Professional Documents
Culture Documents
PEMBIMBING dr. Perwitasari Bustami, Sp.S disusun oleh : Mohamad Walid Kuncoro 110.2006.161
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI SMF NEUROLOGI RSUD SERANG Oktober 2011
PRONATOR SYNDROME
Syndrome klinis Ada beberapa lokasi dari penjepitan nervus mediana pada lengan bawah. Nervus mediana dapat terjepit di lasertus fibrosus, di tepi lateral muskulus flexor digitorum superficialis, oleh serabut fibrosa dari kaput superficial muskulus pronator teres, atau, yang lebih sering oleh muskulus pronator teres itu sendiri. Kompresi n. mediana oleh muskulus pronator teres disebut pronator syndrome. Onset dari gejala biasanya didapati setelah pergerakan sendi siku secara repetitive, seperti memotong kayu, berkayuh, dan membersihkan ikan, meskipun terkadang onset lebih sering ditemui tanpa adanya trauma sebelumnya. Secara klinis pronator syndrome bermanifestasi klinis sebagai sensasi nyeri kronik yang terlokalisir pada lengan bawah dengan nyeri terkadang menjalar ke siku. Pasien dengan pronator syndrome mengeluh sensasi lelah atau berat pada lengan bawah dengan aktifitas minimal dan kekakuan pada ekstremitas yang terkena. Gejala sensorik dari pronator syndrome identik dengan gejala dari carpal tunnel syndrome. Bedanya dengan carpal tunnel syndrome, gejala malam hari tidak biasanya ditemukan pada pronator syndrome.
Tanda dan gejala Temuan fisik pada pronator syndrome termasuk kelemahan pada lengan bawah di regio muskulus pronator teres. Hipertrofi unilateral dari muskulus pronator teres mungkin ditemukan. Tinel sign positif dari n. mediana yang melalui bagian bawah muskulus pronator teres mungkin juga dapat terjadi. Kelemahan otot intrinsic dari lengan bawah dan tangan yang diinervasi oleh n. mediana dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan otot manual secara hati-hati. Test positif terhadap pronator teres syndrome, dimana nyeri muncul ketika dilakukan pronasi pada lengan pasien yang supinasi, sangat sugestif terhadap kompresi pada n. mediana oleh muskulus pronator teres.
Pemeriksaan Electromyography membantu dalam membedakan cervical radikulopati, thorasic outlet syndrome, dan carpal tunnel syndrome dari pronator syndrome. Foto radiologis polos diindikasikan untuk menyingkirkan adanya proses patologis pada tulang yang tersembunyi. Berdasarkan klinis pasien, pemeriksaan tambahan termasuk pemeriksaan darah lengkap, asam urat, laju endap darah, dan pemeriksaan antinuclear antibody mungkin diindikasikan. Magnetic resonance imaging (MRI) dari lengan bawah diindikasikan apabila dicurigai adanya patologi primer pada siku ataupun adanya space occupying lesion. Suntikan terhadap nervus mediana pada siku dapat sebagai tindakan diagnostic dan therapeutic.
Diagnosis banding Penjepitan n. mediana oleh ligament bermanifestasi klinis sebagai nyeri lengan bawah persisten yang tidak dapat dijelaskan disebabkan oleh kompresi dari terhadap n. mediana oleh suatu ligament tidak normal yang berjalan dari processus supracondyler ke epicondylus medial. Secara klinis, sulit dibedakan dari pronator syndrome. Diagnosis ditegakkan menggunakan electromyography dan pemeriksaan velositas konduksi saraf yang menunjukan kompresi n. mediana pada siku dikombinasikan dengan temuan radiographic processus supracondyler. Kedua neuropati ini dapat dibedakan dari kompresi terhadap nervus interosseus anterior yang terjadi sekitar 6-8 cm dibawah siku. Syndrome ini juga dapat dibedakan dari cervical radikulopati yang mengenai radiks C6 atau C7, yang terkadang menyerupai kompresi n. mediana. Cervical radikulopati dan penjepitan nervus mediana dapat muncul bersamaan sebagai double crush syndrome. Double crush syndrome paling sering disertai dengan penjepitan n. mediana atau carpal tunnel syndrome. Thorasic outlet syndrome juga mungkin menyebabkan nyeri lengan bawah dirancukan dengan pronator syndrome. Nyeri pada thorasic outlet syndrome menjalar ke ulna dibanding bagian medial tangan.
Pengobatan NSAIDs atau COX-2 inhibitor digunakan sebagai terapi awal pada pengobatan pronator syndrome. Penggunaan antidepresan tirisiklik, seperti nortriptyline, sebagai dosis tunggal malam 25 mg yang dititrasi meningkat sesuai dengan efek samping yang ditoleransi juga bermanfaat, khususnya apabila adanya gangguan saat tidur. Pencegahan terhadap trauma yang repetitive juga penting dalam pencegahan neuropati ini. Apabila tindaka-tindakan ini gagal dalam meredakan gejala secara cepat, penyuntikan n. mediana pada siku dengan anestesi local dan steroid dapat digunakan sebagai tehap selanjutnya. Apabila gejala menetap, operasi bedah eksplorasi dan membebaskan n. mediana diindikasikan.
Efek samping dan komplikasi Blokade nervus mediana pada siku merupakan blockade yang aman, dengan komplikasi utama terjadi penyuntikan intravaskuler yang tidak sengaja dan parestesi sekunder persisten akibat trauma jarum pada nervus. Tekhnik ini dapat dikerjakan secara aman seiring kehadiran antikoagulan dengan menggunakan jarum ukuran 25 atau 27, sekalipun meningkatkan resiko terjadinya hematom, apabila situasi klinis menunjukan rasio resiko-benefit yang menguntungkan. Komplikasi-komplikasi ini dapat diturunkan apabila penekanan manual dilakukan pada area blockade secara cepat setelah penyuntikan. Penggunaan cold packs selama 20 menit setelah
periode blockade juga menurunkan jumlah nyeri pasca tindakan dan perdarahan yang mungkin dialami oleh pasien.
CUBITAL BURSITIS
Syndrome klinis Suatu penyebab yang tidak biasa dari nyeri pada siku, cubital bursitis terlihat di praktek klinis lebih sering akibat peningkatan jumlah orang yang menggunakan alat olahraga. Bursa cubiti terletak pada aspek anterior dari siku dan menyebabkan nyeri siku depan apabila mengalami inflamasi. Muncul sebagai kantong bursa single atau pada beberapa pasien tampak sebagai kantong multisegmental yang terlokulasi di tempat asalnya. Bursa cubiti mudah mengalami cedera akibat trauma akut dan mikrotrauma yang repetitive. Cedera akut lebih sering merupakan trauma langsung pada bagian depan siku. Pergerakan repetitive dari siku, termasuk latihan otot biseps berulang, lempar lembing dan baseballs, mungkin menghasilkan inflamasi dan pembengkakan dari bursa cubiti. Gout atau reumathoid arthritis jarang mempresipitasi terjadinya cubital bursitis akut. Apabila inflamasi dari bursa cubiti menjadi kronik, kalsifikasi pada bursa dapat terjadi.
Tanda dan gejala Pasien yang mengalami cubital bursitis sering mengeluhkan nyeri dan bengkak pada tiap gerakan di siku. Nyeri terlokalisir pada area cubiti dengan nyeri alih tercatat sering pada lengan bawah dan tangan. Pemeriksaan fisik menunjukan titik nyeri di bagian depan dari siku di atas bursa cubiti dan pembengkakan dari bursa. Ekstensi secara pasif dan flexi terbatas dari sendi siku menimbulkan nyeri, begitu juga dengan penekanaan pada bursa.
Pemeriksaan Diagnosis dari cubital bursitis biasanya dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Foto radiologi polos pada siku mungkin menunjukan kalsifikasi pada bursa dan struktur yang terkait dengan proses inflamasi kronis. MRI diindikasikan apabila adanya kekhawatiran akan adanya kemungkinan suatu patologi primer pada sendi siku. Pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan hiperuricemia dan penyakit vascular kolagen juga harus di pertimbangkan pada pasien yang tepat. EMG dan nerve conduction velocity menyingkirkan syndrome penjepitan saraf pada siku. Penyuntikan pada bursa cubiti dengan anestesi local dan steroid digunakan sebagai tindakan diagnostic sekaligus terapeutik.
Diagnosis banding Penyebab tersering dari nyeri pada siku adalah arthritis dari elbow joint, tennis elbow, golfers elbow, dan olecranon bursitis. Arthritis elbow joint mungin menyerupai cubital bursitis karena kedua kondisi nyeri ini terkait dengan gerakan pada sendi. Titik nyeri pada anterior yang tampak pada cubital bursitis tidak ditemukan pada arthritis elbow joint. Tennis elbow dan golfers elbow berbeda manifestasi klinis yang seharusnya tidak dirancukan dengan cubital bursitis karena titik nyeri pada nyeri ini terletak pada bagian lateral dan medial epicondylus, bukan pada bagian tengah, yang ditemukan pada cubital bursitis. Gout arthritis yang mengenai elbow joint bermanifestasi sebagai kondisi inflamasi akut yang difuse yang mungkin sulit dibedakan dari infeksi sendi, bukan sebagai syndrome nyeri musculoskeletal yang terlokalisir.
Penatalaksanaan Penanganan awal dari nyeri dan disability fungsional terkait dengan cubital bursitis termasuk kombinasi OAINS atau COX-2 inhibitor dan physical therapy. Penggunaan terapi panas dan dingin secara local mungkin juga bermanfaat. Pergerakan repetitive yang menyebabkan nyeri gejala harus dihindari. Bagi pasien yang tidak berespon, penyuntikan pada bursa cubiti dengan anestesi local dan steroid mungkin merupakan tahap selanjutnya yang dapat digunakan. Untuk menyuntik bursa cubiti, pasien dibaringkan dengan lengan adduksi pada sisi pasien dan siku diekstensikan dengan bagian dorsum tangan diletakkan pada handuk yang dilipat. Menggunakan spuit 5ml, 2ml anestesi local dan 40mg methylprednisolon disuntikan. Setelah persiapan steril pada kulit diatas aspek anterior sendi, klinisi mengidentifikasi pulsasi arteri brachialis pada lipatan siku. Setelah persiapan pada kulit dengan larutan antiseptic, dengan jarum no.25, 1 inchi jarum dimasukkan lateral dari arteri brachialis pada lipatan dan secara perlahan digeser sedikit ke medial melalui kulit dan jaringan subkutis. Apabila mengenai tulang, jarum ditarik kembali ke jaringan subkutis. Isi dari spuit disuntikan secara lembut. Harus ada sedikit tahanan untuk menyuntikan. Apabila ada tahanan, jarum mungkin berada pada tendon dan harus ditarik kembali sampai hasil suntikan tanpa tahanan berarti. Jarum dicabut, dan tekanan dengan kapas steril dan ice pack ditempatkan pada lokasi suntikan.
Efek samping dan komplikasi Komplikasi utama yang terkait dengan diagnosis cubital bursitis adalah misdiagnosis. Kegagalam klinis untuk mengenali arthritis inflamasi atau infeksi akut pada siku dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada sendi dan rasa sakit yang kronis dan cacat fungsional. Blokade bursa cubiti pada siku merupakan blockade yang aman, dengan komplikasi utama
terjadi penyuntikan intravaskuler yang tidak sengaja dan parestesi sekunder persisten akibat trauma jarum pada nervus. Tekhnik ini dapat dikerjakan secara aman seiring kehadiran antikoagulan dengan menggunakan jarum ukuran 25 atau 27, sekalipun meningkatkan resiko terjadinya hematom, apabila situasi klinis menunjukan rasio resiko-benefit yang menguntungkan. Komplikasi-komplikasi ini dapat diturunkan apabila penekanan manual dilakukan pada area blockade secara cepat setelah penyuntikan. Penggunaan cold packs selama 20 menit setelah periode blockade juga menurunkan jumlah nyeri pasca tindakan dan perdarahan yang mungkin dialami oleh pasien.