You are on page 1of 12

Balai Budidaya Laut Batam

PEMIJAHAN ALAMI IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DI KERAMBA JARING APUNG Tinggal Hermawan, Muhammad Abduh Abstrak
Pemijahan merupakan salah satu elemen produksi benih yang cukup penting dalam usaha produksi benih berkualitas. Usaha untuk menghasilkan benih berkualitas dapat dilakukan dengan proses pemijahan yang menghasilkan telur yang berkualitas juga. Telur yang berkualitas dapat dihasilkan bila kondisi semua variable pemeliharaan induk dan pemijahan juga baik. Salah satu usaha untuk menghasilkan telur berkualitas adalah melakukan pemijahan alami pada tempat pemeliharaan yang mendekati kondisi alaminya. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2009, bertempat di Balai Budidaya Laut Batam, Jembatan III Pulau Setoko Batam. Tujuan kegiatan ini adalah untuk melihat kemungkinan pemijahan alami di Keramba jaring Apung sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas telur, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kualitas benih yang dihasilkan. Wadah yang dipergunakan adalah jaring berukuran 3x3x3m3. Kegiatan Pemijahan Alami Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Di Keramba Jaring Apung di Balai Budidaya Laut Batam meliputi kegiatan pemeliharaan induk, seleksi kematangan gonad, pemijahan dan penanganan telur. Induk ikan Kakap Putih dipelihara dan dipijahkan di Keramba Jaring Apung dengan jumlah 30 ekor. Rasio jantan betina adalah 2:1, dimana induk jantan berukuran 2-3 Kg berjumlah 20 ekor dan induk betina 3-5 Kg berjumlah 10 ekor di pelihara dan dipijahkan dalam satu jaring. Sistem penijahan yang dilakukan adalah dengan pemijahan alami, yaitu memijahkan induk tanpa manipulasi lingkungan maupun injeksi hormonal. Pemijahan dipasang happa (Screen Net) dalam jaring pemeliharaan dengan mesh size sekitar 500 mikron meter. Pengamatan pemijahan dilakukan setiap bulan terang (sekitar 5 hari) selama 3 bulan pengamatan. Setiap pukul 20.00-23.00 WIB diamati adanya pemijahan dan dilakukan pemanenan sesegera setelah pemijahan. Pemijahan alami di Keramba Jaring Apung menghasilkan jumlah telur yang cukup banyak dan relatif konstan selama lima hari pemijahan. Dari tiga bulan pengamatan dapat dilihat bahwa setiap siklus menghasilkan jumlah telur dan tingkat fertilisasi yang tidak terlalu jauh berbeda yaitu berjumlah 6.000.0008.000.000 butir/siklus. Kata kunci : Lates calcarifer, pemijahan alami, karamba jaring apung, hapa

PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan produk perikanan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk,

peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat tentang arti penting nilai gizi produk perikanan. Sebanyak 64% pasokan ikan dunia berasal dari hasil tangkapan di alam yang saat ini cenderung mengalami kejenuhan. Kondisi ini memberikan kesempatan bagi

Balai Budidaya Laut Batam

usaha marikultur khususnya budidaya perikanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dunia akan produk perikanan. Indonesia dengan potensi alamnya merupakan salah satu negara yang potensial menjadi produsen ikan dunia. Salah satu komoditas budidaya laut yang mempunyai prospek bagus adalah Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch), di Asia Tenggara dan Australia merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan salah satu spesies yang sangat populer dibudidayakan. Di Indonesia Kakap Putih merupakan komoditas budidaya laut terbesar kelima setelah rumput laut, kerang, kerapu dan kerang mutiara. Kakap Putih memiliki beberapa keunggulan seperti warna daging putih, pemeliharaan larvanya relatif lebih mudah dengan waktu pemeliharaan singkat, kesintasan yang dihasilkan tinggi, pertumbuhan yang cukup cepat, pakan yang digunakan dapat menggunakan pelet, dan dapat dibudidayakan baik di air laut (sea water) maupun air payau (brakish water). Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan perikanan tersebut diatas, maka diperlukan suplai benih yang berkualitas. Kualitas benih yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kualitas telur yang dihasilkan. Kualitas telur dipengaruhi oleh kualitas induk (kualitas pengelolaan pakan, air dan kesehatan ikan) dan kualitas pemijahannya. Pemijahan merupakan salah satu elemen produksi benih yang cukup penting dalam usaha produksi benih berkualitas. Usaha untuk menghasilkan benih berkualitas dapat dilakukan dengan proses pemijahan yang menghasilkan telur yang berkualitas juga. Telur yang berkualitas dapat dihasilkan bila kondisi

semua variable pemeliharaan induk dan pemijahan juga baik. Salah satu usaha untuk menghasilkan telur berkualitas adalah melakukan pemijahan alami pada tempat pemeliharaan yang mendekati kondisi alaminya. Selama ini pemijahan ikan Kakap Putih dilakukan di dalam bak pemijahan dengan teknik manipulasi lingkungan dan injeksi hormonal. Guna meningkatkan kualitas telur yang dihasilkan dilakukan usaha pemijahan dilingkungan alaminya (Keramba Jaring Apung) secara alami juga. Pemijahan alami ikan Kakap Putih di Keramba Jaring Apung ditujukan untuk mengkondisikan induk sesuai dengan kondisi alaminya dan mengurangi stres pada induk akibat pemijahan buatan maupun manipulasi lingkungan, serta penanganan yang berlebihan di bak terkontrol. Dengan pemijahan alami ini diharapkan telur yang dihasilkan merupakan telur yang berkualitas karena kondisi induknya diharapkan dalam kondisi optimal. Tujuan Tujuan kegiatan ini adalah untuk melihat kemungkinan pemijahan alami di Keramba jaring Apung sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas telur, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kualitas benih yang dihasilkan. TINJAUAN PUSTAKA Kakap Putih Lates calcarifer (Bloch) merupakan salah satu ikan ekonomis penting yang tersebar luas baik didarah tropis maupun sub tropis (Sirimontaporn, 1989 ; Rimmer, 2003). Kakap Putih Lates calcarifer (Bloch) adalah adalah spesies tropis dan sub tropis yang secara alami tersebar luas di kawasan Pasifik Barat

Balai Budidaya Laut Batam

dan Samudera India yang meliputi Australia, Asia Tenggara, Philippina dan negara disekitar Laut Arab (Kungvankij, et al. 1986; Sirimontaporn, 1989). Menurut Kungvankij, et al. (1986), distribusi ikan Kakap Putih meliputi kawasan Pasifik Indo-Barat dari Teluk Arab ke China, Taiwan, Papua New Guinea dan Utara Australia, berada antara pada garis longitudinal 50E 160W latitude 24N 25S. ` Tubuh ikan Kakap Putih memanjang, compressed, dengan caudal peduncle yang dalam. Sisik berupa sisik ctenoid berskala besar. Tubuh ikan Kakap Putih dibagi menjadi empat bagian besar yaitu kepala (anferior), perut (ventral), punggung (dorsal) dan ekor (posterior). Bagian kepala menonjol dengan mulut yang besar, dengan posisi miring (dibagian bawah), duri muka atas mencapai sebelah matanya, gigi villiform, tidak tampak seperti karnivora. Bagian bawah dari preoperculum memiliki tulang yang kuat. Operculum dengan tulang kecil dan mempunyai penutup tajam dibawah garis lateral. Insang bawah pertama terdiri dari 16 sampai 17 susunan insang. Bagian perut terdapat sirip pectoral pendek dan membulat, beberapa sirip pendek kuat menutupi dibawahnya. Sirip anal memiliki sarung pelindung yang bersisik. Sirip anal membulat dengan 3 tulang dan 7 sampai 8 tulang pendek. Pada bagian punggung terdapat sirip dorsal dengan 7 sampai 9 tulang dan 10 sampai 11 tulang lunak; suatu bentuk yang sangat nyata hampir membagi tulang belakang dari bagian lunak siripnya. Posterior adalah bagian paling ujung dari ikan Kakap Putih dimana terdapat sirip caudal yang membulat dengan 14 sampai 16 tulang lunak. Mempunyai dua fase warna dalam hidupnya, yaitu berwarna coklat buah zaitun dibagian atas dan perak dibagian

lainnya dan perut (biasanya juveniles) atau hijau/biru dibagian atas dan perak dibagian bawahnya (pada fase dewasa). Tidak ada bintik-bintik atau garis pada sirip maupun badannya (Kungvankij dkk, 1986).
Sirip Punggung Sirip Lunak Punggung Operculu m Mata Hidu ng Sirip Ekor

Mul Sirip Dada ut Sirip Perut Linea Lateralis

Sirip Dubur

Gambar 1. Bagian-bagian tubuh ikan Kakap Putih (Kungvankij dkk, 1986)

Untuk mengidentifikasikan ikan Kakap Putih jantan maupun betina secara morfologi sulit dilakukan. Sebelum ikan mencapai matang sexual, tidak bisa dibedakan ikan jantan dan betina. Namun terdapat beberapa perbedaan karakter yang dapat dijadikan acuan untuk membedakan ikan jantan dan betina. Karakter tersebut adalah moncong ikan jantan sedikit melengkung sedangkan ikan betina cenderung lurus. Ikan jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih langsing dari pada ikan betina, berat tubuh ikan betina lebih berat daripada ikan jantan pada ukuran yang sama. Ukuran disekitar kloaka ikan jantan lebih tipis/sempit dari pada ikan betina saat musim pemijahan. Selama musim pemijahan abdomen dari ikan betina relatif lebih membengkak dari pada ikan jantan (Kungvankij dkk, 1986). 3

Balai Budidaya Laut Batam

Ikan Kakap Putih merupakan jenis ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan jenis ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Musim pemijahan ikan Kakap Putih terjadi di daerah pemijahan (spawning ground) sepanjang muara sungai, laguna atau estuaria, dimana telur keluar selama periode pasang datang (Kungvankij dkk, 1986). Salinitas air yang tinggi diperlukan untuk menetaskan telur-telurnya. Telur dan larva hasil penetasan akan terbawa kearah daerah asuhan (nursery ground) estuaria air payau seperti daerah mangrove, dimana mereka akan berkembang dan menjalani fase larval. Waktu dan durasi pemijahan bervariasi anatar kawasan, sungai dan dari tahun ketahun, tetapi secara umum pemijahan tersinkronisasi sehingga pada saat pengasuhan (nursery), rawa estuari atau mangrove berada pada musim pasang. Pemijahan biasanya mulai setelah hujan badai yang pertama sebelum musim hujan (pertengahan Oktober-Januari). Pemijahan aktif terjadi selama periode bulan baru dan bulan purnama pada saat pasang sore. Pemijahan pembuahan terjadi diluar tubuh ketika telur dan sperma dikeluarkan secara sinkron kedalam air (www.abfa.info/fact/htm). Setelah pemijahan, telur yang dibuahi memerlukan waktu 15-20 jam untuk menetas dalam kondisi planktonik dengan ukuran rata-rata 1,5 mm. Minggu pertama larva sedikit menyerupai ikan dewasa, dengan perkembangan sirip yang masih sedikit. Pada ukuran 20 mm benih ikan telah menyerupai benar ikan dewasa dengan warna badan gelap. Saat ukuran mencapai 80 mm warna badan berubah menjadi perak seperti ikan dewasa (Kunvanjkij dkk, 1986).

Kakap Putih merupakan jenis ikan yang aktif mencari makan pada siang hari (diurnal). Kakap Putih juga merupakan jenis ikan demersal yang biasa hidup secara bergerombol. Ikan Kakap Putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan jenis ikan katadromous (besar di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan baik di air laut (sea water) dan air payau (brakish water) (Fermin dkk, 1996) maupun air tawar (fresh water) (Tarwiyah, 2001). Kebanyakan hidupnya dimulai dengan jenis kelamin jantan sebelum berubah menjadi betina dikemudian hari (Kungvankij dkk, 1986; Rimmer, 2003). Perubahan ini menjadikan ikan Kakap Putih diklasifikasikan sebagai ikan yang hermaprodite protandry (dari jantan berubah menjadi betina) atau ikan berkelamin ganda (Stikney, 2000). Perubahan jenis kelamin normalnya terjadi pada saat umur ikan sekitar tujuh tahun (sekitar 900 mm panjang). Terjadinya perubahan kelamin mungkin disebabkan oleh perubahan berat badan ikan. Perubahan jenis kelamin juga mengakibatkan terjaminnya kelangsungan generasi karena kondisi betina yanng besar dan kuat. Betina akan lebih tua, lebih tahan hidup dan dapat lebih beradaptasi dengan lingkungan lokal (Kungvankij dkk, 1986). Betina juga mampu untuk melewati adaptasi dan rintangan dengan memproduksi banyak benih jantan yang akan membuahinya (www.abfa.info/fact/htm).

Balai Budidaya Laut Batam

METODOLOGI Waktu Dan Tempat Kegiatan ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2009, bertempat di Balai Budidaya Laut Batam, Jembatan III Pulau Setoko Batam. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam kegiatan Pemijahan Alami Ikan Kakap Putih (Lates Calcarifer) Di Keramba Jaring Apung adalah tempat pemeliharaan dan pemijahan induk yang Keramba Jaring Apung (KJA) 3x3 meter, happa (screen net) untuk penahan telur, jaring pemeliharaan induk 3 x 3 meter, peralatan kerja (ember, baskom, serokan induk, serokan telur, dll), egg collector, alat pengecek gonad (kateter) dan aerator serta submersible pump. Bahan yang digunakan pada kegiatan ini meliputi induk Kakap Putih, pakan ikan rucah, pakan cumi-cumi, pellet ikan laut, vitamin C dan E, bio aquatic, minyak cumi, telur ayam, hormon, aquades dan anestesi. Metode Kegiatan Kegiatan Pemijahan Alami Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Di Keramba Jaring Apung di Balai Budidaya Laut Batam meliputi kegiatan pemeliharaan induk, seleksi kematangan gonad, pemijahan dan penanganan telur. a. Pemeliharaan Induk Induk dipeliharan pada Keramba Jaring Apung ukuran 3X3 meter. Dosis pakan yang diberikan adalah 1-3 %/berat badan ikan/hari. Pakan diberikan sekali sehari baik pagi maupun sore hari.

Pakan yang diberikan pertama merupakan formula dari campuran pakan ikan rucah dengan moist pellet campuran dan bio aquatic. Jenis formula yang kedua adalah campuran pakan ikan rucah dengan moist pellet campuran, bio aquatic dan vitamin E. Formula ketiga adalah campuran cumicumi dengan moist pellet campuran dan bio aquatic serta formula terakhir adalah campuran cumi-cumi dengan moist pellet campuran, bio aquatic dan vitamin C. Moist pelet campuran terbuat dari campuran pellet ikan laut dengan telur ayam dan minyak cumi. Pakan untuk induk ikan laut harus berbentuk solid dan berukuran relatif besar. Untuk mencampurkan semua bahan formula diatas menjadi bentuk yang solid dan besar dilakukan dengan cara memasukan vitamin dan bio aquatic kedalam kapsul dan dimasukan kedalam gumpalan moist pellet dan kemudian gumpalan tersebut dimasukan pada ikan rucah maupun cumi-cumi yang telah dibelah. Perbandingan pakan ikan rucah maupun cumi-cumi dengan moist pellet adalah 50 : 50. Penggunaan kapsul sebagai media penampungan vitamin dan bio aquatic dimaksudkan agar vitamin dan bio aquatic tidak larut dalam campuran yang mengandung air, sehingga isi dan komposisinya tidak berubah.

Balai Budidaya Laut Batam

Tabel 1. Jadwal Pemberian Pakan

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Hari

Formula Pakan Cumi-cumi + Pellet mix + Biovit aquatic Rucah + Pellet mix + Biovit aquatic Rucah + Pellet mix + Biovit aquatic Cumi-cumi + Pellet mix + Biovit aquatic + Vit C Rucah + Pellet mix + Biovit aquatic Rucah + Pellet mix + Biovit aquatic + Vit E

Keterangan Pelet Mix (Yellow eggs + Pellet + Squids oil)

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

Libur

b. Pengamatan Kematangan Gonadc. dan Seleksi Pengamatan kematangan gonad dilakukan pada awal pemeliharaan, yaitu pada bulan terang. Pemijahan dilakukan pada induk yang matang gonad. Pengecekan kematangan gonad dilakukan dengan melakukan kanulasi pada induk betina serta striping dilakukan untuk induk jantan. Selanjutnya induk yang telah dicek kematangan gonadnya diseleksi untuk kemudian dilakukan pemijahan secara alami. Seleksi yang dilakukan adalah ukuran induk jantan dan betina, kondisi dan morfologi induk serta rasio jantan betinanya. Rasio jantan betina adalah 2:1, dimana induk jantan berukuran 2-3 Kg berjumlah 20 ekor dan induk betina 3-5 Kg berjumlah 10 ekor di pelihara dan dipijahkan dalam satu jaring.

c. Pemijahan Pemijahan dilakukan secara alami di Keramba jaring Apung. Pemijahan alami dilakukan setiap awal bulan gelap atau akhir bulan terang. Satu hari sebelum saat perkiraan pemijahan happa (screen net) dipasang didalam jaring pemeliharaan. Setiap malam antara pukul 20.00-23.00 diamati adanya pemijahan didalam happa. Apabila terjadi pemijahan, sesegera mungkin dilakukan pemanenan telur dengan menyerok telur didalam happa di diletakan dalam penampungan telur di KJA yang telah dilengkapi denga air mengalir dan aerator. Pemanenan secara dini setelah pemijahan dilakukan agar telur hasil pemijahan tidak hilang terbawa arus, mengingat bagian bawah happa tidak disaring sehingga hanya telur dengan kualitas baik yang dipanen.

Balai Budidaya Laut Batam

d. Penanganan Telur Telur yang dipanen harus segera ditangani secara benar sehingga kualitasnya tidak menurun. Setelah dipanen telur diletakan pada penampung telur, berupa screen net pada bak fiberglass berukuran 1 m3 yang dilengkapi sistem air mengalir dan aerasi. Sebelum diletakan pada penampungan tekur terlebih dahulu di suci hamakan dengan merendam dengan larutan disinfektan iodine 5 ppm selama 10 menit. Setelah pensucihamaan selesai telur disaring dengan saringan untuk membuang kotoran yang terbawa saat panen. Pada pagi hari telur sebelum menetas segera dipindahkan kedalam bak inkubator untuk ditetaskan. HASIL DAN PEMBAHASAN Induk ikan Kakap Putih dipelihara dan dipijahkan di Keramba Jaring Apung dengan jumlah 30 ekor. Rasio jantan betina adalah 2:1, dimana induk jantan berukuran 2-3 Kg berjumlah 20 ekor dan induk betina 3-5 Kg berjumlah 10 ekor di pelihara dan dipijahkan dalam satu jaring. Sistem penijahan yang dilakukan adalah dengan pemijahan alami, yaitu memijahkan induk tanpa manipulasi lingkungan maupun injeksi hormonal. Induk dibiarkan saja pada jaring pemeliharaan, hanya saja beberapa hari sebelum waktu perkiraan pemijahan

dipasang happa (Screen Net) dalam jaring pemeliharaan dengan mesh size sekitar 500 mikron meter. Pengamatan pemijahan dilakukan setiap bulan terang (sekitar 5 hari) selama 3 bulan pengamatan. Setiap pukul 20.00-23.00 WIB diamati adanya pemijahan dan dilakukan pemanenan sesegera setelah pemijahan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil telur menggunakan serokan lalu di letakan dalam kolektor telur berupa screen net mesh size 400 mikron yang ditempatkan dalam bak 1 m3 dengan fasilitas air mengalir dan suplai aerasi. Selama perkiraan jam pemijahan diusahakan induk dalam kondisi yang tenang dan tidak mendapat cahaya yang berlebihan. Begitu juga saaat pelaksanaan panen, diusahakan panen dilakukan dengan sangat hati-hati, sehingga induk ikan Kakap Putih tidak stres yang akan berpengaruh terhadap pemijahan hari selanjutnya. Variable yang diamati dalam kegiatan pemijahan ikan Kakap Puih secara alami di Keramba Jaring Apung adalah, jumlah telur yang dihasilkan tiap hari selama seklus pemijahan (sekitar 5 hari) dan tingkat fertilisasi telurnya selama tiga bulan, Mei, Juni dan Juli 2009. Hasil pengamatan yang dilakukan disajikan secara lengkap pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pemijahan
Bulan

Hari

Mei Jumlah (butir) FR (%) 73,0 84,0 87,0 70,0 65,0 75,8

Juni Jumlah (butir) 980.000 2.400.000 1.600.000 1.150.000 1.050.000 7.180.000 FR (%) 69,0 76,0 74,0 80,0 60,0 71,8

Juli Jumlah (butir) 2300000 2160000 1700000 840000 1250000 8.250.000 FR (%) 82,0 80,0 71,0 75,0 70,0 75,6

1 2 3 4 5 Jml/rata-rata

1.600.000 1.350.000 2.050.000 800.000 960.000 6.760.000

Balai Budidaya Laut Batam

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pemijahan alami di Keramba Jaring Apung menghasilkan jumlah telur yang cukup banyak dan relatif konstan selama lima hari pemijahan. Dari tiga bulan pengamatan dapat dilihat bahwa setiap siklus menghasilkan jumlah telur dan tingkat fertilisasi yang tidak terlalu jauh berbeda yaitu berjumlah 6.000.0008.000.000 butir/siklus. Jumlah ini memang relatif lebih kecil jika melihat jumlah induk betina yang telah matang gonad dalam satu kelompok, namun mengingat ini adalah pemijahan tanpa tekanan baik hormon maupun stres, maka jumlah yang dihasilkan termasuk cukup baik.

Tingkat fertilisasi rata-rata terlihat cukup baik berkisar 71-75%, walaupun tidak sebaik apabila dilakukan pemijahan secara buatan, yang rata-rata mencapai >80%. Tidak cukup tingginya fertilisasi yang terjadi kemungkinan disebabkan tidak adanya pemacu pemijahan seperti pada rangsang hormonal sehingga potensi induk jantan dan betina diekspliotasi dengan maksimal. Pada pemijahan ini potensi tidak tereksploitasi secara keseluruhan karena tidak ada tekanan hormonal, stres dan lainnya. Dengan jumlah telur dan tingkat fertilitas yang cukup baik, maka pemijahan alami di KJA merupakan satu alternatif usaha pembenihan yang sangat layak untuk diperhitungkan.

Gambar 1. Jumlah Telur selama Pengamatan

Gambar 2. Tingkat fertilisasi selama pemijahan

Balai Budidaya Laut Batam

Dari analisa grafik dapat dilihat bahwa hari pemijahan yang mempunyai jumlah dan kualitas terbaik adalah pemijahan hari ke dua dan ketiga. Hal ini kemungkinan pada hari kedua dan ketiga merupakan puncak pemijahan pada siklus pemijahan ikan Kakap Putih, sehingga kuantitas dan kualitasnya paling baik diantara hari lainnya. Puncak pemijahan merupakan saat dimana potensi pemijahan dari satu kelompok induk tereksploitasi paling maksimal. Pada puncak pemijahan merupakan saat dimana induk paling banyak mijah pada saat yang bersamaan. Sistem pemeliharaan model ini juga mempunyai prospek yang bagus dalam rangka pengelolaan induk, karena sistem ini memang dipilih untuk meminimalkan resiko rusak, stres dan kematian induk akibat terlalu banyak penanganan apabila dipijahkan secara buatan di bak terkontrol. Selain itu sistem pemeliharaan dan pemijahan yang berada disatu tempat Keramba Jaring Apung, juga akan sangat mengefisienkan biaya operasional pemeliharaan induk dan produksi telur. Dari kegiatan pemijahan alami ikan Kakap Putih di KJA ini ternyata dapat dijadikan sebagai basis produksi, karena jumlah dan tingkat fertilisasinya cukup baik, sehingga apabila ini diterapkan dalam produksi akan sangat membantu mengefisienkan biaya pemeliharaan dan pemijahan induk.

antara 6-8 juta butir/siklus maupun kualitasnya yang ditandai dengan tingkat fertilisasinya yang diatas 70%. Pemijahan sistem ini sangat mungkin dikembangkan, melihat biaya dan tenaga yang dibutuhkan sangat efisien dan yang paling pentinng dengan pemijahan sistem ini induk tidak berada dalam kondisi yang stres, sehingga kualitas telur dan benih yang dihasilkan akan sangat baik.. Saran Untuk meningkatkan jumlah telur dan tingkat fertilisasi dapat dilakukan dengan perbaikan sarana pemijahan di KJA maupun perbaikan dalam pengelolaan induk, sehingga induk-induk yang dipijahkan benar-benar induk yang sehat dan siap pijah. Perlengkapan pemijahan yang perlu diperbaiki adalah penyediaan happa yang berbentuk kantong tanpa lobnang dibagian bawah, sehingga semua telur dapat tertampung tanpa takut hanyut terbawa arus vertikal. Dengan model happa ini diharapkan jumlah telur yang terpanen semakin optimal. DAFTAR PUSTAKA www.abfa.info/fact/htm www.fao.org www.ZipCodeZoo.com FAO (2006) : State of world aquaculture 2006; Inland Water Resources and Aquaculture. Service Fishery Resources Division, FAO Fisheries Department. Rome. FAO (2008) : FAO Fisheries Yearbook Statistics. FAO Fisheries Department.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemijahan alami ikan Kakap Putih di Keramba Jaring Apung telah berhasil dilaksanakan dengan hasil yang cukup bagus, baik jumlahnya yang berkisar

Balai Budidaya Laut Batam

Fermin, A.C., Ma. Edna C., Bolivar dan Gaitan, A. (1996) : Nursery rearing of the Asian sea bass, Lates calcarifer, fry in illuminated floating net cages with different feeding regimes and stocking densities. Aquatic Living Resource 9 (1996) 43-49 Cheong, L. (1989) : Status of knowledge on farming of Seabass (Lates calcarifer) in South East Asia. Advances in Tropical Aquaculture Tahiti, Aquacop. Ifremer. Actes De Colloque 9 Pp. 421-428. Hermawan, T., Akbar, S. dan Dikrurahman (2004) : Pengembangan Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. DKP. Batam. Howerton, R. (2001) : Best Management Practices for Hawaiian Aquaculture Center for Tropical and Subtropical Aquaculture. Publication No. 148. Waimanalo, Hawaii, USA. Katersky, R.S. dan Carter, C.G. (2004) : Growth Effeciency Of Juvenile Barramundi (Lates calcarifer) At High Temperatur. School of Aquaculture, Tasmania Aquaculture and Fisheries Institute. University of Tasmania. Australia. Kungvankij, P., B.J. Pudadera JR., L.B. Tiro JR. dan Potetas, I.O. (1986) : Biology and Culture of Seabass (Lates calcarifer). Training Manual, Selected Publication. Series, 3:170. NACA. Bangkok Thailand.

Kungvankij dan Suthemechaikul (1986) : Mass Production of Sea Bass (Lates calcarifer, Bloch) by Entvironment Manipulation. Network of Aquaculture Centres in Asia, RAS/76/003. Losordo, T.M, Michael P.M, James R. (1998) : Recirculating Aquaculture Tank Production Systems; An Overview of Critical Considerations. SRAC Publication No. 451 MacKinnon, M.R. (1989) : Status and potential of Australian Lates calcarifer culture. advances in tropical aquaculture tahiti, Aquacop Ifremer Actes de Colloque 9 pp 713727. MacKinnon, M.R. (1987) : Rearing and growth of larval and juvenile barramundi (Laces calcarifer) in Queensland. In : J.W. Copland and D.L. Grey (Eds). Management of Wild and Cultured Seabass/Barramundi (Laces calcarifer). Proceedings of an international workshop held at Darwin N.T. Australia, ACIAR Proceedings, N o 20 : 148-156. Maeno, Y., De La Pea, L.D., dan CruzLacierda, E.R. (2004) : Mass Mortalities Associated With Viral Nervous Necrosis In HatcheryReared Sea Bass (Lates calcarifer) in the Philippines. JARQ 38 (1), 69 73 (2004) Marte, C.L. (2003) : Larviculture of Marine Species in Southeast Asia: Current Research And Industry

10

Balai Budidaya Laut Batam

Prospects. Aquaculture Volume 227, Issues 1-4, Pages 293-304 Piper, R.G., Ivan, B.M., Leo, E.O., Joseph, P.M., Laurice, G.F, dan Jhon, R.L. (1982) : Fish Hatchery Management. United States Departemen of the Interior, Fish and Wildlife Service. Washington. DC. Rimmer, M.A. 2003. Barramundi. In: J.S. Lucas & P.C. Southgate (eds), Aquaculture: Farming Aquatic Animals and Plants 364-381. Santoso, H. dan Bambang, B.R. (1996) : Pembenihan Ikan Kakap Putih. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Laut. Lampung. 36 hal.

Sirimontaporn, P. (1989) : Introduction to the Taxonomy and Biology of the Seabass, (Lates calcarifer); Seabass (Lates calcarifer) Culture in Thailand. FAO. Bangkok Stickney, R.R. (2000) : Encyclopedia Of Aquaculture. A Wiley-Interscience John Wiley & Sons, Inc Publication. New York Tarwiyah. (2001) : Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) Skala Rumah Tangga (HSRT-Hatchery Skala Rumah Tangga). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan Dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi. Jakarta Tattanong, T. dan Maneewongsa, S. (1989) : Broodstock Rearing of Seabass; Seabass (Lates calcarifer) Culture in Thailand. FAO. Bangkok

11

Balai Budidaya Laut Batam

12

You might also like