You are on page 1of 21

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

Selasa, 08 November 2011

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala


CEDERA KEPALA I. KONSEP MEDIS A. Definisi Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001). Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. B. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut: 1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ). 2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ). 3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :

Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak. Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra. C. ETIOLOGI Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan. D. Glasgow Coma Seale (GCS) Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata. Skala GCS : Membuka mata : Spontan 4 Dengan perintah 3 Dengan Nyeri 2 Tidak berespon 1 Motorik : Dengan Perintah 6 Melokalisasi nyeri 5 Menarik area yang nyeri 4 Fleksi abnormal 3 Ekstensi 2 Tidak berespon 1 Verbal : Berorientasi 5 Bicara membingungkan 4 Kata-kata tidak tepat 3 Suara tidak dapat dimengerti 2 Tidak ada respons 1 E. Anatomi Kepala 1. Kulit kapala Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi. 2. Tulang kepala

3.

1. 2. 3.

4.

Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural. Lapisan Pelindung otak / Meninges Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter. Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter : Melindungi otak Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ). Membentuk periosteum tabula interna. Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyasedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala. Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel. Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena. Otak. Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak, 2. Efek-efek lanjutan dari sel- sel otakyang bereaksi terhadap trauma.

Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak. Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial). 5. Tekanan Intra Kranial (TIK). Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian. F. Jenis-Jenis Cedera Kepala 1. Fraktur tengkorak Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini. 2. Cedera otak dan gegar otak Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran

3.

4.

5.

6.

7.

8.

pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat. Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio,laserasi dan hemoragi. Komosio serebral Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan amnesia atau disonentasi. Kontusio cerebral Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%). Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi ) Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak. Hemotoma subdural Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan aneusrisma. Hemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik. hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau lasersi Hemotoma subdural subakut adalah suatu kontusio sedikit berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor terjadi pada lansia. Hemotuma subaradinoid Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering kali bersifat kronik. Hemorasi infracerebral.

Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba. G. 1. 2. 3. MANIFESTASI KLINIS. Nyeri yang menetap atau setempat. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung). 4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah. 5. Penurunan kesadaran. 6. Pusing / berkunang-kunang. 7. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler 8. Peningkatan TIK 9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas 10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan. H. PATOFISIOLOGI Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tandatanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat. Proses Primer Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena. Proses Sekunder Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari

intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan. Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis. Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusatpusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak. Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus. Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus. Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakankerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi : 1. CT scan (dengan / tanpa kontras) Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. 2. MRI Digunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras radioaktif. 3. Cerebral Angiography Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma. 4. Serial EEG Dapat melihat perkembangan gelombang patologis. 5. Sinar-X Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang. 6. BAER Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil. 7. PET Mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak. 8. CSS Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. 9. Kadar elektrolit Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intracranial. 10. Screen Toxicology Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. 11. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural. 12. Toraksentesis menyatakan darah / cairan. 13. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup) AGD adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basa. J. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari factor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah. Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang

memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO 2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO 2 ini yakin dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic paralisis. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO 2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial. Penatalaksanaan konservatif meliputi : 1. Bedrest total. 2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran). 3. Pemberian obat-obatan Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi. Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau glukosa 40%, atau gliserol 10%. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol. 4. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. 5. Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga, pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-300 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya. K. a. b. c. d. e. f. g. KOMPLIKASI Perdarahan ulang Kebocoran cairan otak Infeksi pada luka atau sepsis Timbulnya edema serebri Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK Nyeri kepala setelah penderita sadar Konvulsi

II. KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital

ala

a. Aktifitas dan istirahat Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara berjalan tidak tegap, masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma ortopedi, kehilangan tonus otot. b. Sirkulasi :Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yg diselingi bradikardia disritmia) c. Integritas ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian Tanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi. d. Eliminasi Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi e. Makanan/cairan Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan selera Tanda : muntah,gangguan menelan f. Neurosensori :Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental, Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan, Wajah tdk simetris, Genggaman lemah tidak seimbang, Kehilangfan sensasi sebagian tubuh g. Nyeri/kenyamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama : Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri, nyeri yang hebat,merintih. h. Pernafasan Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengi. i. Keamanan Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan, Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak, Demam. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

ala

da

da

da

1. 2.

3.

4. 5. 6.

Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada pusat pernapasan di otak, kelemahan oto-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator. Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan penumpukan sputum, peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif. Perubahan kenyamanan: nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.

C. RENCANA KEPERAWATAN DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma. Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien. Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mualmual dan muntah, GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal. Intervensi Rasionalisasi Mandiri Deteksi dini untuk memprioritaskan Kaji faktor penyebab dari intervensi, mengkaji status situasi/keadaan individu/penyebab neurologis/tanda-tanda kegagalan koma/penurunan perfusi jaringan untuk menentukan perawatan dan kemungkinan penyebab kegawatan atau tindakan peningkatan TIK. pembedahan. Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 Suatu keadaan normal bila sirkulasi jam serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolic) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intrakrinial. Adanya peningkatan tekanan darah,

Evaluasi pupil, ketajaman, dan cahaya.

amati ukuran, reaksi terhadap

Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.

Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.

Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung, lingkungan yang tenang. Sentuhan yang ramah, dan suasana / pembicaraan yang tidak gaduh. Cegah/hindarkan terjadinya valsava Mengurangi tekanan intratorakal dan maneuver. intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK. Bantu klien jika batuk, muntah. Aktivitas ini dapat meningkatkan intrathorakal/tekanan dalam thoraks dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK. Kaji peningkatan istirahat dan Tingkah nonverbal ini dapat tingkat laku. merupakan indikasi peningkatan TIK atau memberikan refleks nyeri dimana klien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK.

bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK. Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf III cranial (okulomotorik) yang menunjukkan keseimbangan antara parasimpatis dan simpatis. Respon terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi dari saraf cranial II dan III. Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolism dan O2 akan menunjang peningkatan TIK/ICP (Intracranial Pressure). Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat meningkatkan tekanan intracranial. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif. Memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.

Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase urine secara paten jika di gunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebabsebab TIK meningkat. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS. Kolaborasi : Pemberian O2 sesuai indikasi.

Dapat meningkatkan repons otomatis yang potensial menaikkan TIK.

Meningkatkan kerja sama dalam meningakatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan. Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit. Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral, volume darah, dan menaikkan TIK. Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dilakukan bila kemungkinan terdapat tanda-tanda deficit neurologis yang menandakan peningkatan ntrakranial. Pemberian cairan mungkin di inginkan untuk mengurangi edema serebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan TIK. Diuretic mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dari sel otak dan mengurangi edema serebral dan TIK. Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan. Mungkin di indikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan sensasi nyeri. Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan. Membantu memberikan informasi tentang efektifitas pemberian obat.

Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi darah dari dalam intracranial. Berikan cairan indikasi. intravena sesuai

Berikan obat osmosis diuretic contohnya : manitol, furoscide. Berikan steroid contohnya : dexamethason, methyl prenidsolon. Berikan analgesic narkotik contoh : kodein.

Berikan antipiretik asetaminofen.

contohnya

Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothrombin, LED.

DX 2 : Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan

depresi pusat pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas kembali efektif. Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab. Intervensi Rasionalisasi Berikan posisi yang nyaman, Meningkatkan inspirasi maksimal, biasanya dengan peninggian kepala meningkatkan ekspansi paru dan tempat tidur. Balik kesisi yang sakit. ventilasi pada sisi yang tidak sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. Observasi fungsi pernapasan, Distress pernapasan dan perubahan dispnea, atau perubahan tanda- pada tanda vital dapat terjadi sebagai tanda vital. akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunujukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia. Jelaskan pada klien bahwa tindakan Pengetahuan apa yang diharapkan tersebut dilakukan untuk menjamin dapat mengembangkan kepatuhan keamanan. klien terhadap rencana terapeutik. Jelaskan pada klien tentang Pengetahuan apa yang diharapkan etiologi/factor pencetus adanya dapat mengurangi ansietas dan sesak atau kolaps paru-paru. mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. Pertahankan perilaku tenang, bantu Membantu klien mengalami efek klien untuk control diri dengan fisiologi hipoksia, yang dapat menggunakan pernapasan lebih dimanifestasikan sebagai lambat dan dalam. ketakutan/ansietas. Periksalah alarm pada ventilator Ventilator yang memiliki alarm yang sebelum difungsikan. Jangan bias dilihat dan didengar misalnya mematikan alarm. alarm kadar oksigen, tinggi/rendahnya tekanan oksigen. Tarulah kantung resusitasi Kantung resusitasi/manual ventilasi disamping tempat tidur dan manual sangat berguna untuk ventilasi untuk sewaktu-waktu mempertahankan fungsi pernapasan dapat digunakan. jika terjadi gangguan pada alat ventilator secara mendadak. Bantulah klien untuk mengontrol Melatih klien untuk mengatur napas pernapasan jika ventilator tiba-tiba seperti napas dalam, napas pelan, berhenti. napas perut, pengaturan posisi, dan teknik relaksasi dapat membantu memaksimalkan fungsi dan system pernapasan. Perhatikan letak dan fungsi Memerhatikan letak dan fungsi ventilator secara rutin. ventilator sebagai kesiapan perawat Pengecekan konsentrasi oksigen, dalam memberikan tindakan pada

memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, monitor manometer untuk menganalisis batas/kadar oksigen. Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg). periksa fungsi spirometer. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi. Pemberian antibiotik. Pemberian analgesic. Fisioterapi dada. Konsul foto thoraks.

penyakit primer setelah menilai hasil diagnostik dan menyediakan sebagai cadangan. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas. Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan. Intervensi Rasionalisasi Kaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mucus, perdarahan, bronkhospasme, dan/atau posisi dari endotracheal/tracheostomy tube yang berubah. Evaluasi pergerakan dada dan Pergerakan dada yang simetris auskultasi suara napas pada kedua dengan suara napas yang keluar dari paru (bilateral). paru-paru menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran napas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada pneumonia/atelektasis akan menimbulkan perubahan suara napas seperti ronkhi atau wheezing. Monitor letak/posisi endotracheal Endotracheal tube dapat saja masuk tube. Beri tanda batas bibir. ke dalam bronchus kanan, Lekatkan tube secara hati-hati menyebabkan obstruksi jalan napas dengan memakai perekat khusus. ke paru-paru kanan dan Mohon bantuan perawat lain ketika mengakibatkan klien mengalami memasang dan mengatur posisi pneumothoraks. tube. Catat adanya batuk, bertambahnya Selama intubasiklien mengalami sesak napas, suara alarm dari refleks batuk yang tidak efektif, atau ventilator karena tekanan yang klien akan mengalami kelemahan

tinggi, pengeluaran sekret melalui otot-otot pernapasan endotracheal/tracheostomy tube, (neuromuscular/neurosensorik), bertambahnya bunyi ronkhi. keterlambatan untuk batuk. Semua klien tergantung dari alternatif yang dilakukan seperti mengisap lender dari jalan napas. Lakukan penghisapan lender jika Pengisapan lendir tidak selamanya diperlukan, batasi durasi dilakukan terus-menerus, dan pengisapan dengan 15 detik atau durasinya pun dapat dikurangi untuk lebih. Gunakan kateter pengisap mencegah bahaya hipoksia. yang sesuai, cairan fisiologis steril. Diameter kateter pengisap tidak boleh Berikan oksigen 100% sebelum lebih dari 50% diameter dilakukan pengisapan dengan ambu endotracheal/tracheostomy tube bag (hiperventilasi). untuk mencegah hipoksia. Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan mengurangi terjadinya hipoksia. Anjurkan klien mengenai tekhik Batuk yang efektif dapat batuk selama pengisapan seperti mengeluarkan sekret dari saluran waktu bernapas panjang, batuk napas. kuat, bersin jika ada indikasi. Atur/ubah posisi klien secara Mengatur pengeluaran sekret dan teratur (tiap 2jam). ventilasi segmen paru-paru, mengurangi risiko atelektasis. Berikan minum hangat jika keadaan Membantu pengenceran sekret, memungkinkan. mempermudah pengeluaran sekret. Jelaskan kepada klien tentang Pengetahuan yang diharapkan akan kegunaan batuk efektif dan membantu mengembangkan mengapa terdapat penumpukan kepatuhan klien terhadap rencana sekret di saluran pernapasan. terapeutik. Ajarkan klien tentang metode yang Batuk yang tidak terkontrol adalah tepat untuk pengontrolan batuk. melelahkan dan tidak efektif, dapat menyebabkan frustasi. Napas dalam dan perlahan saat Memungkinkan ekspansi paru lebih duduk setegak mungkin. luas. Lakukan pernapasan diafragma. Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tahap napas selama 3-5 detik Meningkatkan volume udara dalam kemudian secara perlahan-lahan, paru, mempermudah pengeluaran dikeluarkan sebanyak mungkin sekresi sekret. melalui mulut. Lakukan napas kedua, tahan, dan Pengkajian ini membantu batukkan dari dada dengan mengevaluasi keefektifan upaya melakukan 2 batuk pendek dan batuk klien. kuat.

dan Sekresi kental sulit untuk di encerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mucus, yang mengarah pada atelektasis. Ajarkan klien tindakan untuk Untuk menghindari pengentalan dari menurunkan viskositas sekresi. : sekret atau mosa pada saluran napas mempertahankan hidrasi yang pada bagian atas. adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000-1500 cc/hari bila tidak ada kontraindikasi. Dorong atau berikan perawatan Higine mulut yang baik meningkatkan mulut yang baik setelah batuk. rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. Kolaborasi dengan dokter, radiologi, Ekspektoran untuk memudahkan dan fisioterapi. mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien Pemberian ekspektoran. atas pengembangan parunya. Pemberian antibiotic. Fisioterapi dada. Konsul foto thoraks. Lakukan fisioterapi dada sesuai Mengatur ventilasi segmen paru-paru indikasi seperti postural drainage, dan pengeluaran sekret. perkusi/penepukan. Berikan obat-obat bronchodilator Mengatur ventilasi dan melepaskan sesuai indikasi seperti aminophilin, sekret karena relaksasi meta-proterenol sulfat (alupent), muscle/bronchospasme. adoetharine hydrochloride (bronkosol). DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang. Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah. Intervensi Rasional Jelaskan dan bantu klien dengan Pendekatan dengan menggunakan tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi lainnya nonfarmakologi dan non-invasif. telah menunujukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. Ajarkan relaksasi : Teknik-teknik untuk menurunkan Akan melansarkan peredaran darah ketegangan otot rangka, yang sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan dapat menurunkan intensitas nyeri akan terpenuhi dan akan mengurangi dan juga tingkatkan relaksasi nyerinya. masase. Ajarkan metode distraksi selama Mengalihkan perhatian nyerinya ke nyeri akut. hal-hal yang menyenangkan.

Auskultasi paru sebelum sesudah klien batuk.

Berikan kesempatan waktu istirahat bala terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman misalnya ketika tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan respons motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgesic untuk mengkaji efektivitasnya serta setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.

Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat. Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

DX 5 : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia. Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam fungsi serebral membaik, penurunan fungsi neurologis dapat d minimalkan /distabilkan. Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan tidak ada tanda-tanda peningktan TIK, Intervensi Rasional Kaji ulang tanda-tanda vital Mengkaji adanya kecenderungan klien dan status relirologis klien pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangankerusakan ssp. Monitor tekanan darah, catat Peningkatan tekanan darah sistemik adanya hipertensi sistolik secara yang diikuti penurunan tekanan darah teratur dan tekanan nadi yang distolik (nadi yang makin berat, obs, ht, pada klien membesar) merupakan tanda yang mengalami trauma multiple. terjadinya peningkatan TIK, juga diikuti ( yang berhubungan dengan trauma kesadaran.Hipovolumia/ Ht (yang berhubungan dengan trauma multiples) dapat mengakibatkan kerusakan / iskemik serebral. Monitor Heart Rate, catat adanya Perubahan pada ritme (paling sering bradikardi, takikardi atau bentuk bradikardia) dan disritmia dapat disritmia lainya. timbul yang encerminkan adanya depresi / trauma pada batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Monitor pernafasan meliputi pola Nafas tidak teratur menunjukkan

dan ritme, seperti periode apnea setelah hiperventilasi (pernafasan cheyne stokes). Kaji perubahan pada penglihatan ( penglihatan kabur, ganda, lap. Pandang menyempit dan kedalaman persepsi. Pertahankan kepala / leher pada posisi tengah/ pada posisi netral. Sokong dengan handuk kecil / bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15 45o sesuai indikasi / yang dapat ditoleransi. Kolaborasi pemberian O2 tambahan sesuai indikasi Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : - Diuretik - Steroid - Analgetik sedang - Sedatif

adanya gangguan serebral/ peningkatan TIK dan memerlukan intervensi lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan nafas buatan. Gangguan penglihatan dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak, merupakan konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempngaruhi pilihan intervensi Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah lain yang selanjutnya akan meningkat TIK. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga mengurangi kongesti dan edema / resiko terjadinya peningkatan TIK. Menurunkan hipoksemia yang mana dapat menaikkan vasodilatasi dan vol darah serebral yang meningkatkan TIK. Untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak TIK. Menurunkan inflasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Menghilangkan nyeri dan dapat berakibat pada TIK tetapi harus digunakan dengan hasil untuk mencegah gangguan pernafasan. Untuk mengendalikan kegelisahan agitas

DX 6 : gangguan nutrisi : kurang dari kbutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. Kriteria hasil : mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan pemeriksaan

laboratorium. Intervensi Mandiri Evaluasi kemampuan makan klien

Rasional Klien dengan tracheostomy tube mungkin sulit untuk makan, tetapi klien dengan endotracheal tube dapat menggunakan mag slang atau memberi makanan parenteral. Observasi/timbang berat badan jika Tanda kehilangan berat badan (7memungkinkan. 10%) dan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisme, kandungan glikogen dalam otot, dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator. Catat pemasukan peroral jika Nafsu makan biasanya berkurang dan diindikasikan. anjurkan klien untuk nutrisi yang masuk pun berkurang. makan menganjurkan klien memilih makanan yang di senangi dapat dimakan ( bila sesuai anjuran). Berikan makanan kecil dan lunak Mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan masuknya makanan, dan mencegah gangguan pada lambung. Kolaborasi Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat Aturlah diet yang diberikan sesuaii sangat diperlukan selama keadaan klien pemasangan ventilator untuk mempertahankan fungsi otot-otot respirasi. karbohidrat dapat berperan dan penggunaan lemak meningkat untuk mencegah terjadinya produksi co2 dan pengaturan sisa respirasi. Lakukan pemeriksaan laboratorium Memberikan informasi yang tepat yang diindikasikan seperti serum, tentang keadaan nutrisi yang transverin,BUN/kreatinin dan dibutuhkan klien. glukosa.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta : EGC http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala

http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluancedera-

You might also like