Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Agung Praptapa
Kalau kontrol adalah proses penjaminan bahwa kita akan mendapatkan apa yang
kita mau, maka sesuatu yang menjadikan kita tidak bisa mendapatkan apa yang
kita mau adalah sesuatu yang kita tidak bisa kontrol atau uncontrollable. Kata
‘kita’ disini untuk merepresentasikan orang-orang dalam organisasi, organisasi
itu sendiri, ataupun pemilik. Gampangnya, ‘kita’ mereprensentasikan ‘pihak yang
mengontrol’. Kita sering menetapkan target tertentu untuk perusahaan yang
kita pimpin, untuk bagian yang kita pimpin, untuk tim yang kita pimpin, bahkan
untuk kita sendiri sebagai pribadi, namun sering target tersebut tidak bisa
tercapai. Alasan tidak tercapainya target tersebut sangat beragam, namun
apapun alasannya masalahnya adalah karena kita tidak berhasil melakukan
kontrol dengan baik.
Memangnya seperti apa kontrol yang baik? Kontrol yang baik (good control)
tentunya adalah yang memberikan jaminan terbesar bahwa apa yang kita
inginkan dapat tercapai, dan apa yang tidak kita inginkan tidak terjadi. Dalam
beberapa kasus sering terjadi apa yang kita inginkan tidak terjadi sedangkan apa
yang tidak kita inginkan terjadi. Yang terakhir ini menandakan kontrol yang buruk
(bad control).
Lantas bagaimana kita menyiapkan sistem kontrol yang baik? Untuk menjawab
ini kita perlu cermati dulu mengapa kita tidak mendapatkan yang kita mau,
dengan kata lain mengapa sistem kontrol yang telah kita siapkan tidak dapat
bekerja sebagaimana mestinya. Sistem kontrol yang tidak bekerja ini bisa
disebabkan sistem kontrol itu sendiri yang tidak dirancang dengan baik, atau
bisa juga sistem kontrol telah dirancang dengan baik tetapi pelaksana sistem itu
sendiri yang tidak melaksanakan dengan baik. Dengan kata lain, sistem kontrol
tidak berjalan dengan semestinya karena ada problematika kontrol (control
problem).
Problematika kontrol yang ketiga adalah apa yang disebut personal limitation
(keterbatasan kemampuan), yaitu situasi dimana orang-orang yang
melaksanakan tugas tidak mampu mengerjakan tugas tersebut dengan baik
karena keterbatasan kemampuan mereka. Mereka tahu apa yang harus mereka
kerjakan, mereka mau bekerja sekeras yang seharusnya, tetapi sayangnya
mereka memang tidak mampu mengerjakan tugas tersebut dengan baik karena
keterbatasan kemampuannya.
Jadi jawaban dari pertanyaan mengapa kita tidak mendapatkan apa yang kita
mau adalah karena kita tidak berhasil mengatasi problematika kontrol, yang
terdiri dari kekurangan arahan, kekurangan motivasi, dan keterbatasan
kemampuan. Sekarang yang perlu temukan jawabannya adalah: bagaimana
mengatasi problematika kontrol?
Lack of direction sering terjadi karena visi dan misi organisasi tidak
terinternalisasi dengan baik. Visi dan misi organisasi terpajang dengan tampilan
yang cantik di dinding kantor tetapi tidak pernah dilakukan usaha yang serius
untuk menginternalisasikan (kata internalisasi saya pilih untuk menggantikan
kata sosialisasi, yang lebih populer digunakan tetapi sebenarnya tidak tepat)
kepada setiap orang dalam organisasi. Bisa saja internalisasi visi dan misi telah
dilakukan namun dengan cara-cara yang tidak efektif. Setelah internalisasi visi
dan misi, perlu dilihat pula bagaimana tujuan organisasi, target-targetnya,
sasaran jangka pendek dan jangka panjangnya telah diketahui dengan baik oleh
orang-orang bertanggungjawab mencapainya. Selanjutnya, kita perlu kita
ketahui apakah manajer dan para pelaksana tahu benar strategi yang telah
ditetapkan organisasi, beserta taktik dan program-programmya. Apakah orang-
orang kita benar-benar tahu apa yang seharusnya dikerjakan?
Lack of motivation terjadi saat orang memilih untuk bekerja tidak total karena
berbagai alasan. Orang tidak bekerja secara total antara lain karena mereka
merasa bekerja keras maupun tidak keras tidak akan berpengaruh pada karir
dan pendapatannya, tujuan pribadi tidak selaras (congruent) dengan tujuan
organisasi sehingga secara natural terdapat hambatan untuk bekerja total, dan
ada pula yang disebabkan karena orang tersebut pada dasarnya memang malas.
Motivasi eksternal adalah motivasi yang tumbuh karena faktor diluar diri
seseorang, seperti faktor upah dan insentif yang menarik, pujian atasan, takut
terhadap hukuman, dan malu pada teman. Motivasi eksternal dapat
ditumbuhkan melalui menyusunan sistem insentif yang menarik. Sistem bonus
yang menarik akan memotivasi orang lebih giat bekerja. Namun perlu diingat
disini bahwa motivasi eksternal tidak hanya muncul karena alasan insentif.
Kewibawaan atasan juga akan mempengaruhi motivasi. Atasan yang berwibawa
akan mendorong bawahannya mewujudkan apa yang dikehendaki oleh sang
atasan. Disamping kewibawaan, kedekatan antara anak buah dengan atasan
serta teladan yang diberikan atasan kepada bawahan akan mempengaruhi
motivasi seseorang.