fisik Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. a) Gambaran Umum Perlu menyebutkan: (1)Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: (a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. (b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. (c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. (2)Secara sistemik dari kepala sampai kelamin (a) Sistem Integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan. (b) Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala. (c) Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada. (d) Muka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema. (e) Mata Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan) (f) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. (g) Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. (h) Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. (i) Thoraks Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris. (j) Paru Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru. Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama. Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.

Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. (k) Jantung Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung. Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba. Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. (l) Abdomen Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 kali/menit. (m) Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB. b) Keadaan Lokal Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah: (1) Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain: (a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). (b) Cape au lait spot (birth mark). (c) Fistulae (d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi. (e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal). (f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) (g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) (2) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: (a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. (b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian. (c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya. (3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995) 3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan lunak. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: (1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. (2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. (3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. (4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. b) Pemeriksaan Laboratorium (1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. (2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. (3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. c) Pemeriksaan lain-lain (1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. (2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. (3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. (4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. (5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. (6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995) b. Analisa Data Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul. 2. Diagnosa Keperawatan Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan

menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.

a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. b. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)

3. Perencanaan No 1. Dx.Keperawatan & Rencana Tindakan Kriteria Hasil Nyeri akut 1. Tinggikan posisi ekstremitas yang mengalami fraktur Rasional

1. Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/ nyeri. 2. Lakukan dan awasi latihan 2. Mempertahankan gerak pasif/aktif sesuai kekuat-an otot dan keadaan klien meningkatkan sirkulasi vaskuler. 3. Lakukan tindakan untuk 3. Meningkatkan meningkatkan kenyamanan sirkulasi umum, (masase, perubahan posisi) menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot. 4. Ajarkan penggunaan teknik 4. Mengalihkan manajemen nyeri (latihan perhatian terhadap napas dalam, imajinasi nyeri, meningkatkan visual, aktivitas dipersional) kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama. 5. Lakukan kompres dingin 5. Menurunkan edema

selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan. 6. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

dan mengurangi rasa nyeri.

6. Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer. 7. Evaluasi keluhan nyeri 7. Menilai (skala, petunjuk verbal dan perkembangan non verval, perubahan masalah klien. tanda-tanda vital)

1. Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi. Risiko cedera 2. 1. Meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengan 2. Rawat luka setiap hari atau jaringan lunak di setiap kali bila pembalut sekitarnya. basah atau kotor. 2. Mempercepat penyembuh-an luka dan mencegah infeksi 3. Bila terpasang bebat, lokal/sistemik. sokong fraktur dengan 3. Mencegah perubahan bantal atau gulungan posisi dengan tetap selimut untuk mempertahankan mempertahankan posisi kenyamanan dan yang netral. keamanan. 4. Evaluasi pembebat terhadap 4. Bila fase edema telah resolusi edema. lewat, kemungkinan bebat menjadi longgar dapat terjadi. 5. Skeletal traksi menghasil-kan efek 5. Kolaborasi pemasangan fiksasi yang lebih skeletal traksi. stabil sehingga dapat meminimalkan resiko perluasan cedera.

6. Antibiotik bersifat bakteriosida/baktiostatika untuk membunuh / 6. Kolaborasi pemberian obat menghambat antibiotika. perkembangan kuman. 7. Menilai perkembangan masalah klien.

3.

Gangguan mobilitas fisik

7. Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera jaringan 1. Memfokuskan (peradangan lokal/sistemik, perhatian, seperti peningkatan nyeri, meningkatkan rasa edema, demam) kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi 1. Pertahankan pelaksanaan sosial. akti-vitas rekreasi terapeutik 2. Meningkatkan (radio, koran, kunjungan sirkulasi darah teman/ keluarga) sesuai muskuloskeletal, keadaan klien. mempertahankan tonus otot, mempertahakan ge-rak sendi, mencegah kon2. Bantu latihan rentang gerak traktur/atrofi dan pasif aktif pada ekstremitas mence-gah reabsorbsi yang sakit maupun yang kalsium karena sehat sesuai keadaan klien. imobilisasi. 3. Meningkatkan kemandiri-an klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien. 4. Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, 3. Bantu dan dorong penumonia) perawatan diri 5. Mempertahankan (kebersihan/makan/eliminas hidrasi adekuat, meni) se- suai keadaan klien. cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.

6. Kalori dan protein 4. Ubah posisi secara periodik yang cukup diperlukan sesuai keadaan klien. untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh. 7. Kerjasama dengan 5. Dorong/pertahankan asupan fisio-terapis perlu ca-iran 2000-3000 ml/hari. untuk me-nyusun program aktivitas fisik secara individual. 8. Menilai perkembangan 6. Berikan diet TKTP. masalah klien.

7. Kolaborasi pelaksanaan fisio-terapi sesuai indikasi. 8. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

DAFTAR PUSTAKA Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995. Black, J.M, et al, Luckman and Sorensens Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995. Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999. Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991. Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992. Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994. Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder Company, 1995. Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996. Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000. Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993. Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997. Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.

Laporan Pendahuluan Fraktur


A. Definisi Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144). Hilangnya kesinambungan substansi tulang dengan atau tanpa pergeseran fragmen-fragmen fraktur. Terputusnya hubungan/kontinuitas jaringan tulang.

B. Etiologi a. Trauma : 1) Langsung (kecelakaan lalulintas) 2) Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang ) b. c. d. Patologis Degenerasi Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat. : Metastase dari tulang

C. Jenis Fraktur
a. Menurut jumlah garis fraktur : 1) Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur) 2) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur) 3) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas) b. Menurut luas garis fraktur :

1) Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung) 2) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total) 3) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang) c. Menurut bentuk fragmen :

1) Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)

2) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring) 3) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar) d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :

1) Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 : I. II. Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm. Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.

III. Luka besar sampai 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar. 2) Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

D. Gambaran Klinis
Tanda-tanda klasik fraktur: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nyeri Deformitas Krepitasi Bengkak Peningkatan temperatur lokal Pergerakan abnormal Echymosis Kehilangan fungsi Kemungkinan lain.

E.

Patofisiologi Fraktur
Periosteum, pembuluh darah di kortek dan jaringan sekitarnya rusak Perdarahan Kerusakan jaringan di ujung tulang

Terbentuk hematom di canal medula Jaringan mengalami nekrosis Nekrosis merangsang terjadinya peradangan, ditandai : 1. Vasodilatasi 2. Pengeluaran plasma 3. Infiltrasi sel darah putih

F. Tahap Penyembuhan Tulang


1. Hematom : a. Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom b. Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat c. Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi. 2. Proliferasi sel : a. Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur b. Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang. c. Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur. 3. Pembentukan callus : a. Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus. b. Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus. c. Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal. d. Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur. 4. Ossification

a. Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di ujung tulang. b. Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah c. Proses ini terjadi selama 3-10 minggu. 5. Consolidasi dan Remodelling a. Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast.

G. Komplikasi
1. Umum : a. Shock b. Kerusakan organ c. Kerusakan saraf d. Emboli lemak 2. D i n i : a. Cedera arteri b. Cedera kulit dan jaringan c. Cedera partement syndrom. 3. Lanjut : a. Stiffnes (kaku sendi) b. Degenerasi sendi c. Penyembuhan tulang terganggu : 1) Mal union 2) Non union 3) Delayed union 4) Cross union

H. Penatalaksanaan
1. Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik). 2. Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union : a. Eksternal b. Internal gips, traksi nail dan plate

3. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula.

I. Pengkajian 1. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:


Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah: 1) Aktivitas/istirahat: Gejala: Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.

2) Sirkulasi: Tanda: Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila terjadi perdarahan. Takikardia Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada area fraktur. Hematoma area fraktur.

3) Neurosensori:

Gejala: Hilang gerakan/sensasi Kesemutan (parestesia) Tanda: Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi. Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.

4) Nyeri/Kenyamanan: Gejala: Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi. Spasme/kram otot setelah imobilisasi.

5) Keamanan: Tanda: Laserasi kulit, perdarahan Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)

6) Penyuluhan/Pembelajaran: Imobilisasi Bantuan aktivitas perawatan diri Prosedur terapi medis dan keperawatan

2. Pengkajian Diagnostik:
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah: 1) X-ray:

- menentukan lokasi/luasnya fraktur 2) Scan tulang: - memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak 3) Arteriogram - dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler. 4) Hitung Darah Lengkap - hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan. 5) Kretinin - trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal 6) Profil koagulasi - perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.

J. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan a. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi.

Meningkatkan stabilitas, meminimalkan gangguan akibat perubahan posisi. Mencegah gerakan yang tak perlu akibat perubahan posisi.

2. Bila terpasang gips/bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut untuk mempertahankan posisi yang netral.

3. Evaluasi pembebat terhadap resolusi edema.

4. Bila terpasang traksi, pertahankan posisi traksi (Buck, Dunlop, Pearson, Russel)

Penilaian kembali pembebat perlu dilakukan seiring dengan berkurangnya edema

5. Yakinkan semua klem, katrol dan tali berfungsi baik.

Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot untuk mempercepat reunifikasi fragmen tulang Menghindari iterupsi penyambungan fraktur.

6. Pertahankan integritas fiksasi eksternal.

Keketatan kurang atau berlebihan dari traksi eksternal (Hoffman) mengubah tegangan traksi dan mengakibatkan kesalahan posisi.

Menilai proses penyembuhan tulang. 7. Kolaborasi pelaksanaan kontrol foto.

b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.

Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.

4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)

Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan. Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.

7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tandatanda vital)

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.

Menilai erkembangan masalah klien.

c. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin melakukan

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah

latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.

kekakuan sendi.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.

3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.

4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.

5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.

d. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.

3. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan Mencegah terjadinya pembekuan darah pada (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk indikasi. mencegah/mengatasi emboli lemak.

4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.

Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal. 5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.

e. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,

ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.

mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.

4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)

6. Dorong/pertahankan asupan cairan 20003000 ml/hari.

Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi. Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mempertahankan fungsi fisiologis tubuh. Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.

7. Berikan diet TKTP.

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

Menilai perkembangan masalah klien.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

f. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).

Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.

2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips. Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.

3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal.

Menilai perkembangan masalah klien.

g. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.

2. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.

Meminimalkan kontaminasi.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi. Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus. 4. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang) Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

Mengevaluasi perkembangan masalah klien. Observasi tanda-tanda vital dan tandatanda peradangan lokal pada luka. h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.

Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut. Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera) Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi klien. Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Dudley (1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dunphy & Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.

Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS & dextra

: fraktur open femur sinistra, fraktur open tibia sinistra

uhan Utama

: klien mengeluh nyeri pada seluruh badan terutama kedua kaki dan cemas akan dioperasi Masalah Utama : Nyeri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH :

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang biasanya disertai dengan luka disekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh (Lilian Sholtis Burner, 1988 ; 817). Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang akan timbul bilamana jaringan rusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri (Arthur C Guyton, 1983) Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan farktur yang akan mengakibatkan jaringan lunak yang terdapat disekitar fraktur seperti pembuluh darah, saraf dan otot serta organ lainnya yang berdekatan dapat rusak. Dengan terjadinya trauma dapat merangsang pengeluaran mediator kimia (Substansi P, Bradikinin, Prostaglandin) yang akan merangsang neuroreseptor kemudian dialirkan kedorsal horn pada medulla spinalis ke traktus spinotalamikus lateral ke kortek cerebri dan akhirnya dipersepsikan nyeri Penyebab fraktur terjadi karena tekanan yang menimpa tulang lebih besar dari pada daya tahan tulang atau karena tulang itu sendiri sakit (Osteoporosis, Tumor, Infeksi) tanda dan gejala fraktur adalah nyeri pada tempat dimana terjadi fraktur, pembengkakan disekitar fraktur, gangguan sensasi dan krepitasi. Adapun dampak dari fraktur dapat menimbulkan diantaranya gangguan mobilitas fisik, defisit perawatan diri, gangguan pola tidur dan ansietas

Salah satu penatalaksanaan medis pada kasus # adalah melakukan debridement untuk fraktur terbuka, reposisi/reduksi dan imobilisasi baik fiksasi external maupun internal dan untuk melakukan fiksasi internal diperlukan tindakan operasi. Tindakan operasi pada umumnya meyebabkan kecemasan bagi setiap orang dan kecemasan tersebut dapat disebabkan karena kurangnya informasi tentang tindakan invasif yang akan dilakukan Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas tentang keprihatinan dan khawatir karena ancaman pada sistem nilai atau pola keamanan seseorang (May, 1987) individu mungkin dapat mengidentifikasi situasi (operasi, kanker) tetapi pada kenyataan ancaman terhadap diri berkaitan dengan khawatir dan keprihatinan yang terlibat didalam situasi (Carpenito, Lynda juall)

III.

POHON MASALAH

Gangguan pola tidur Resti injuri internal Resti perubahan perfusi jaringan Kadar Hemoglobin Intra operasi turun Risti cedera Risti syock Nyeri

Defisit perawatan diri

Gangguan mobilisasi fisik

Intoleransi aktifitas

Kurang pengtahuan Akral dingin, pucat Cemas pendarahan Krepitasi, edema, kesemutan & gangguan sensasi Tidak mampu merubah posisi

Nyeri

Tindakan operasi

Terputusnya kontinuitas tulang Kelemahan otot, pembuluh darah, syaraf & spasme otot

Farktur

Trauma patologi (Stress tulang)

IV. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

1. Nyeri
DS Klien mengatakan kedua kaki terasa sakit : Klien mengatakan nyeri bertambah bila bergerak

DO Ekspresi wajah tampak meringis : Klien tampak melindungi bagian yang sakit

Tampak bagian yang sakit terpasang pembalut & bidai

2. Gangguan mobilitas fisik


DS Klien mengatakan kedua kakinya tidak bisa digerakan : DO Klien tampak kesulitan ketika disuruh menggerakan kedua kakinya :

3. Defisit perawatan diri


DS Klien mengatakan sulit untuk melakukan perawatan mandiri karena : kedua kakinya sulit dan sakit untuk digerakan

DO Tampak KDM klien dibantu oleh keluarga : Klien tampak sulit untuk menggerakan kedua kakinya

4. Cemas
DS Klien mengatakan cemas karena tidak tahu apa yang akan dilakukan : dengan kedua kakinya Klien mengatakan tidak tahu tindakan apa yang akan dilakukan dokter terhadap kedua kakinya DO Ekspresi wajah tampak tegang : Klien banyak bertanya tentang yang tindakan yang dilakukan

V. Diagnose keperawatan 1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas fragmen tulang 2. Gangguan mobilitas fisik b.d fraktur 3. Defisit perawatan diri b.d keterbatasan gerak 4. Cemas b.d kurang informasi tentang program terapi VI. Rencana asuhan keperawatan

Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut b.d terputusnya kontuinitas fragmen tulang

Tujuan
Tupan : Nyeri hilang

Kriteria evaluasi

Intervensi
- Kaji tingkat nyeri, lokasi,

Rasional
- Memudahkan menentukan intervensi - Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi - Mencegah penekanan pada bagian yang sakit - Tehnik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernapasan, jantung dan ketegangan otot, yang akan menghentikan siklus nyeri - Distraksi merangsang thalamus, otak tengah dan batang otak yang

Setelah dilakukan nyeri berkurang

intervensi 3 X 24 jam intensitas dan type nyeri


- Pertahankan immobili sasi bagian yang sakit - Atur posisi tidur yang tepat / senyaman mungkin - Ajarkan tehnik relaksasi

Tupen : Penyebab nyeri teratasi

sampai dengan hilang ditandai dengan :


- Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang - Expresi wajah rilex - TTV normal

Ajarkan tehnik distraksi

meningkatkan produksi endorfin yang mengubah transmisi nyeri - Analgetik menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistim syaraf simpatis

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

VII. Daftar pustaka M.E Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, 2000 Lynda Jual Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2 EGC, Jakarta, 2000 ( P.625 ) Muhtar, AMK. Hand out keperawatan Medikal bedah IV, RS PMI & RSPG Cisarua Guytan & Hall, Fisiologi Kedokteran , edisi 9, 1997

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. A. DENGAN MULTIPLE FRAKTUR

DAN TINDAKAN PEMASANGAN FIKSASI INTERNAL DI RUANG OK RS PMI TAHUN 2005

I. PENGKAJIAN
A. Identitas klien Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Agama Pekerjaan Alamat Diagnose medis : Islam : Supir : Meruya ilir utara Jakarta barat : Fraktur open femur sinistra, fraktur open tibia : Tn. A : 23 Tahun : Laki-laki : SLTA

sinistra & dextra No medrek Tgl masuk : 045006 : 25 Oktober 2005

Tgl pengkajian : 28 Oktober 2005 Penanggung Jawab

Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat Hub. dengan klien B. Keluhan Utama

: Tn. S : 29 Tahun : SLTA : Wiraswasta : Sukamanah talang padang lampung : Kakak kandung

Klien mengeluh nyeri pada seluruh badan terutama kedua kaki C. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien masuk ke RS PMI karena kecelakaan mobil yang dikemudikannya bertabrakan dengan truk, menurut klien dirinya baru tersadar setelah ada di RS PMI dan pada hari ini tanggal 28 Oktober 2005 klien akan dilakukan tindakan pemasangan plat pada kedua kaki yang fraktur, pada pengkajian data yang didapatkan : pada alis sebelah kanan terdapat luka yang telah dibungkus verband, kedua kelopak mata tampak memar, pada pipi sebelah kiri tampak eksoriasi, pada mulut sebelah kiri tampak luka telah dijahit 3 jahitan, pada dada tampak jejas, pada tangan kanan terpasang infus Asering, pada telapak tangan tampak jejas, pada tangan kiri terpasang infus NaCl dan terdapat jejas pada punggung tangan, pada kedua ektremitas bawah terpasang bidai dengan dibalut verband dan os dipasang Dower catheter dan data subjektif yang didapatkan klien mengeluh nyeri seluruh badan terutama kedua kaki dan klien banyak bertanya tentang kondisi dirinya dan tindakan apa yang akan dilakukan untuk dirinya
D. Data Penunjang Laboratorium : Tanggal 25 Oktober 2005 Nama Tindakan Hb Leuko LED (ESR) Trombo Hasil 6,6 20200 3 16.3 Nilai normal L=13-16, P=12-14 4 10 L=<10, P=<20 150 - 450 Satuan g/dL ribu/uL mm/1 jam Ribu/uL

hemtokrite

10

L=40-48, P=37-43

Laboratorium : Tanggal 26 Oktober 2005 Nama Tindakan Hb Leuko hemtokrite ureum creatinin Hasil 8,1 11800 24 42 1,6 Nilai normal L=13-16, P=12-14 4 10 L=40-48, P=37-43 Satuan g/dL ribu/uL

Laboratorium : Tanggal 27 Oktober 2005 Nama Tindakan Hb Hasil 9.3 Nilai normal L=13-16, P=12-14 Satuan g/dL

Hasil ct scan : Tanggal 26 Oktober 2005 Susp Oedema serebri, faktur linear os frontal sinistra Thorax Foto : Tanggal 26 Oktober 2005 Tak tampak ada kelainan Foto extremitas : Tanggal 26 Oktober 2005 Fraktur Complite femur sinistra Fraktur 1/3 distal os tibia dextra Farktur complite os tibia sinistra Fraktur metacarpal dextra E. Program Pengobatan dan Penatalaksanaan Pengobatan tanggal 25 Oktober 2005 (pre of) Oksigen 4 lt/menit

Rl 2000 ml/hari Taxegram inj 2 X 1 gram ( jam 20.00 & jam 08.00 WIB) Acran inj 3 X 1 amp ( jam 20.00 04.00 12.00 WIB) Fepiram inj 4 X 3 gram ( jam 20.00 02.00 08.00 14.00 WIB) Neolin inj 3 X 250 mg ( jam 20.00 04.00 12.00 WIB) F. Laporan pre operatif 1. Pasien dari : Ruang Kenanga datang di IBS jam 08.45 WIB 2. Rencana tindakan operasi : pemasangan plate pada multiple fraktur 3. Tanda Vital : Kesadaran : Compos mentis Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu : 130/90 mmhg : 76 X/menit : 18 X/menit : 36,4 oc

4. Pemeriksaan Fisik (secara focus) Pada kepala tak teraba haematom atau luka robek Alis sebelah kiri terdapat luka robek sudah dijahit Kedua kelopak mata tampak memar Bibir sebelah kiri tampak luka sudah dihecting Pipi sebelah kiri tampak luka eksoriasi Pada dada tampak jejas dan terasa sakit Pada abdoment tak ada jejas atau keluhan sakit dan tampak tidak ada kelainan Pada ekstremitas atas bagian punggung tangan sebelah kanan tampak jejas dan sakit bila digerakan dan sebelah kiri tak tampak ada jejas atau kelainan dan pergerakan bebas Pada ekstremitas bawah sebelah kiri terdapat fraktur femur dan fraktur cruris dan disebelah kanan terdapat fraktur cruris

5. Data psikologis Klien tampak cemas dengan kondisi yang dialaminya dan banyak bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya 6. Cek persiapan operasi Izin operasi Klisma Cukur area operasi Puasa Hasil pemeriksaan : sudah : sudah : belum : sudah : terlampir Ro femur ant, Ro Cruris lat sin &

dext, CT scan dan lab. Darah terlampir 7. Analisa data Data


DS: Klien mengeluh nyeri pada seluruh badan terutama kedua kaki DO: Pada pemeriksaan fokus terdapat multiple fraktur dan injuri jaringan lain Hasil ct scan : Tanggal 26 Oktober 2005 : Susp Oedema serebri, fraktur linear os frontal sinistra Thorax Foto : Tanggal 26 Oktober 2005 ; Tak tampak ada kelainan Foto extremitas : Tanggal 26 Oktober 2005 ; fraktur Complite femur sinistra, fraktur 1/3 distal os tibia dextra, fraktur complite os tibia sinistra Tekanan darah : 130/90 mmhg Nadi : 76 X/menit Respirasi : 18 X/menit Nyeri Cortex cerebri (Dipersefsikan) Thalamus Sumsum tulang belakang Reseptor nyeri pada ujung syarap bebas Keluar mediator nyeri Nyeri

Penyebab

Masalah

Suhu : 36,4 oc

Kerusakan integritas jaringan tulang dan sekitarnya trauma

DS : klien banyak bertanya tentang kondisi dirinya dan tindakan apa yang akan dilakukan untuk dirinya DO : Klien tampak cemas dengan kondisi yang dialaminya dan banyak bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya Cemas kurangnya informasi yang didapat Tindakan prosedur operasi Kerusakan integritas jaringan tulang dan sekitarnya Trauma Cemas

G. Laporan intra operatif Mulai operasi jam Selesai jam : 09.00 WIB : 13.15 WIB (pengkajian hanya sampai jam 12.00WIB pengkaji tidak ikut

sampai selesai operasi karena keterbatasan waktu) Jenis anesthesi jam 09.00 09.30 10.00 TD(mmHg) 119/71 106/64 106/64 : General anesthesi Nadi(X/mnt) 105 97 95 jam 11.10 11.15 11.20 TD(mmHg) 99/60 100/60 114/62 Nadi(X/mnt) 100 92 90

10.25 11.00

110/66 100/60

98 96

11.30 11.40

110/65 116/68

97 95

Tindakan yang dilakukan :

Pada jam 09.00 WIB pasien di general narkose dan dipasang ETT, kemudian dilakukan pencukuran serta pembersihan area yang akan dilakukan tindakan, selanjutnya pada jam 09.20 WIB dilakukan insisi pada bagian lateral femur sinistra sampai terlihat tulang, pendarahan di cauter dan disuction setelah tulang terlihat kemudian dilakukan reposisi tulang, pada jam 09.45 WIB dilakukan pemasangan broad plate dengan 8 lubang pada fraktur femur bagian lateral dan pengeboran serta pemasangan screw 32 (4 buah), 34 (2 buah) dan 30 (1 buah) kemudian ditaburi antibiotik kendacillin 2 gr dan dilakukan pemasangan drainage dengan slang infusset kemudian dilakukan penjahitan dan ditutup. untuk urutan tindakan fraktur cruris sinistra dan dextra prinsifnya hampir sama tetapi ada perbedaan, pada fraktur cruris dextra karena bentuk fraktur crurisnya segmental maka bagian segmental yang terlepas dari jaringan tulang dibuang, serta plate yang digunakan adalah neuro plate 9 lubang (conselus) dan screw yang dipakai 40 (1buah), 22 (2 buah), 24 (1 buah), 32 (1 buah) dan 28 (2 buah) dan antibiotik yang digunakan hanya 1 gram, untuk fraktur cruris sinistra menggunakan neuro plate 7 lubang (conselus) dan screw yang digunakan 26 (2 buah), 28 (1 buah), 30 ( 2 bauh) dan 24 (2 buah). Pada tindakan intra operatif klien terpasang infus asering 20 tts/menit pada tangan kiri dan infus Haes streil 20 tts/menit selanjutnya pada jam 11.15 WIB asering diganti dengan whole blood golongan B. pendarahan yang terjadi sekitar 400 cc. Karena keterbatasan waktu Pengkaji tidak ikut sampai selesai Analisa data
Data
DO: K/u tidak sadar akibat anesthesi general dan pemasangan ETT Sayatan buatan dan pemasangan plate pada multiple fraktur Risiko tinggi terhadap injury internal Perubahan sensorik motorik Risiko tinggi terhadap injury internal

Penyebab

Masalah

General anesthesi tindakan prosedur operasi

DO: K/u tidak sadar akibat anesthesi general dan pemasangan ETT Sayatan buatan dan pemasangan plate pada multiple fraktur Risiko tinggi terhadap infeksi Luka invasif dan pemasangan fiksasi internal tindakan prosedur operasi Risiko tinggi terhadap infeksi

H. Laporan post operatif

Karena keterbatasan waktu tidak dapat dilakukan


I. Diagnose keperawatan 1. 2. 3. 4. Nyeri akut b.d terputusnya kontuinitas fragmen tulang

Gangguan rasa aman cemas ringan b.d kurang informasi tentang proses operasi Risiko tinggi terhadap injury internal b.d perubahan sensorik motorik dampak dari general anesthesi Risiko tinggi terhadap infeksi b.d dampak sekunder luka invasif dan pemasangan fiksasi internal

You might also like