You are on page 1of 36

PEB

I. Pre Eklampsia a. Definisi Pre eklampsia adalah penyakit yang ditandai dengan munculnya trias pre eklampsia, yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria, serta terjadi setelah umur kehamilan mencapai 20 minggu sampai waktu segera setelah melahirkan

b. Patofisiologi Patofisiologi pre eklampsia dapat diterangkan sebagai akibat adanya iskemia regio uteroplasenter, yang akan menyebabkan terjadinya resorsbsi substansi trofoblastik ke dalam sirkulasi darah sistemik, sehingga akan menimbulkan pengeluaran renin dan angiotensin. Kemudian menjadi spasme pembuluh darah perifer dengan menimbulkan kompensasi hipertensi. Spasme pembuluh darah dapat menimbulkan kerusakan jaringan dalam bentuk kerusakan endotel pembuluh darah, nekrosi, edema, perubahan pada organ vital, trombosis, dan penimbunan fibrin. Melalui proses perubahan mikroskopis tersebut, akan timbul gejala gejala klinis pre eklampsia berat pada ibu hamil

c. Gejala dan Tanda Klinis Gejala dan tanda klinis berdasarkan klasifikasi pre eklampsia adalah o Pre eklampsia Ringan (PER) Hipertensi dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan tekanan darah systole dan diastole 30/15 mmHg Edema kaki, tangan atau muka atau peningkatan berat badan 1kg/minggu Proteinuria < 5gr/liter/24jam atau menunjukkan hasil +1 sampai +2 dalam pemeriksaan protein kualitatif o Pre eklampsia Berat (PEB) Hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau kenaikan tekanan darah systole dan diastole > 60/30 mmHg

Proteinuria 5 gr/liter/24jam atau menunjukkan hasil +3 atau lebih dalam pemeriksaan protein kualitatif Oliguria dengan jumlah urine <500/cc/24jam Edema yang masfi Edema paru dan dapat disertai sianosis Keluhan subyektif yang lainnya, misalnya adalah nyeri kepala frontal, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, mual dan hiperrefleksia.

d. Predisposisi Risiko berhubungan dengan partner lelaki Primigravida Primipaternity Umur yang ekstrim (terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan) Partner laki yang pernah menikahi wanita yang hamil dengan pre eklampsia Pemaparan terbatas terhadap sperma Inseminasi donor dan donor oocyte

Risiko berhubungan dengan riwayat penyakit dahulu Riwayat pernah eklampsia Hipertensi kronik Penyakit ginjal Obesitas Diabetes gestasional Antipospolipid antibody

Risiko berhubungan dengan kehamilan Mola hidatidosa Kehamilan multiple Infeksi saluran kencing pada kehamilan Hidrop fetalis

e. Penanganan Penanganan pre eklampsia adalah o Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri secara teratur sejak hamil muda dan memperhatikan faktor predisposisi pre eklampsia o Mencari tanda tanda pre eklampsia pada setiap pemeriksaan antenatal dan mengobatinya sedini mungkin untuk mencegah pre eklampsia ringan (PER) menjadi pre eklampsia berat (PEB) atau PEB menjadi eklampsia o Apabila setelah dirawat, tanda pre eklampsia tidak juga dapat dihilangkan, maka sedapat mungkin mengakhiri kehamilan pada usia kehamilan diatas 37 minggu, sehingga dapat melahirkan bayi hidup atau melahirkan dengan trauma minimal terhadap ibu dan bayi. Penanganan pre eklampsia secara khusus dapa juga dibagi menjadi 2 yaitu Penanganan Pre Eklampsia Ringan 1. Rawat Jalan a. Banyak istirahat (berbaring atau tidur miring) b. Diet cukup protein dan citamin, rendah karbohidrat, lemak dan garam c. Sedatif ringan : diazepam 3x2mg atau luminal 3x30 mg selama 7 hari kalau pasien tidak bisa istirahat. d. Pemeriksaan laboratorium seperti darah dan urin rutin, jumlah trombosit, serta uji faal hati dan ginjal e. Monitor keadaan janin f. Kontrol tiap minggu 2. Rawat Inap a. Dalam 2 minggu rawat jalan tidak menunjukkan perubahan b. Kenaikan berat badan 1kg/minggu c. Timbul salah satu gejala pre eklampsia berat

Penanganan Pre Eklampsia Berat Penderita dirawat diruang yang tenang, tidur miring ke kiri Diet cukup protein 100mg/hari, kurangi garam sampai 0,5 gr/hari

Infus dekstrose 5% yang tiap liternya diselingi infus RL 60-125 ml/jam sebanyak 500ml, jumlah cairan maksimum 1500 ml/hari. Jika tekanan osmotic plasma menurun diberikan larutan koloid

Magnesium sulfat a. Dosis awal: 4gr larutan 20% IV dengan kecepatan maksimal 1gr/menit, yang segera diikuti 8gr IM larutan 40% (20ml) masing masing 10ml di pantat kanan dan kiri b. Dosis pemeliharaan: 4gr IM setiap 6 jam kemudian. Syarat pemberian magnesium sulfat adalah refleks patella (+), respirasi 16x/menit, produksi urine minimal 100ml/4jam terakhir, dan tersedia antidotum kalsium glukonat 10%. c. Pemberian magnesium sulfat dihentikan setelah 6 jam pasca persalinan

Anti hipertensi Diberikan bila tekanan sistolik 180 mmHg atau diastolic 110 mmHg a. Hidralazin 10mg, 4-6 sesuai respons 5mg IV, tunggu 5 menit, bila tidak ada respon, ulangi 5mg IV sampai dosis total 25mg b. Klonidin Satu ampul (0,15mg) dilarutkan dalam 9ml aquades atau NaCl fisiologis disuntikkan IV sebanyak 5ml Tunggu 5 menit, bila tekanan darah belum turun, ulangi sampai 4x dalam 30 menit Bila tekanan darah turun, Klonidin diberikan secara IM 3-4jam sebanyak 0,15mg

Diuretika Indikasi untuk edema umum, edema paru, dan kegagalan jantung kongestif. Contoh : lasix 1 ampul IV

Tindakan obstetric

a. Konservatif : kehamilan dipertahankan, tunggu sampai persalinan spontan. b. Aktif : Indikasi bila terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini: Umur kehamilan 37 minggu Terdapat gejala impending eklampsia Kegagalan terapi konservatif medikamentosa seperti 6 jam setelah pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah, dan tidak terdapat perbaikan setelah 48 jam perawatan, dengan criteria tekanan diastolic 100mmHg dan indeks gestosis 6. Terdapat tanda-tanda gawat janin Terdapat tanda IUGR yang kurang dari 10 persentil dari kurva normal Terdapat HELLP Syndrome

Cara terminasi Kehamilan : Belum Dalam Persalinan (BDP) o Induksi persalinan setelah 30 menit mendapat terapi medikamentosa o Persalinan Diperingan bila (1) terdapat kontraindikasi terhadap hejan ibu, oksitosin maupun kontraksi uterus, (2) setelah 12 jam induksi tidak masuk dalam fase aktif, dan (3) primigravida Dalam Persalinan (DP) o Kala 1 fase laten dengan metode Sectio Caesarian o Kala 1 fase aktif dengan amniotomi, bila 6 jam amniotomi tidak terdapat pembukaan lengkap, lakukan SC o Kala II dengan Vaccum Extraction atau Forceps Extraction

f. Komplikasi Komplikasi terberat dari pre eklampsia adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia, antara lain:

1. Solutio Plasenta Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia 2. Hipofibrinogenemia 3. Hemolisis Penderita dengan pre eklampsia berat kadang akan menunjukkan gejala klinis hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui pasti apakan ini merupakan kerusakan sel-sel hepar atau destruksi sel-sel darah 4. Perdarahan otak Merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia 5. Kelainan mata Kehilangan penglihatan untuk sementara dapat berlangsung selama seminggu. Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksi serebri. 6. Edema paru Dapat terjadi karena adanya payah jantung. 7. Nekrosis hepar Nekrosis periportal hepar pada pre eklampsia dan eklampsia merupakan akibat dari vasospasme arteriola sistemik 8. Sindrom HELLP (Haemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelet) 9. Kelainan ginjal Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotel tubulus ginjal tanpa adanya kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai dengan gagal ginjal. 10. Prematuriats, dismaturitas dan kematian janin intra uterin 11. Komplikasi-komplikasi lainnya Komplikasi komplikasi yang lain dapat berupa pneumonia aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), lidah tergigit, trauma, dan fraktur karena terjatuh yang didahului dengan kejang-kejang.

PEB

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi. Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia. Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin Hipertensi biasanya muncul lebih awal dari tanda-tanda lainnya. Untuk menegakkan diagnosa preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas nilai normal atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah ini dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, yang diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan wajah. Kenaikan berat badan kg per minggu dalam kehamilan masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg per minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/ liter dalam urin 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau +2 atau 1 g/ liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan edema, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang serius.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi, oedema disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.

B. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang memuaskan tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai penyakit teori. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa. 2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan. 3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin intrauterin. 4. Sebab jarangnya ditemukan kejadian preeklampsia pada kehamilan berikutnya. 5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma. Iskemia plasenta; peningkatan deportasi trofoblas, yang merupakan konsekuensi dari iskemia, akhirnya dapat menimbulkan disfungsi endotel.

Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua menghasilkan suatu perubahan fisiologis pada arteri spiralis. Untuk memenuhi kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling mungkin adalah membesarkan diameter arteri. Pada wanita hamil, pembesaran diameter arteri spiralis meningkat 4-6 kali lebih besar daripada arteri spiralis wanita tidak hamil, yang akan memberikan peningkatan aliran darah 10.000 kali dibandingkan aliran darah wanita

tidak hamil. Maka kemampuan melebarkan diameter arteri spiralis ini merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan kehamilan. Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis yang tadinya tebal dan muskularis menjadi lebih lebar berupa kantung yang elastis, bertahanan rendah dan aliran cepat, dan bebas dari kontrol neurovascular normal, sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk pemasokan oksigen dan nutrisi bagi janin. Pada preeklampsia terjadi defisiensi plasentasi. Terjadi kegagalan pada invasi trofoblas, sehingga perubahan fisiologis pada arteri spiralis tidak terjadi. Perubahan hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Selain itu ditemukan pula adanya hyperplasia tunika media dan thrombosis. Garis tengah arteri spiralis 40% lebih kecil dibandingkan pada kehamilan normal, hal ini menyebabkan tahanan terhadap aliran darah bertambah dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan iskemia.

C. INSIDEN DAN FAKTOR RESIKO

Insidens preeklamsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10 kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%. Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan oedem paru. Kematian perinatal berkisar antara 10%-28%. Penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan meningkatnya karena solutio plasenta. Sekitar kurang lebih 75% eklampsi terjadi antepartum dan 25% terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus ( 95% ) eklampsi antepartum terjadi pada terjadi trisemester ketiga. Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12 % pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida terutama primigravida usia muda. Faktor risiko preeklampsia adalah: 1. Nullipara 2. Kehamilan ganda

3. Obesitas 4. Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia 5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya 6. Diabetes mellitus gestasional 7. Adanya trombofilia 8. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal

D. PATOFISIOLOGI Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan oedema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk plasma dan mengatur retensi air dan natrium. mempertahankan volume

Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah

terhadap protein meningkat.

a. Perubahan Kardiovaskuler
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi

peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah sebelum hamil. Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi pembalikan ritme diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada malam hari.

b. Regulasi Volume Darah


Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia. Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana hal ini terjadi adalah sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya oedem. Bahkan jika dijumpai oedem interstitial, volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi

hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi. c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan BBLR. hamil normal,

d. Aliran Darah di Organ-Organ


1. Aliran darah di otak Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak. 2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen, angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata diatas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidak seimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah, disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus. Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsi tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat

merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya ringan sampai sedang, namun preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan. Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus, yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.

3. Aliran darah uterus dan choriodesidua


Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi terpenting pada preeklampsi, dan mungkin merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan belum ada satupun metode pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun didesidua. 4. Aliran darah paru Kematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh karena edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis. 5. Aliran darah di mata Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau dalam retina. 6. Keseimbangan air dan elektrolit Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.

E. MANIFESTASI KLINIS Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan seperti oedema, sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat.

1. Tekanan darah Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal. 2. Kenaikan Berat badan Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar. 3. Proteinuria Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan. 4. Nyeri kepala Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsi, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama. 5. Nyeri epigastrium Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan.

6. Gangguan penglihatan Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital.

F. KLASIFIKASI Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya hipertensi dan proteinuria. Kriteria lebih lengkap digambarkan oleh Working Group of the NHBPEP ( 2000 ) seperti digambarkan dibawah ini: Disebut preeklamsi ringan bila terdapat: 1. Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu. 2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 300 mg / 24 jam, atau dipstick +1. Disebut preeklampsia berat bila terdapat: 1. Tekanan darah >160 / 110 mmHg. 2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 2 gr / 24 jam, atau dipstick +2. 3. Trombosit < 100.000 / mm3. 4. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH ) 5. Peningkatan SGOT / SGPT. 6. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan. 7. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.

Problem Blood Pressure Proteinuria

Mild Pre-Eclampsia >140/90 1+ (300 mg/24 hours)

Severe Pre-Eclampsia >160/110 2+ (1000 mg/24 hours)

Edema Increased reflexes Upper abdominal pain Headache Visual Disturbance Decreased Urine Output Elevation of Liver Enzymes Decreased Platelets Increased Bilirubin Elevated Creatinine

+/+/-

+/+ + + + + + + + +

Eklampsia
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan hiperefleksia. Konvulsi pada eklamsia dibagi menjadi 4:

1. tingkat awal atau aura. Berlangsung 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.

2. Kejang tonik yang berlangsung 30 detik. Pada saat ini otot jadi kaku, wajah kelihatan kaku, tangan menggenggam, kaki membengkok kedalam.pernapasan berhenti, muka menjadi sianotik, lidah dapt tergigit. 3. Kejang klonik berlangsung 1-2 menit. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. 4. Tingkatan koma.

G. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.

Tujuan pengobatan adalah : 1. Mencegah terjadinya eklampsi. 2. 3. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.

4. Mencegah hipertensi yang menetap.

Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah sakit ialah: 1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih. 2. Proteinuria 1+ atau lebih. 3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang. 4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba. Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih premature.

PENANGANAN PEB (Preeklampsia Berat)

Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat yang cukup. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa tidur. Bila tekanan darah tidak turun dan ada tanda-tanda ke arah preeklamsi berat maka dapat diberikan obat antihipertensi serta dianjurkan untuk rawat inap. Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti: kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapi medikamentosa. Konservatif berarti: kehamilan dipertahankan bersamaan dengan terapi medikmentosa.

1. Penanganan aktif Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tanda-tanda impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin 35 minggu atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang dimaksud dengan impending eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala: nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah progresif. Terapi medikamentosa: a. Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap 6 jam. Cara pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus. Syarat pemberian MgSO4: frekuensi nafas > 16x/menit, tidak ada tandatanda gawat nafas, diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella positif. Siapkan juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV, dalam 3 menit). b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi. c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit. Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.

2. Penanganan konservatif

Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif. Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan nasal kanul 4-6 L/menit.

Penanganan Eklamsia Tujuan utama pengobatan eklamsia adalah menghentikan berulangnya kejang dan mengahiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah ibu mengijinkan. Pengawasan dan perawatan intensif sangat penting. Untuk menghindari kejangan saat pengangkutan ke RS dapat diberikan diazepam 20mg IM. Obat yang dapat diberikan: 1. Sodium penthotal sangat berguna menghentikan kejangan dengan segera bila diberikan intravena. Dosis inisial dapat diberikan 0,2-0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan. Perlu pengaw2asan yang sempurna. 2. Sulfas magnesicus yang dapat mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuro muskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dalam susunan saraf. Dosis awal : Dua gram Mg SO4 intravena , (40 % dalam 10 cc) diberikan dalam waktu 10 mnt, cara: 5ml MgSO4 40% (setara 2 g MgSO4) + 5 ml Dextrose 5% bolus pelan 10mnt 6 jam berikutnya: 2-3g/jam IV drip diberikan dalam 6 jam, cara: 30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 495 dextrose 5% = 525ml Jumlah tetesan: (525ml/ 6jam) X (20/60) = 29 tetes/menit Dosis Rumatan:

1g/jam MgSO4 diberikan selama 24 jam, cara: 12 jam pertama: 30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 500ml dextrose 5% = 530ml Jumlah tetesan: (530ml/12jam) X (20/60) = 16 tetes/menit 12 jam kedua diberikan dengan cara yang sama.

Syarat - syarat pemberian MgSO4 : Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 % ( 1 gram 10 cc) diberikan i.v. 3 menit (dalam keadaan siap pakai) Refleks patella (+) kuat Frekuansi pernafasan > 16 kali permenit Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/kg bb/jam ) dalam

Sulfas magnesikus dihentikan bila : Ada tanda - tanda intoksikasi Setelah 8 - 24 jam pasca persalinan.

3. Lyctic cocktail yang terdiri atas petidin 100mg, klopromazin 100mg, dan prometazin 50mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500ml dan diberikan secara infuse IV. Jumlah tetesan disesuaikan dengan tensi penderita.

Obat Fenitoin

Dosis awal 1-1,5g IV lebih dari 1 jam (tergantung berat badan)

Dosis rumatan 250-500mg setiap 10-12 jam oral/IV 10mg/jam IV infuse

Diazepam Chlormethiazole 40-100ml dari 0.8% lebih dari 20 menit

60ml/jam IV infuse

Tabel . kasus yang refrakter dengan pemberian MgSO4

I. KOMPLIKASI
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa terjadi : 1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi 2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala. 3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum. 4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet. 5. Kelainan ginjal 6. DIC. 7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine

HELLP Syndrome
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu komplikasi pada preeklampsia eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, oedema pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang mengalami komplikasi preeklampsia eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %). Ciri ciri dari HELLP syndrome adalah: Nyeri ulu hati Mual dan muntah Sakit kepala Tekanan darah diastolik 110 mmHg Menampakkan adanya oedema

HELLP syndrome dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian: 1. Mississippi, dibagi menjadi 3 kelas: Thrombositopenia Kelas 1: 50.000 / l Kelas 2: > 50.000 100.000 / l Kelas 3: > 100.000 150.000 / l LDH 600 IU / L SGOT dan / atau SGPT 40 IU / L Ciri ciri tersebut harus semua terdapat

Disfungsi hemolisis - hepatis -

2. Tennessee, dibagi menjadi 2 kelas: Complete Trombosit < 100.000 / l LDH 600 IU / L SGOT 70 IU / L Hanya satu dari ciri ciri di atas yang muncul

Parsial -

Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada preeklampsia eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang secara teoritis dapat berguna untuk : 1. Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal. 2. Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal. Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.

PEB

2.1. DEFINISI Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum.3 Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada wanita hamil umum ditemukan adanya edema, terutama di tungkai, karena adanya stasis pembuluh darah.4 Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik > 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.4 Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.4 Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis preeklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya preeklampsia.4 Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.4 Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.5-7

2.2. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO PREEKLAMPSIA Preeklampsia dapat di temui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama kehamilan pertama pada wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi preeklampsia pada primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya preeklampsia.4 Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / preeklampsia /eklampsia.4 a. Usia Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten b. Paritas Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat. c. Ras d. Faktor Genetik Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia.8 Atau mempunyai riwayat preeklampsia/ eklampsia dalam keluarga.9-10 e. Diet/gizi Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight. f. Tingkah laku/sosioekonomi Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang

jauh lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan. g. Hiperplasentosis Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik. h. Mola hidatidosa Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada preeklampsia. i. j. Riwayat preeklampsia.Kehamilan pertama Obesitas

k. Kehamilan multiple Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.
l.

Diabetes gestasional

2.3. ETIOLOGI Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories. Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :

a.

Faktor Trofoblast Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini

didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.1 b. Faktor Imunologik Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan Blocking Antibodies akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.1. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia : a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun dalam serum. b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri. 2.3.3. Faktor Hormonal Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.1 2.3.4. Faktor Genetik Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain: a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia. c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia. 8 2.3.5. Faktor Gizi Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis

Prostaglandin akan menyebabkan Loss Angiotensin Refraktoriness yang memicu terjadinya preeklampsia.1 2.3.6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.8

2.4. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI PREEKLAMPSIA Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.9 Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.9 Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang

menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga

terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.9 Perfusi serebral tidak berubah, namun pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.4 Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada preeklampsia, yang berhubungan dengan beratnya penyakit4. Pada preeklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Pada preekslampsia terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (sindroma nefrotik pada kehamilan). Pada preekslampsia terjadi perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada preeklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.Perubahan aliran darah uterus dan plasenta menyebabkan terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang. Selain itu hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi. Oleh karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya terjadigangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.4

2.5. GEJALA KLINIS Gejala preeklampsia adalah : 1. Hipertensi 2. Edema 3. Proteinuria

4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.2 Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut : 1. TD 160 / 110 mmHg 2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+ 3. Oliguria 500 ml / 24 jam 4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus 5. Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan 6. Nyeri epigastrium 7. Edema paru atau sianosis 8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR) 9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet Counts) 10.Koma 2, 9 Diagnosis preeklampsia bisa ditegakkan jika terdapat minimal gejala hipertensi dan proteinuria.4

2.6. PEMERIKSAAN FISIK a. b. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion c. d. Edema pada muka yang memberat Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg per minggu atau peningkatan berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.4

2.7.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia superimpose.

Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam. Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.4

2.10. PENATALAKSANAAN Tujuan utama penanganan preeklampsia yaitu mencegah terjadinya eklampsia, melahirkan janin hidup serta melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.3 Penanganan preeklampsia secara umum menurut : 4 1) Preeklampsia ringan Penatalaksaan secara konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah dengan pemberian obat-obatan.

2)

Preeklampsia berat Penatalaksanaan secara konservatif, bila gagal maka dilakukan terminasi kehamilan. Persalinan harus segera diusahakan setelah keadaan pasien stabil. Penundaan persalinan akan meningkatkan risiko pada ibu dan janin. Penanganan preeklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklampsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal. Pengobatan hanya dilakukan secara simtomatis karena etiologi preeklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kahamilan yang menyebabkannya,belum diketahui. Tujuan utama

penanganan ialah (1) mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia; (2) melahirkan janin hidup; (3) melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya. Pada dasarnya penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obtetrik.

3)

Pada preeklampsia ringan ( tekanan darah 140/90 mmHg samoai 160/100 mmHg ) penanganan simtomatis dan berobat jalan masih mungkin ditangani di puskesmas dan dibawah pengawasan dokter, dengan tindakan yang diberikan: 1. Menganjurkan ibu untuk istirahat (bila bekerja diharuskan cuti), dan menjelaskan kemungkinan adanya bahaya. 2. Sedativa ringan. a. Phenobarbital 3 x 30 mg b. Valium 3 x 10 mg 3. Obat penunjang a. Vitamin B kompleks b. Vitamin C atau vitamin E c. Zat besi 4. Non Farmakolog a. Garam dalam makan dukurangi b. Lebih banyak istirahat baring kearah punggung janin c. Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala, mata kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernafasan semakin sesak, nyeri epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak janin melemahberkurang, pengeluaran urin berkurang.10 5. Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat. Petunjuk untuk segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau merujuk penderita perlu memperhatikan hal berikut: a) Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih b) Protein dalam urin 1 plus atau lebih c) Kenaikan berat badan 11/2 kg atau lebih dalam seminggu d) Edema bertambah dengan mendadak e) Terdapat gejala dan keluhan subyektif.

1. Penanganan aktif Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tanda-tanda impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin 35 minggu atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang dimaksud dengan impending eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala: nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntahmuntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah progresif. Terapi medikamentosa: (1,4,5) d. Diberikan anti kejang MgSO4 dalam infus 500 cc RL tiap 6 jam. Cara pemberian: dosis awal 4 gr iv dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 1 gram per jam drip infus. Syarat pemberian MgSO4: frekuensi nafas > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda gawat nafas, diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella positif. Siapkan juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV, dalam 3 menit). e. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi. f. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit. Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.

2. Penanganan konservatif Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif. (1,4,5,6) Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada tandatanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan nasal kanul 4-6 L/menit.

Preeklamspsia Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew warden, MD, 2005). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).

Gambaran Klinis Preeklampsia Gejala subjektif Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Trijatmo, 2005). Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael, 2005).

Diagnosis Preeklampsia Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium.

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.

Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut: Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+. Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium. Terdapat edema paru dan sianosis Trombositopeni Gangguan fungsi hati Pertumbuhan janin terhambat

Drug of Choice

Pengobatan lini pertama pada pasien dengan Pre-eklampsia berat adalah obat-obatan golongan Metildopa. Methyldopa bekerja pada sistem saraf pusat sebagai alfa-2 agonis yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dengan mengurangi aliran simpatis dari pusat-pusat vasopresor di dalam batang otak tetapi menyebabkan pusat-pusat ini tetap atau bahkan meningkatkan kepekaannya kepada kontrol baroreseptor. Metildopa menurunkan tekanan darah terutama dengan mengurangi tahanan pembuluh darah tepi, dengan suatu frekuensi pengurangan denyut jantung dan curah jantung yang bervariasi. Refleks-refleks kardiovaskular umumnya tidak terganggu setelah pemberian metildopa, dan penurunan tekanan darah tidak sangat tergantung pada posisi tegak. Hipotensi postural (ortostatik) kadang-kadang terjadi, terutama pada penderita kurang cairan. Suatu keuntungan dengan metildopa adalah karena metildopa menyebabkan penurunan resistensi vaskular ginjal. Penggunaan metildopa sebagai pilihan pertama obat bagi pasien dengan pre-eklamsia berat sudah terbukti memiliki efek yang paling baik dalam menurunkan tekanan darah ibu dan paling aman bagi keselamatan janin. Metildopa tidak mengurangi cardiac output ibu atau aliran darah ke ginjal maupun uterus sehingga tidak mengganggu sirkulasi utero-plasenter. Labetolol merupakan pilihan kedua untuk obat pre-eklamsia berat. Labetolol adalah jenis beta-blocker yang merupakan vasodlator perifer yang terbukti efektif pada pre-eklamsia dan hipertensi pada kehamilan yang tanpa diserta proteinuria. Data yang tersedia menunjukkan bahwa efek antihipertensi dari labetolol tidak berhubungan dengan aliran darah ke jantung ataupun ke uterus. Dalam suatu randomised comparative trial pada 263 wanita hamil dengan hipertensi sedang hingga berat, pengobatan dengan labetolol maupun metildopa dapat menurunkan tekanan darah ibu secara signifikan tanpa perbedaan yang bervariasi pada umur kehamilan ketika melahirkan, berat bayi lahir, dan kegagalan perkembangan janin. Akan tetapi, karena bukti keamanan penggunaan labetolol tidak sebaik metildopa maka labetolol dijadikan alternatif kedua setelah metildopa untuk pengobatan bagi pasien pre-eklamsia berat. Nifedipin yang kita kenal sebagai obat hipertensi bekerja dengan cara menghambat kanal kalsium sehingga mencegah konstriksi otot polos termasuk otot pembuluh darah, sehingga pada pasien hipertensi nifedipin akan membuat otot-otot pembuluh darah tidak bisa berkontraksi dan menurunkan resistensi vaskular. Beberapa penelitian menuunjukkan bahwa nifedipin aman bagi kehamilan, akan tetapi perlu diingat bahwa pada pasien PEB diberikan juga medikamentosa berupa injeksi MgSO4 intravena sebagai anti kejang. Dalam hal ini cara kerja MgSO4 adalah

sebagai ion kompetitif bagi ion kalsium. Ion magnesium akan menggeser ion kalsium mencegah terjadinya penyaluran impuls syaraf sehingga mencegah terjadinya kejang. Jika nifedipin dan MgSO4 diberikan bersamaan maka akan berakibat penurunan tekanan darah yang drastis, hipotonus, serta berkurangnya refleks fisiologis. Nifedipin juga dapat menurunkan tekanan darah secara cepat dan tidak terkontrol sehingga dikhawatirkan akan mengganggu sirkulasi uteroplasenter

You might also like