You are on page 1of 30

Katarak

Kelompok B7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 Mira_sangwoo@yahoo.com

PENDAHULUAN Latar Belakang Seorang laki-laki 57 tahun datang ke poli umum dengan keluhan penglihatan mata kanan bertambah kabur seperti berasap sejak 6 bulan yang lalu, tidak disertai mata merah dan nyeri. Pasien mempunyai riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu, pada pemeriksaan fisik: compos mentis, tanda vital dalam batas normal. Status ophthalmology: Visus OD 1/300 pin hole tetap, OS 20/40 pin hole 20/30. Pada OD didapatkan pupil keruh dan tampak ada bayangan coklat. Dan pada OS didapatkan bayangan keruh pada sebagian lensa. Kornea jernih, tekanan bola mata (N)/palpasi, funduskopi, OD sulit dinilai, OS samar kesan normal. Dengan bahan kuliah sebagai garis panduan, aspek yang dibahas dalam PBL untuk mengkaji penyakit-penyakit yang menjadi kemungkinan pada kasus di atas adalah: Pemeriksaan fisik dan penunjang Differential diagnosis dan working diagnosis Epidemiologi Etiologi Patofisiologi dan manifestasi klinis Penatalaksanaan (medical mentosa dan non-medical mentosa) Prognosis Pencegahan

Objektif Sasaran pembelajaran : Mempelajari pemeriksaan fisik dan penunjang untuk suspek katarak. Mengjustifikasi working diagnosis and differential diagnosis untuk kasus Mengkaji epidemiologi dan etiologi penyakit Mempelajari patofisiologi dan manifestasi klinis untuk penyakit Mempelajari penatalaksanaan (medical mentosa dan non-medical mentosa) Menyatakan prognosis dan pencegahan pada katarak.

DISKUSI

Katarak Identifikasi Istilah yang Tidak Diketahui: Dalam kasus ini, istilah yang tidak diketahui tidak ditemukan.

Rumusan Masalah: Laki-laki 57 tahun dengan keluhan penglihatan mata kanan bertambah kabur seperti berasap sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu. Ocular dextra pupil keruh dan bayangan coklat, ocular sinistra bayangan keruh pada sebagian lensa. Analisis dan Pemecahan Masalah:

Core bagi mind mapping kasus ini adalah Laki-laki 57 tahun dengan penglihatan mata kanan bertambah kabur seperti berasap sejak 6 bulan lalu, riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu

Anamnesis Pada anamnesis, ketelitian dalam mencari riwayat penyakit sangatlah penting untuk mengetahui progresifitas dan kerusakan fungsi penglihatan yang disebabkan karena katarak dan dalam mengidentifikasi penyebab lain yang mungkin menyebabkan kekeruhan lensa. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diperlukan dalam menganamnesis pasien terduga katarak yakni:1,2,3,4 Usia pasien Riwayat kemunduran pengelihatan Gangguan pengelihatan Ciri-ciri penyakitnya Adanya glare Adanya rasa nyeri Adanya gatal Jumlah mata yang terkena Riwayat penyakit yang sama sebelumnya Riwayat penyakit mata lain sebelumnya Riwayat penggunaan soft lens Riwayat paparan bahan toksik Riwayat penggunaan bahan-bahan seperti eserin, steroid, ergot,

antikolinersterase topical Riwayat penyakit sistemik seperti DM, hipertensi Riwayat penyakit predisposisi Riwayat genetic dan gangguan perkembangan Nilai visus pasien Lama tenggang waktu keluhan Pandangan buram Pandangan yang berantakan (distortion) Kesalahan persepsi warna (altered color perception)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pada penderita tersangka katarak adalah 1) dengan pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta menggunakan pinhole.

Gambar 1 : Kartu Snellen.

Gambar 2 : Slit lamp.

2) Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior. 3) Tekanan intraokular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz. Jika TIO dalam dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien.2 Derajat 1: nukleus lunak, biasanya visus masih baik dari 6/12, tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refleks fundus masih mudah diperoleh. Usia penderita biasanya kurang dari 50 tahun. Derajat 2 : nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12-6/30, tampak nukelus mulai sedikit berwarna kekuningan. Refleks fundus masih mudah

diperoleh dan paling sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis posterior. Derajat 3: nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30-3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang keabu-abuan. Derajat 4 : nukleus keras, biasanya visus antara 3/60-1/60, tampak nukleus berwarna kuning kecoklatan. Refleks fundus sulit dinilai. Derajat 5 : nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia penderita sudah diatas 65 tahun. Tampak nukleus berwarna kecoklatan bahkan sampai kehitaman. Katarak ini sangat keras dan disebut juga sebagai Brunescence cataract atau Black cataract. 4) Pemeriksaan pupil dengan menggunakan center, pupil disinar dari depan kemudian diperhatikan warna pupil. Pupil berwarna hitam jika lensa jernih atau bisa didapat pada afakia. Pupil kelihatan putih atau abu-abu akibat kekeruhan atau katarak. Arah sinar diubah menjadi 45% dari samping kemudian diperhatikan perubahan kekeruhan lensa. Jika terlihat seluruh lensa tetap putih, bermakna katarak matura dengan Tes Shadow negatif. Jika sebahagian lensa terlihat hitam, bermakna katarak immature dengan hasil Tes Shadow positif. 5) Pemeriksaan funduskopi menggunakan alat oftalmoskop, sebaiknya dilakukan di ruang yang relative gelap, bila mata kanan pasien yang ingin diperiksa, pemeriksa harus duduk di sebelah kanan, memegang oftalmoskop dengan tangan kanan dan memeriksa dengan mata kanan dan sebaliknya. Diperhatikan fundus okuli. Normalnya bila media refraksi jernih, refleks fundus berwarna merah kekuningan di seluruh lingkaran pupil. Bila keruh, kelihatan bercak hitam didepan latar belakang merah kekuningan. Ini perlu dibedakan karena katarak matura sering dengan hasil refleks fundus negatif.3 Antara pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah biometri untuk mengukur power Intraocular lens (IOL) jika pasien akan dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi.2 Selain itu, pada pasien yang datang dengan riwayat penyakit dahulu seperti diabetes mellitus, dilakukan juga test rutin seperti CBC, glukosa, kolesterol, fungsi enzim hati dan lain-lain.

Pemeriksaan Penunjang I. Pemeriksaan laboratorium Diagnosis katarak senilis dibuat pada dasarnya setelah riwayat menyeluruh dan pemeriksaan fisik dilakukan. Pemeriksaan

laboratorium diminta sebagai bagian dari proses skrining preoperative untuk mendeteksi penyakit yang sudah ada (seperti diabetes mellitus, hipertensi, anomali dapat kardiak). mengarah Studi ke menunjukkan peningkatan bahwa

trombositopenia operasi.2

perdarahan

perioperative dan karena itu seharusnya dideteksi dan diatasi sebelum

II.

Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologis mata (seperti ultrasound, CT scan, MRI) diminta saat terduga adanya patologis pada bagian posterior mata dan pengamatan bagian belakang mata tertutup oleh katarak yang padat. Hal ini membantu dalam merencanakan tindakan operasi dan untuk memebrikan prognosis postoperasi
2

yang

lebih

terjaga

bagi

penyembuhan visual pasien.

Ultrasonografi dipakai untuk melihat struktur abnormal pada mata dengan kepadatan kekeruhan media dimana tidak memungkinkan melihat jaringan dalam mata secara langsung. Sinar ultrasonic direkam yang kaan memberikan kesan keadaan jaringan yang memantulkan getaran yang berbeda-beda. Ultrasonografi scan B merupakan tindakan melihat dan memotret alat atau jaringan dalam mata dengan menggunakan gelombang tidak terdengar. Alat ini sangat penting untuk melihat susunan jaringan intraocular. Bila USG normal dan terdapat defek aferen pupil maka operasi walaupun mudah, tetap akan memberikan tajam penglihatan yang kurang. Kelainan USG dapat disertai kelainan macula. USG juga merupakan pemeriksaan khusus untuk katarak terutama monocular dimana akan terlihat kelainan badan kaca seperti perdarahan, peradangan, ablasi retina, dan kelainan kongenital ataupun adanya tumor intraocular.1
6

Differential Diagnosis 1) Katarak diabetes

Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes mellitus dan biasanya bilateral. Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk. Pertama pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila tejadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali. Bentuk kedua, pasien diabetes juvenil dan tua yang tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular. Bentuk ketiga, katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histopatologi dan biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.4

Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemia terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa. Pada mata terlihat peningkatkan insidens maturasi katarak yang lebih pada pasien diabetes. Jarang ditemukan true diabetic katarak. Pada lensa akan terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsular yang sebagian jernih dengan pengobatan. Diperlukan pemeriksaan tes urine dan pengukuran darah gula puasa untuk menegakkan diagnosis.4

2) Katarak komplikata Merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, tumor intraocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid,

galaktosemia,dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intravena, steroid local lama, steroid sistemik, oral kontraseptik dan miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya didaerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata, linear, rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol. Dikenal dua bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior mata dan polus anterior bola mata.4 Katarak pada polus posterior mata terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina dan myopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial dan tidak berjalan cepat didalam nukleus, sehingga sering terlihat nukleus lensa tetap jernih. Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan. Katarak pada polus anterior bola mata biasanya diakibatkan oleh kelainan kornea berat, iridoksiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada iridoksiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaucoma akan terlihat katarak disiminata pungtata subkapsular anterior (katarak Vogt). Katarak komplikata akibat hipokalsemia berkaitan dengan tetani infantile,

hipoparatiroidisma. Pada lensa terlihat kekeruhan titik subkapsular yang sewaktu waktu menjadi katrak lamellar. Pada pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun.4 3) Diabetic retinopathy Terdiri dari proliferative dan non-proliferative di mana terjadinya microangiopathy dan neovaskularisasi di iris dan retina. Dengan pemeriksaan funduskopi, dapat dilihat neovascularisasi, vitreous haemorrhage, macular edema, dan traction retinal detachment. Ia disebabkan oleh

perjalanan penyakit diabtes mellitus sendiri yaitu:


1)

Peningkatan agregasi platelet dan viskositas darah yang menyebabkan retinal ischemia

2)

Faktor vasoproliferatif yang menyebabkan melemahnya dinding kapiler yang meningkatkan permeabiltas seterusnya menyebabkan microaneurisma dan macular edeman dengan adanya exudate

Urinalanalisis untuk mendeteksi level protein, BUN, dan kreatinin adalah predictor untuk diabetic retinopathy. Pasien sering kali asimptomatik, namun pada stage lanjut, terdapatnya gejala seperti floaters, blurred vision, distortion, and progressive visual acuity loss dan juga trouble seeing at night. Perjalanan dari diabetic retinopathy berlangsung lama, yaitu kirakira 30 tahun menderita diabetes mellitus, dengan faktor risiko seperti penyakit ginjal, kehamilan, merokok, hypertensi, hyperlipidemia, dan obesity.3

Working diagnosis 1) Katarak senilis imatur Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senilis dapat dibagi menjadi 4 stadium: Insipien Kekeruhan Cairan lensa Iris Bilik mata depan Sudut bilik mata Shadow test normal positif negatif Pseudopos normal sempit normal Terbuka ringan normal normal normal Imatur sebagian bertambah terdorong dangkal Matur seluruh normal normal normal Hipermatur Massif Berkurang Tremulans Dalam

Penyulit

glaukoma

Uveitis+glaukoma

Tabel 1.stadium katarak senilis

Pada katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotic bahan lensa yang degenerative. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga dapat terjadi glaucoma sekunder.1

Tabel 2.perbedaan penglihatan berdasarkan staging katarak

2) Katarak senilis brunesens Katarak yang berwarna coklat sampai hitam(katarak nigra) terutama pada nucleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.1

Anatomi dan fisiologi lensa Lensa adalah salah satu media refraksi yang terpenting pada mata dan memfokuskan sinar cahaya kepada retina. Lensa mata memberikan elemen tambahan pada kekuatan refraksi mata total (sekitar 10-20 dioptri, tergantung akomodasi individual) kepada kekuatan refraksi kornea (sekitar 43 dioptri). Lensa yang telah sepenuhnya berkembang berbentuk bikonveks dan merupakan struktur yang transparan. Lensa memiliki ketebalan sekitar 4mm dan beratnya meningkat seiring usia sampai 5 kali dari berat asalnya pada saat kelahiran. Berat lensa mata orang dewasa berkisar sekitar 220 mg.4

10

Lensa berasal dari ectoderm. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nucleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nucleus embrional, fetal, dan dewasa. Di bagian luar nucleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nucleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nucleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras disbanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar. Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:1 Kenyal atau lentur karena memgang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penghantaran Terletak ditempatnya

Etiologi Penyebab sebenar katarak sehingga kini belum diketahui pasti. Namun diperkirakan ianya ada hubungkait dengan konsep penuaan. Antaranya adalah teori putaran biologi, teori mutasi spontan, teori a free radical dan teori a cross-link.4 Teori putaran biologi. Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali sebelum jaringan mati. Sistem imunologis pula akan bertambah cacat dengan bertambahnya usia. Akibatnya, sel akan mengalami kerusakan. Teori mutasi spontan. Teori a free radical . Radikal bebas terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat. Reaksi antara radikal
11

bebas dengan molekul normal akan mengakibatkan degenerasi. Namun, radikal bebas dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E. Teori a cross-link. Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi normal sel.4 Sebagian besar katarak terjadi akibat proses penuaan, tetapi katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata, katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit atau gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes mellitus, katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi, katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik, kebiasaan buruk seperti merokok dan mengonsumsi alkohol, kurang asupan antioksidan, seperti vitamin A, C, dan E, katarak yang disebabkan oleh penggunaan obatobatan jangka panjang, seperti seperti obat-obat golongan statin dan squalene synthase inhibitor. Squalene merupakan enzim yang terdapat dalam tubuh dan berperan dalam metabolisme kolesterol. Inhibisi atau penghambatan enzimsqualene synthase akibat penggunaan obat penurun kolesterol dapat memicu terjadinya katarak.

Epidemiologi

Diperkirakan 5-10 juta individu mengalami kerusakan penglihatan akibat katarak setiap tahun (Newell, 1986). Di USA sendiri 300.000400.000 ekstraksi mata tiap tahunnya. Menurut WHO, di negara berkembang 1 - 3 % penduduk mengalami kebutaan dan 50 % penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju perbandingannya adalah 1,2 % penyebab kebutaan adalah katarak Insiden tertinggi pada katarak terjadi pada populasi yang lebih tua. Insidensi kebutaan adalah 1.47% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 3,5 juta orang dan katarak terjadi sebanyak 0.76% atau 210,000 orang pertahun. (Survey

12

Kesehatan Indra Mata Depkes RI). Presentasi angka kebutaan utama ialah katarak sebesar 0,70 %, kelainan kornea 0,1%, penyakit glaucoma 0,10%, kelainan refraksi 0,06%, kelainan retina 0,03% dan kelainan nutrisi 0,02%. Survey tersebut menyebutkan usia paling banyak yang terkena adalah usia di atas 55 tahun. Di Amerika Serikat, perubahan lenticular berkaitan dengan usia telah dilaporkan di 42% dari mereka antara usia 52-64, 60% dari mereka antara usia 65 dan 74, dan 91% dari mereka yang berusia antara 75 dan 85. Prevalensi katarak adalah 6,9 % dengan catatan kurang lebih 10 % mendapatkan terapi dan katarak dapat mengenai semua kelompok umur. Golongan wanita lebih mudah terkena daripada pria. Sedangkan menurut catatan The Framinghan Eye Study, katarak terjadi 18 % pada usia 65 74 tahun dan 45 % pada usia 75 84 tahun. Beberapa derajat katarak diduga terjadi pada semua orang pada usia 70 tahun. 95 % penyebab katarak adalah katarak senilis.5

Patofisiologi

Gambar 3 : Anatomi lensa mata.

Semakin lanjut usia, lensa mengalami perubahan berupa yang pertama, kapsul menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur,dan terlihat bahan granular. Kedua, epitel makin tipis, sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat, bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata. Ketiga,
13

serat lensa lebih irregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama-kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal. Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi. Manakala sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.3 Mengikut perubahan morfologi, katarak senilis dibahagi menjadi katarak nuklear, katarak kortikal dan katarak kupuliform. 1) Katarak Nuklear: inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi sklerotik. Lama-kelamaan inti lensa yang mulanya menjadi putih kekuning-kuningan menjadi coklat dan kemudian menjadi kehitam-hitaman . Keadaan ini disebut 2) Katarak Brunesen atau Katarak Nigra. Jenis katarak Nigra ( Brunesen ) ini terjadi pada pasien diabet dan miopia tinggi dimana tajam penglihatan lebih baik dari sebelumnya dan biasanya pada usia lebih dari 65 tahun. 2) Katarak Kortikal, terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa . Dapat menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam hari. 3) Katarak Kupuliform atau posterior subcapsular mulai dapat terlihat pada stadium dini katarak kortikal atau nuklear. Kekeruhan terletak dilapis korteks posterior dan dapat memberikan gambaran piring. 4 Klasifikasi katarak senilis berdasarkan maturitas dibagi menjadi empat yaitu Katarak insipient, Katarak Imatur, Katarak Hipermatur dan Katarak Matur. 1) Katarak insipient. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal seperti kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal), vakuol mulai terlihat di dalam korteks, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda morgagni), kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks

14

refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa, bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
2) Katarak Imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi

tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.
3) Katarak Matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air

bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium (Ca). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.
4) Katarak Hipermatur. Adalah katarak yang terjadi akibat korteks yang mencair sehingga

massa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (Katarak Morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat massa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik.3,4 Tabel 1 : Perbedaan stadium katarak berdasarkan klasifikasi maturitas. Insipien Kekeruhan Cairan lensa Ringan Normal Imatur Matur Hipermatur Masif Berkurang (air keluar)
15

Sebahagian Seluruh Bertambah Normal (air masuk)

Iris Bilik mata depan Sudut bilik mata Tes Shadow penyulit

Normal Normal Normal Normal -

Terdorong Dangkal Sempit + glaukoma

Normal Normal Normal -

Tremulans Dalam Terbuka Pseudops Uveitis dan glaukoma

Sumber : Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

5) Katarak Intumesen berupa kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slit lamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.3,4 Gejala Klinis Keluhan yang membawa pasien datang antara lain: 1. Pandangan kabur Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole. 2. Penglihatan silau Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau,dimana tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontrasyang menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau disiang hari atau merasa silau terhadap
16

lampu mobil yang berlawanan arahatau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini seringkali muncul pada penderita katarak kortikal. 3. Sensitifitas terhadap kontras Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbedawarna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsimata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak. 4. Miopisasi Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dancenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak. 5. Variasi Diurnal Penglihatan Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya

penderita katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada sinar redup. 6. Distorsi Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau bergelombang. 7. Halo Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yangterlihat di sekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma. 8. Diplopia monokuler Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover test dan pin hole.
17

9. Perubahan persepsi warna Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya. 10. Bintik hitam Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering bergerak-gerak.

Faktor risiko 1. Faktor resiko umum Usia Merokok Paparan cahaya UltraViolet Paparan medikasi dan lingkungan lain (kontroversi)

2. Katarak kortikal Biasanya merupakan hasil dari ketindakseimbangan elektrolit dan air o Peningkatan kadar natrium, klorin, dan kalsium o Penurunan kadar kalium Berkaitan dengan peningkatan tinggi dari permeabilitas membrane lensa 3. Katarak nuclear Berkaitan dengan modifikasi protein dan peningkatan pewarnaan (pigmen urokrom) Perubahan metabolism lensa lainnya o Peningkatan proteolysis o Penurunan produksi ATP o Penurunan kadar glutation Tidak dapat menahan stress oksidasi

18

Penatalaksanaan Penanganan non bedah meliput penanganan kelainan refraksi atau penggunaan kaca mata, penggunaan lampu baca khusus dan penggunaan midriatikum pada katarak subkapsularis posterior. Sampai saat ini belum ada obat antikatarak yang memiliki bukti kuat mampu menghambat atau meniadakan pembentukan katarak, namun d pasaran ada beberapa bahan dan suplemen yang mungkin sebagai anti katarak misalnya obat-obat penurun sorbitol, obat-obat yang menaikkan glutation dan antioksidan kgusus vitamin C dan itamin E. Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan kegitannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan. Indikasi operasi : - Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan. - Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma. - Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60. - Indikasi kosmetik Persiapan bedah katarak: Biasanya pembedahan dipersiapkan untuk mengeluarkan bagian lensa yang keruh dan dimasukkan lensa buatan yang jernih permanent. Pra bedah diperlukan pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk menentukan apakah ada kelainan yang menjadi halangan untuk dilakukan pembedahan. Pemeriksaaan ini akan memberikan informasi rencana pembedahan selanjutnya. Pemeriksaan tersebut termasuk hal-hal seperti: - Gula darah - Hb, Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan - Tekanan darah - Elektrokardiografi - Pernafasan
19

- Riwayat alergi obat - Pemeriksaan rutin medik lainnya dan bila perlu konsultasi untuk keadaan fisik prabedah - Tekanan bola mata - Uji Anel Positif, dimana tidak terjadi obstruksi fungsi ekskresi saluran lakrimal sehingga tidak ada dakriosistitis. - Uji Ultrasonografi Sken A untuk mengukur panjang bola mata. Pada pasien tertentu kadang-kadang terdapat perbedaan lensa yang harus ditanam pada kedua mata. Dengan cara ini dapat ditentukan ukuran lensa yang akan ditanam untuk mendapatkan kekuatan refraksi pasca bedah. - Keratometri mengukur kelengkungan kornea untuk bersama ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa intraokular yang akan ditanam. Dilakukan trlebih dahulu pemeriksaan khusus mata untuk mencegah terjadinya penyulit pembedahan seperti adanya infeksi sekitar mata, glaucoma, dan penyakit mata lainnya yang dapat menimbulkan penyulit waktu pembeahan dan sedudah pembedahan.

Pembedahan Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan. 1. Pengangkatan lensa Ada 2 macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa: A. ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau EKIK Ekstrasi intrakapsular merupakan teknik bedah katarak yang digunakan sebelum adanya bedah katarak ekstrakapsular. Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak senil. Dengan teknik tersebut dilakukan pengeluaran lensa dengan kapsul lensa secara keseluruhan. Indikasi EKIK terutama bermamfaat pada luksasio lensa dan katarak hipermatur. Bila zonula zinii tidak cukup adekwat untuk dilalukan EKEK maka lebih baik dilakukan EKIK. Kontra indikasi absolut meliputi katarak pada anak anak dan dewasa muda serta rupture kapsular traumatic. Kontra indikasi relatif meliputi miop tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya korpus vitreus di kamera Okuli anterior. Pada saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.

B. Ekstrasi katarak Ekstrakapsular (EKEK) Ekstrasi katarak Ekstrakapsular (EKEK) merupakan teknik operasi katak dengan melakukan pengangkatan nucleus lensa dan korteks lensa melalui pembukaan kapsul anterior dan meninggalkan kapsul posterior. EKEK merupakan kontra indikasi pada katarak dengan
20

Zonula zinii yang tidak adekwat. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma, mata dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder. Kapsul posterior yang yang masih intak pada EKEK mempunyaai kelebihan antara lain: 1.Mengurangi risiko CV prolaps 2.Untuk mendapatkan posisi anatomi yang lebih baik untuk fiksasi IOL 3.Mengurangi mobilitas iris dan vitreus yang terjadi pada gerakan saccadic(

endophthalmiodonesis) 4.Sebagai barier yang membatasi pertukaran molekul antara vitreus dan humour akuos. 5.Mengurangi kemungkinan masuknya bakteri ke vitreus yang dapat

menyebabkanendoftalmitis. 6.Mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan menempelnya dengan vitreus dengan iris, kornea dan luka incise.

Tabel 2 : Perbandingan ECCE dengan ICCE ECCE Pengeluaran lensa Nucleus dikeluarkan dari kapsul, korteks disuction Kapsula posterior & zonula zinii Incisi Iridektomi perifer Lebih kecil (8 mm) Tidak dilakukan Lebih besar (10 mm) Dilakukan untuk menghindari glaukoma karena blokade pupil Instrumen (rumit) Waktu Diperlukan Lebih lama Tidak diperlukan Lebih singkat Intak dikeluarkan ICCE Lens dikeluarkan secara in toto

21

Implantasi IOL

Posterior chamber

Anterior chamber (Pseudo-phakic Bullous Keratopathy)

Teknik Biaya Komplikasi yang meningkat

Lebih sulit Lebih banyak After-Cataract

Lebih mudah Lebih sedikit 1. Prolaps & degenerasi vitreus 2. Edema makula 3. Endophthalmitis 4. Aphakic Glaucoma 5. Fibrous & Endothelial ingrowth 6. Neovascular Glaucoma in Proliferative Diabetic Retinopathy

Komplikasi yang berkurang Seluruh komplikasi yang disebutkan pada ICCE Indikasi Prosedur rutin untuk semua jenis katarak (kecuali bila merupakan komplikasi)

After-Cataract

1. Dislokasi lensa 2. Subluksasi lensa (>1/3 bagian zonula rusak) 3. Chronic Lens Induced Uveitis 4. Katarak hipermatur dengan kapsula anterior yang tebal 5. korpus alienum intralentikular saat ada gangguan integritas kapsula posterior lensa.

Kontraindikasi

1. Dislokasi lensa 2. Subluksasi lensa (>1/3 bagian zonula rusak)

Pasien berusia < 35 tahun dimana terjadi perlengketan erat antara lensa dan vitreus (Ligament of Weigert)

22

Fakoemulsifikasi Fakoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi 3 mm. Untuk mencegah astigmatisme pasca bedah EKEK, maka luka dapat diperkecil dengan tindakan bedah fakoemulsifikasi. Pada tindakan ini lensa yang katarak di fragmentasi dan diaspirasi. Tindakan operasi katarak dengan Teknik Fakoemulsifikasi memiliki banyak keunggulan diantaranya : 1. Luka operasi sangat pendek(3 ml). 2. Dengan alat fako seluruh lensa dapat dihancurkan dan kemudian disedot/dihisap keluar. 3. Penggunaan lensa tanam hanya cukup ditutup dengan 1 atau 2 jahitan, atau pada kondisi tertentu tidak memerlukan jahitan sama sekali. 4. Masa penyembuhan lebih singkat.

Tata laksana postoperatif 1. 24 jam postoperative verban dibuka dan mata dibersihkan 2. Mata diperiksa seluruhnya terutama tajam penglihatan, secret dalam saccus konjungtiva, aposisi luka, kejernihan cornea, kedalaman bilik mata depan dan hifema, pupil, IOL, kapsula posterior, retina, dan tekanan intra okuli. 3. Tetes antibiotic-steroid topical diberikan setiap 4-6 jam dan salep diberikan sebelum tidur, digunakan untuk mengontrol infeksi dan inflamasi postoperatif dan diturunkan dosisnya dalam 4-6 minggu. 4. Pasien dianjurkan untuk menghindari mencuci kepala dalam waktu 1 minggu, mengangkat beban berat dalam 3 bulan.

Beberapa pasien dengan fungsi visual yang terbatas dapat dibantu dengan alat bantu optik bila operasi belum bisa dilakukan. Dengan monokuler 2,5 x 2,8, dan 4x lebih dekat ke objek, penggunaan magnifier, teleskop dapat membantu membaca dan kerja dekat. Katarak akan mengurangi kontras dan menyebabkan kabur. Panjang gelombang yang pendek menyebabkan penyebaran warna, intensitas dan jarak cahaya, jika pasien mampu mengatasinya terutama pada kondisi terang, penggunaan lensa absortif mampu mengurangi disabilitas.5
23

Komplikasi Komplikasi sebelum operasi 1. Glaukoma Glaukoma merupakan komplikasi katarak yang tersering. Glaukoma dapat terjadi karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. Fakolitik Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa. Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi mereabsorbsi substansi lensa tersebut.Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma. Fakotopik Berdasarkan posisi lensa, oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma Fakotoksik Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri (auto toksik). Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma. 2. Uveitis 3. Subluksasi atau Dislokasi Lensa Komplikasi selama operasi Hifema Perdarahan bisa terjadi dari insisi korneoskleral, korpus siliaris atau vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari luka harus dilakukan kauterisasi. Perdarahan dari iris yang normal jarang terjadi, biasanya timbul bila terdapat rubeosis iridis, uveitis heterocromik dan iridosiklitis. Komplikasi utama akibat hifema yang berlangsung lama adalah peningkatan TIO dan corneal blood staining.

24

Iridodialisis Iridodialisis dapat terjadi pada waktu memperlebar luka operas, iridektomi,

atau ekstrasi lensa. Iridodialisi yang kecil tidak menimbulkan ganngguan visus dan bisa berfungsi sebagai irisektomi perifer, tetapi iridodialisi yang parah dapat menimbulkan gangguan visus dan kosmetik. Perbaikan harus segera dilakukan dengan menjahit iris pada luka. Prolaps korpus vitreus Prolaps korpus vitreus merupakam komplikasi yang serius pada operasi katarak, keadaan ini dapat menyebabkan keratopati bulosa, epithelial dan stromal downgrowth, prolap iris, uveitis, glaukoma, ablasi retina, edema macula kistoid, kekeruhan korpus vitreus, endoftalmitis dan neuritis optic. Untuk menghindari hal tersebut, harus dilakukan vitrektomi anterior sampai segmen anterior bebas dari korpus vitreus. Perdarahan ekspulsif Perdarahan ekspulsif jarang terjadi, tetapi merupakan masalah serius yang dapat menimbulkan eksplusi dari lensa, vitreus, uvea. Penanganan segera dilakukan tamponade dengan jalan penekanan pada bola mata dan luka ditutup dengan rapat.

Komplikasi pasca operasi Edema kornea Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius, bisa terjadi pada epitel atau stroma yang diakibatkan trauma mekanik, aspirasi irigasi yang cukup lama, inflamasi dan peningkatan TIO. Biasanya akan teresobsi 4-6 minggu setelah operasi. Jika masih ditemukan edema kornea sentral setelah 3 bulan pasca operasi, perlu dipertimbangkan keratoplasti. Kekeruhan kapsul posterior Kekeruhan kapsul posterior merupakan penyebab tersering penurunan visus setelah EKEK. Sel-sel epitel lensa yang masih viable dan tersisa pada saat operasi akan mengalami proliferasi. Lokasi di mana kapsul anterior dan posterior menempel membentuk wedl cells yang kemudian membentuk soemmerings ring. Jika sel-sel epitel tersebut migrasi ke arah luar, sel-seltersebut membentuk Elschnigs pear di kapsul posterior. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kekeruhan kapsul posterior sangat bervariasi antara lain usia, riwayat inflamasi intra okuler,

25

pseudoexfoliasi, betuk lensa tanam,material lensa tanam, modifikasi permukaan lensa dan waktu operasi. Residual lensa material Timbulnya residual lensa material disebabkan EKEK yang tidak adekuat. Bila material yang tertinggal sedikit, akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bisa menimbulkan uveitis anterior kronis dan glaucoma sekunder. Apabila yang tertinggal potongan nucleus yang besar dan keras, dapat merusak endotel kornea, penanganannya dengan ekspresi atau irigasi nucleus. Prolaps Iris Iris paling sering terjadi satu sampai 5 hari setelah operasi dan penyebab tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi karena komplikasi prolaps vitreus selama operasi. Keaadaan ini memerlukan penanganan (jahit ulang) untuk menghindari timbulnya komplikasi seperti penyembuhan luka lama, epithelial downgrowth, konjungtivitis kronis, endoftalmitis, edema macula kistoid dan kadang kadang Ophthalmia simpatik. Astigmatisme Astigmatisme pasca bedah katarak dapat terjadi karena jahitan yang terlalu kencang maupun jahitan yang terlalu longgar. Jahitan yang terlalu kencang akan mengakibatkan Steepen corneal daerah yang searah jahitan with the rule. Sedangkan jahitan yang terlalu longgar akan menyebabkan againt the rule astigmatisma. With the rule astigmatisma setelah operasi katarak yang kurang dari 2 dioptri akan berkurang dengan sendirinya sehingga mengurangi kemungkinan untuk melepas jahitan yang terlalu kencang. Hifema Hifema bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi, biasanya hilang spontan dalam waktu 7-10 hari. Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka. Bila perdarahan cukup banyak dapat menimbulkan glaucoma sekunder dan corneal staining blood dan TIO harus diturunkan dengan pemberian asetazolamid 250 mg 4 kali sehari. Serta parasintesis hifema dengan aspirasi irigasi. Glaukoma sekunder Glaukoma sekunder dengan peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24-48 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang dengan sendirinya dan tidak memerlukan terapi antiglaukoma. Peningkatan TIO yang berlangsung lama dapat disebabkan oleh
26

Hifema, blok pupil, sinekia anterior perifer karena pendangkalan COA, epithelial ingrowth, blok siliar, endoftalmitis, sisa material lensa, pelepasan pigmen iris, preexisting glaucoma. Endoftalmitis Endoftalmitis dalam bentuk akut atau kronik, dimana bentuk kronik disebabkan rendahnya pathogenesis organisme penyebabnya. Secara umum endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri yang ringan sampai berat, penurunan visus, injeksi siliar, kemosis dan hipopion. Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5 hari pasca operasi, sedangkan bentuk kronis dapat timbul beberapa minggu atau bulan atau lebih setelah operasi. Endoftalmitis kronis ditandai dengan reaksi inflamasi ringan atau uveitis (granulomatus) dan penurunan visus. Penyebab endoftalmitis akut terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis (gram positif) dan Staphylococcus coagulase negative yang lain. Kuman gram positif merupakan penyebab terbanyak endoftalmitis akut bila dibandingkan gram negatif. Untuk gram negatif, kuman penyebab terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa. Umumnya organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya cukup banyak untuk inokulasi, atau sistem pertahanan mata terganggu oleh obat-obat imunosupresan, penyakit atau trauma. Organisme penyebab endoftalmitis kronis mempunyai virulensi yang rendah, penyebab tersering adalah Propionibacterium acnes, S. epidermidis dan Candida. Organisme tersebut menstimulasi reaksi imunologik yang manifestasinya adalah inflamasi yang menetap. Ablasi retina Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui. Faktor predisposisinya meliputi myopia aksilis (> 25 mm), lattice degeneration, prolaps vitreus, riwayat robekan atau ablasio retina yang dioperasi, riwayat ablasio pada mata kontralateral dan riwayat keluarga dengan ablasio retina. Ablsio retina terjadi sekitar 2-3% pasca EKIK dan 0,5-2% pasca EKEK. Kapsul posterior yang masih intak mengurangi kemungkinan terjadinya ablsio retina pasca bedah, sedangkan operasi dengan komplikasi seperti rupture kapsul posterior dan vitreus loss meningkatkan kemungkinan ablasio retina. Edema Makula Kistoid Edema macula kistoid merupakan penyebab penurunan visus setelah operasi katarak, yang dapat terjadi pada operasi katarak dengan maupun tanpa komplikasi. Patogenesisnya tidak diketahui, kemungkinan karena permeabilitas vaskuler perifoveal yang meningkat. Factor-faktor lain yang mempengaruhi adalah inflamasi
27

yang terjadi karena prostaglandin release, vitreomacular traction dan hipotoni. Edema macula kistoid ditemukan pada keadaan penurunan tajam penglihatan pasca operasi yang tidak diketahui sebabnya atau diketahui dengan penampakan yang karakteristik pada macula dengan pemeriksaan oftalmoskop maupun fluorescein angiography, di mana didapatkan gambaran macula yang khas (flower petal pattern). Retinal light toxicity Retinal light toxicity diakibatkan karena paparan sinar operating microscope yang lama dan dapat menyebabkan terbakarnya epitel pigmen retina. Jika yang terbakar daerah fovea maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan pasca bedah. Sedangkan jika yang terbakar di daerah parafovea maka penderita akan mengeluh adanya skotoma parasentral.

Pencegahan Proses penuaan tidak dapat mencegah terjadinya katarak. Jadi pemeriksaan mata setiap tahun secara teratur sangat dianjurkan pada usia 60 tahun keatas untuk mengetahui adanya katarak. Antara langkah yang bisa diambil untuk memeperlambat terjadinya katarak adalah dengan tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh, sehingga risiko katarak akan bertambah. Amalkan pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur. Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada mata dan jagalah kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya.

Prognosis Pasien katarak senilis dengan pembedahan ECCE standar atau phacoemulsification tanpa komplikasi menjanjikan prognosis yang baik. Namun terdapat kemungkinan terjadinya katarak sekunder yang memerlukan tindakan lanjut seperti prosedur laser. Pasien katarak senilis dengan faktor resiko seperti diabetes mellitus dan retinopati diabetikum memberikan prognosis kurang baik terhadap penglihatan pasien.

28

Hipotesis: Laki-laki 57 tahun dengan keluhan penglihatan mata kanan bertambah kabur seperti berasap sejak 6 bulan lalu dengan riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu diduga menderita brunescent cataract pada ocular dextra dan immature senile cataract pada ocular sinistra. Kesimpulan Hipotesis diterima. Laki-laki 57 tahun dengan keluhan penglihatan mata kanan bertambah kabur seperti berasap sejak 6 bulan lalu dengan riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu diduga menderita brunescent cataract pada ocular dextra dan immature senile cataract pada ocular sinistra.

29

.Daftar Pustaka 1. Gleadle, Jonathan. At A Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007 2. Pemeriksaan katarak. Edisi 2011. Retrieved from http://www.inascrs.org/doc/PPM_1_katarak_rev03.pdf on 12th March 2012 3. Vaughan DG. General Ophthalmology: 17th ed. New York: Lange Medical Books McGraw-Hill Companies Inc.; 2008 4. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Universitas Indonesia; 2010 5. Cataract: Adam Medical Encyclopedia. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001996/ on 13th March 2012 6. Kumar P, Clark M. Kumar & Clarks Clinical Medicine. United States of America: Saunders Elsevier; 2009. 7. Cataract. American Ophtometric Association. Retrieved from http://www.oaa.org/ on 13th March 2012. 8. Morosidi SA, Paliyama MF, Lesmana MI, Yuriani I, Marbun EM, Dudarmo T, et al. Special Sense. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2012

30

You might also like