You are on page 1of 36

RISET UNGGULAN STRATEGIS NASIONAL

(RUSNAS)
DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

Oleh:
Ir. Iding Chaidir, MSc
PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN
TEKNOLOGI BUDIDAYA PERTANIAN
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Disampaikan Pada:
Rapat Kerja Teknis (RAKERNIS)
Pusat Riset Perikanan Budidaya, BRKP – DKP
Surabaya, 29-30 November 2005

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 3
DAFTAR TABEL 4

I. PENDAHULUAN 5
1.1 1.1 Latar Belakang 5
1.2 Permasalahan 6
1.3 Tujuan 6

II. PENDEKATAN STRATEGIS 7


2.1 Pemahaman Sistem Industri Kerapu 7
2.2 Mengalihkan Pola Produksi dari Penangkapan ke 8
Budidaya. 9
2.3 Identifikasi Masalah Dan Pembentukan Kelompok 12
Kerja
2.4 Penyusunan Agenda Riset 14

III. TECHNOLOGY ROADMAP 22

IV. SASARAN DAN LUARAN STRATEGIS 24

V. MANAJEMEN KEGIATAN 26

VI. EXIT STRATEGY 27

LAMPIRAN

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Impor Ikan Kerapu Hongkong Tahun 1998. 5


Tabel 2. Produksi Ikan Kerapu Indonesia Tahun 1999- 6
2001 (ton).
13
Tabel 3. Tujuan dan Agenda Riset Setiap Kelompok Kerja
Rusnas Kerapu 24
Tabel 4. Rencana Kegiatan Rusnas Kerapu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur kegiatan produksi dan pemasaran ikan 7


kerapu.
Gambar 2. Lokasi Penyebaran Terumbu Karang sebagai 8
Habitat Ikan Kerapu. 10
Gambar 3. Identifikasi Masalah dan Pembentukan
Kelompok Kerja 16
Gambar 4. ROADMAP TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH DAN 17
INDUK KERAPU 18
Gambar 5. ROADMAP TEKNOLOGI PRODUKSI PAKAN
Gambar 6. ROADMAP TEKNOLOGI PRODUKSI VAKSIN 19
Gambar 6a. ROADMAPPENANGANAN PENYAKIT IKAN 20
KERAPU
Gambar 7. ROADMAP TEKNOLOGI BUDIDAYA KERAPU 21
Gambar 8. ROADMAP POKJA PEMASARAN, DAN
PENGEMBANGAN USAHA

3
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program Riset Unggulan Strategis Nasional (Rusnas)
dilaksanakan oleh suatu konsorsium antar lembaga
penelitian, perguruan tinggi, dan industri dan dikoordinasikan
oleh “lembaga pengelola” yang ditunjuk oleh KMNRT. Untuk
Rusnas Pengembangan Teknologi Kelautan (Rusnas Kerapu),
lembaga pengelola yang ditunjuk sesuai dengan Keputusan
Menneg Ristek Nomor: 34A/M/Kp/III/2001, tanggal 12 Maret
2001, adalah Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Budidaya Pertanian (PPP-TBP) , Kedeputian Bidang
Agroindustri dan Bioteknologi, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi.
Dalam pelaksanaannya, lembaga pengelola berkewajiban
untuk menyusun Rencana Induk yang dijadikan sebagai acuan
bagi berbagai pelaku yang terlibat dalam program Rusnas
Kerapu. Selanjutnya, berdasarkan Rencana Induk ini, masing-
masing stakeholder (instansi litbang pemerintah, universitas,
swasta) yang terlibat dapat melaksanakan peranannya
secara terkoordinasi dan sinergi sehingga mencapai
keunggulan inovasi di bidang agribisnis kerapu.
Rencana Induk ini disusun sebagai acuan bagi pelaksanaan
Rusnas Kerapu sehingga mampu mendorong pembangunan
sektor perikanan, khususnya komoditi Kerapu di Indonesia.
Makalah ini disusun untuk memberikan gambaran tentang
perencanaan dan pelaksanaan program Rusnas yang mungkin
dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pengembangan
kegiatan diset di bidang perikanan dan kelautan.
Kerapu merupakan ikan-ikan yang hidup di terumbu karang,
yang dalam dunia internasional dikenal dengan nama
groupers atau coral reef fishes. Ikan-ikan ini memiliki nilai
ekonomis tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan di
Indonesia. Kerapu bebek atau kerapu tikus (Cromileptes
altivelis), kerapu sunu (Plectopomus leopardus), kerapu
macan (Ephinephelus fuscogutatus), kerapu lumpur

4
(Ephinephelus tauvina), kerapu batu dan ikan napoleon
(Chelinius undulatus) adalah jenis-jenis kerapu yang banyak
terdapat di perairan Indonesia. Gambaran Visual tentang
jenis-jenis kerapu ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Dengan
karakteristik sebagai negara kepulauan, maka Indonesia
memiliki keunggulan komparatif yang tinggi untuk komoditi
ikan kerapu tersebut.
Ikan kerapu diperdagangkan dalam keadaan hidup, dengan
harga jual yang relatif tinggi. Harga ikan kerapu tikus di
tingkat nelayan dapat mencapai US$ 20 (Rp 200.000,-) untuk
setiap kilogramnya. Ikan tersebut diekspor terutama ke
Hongkong dengan harga jual yang berlipat kali. Pada tahun
2000, Hongkong mengimpor 9.827 ton ikan kerapu hidup,
dengan pemasok utama China, Thailand, Philipina, Indonesia,
Australia dan Malaysia. Pangsa Indonesia hanya sekitar
9,39% dari semua pemasok ikan kerapu ke Hongkong. Impor
kerapu di Hongkong setiap tahunnya dapat mencapai 21.000
ton. Adapun jenis serta jumlah setiap jenisnya dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tingginya harga jual telah mendorong penangkapan ikan
kerapu secara besar-besaran di perairan terumbu karang dan
dijual dalam keadaan hidup. Penangkapan ikan kerapu
tersebut pada umumnya dilakukan secara tidak terkendali.
Banyak nelayan yang menggunakan bahan peledak atau
racun sianida untuk menangkap kerapu, sehingga
menghancurkan terumbu karang dan memusnahkan populasi
ikan kerapu secara permanen. WWF melaporkan bahwa
kondisi terumbu karang Indonesia hanya 6% yang masih
dalam kondisi baik, 24% dalam kondisi normal, 28% dalam
kondisi rusak dan 42% rusak parah.
Tabel 1. Impor Ikan Kerapu Hongkong Tahun 1998.
No Spesies kerapu Volume (Kg) Nilai (000
US$)
1 C. Altivelis (Kerapu Tikus) 13.714 424
2 E. lanceolatus 280 4
3 Plectopormus spp (Sunuk) 640.156 12.096
4 Epinephelus spp (Macan) 4.860.318 32.245
5 C. undulatus (Napoleon) 1.796 33
6 Scaridae 9.984 113
7 Centropomidae 1.346.073 3.550
8 Other Coral Fishes 13.994.042 83.875
Total 21.066.363 132.324
Sumber: Ditjen Perikanan Budidaya – DKP, 2002.

5
1.2 Permasalahan
Pola produksi ikan kerapu melalui penangkapan di perairan
terumbu karang dengan cara-cara yang merusak lingkungan
seperti yang ada sekarang ini, tidak akan bertahan lama. Hal
ini disebabkan karena kerapu merupakan jenis ikan yang
bersifat “domestik” yaitu tinggal dan hidup di areal tertentu
dan tidak mengembara, dan mempunyai siklus hidup yang
lama (5-10 tahun), sehingga sangat mudah menjadi punah
dan sulit untuk memulihkan kembali populasinya. Kondisi ini
akan lebih parah apabila terumbu karang sebagai habitat
mereka rusak akibat penggunaan bahan peledak dan sianida.
Perkembangan produksi ikan kerapu melalui proses
domestikasi, yaitu melalui pembenihan (hatchery) dan
pembudidayaan di karamba jaring apung belum berkembang
akibat belum dikuasainya teknologi. Produksi ikan kerapu
masih didominasi oleh kegiatan penangkapan. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 2, dimana pada tahun 2001 sekitar 87,3%
produksi ikan kerapu masih dihasilkan dari kegiatan
penangkapan. Meskipun upaya pengembangan budidaya
terus dilakukan, namun upaya tersebut belum mencapai hasil
yang memuaskan.
Tabel 2. Produksi Ikan Kerapu Indonesia Tahun 1999-2001
(ton).
No Uraian 1999 2000 2001 Kenaikan
(%)
1 Budidaya 1.759 6.879 7.500 150,05
2 Penangkapan 43.472 48.422 51.405 8,77
Jumlah 45.231 55.301 58.905 14,39
Sumber: Ditjen Perikanan Budidaya, DKP, 2002.
Riset di bidang budidaya kerapu masih dilakukan secara
parsial dan cenderung tumpang tindih oleh lembaga riset
maupun perguruan tingi. Rendahnya penguasaan tenologi
budidaya mengakibatkan kegiatan penangkapan di laut masih
terus berlangsung dan apabila pengembangan budidaya tidak
dipercepat maka tidak mustahil kepunahan ikan kerapu akan
terjadi dan potensi devisa melalui ekspor ikan kerapu hidup
tidak akan tercapai.
1.3 Tujuan :
Program Rusnas Kerapu ditujukan untuk:

6
(1). Mengakselerasi penguasaan teknologi budidaya kerapu
melalui integrasi kegiatan riset oleh berbagai lembaga
riset dan perguruan tinggi;
(2). Menggalang kerjasama (“linkage”) antara penyedia
teknologi (lembaga riset/PT) dengan pengguna teknologi
(industri/masyarakat) di bidang kerapu;
(3). Mendorong pengembangan budidaya kerapu serta
industri terkaitnya, (“technoindustrial cluster”) termasuk
peran serta UKM.

II. PENDEKATAN STRATEGIS


2.1 Pemahaman Sistem Industri Kerapu
Untuk dapat mengatasi permasalahan secara komprehensif
maka pemahaman secara detail tentang komponen yang
terlibat dalam sistem pengembangan industri kerapu perlu
dilakukan. Gambaran tentang komponen yang terlibat dalam
sistem pengembangan agrobisnis kerapu dapat dilihat pada
Gambar 1.

PENAM-
PENAN EKSPOR
PUNGAN DEVIS
GKAPA KERAPU
IKAN A
N HIDUP
HIDUP

IKAN
INDU UNDE
K BENI
H R SIZE
TRANSPORT PASAR
IKAN HIDUP DOMEST
IK

TATA PEMELI PEMB PEMELI BUDIDA


RUAN HARAA E HARAA YA
G N NIHAN N (PEMBE
INDUK LARVA SARAN)
INDU
K

Gambar 1. Alur kegiatan produksi dan pemasaran ikan


kerapu.
Produksi ikan kerapu sebagian besar masih dilakukan melalui
penangkapan sebagaimana digambarkan pada alur bagian
atas pada Gambar 1, yang terdiri dari penangkapan,
penampungan ikan hidup dan ekspor. Penangkapan
dilakukan oleh nelayan yang menggunakan pancing, bubu,
7
bahan peledak dan racun sianida. Ikan yang ditangkap
tersebut dipertahankan tetap hidup untuk dijual ke
panampung ikan hidup. Selanjutnya eksportir ikan hidup
akan mendatangi penampungan dengan menggunakan kapal
khusus, langsung ke negara tujuan ekspor (terutama
Hongkong).

Informasi dari International Marine Alliance (IMA)


menyebutkan daerah penangkapan ikan kerapu hidup seperti
di daerah perairan KTI sekitar Selayar, Spermonde, Teluk
Bone, Taka Bonerate, Sinjai, Bulukumba, Takalar, Mamuju,
Banggai, Togean, Minahasa, Gorontalo, Sangir Talaud, Aru,
Kei, Halmahera, Seram, Banda, Biak, Padaido, Teluk
Cendrawasih, Sumbawa, Flores, Komodo, Sumba dan Timor.
Dalam kapasitas yang lebih kecil, penangkapan di KBI
terdapat di Riau, Natuna, Anambas, Mentawai, Nias,
Kalimantan, Bengkulu, Lampung, Karimunjawa Sapudi, dan
Kangean. Beberapa lokasi seperti Kepulauan Seribu telah
mengalami kemerosotan intensitas penangkapan karena
pupulasinya telah habis. Lokasi penyebaran ikan kerapu di
alam dapat dilihat dari penyebaran terumbu karang
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Gambar 2. Lokasi Penyebaran Terumbu Karang sebagai


Habitat Ikan Kerapu.

8
Jalur produksi kerapu yang kedua adalah jalur budidaya
sebagaimana digambarkan pada alur bagian bawah Gambar
1. Di dalam sistem produksi melalui budidaya paling tidak
meliputi komponen tata ruang, penyediaan induk,
pembenihan (hatchery), pemeliharaan larva, pembesaran,
penanganan pasca panen / transportasi, dan pemasaran.
Khusus untuk subsistem produksi, diperlukan dukungan
penelitian dan pengembangan (litbang) yang merupakan
perhatian utama Program Rusnas Kerapu.

2.2 Mengalihkan Pola Produksi dari


Penangkapan ke Budidaya.
Sampai dengan saat ini alur produksi melalui jalur
penangkapan masih mendominasi produksi kerapu nasional.
Untuk menyelamatkan sumberdaya perikanan kerapu dari
kepunahan, maka perlu dilakukan pengalihan usaha
penangkapan ke budidaya. Namun, usaha budidaya masih
belum berkembang terutama disebabkan oleh belum
dikuasainya teknologi pembenihan maupun pembesaran dan
belum tertariknya investor untuk membudidayakan karena
dalam jangka pendek usaha penangkapan lebih
menguntungkan dibandingkan budidaya.
Kegiatan budidaya merupakan upaya mengembangbiakan
ikan kerapu melalui proses pembenihan (hatchery) dengan
menangkar induk-induk dalam bak “pemijahan”, kemudian
menghasilkan larva dan benih yang siap dipelihara dalam
Karamba Jaring Apung (KJA) hingga ukuran konsumsi.
Dewasa ini di Indonesia baru terdapat 5 pembenihan kerapu
milik pemerintah (Lampung, Situbondo, Takalar, Batam dan
Gondol), dan beberapa pembenihan milik swasta di Lampung.
Sampai dengan saat usaha pembenihan ini masih
menghadapi masalah, terutama rendahnya tiungkat hidup
(survival rate) sehingga diperlukan dukungan iptek.
Untuk mendorong terjadinya pengalihan pola produksi dari
budidaya ke penangkapan, maka diperlukan upaya yang
memudahkan para investor dan petani ikan melakukan
budidaya, termasuk pembenihannya. Upaya tersebut antara
lain melalui penyediaan teknologi yang menurunkan tingkat
kematian (mortality rate) ikan yang dipelihara,
pengembangan alternatif segmen usaha (seperti
penggelondongan) yang memberikan keuntungan yang
memadai dalam waktu yang tidak terlalu lama, serta
9
dukungan jaminan keamanan dan kelangsungan usaha
melalui penerbitan peraturan daerah.

2.3 Identifikasi Masalah Dan Pembentukan


Kelompok Kerja
Untuk dapat mengatasi hambatan yang dihadapi dalam
pengembangan budidaya kerapu, maka diperlukan acuan
yang jelas, tentang apa masalah yang dihadapi dan
bagaimana mengatasi masalah tersebut. Untuk itu,
berdasarkan pemahaman tentang komponen sistem
agribisnis kerapu, dilakukan identifikasi permasalahan yang
dihadapi pada setiap subsistem. Permasalahan tersebut
dikelompokkan sedemikian rupa sehingga dapat ditangani
oleh kelompok-kelompok kerja yang terdiri dari para pakar
dari berbagai institusi yang memiliki latar belakang keilmuan
yang sama atau saling menunjang, dan diarahkan untuk
memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam
setiap kelompok kerja tersebut.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dalam setiap
subsistem pengembangan agribisnis kerapu,dan
pertimbangan kelompok kepakaran yang ada, maka
dibentuklah 7 kelompok kerja sebagai berikut:

1. Kelompok Kerja Lingkungan dan Tata Ruang;


2. Kelompok Kerja Benih dan Induk
3. Kelompok Kerja Nutrisi dan Pakan
4. Kelompok Kerja Penyakit Ikan
5. Kelompok Kerja Budidaya
6. Kelompok Kerja Pasca Panen dan Transportasi
7. Kelompok Kerja Pemasaran dan Pengembangan Usaha
Anggota kelompok kerja terdiri dari para pakar dari berbagai
lembaga penelitian pemerintah, universitas dan swasta.

10
Gambar 3. Identifikasi Masalah dan Pembentukan Kelompok Kerja

PENAM-
PENAN IKAN PUNGAN
GKAPA UKURAN
IKAN EKSPOR
N HIDUP KERAPU
HIDUP
BENI IKAN TRANSPOR
SISTEM INDU H UNDER
T IKAN
K
PRODU SIZE
HIDUP
PASAR
DOMEST
TATA PEMEL PEMB PEMELI BUDIDAY IK
RUAN I E HARAAN A (PEMBE
G HARAA NIHA LARVA SARAN)

BELUM MUTU KEMATIAN


KEMATIAN BELUM BIAYA JALUR
MASAL TERSEDIA INDUK TINGGI, ADA TRANSPOR PEMASARA
PAKAN TINGGI,
AH TATA RENDAH, SERANGAN STANDAR T IKAN N
RUANG TERJADI ALAMI YG OPERATIN HIDUP DIKUASAI
SESUAI BLM PENYAKIT
LAUT UTK INBREEDIN G MAHAL “MAFIA”
DITEMUKAN

POKJA POKJA POKJA POKJA


POKJA POKJA
KELOMPO LINGKU NUTRISI POKJA PASCAPA PEMASAR
K KERJA NGAN & BENIH & & BUDIDA NEN & AN &
INDUK PENYAKI
TATA PAKAN YA TRANSPO PENGEMB
T IKAN
RUANG R TASI . USAHA

11
Rumusan permasalahan yang dihadapi dan perlu dipecahkan
oleh setiap kelompok kerja adalah sebagai berikut:
Lingkungan dan Tata Ruang
Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan tata ruang
adalah belum tersedianya peraturan daerah yang tegas yang
mengatur tata ruang kawasan budidaya laut. Hal ini
menyebabkan keengganan bagi investor untuk melaksanakan
investasi. Selain itu belum ada pemetaan secara rinci
tentang lokasi budidaya kerapu yang sesuai di setiap daerah
dan belum diketahui daya dukungnya terhadap
pengembangan budidaya kerapu.

Benih dan Induk


Dalam subsistem penyediaan induk ikan kerapu,
permasalahan yang dihadapi adalah belum adanya kesadaran
para pembenih untuk memilih induk yang secara genetik
unggul. Kurangnya perhatian terhadap mutu induk
menyebabkan benih yang dihasilkan bermutu rendah.
Penurunan mutu antara lain disebabkan karena induk yang
digunakan hanya 2-3 ekor sehingga tidak terjadi pengkayaan
genetik.

Nutrisi dan Pakan


Dalam subsistem pembenihan juga dihadapi masalah
rendahnya tingkat kelulusan hidup (survival rate) ikan kerapu
yang dikembangbiakkan. Jenis kerapu yang telah sukses
dibenihkan adalah kerapu macan dan kerapu tikus dengan
tingkat kelulusan hidup 5%. Untuk jenis-jenis kerapu
napoleon, sunu, kertang dan sebagainya belum mampu
dikembangbiakkan secara buatan. Belum berhasilnya
pembenihan ini terutama disebabkan belum ditemukannya
jenis pakan alami atau formula pakan buatan yang sesuai
dengan kebutuhan larva ikan.

Penyakit Ikan
Dalam bidang pembenihan dan budidaya masih dihadapi
masalah penyakit yang sering menjangkiti ikan kerapu
sehingga mengakibatkan kematian massal. Untuk itu perlu
dilakukan pengkajian cara-cara pencegahan dan penanganan
penyakit baik melalui pengembangan imunostimulan maupun
vaksin.
12
Budidaya

Selain itu diperlukan peralatan dan mesin untuk pembenihan


dan budidaya, termasuk rancangbangun karamba jaring
apung. Dalam budidaya juga masih dihadapi masalah belum
adanya prosesur baku untuk budidaya kerapu, baik
menyangkut padat penebaran, pemberian pakan dal
sebagainya.

Pasca Panen dan Transportasi


Ikan kerapu dijual dalam keadaan hidup, sehingga dalam
proses penjualan diperlukan teknologi untuk
mempertahankan agar ikan tetap bertahan hidup selama
proses pengangkutan. Karena harus dalam keadaan hidup
maka biaya

13
pengangkutan ikan kerapu relatif mahal. Untuk itu diperlukan
teknologi untuk mempertahankan ikan dalam keadaan hidup
selama pengangkutan dengan biaya yang murah. Selain itu
dapat dikembangkan disain kapal pengangkut ikan hidup
yang efisien.

Pemasaran dan Pengembangan Usaha


Di samping riset-riset yang bersifat teknis, juga diperlukan
dukungan riset yang berkaitan dengan masalah
teknoekonomi, riset pasar dan riset sosial budaya yang
mendukung berkembangnya usaha budidaya kerapu di tanah
air. Hasil riset ini diharapkan dapat memberikan masukan
tentang skala usaha, segmentasi usaha, strategi pemasaran
dan model kemitraan.
Dari agenda riset yang telah disusun tersebut dapat dilihat
bahwa sebagian topik-topik riset telah dilaksanakan oleh
berbagai instansi seperti BPPT melalui program unggulan,
Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya dan berbagai Universitas.

2.4 Penyusunan Agenda Riset


Permasalahan yang dihadapi dalam rantai suplai teknologi
untuk mendukung industri kerapu nasional adalah masih
tersebarnya kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang)
baik di lembaga litbang departemen, LPND, Universitas dan
swasta. Sering ditemukan kenyataan bahwa antara satu
simpul dengan simpul lainnya nyaris tidak saling
berkomunikasi, sehingga tidak jarang ditemukan kegiatan
penelitian yang saling tumpang tindih, duplikasi dan
cenderung terpilah-pilah tanpa ada institusi yang mampu
mempersatukannya. Kondisi ini tidak memungkinkan untuk
menciptakan hasil iptek yang mampu menjawab tantangan
dunia usaha, karena kegiatan litbang masih diorientasikan
pada produksi kertas kerja atau makalah untuk disajikan
dalam majalah ilmiah.

Rusnas kerapu menghimpun berbagai lembaga penelitian


milik pemerintah, universitas dan swasta yang telah dan
sedang melaksanakan kegiatan riset yang berkaitan dengan
pengembangan agribisnis kerapu. Melalui serangkaian
14
diskusi baik dalam kelompok kerja maupun secara
keseluruhan maka disusunlah agenda riset yang dijadikan
sebagai acuan bersama dalam mengatasi permasalahan
pengembangan agribisnis kerapu. Agenda riset dari masing-
masing kelompok kerja diorientasikan pada tujuan spesifik
masing-masing kelompok kerja, yang secara keseluruhan
mengacu pada tujuan bersama yaitu menguasai teknologi
budidaya perikanan kerapu. Tujuan dan agenda riset masing-
masing kelompok kerja dapat dilihat pada Tabel 3. Diantara
agenda risert tersebut ada yang telah dilaksanakan oleh
lembaga para pelaku riset di tanah air.

15
Tabel 3. Tujuan dan Agenda Riset Setiap Kelompok Kerja Rusnas Kerapu
LINGKUNGAN BENIH DAN NUTRISI DAN PENYAKIT BUDIDAYA PASCA PANEN PASAR &
& TATA INDUK PAKAN IKAN PENG. USAHA
RUANG
Tujuan: Tujuan: Tujuan: Tujuan: Tujuan: Tujuan: Tujuan:
Menguasai Menguasai Mengembangka Mengembangka Menguasai Menguasai Mengembangka
informasi lokasi teknologi n formula n formula teknologi teknologi n model usaha
budidaya pembenihan pakan kerapu mengatasi budidaya KJA, transportasi yg menarik
kerapu & daya kerapu tikus, induk, benih penyakit Tambak & Bak ikan hidup yang minat investor
dukung napoleon & dan endemik terkontrol.
terkontrol. efektif & efisien & petani ikan.
kawasan sunuk pembesaran.
pembesaran. kerapu
potensial.
potensial.

16
Agenda Riset: Agenda Riset: Agenda Agenda Riset: Agenda Riset: Agenda Riset: Agenda Riset:
Riset::
•Pengembanga •Pemetaan •Pengembanga •Perumusan •Pengembanga •Studi Lingkup
n model daya genetik •Pengembanga n vaksin dan SOP Budidaya n teknik dan Skala
dukung (karekterisasi) n formula metoda kerapu di KJA; imotilasi karapu Usaha
lingkungan ikan kerapu; pakan induk; vaksinasi untuk •Pengkajian hidup; •Kajian model
budidaya; •Pemuliaan •Pengembanga patogen budidaya •Pengembanga kemitraan;
•Survel lokasi induk melalui n formula tertentu; kerapu di n kontainer •Studi
budidaya penyilangan pakan benih; •Pengembanga tambak; pengangkut kebijakan
potensial (cross •Pengembanga n •Pengkajian ikan hidup; tataniaga;
•Survey breeding) n formula imunostimulan budidaya •Pengembanga •Studi dinamika
distribusi • Penguasaan pakan dan metoda kerapu di bak n biofiltrasi pasar;
spatial kerapu; teknik pembesaran; imunisasi; terkontrol; untuk
•Survel pembenihan •Pengembanga •Pengembanga •Pengembanga penampungan
kawasan napoleon. n pakan alami n metoda n Konstruksi kerapu bhidup;
spawning •Penguasaan untuk benih penanganan KJA Tahan
ground; teknik napoleon dan kualitas air Lama;
pembenihan sunuk; untuk •Rancangbangu
kerapu sunuk; •Pengembanga mengindarkan n automatic
•Penguasaan n formula penyakit; feeder;
teknik pakan ramah •Pengembanga •Pengembanga
pembenihan lingkungan n induk bebas n sistem kontrol
kerapu tikus (environment patogen (SPF) otomatis bak
dan macan; friendly) dan tahan pemeliharaan;
•Penembangan
sistem sirkulasi
air tertutup
budidaya;

17
III. TECHNOLOGY ROADMAP

Technology roadmap adalah suatu diagram yang


menggambarkan keterkaitan antara perkembangan aplikasi
produk (produk, proses produksi dan jasa) di suatu sektor
produksi, dengan perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan yang diperlukan untuk mendukung
pengembangan dan produksi aplikasi tersebut. Dalam kasus
pengembangan industri kerapu, maka technology roadmap
kerapu akan terdiri dari beberapa roadmap, sesuai dengan
kelompok kerja yang mencerminkan klaster teknologi dan
produk yang perlu dikembangkan dalam mendukung
pengembangan industri kerapu secara keseluruhan.
Roadmap teknologi untuk produksi induk unggul
digambarkan pada Gambar 4. Pada diagram ini dapat dilihat
bahwa produk akhir yang ingin dihasilkan adalah Induk-induk
unggul yang mampu menghasilkan benih yang tahan
terhadap penyakit, pertimbuhan pesat dan keunggulan
lainnya. Kegiatan riset yang dilakukan adalah karakterisasi
terhadap induk-induk dan ikan yang terdapat di 3 lokasi
pembenihan milik pemerintah, yaitu di Lampung, Situbondo
dan Takalar. Melalui karakterisasi ini maka akan dapat
dilakukan peningkatan mutu melalui proses breeding secara
selektif, atau melakukan pengkayaan genetika melalui cross
breeding. Dari hasil breeding tersebut akan diperoleh
populasi dasar (base population). Dari pupulasi dasar ini akan
dapat dihasilkan keturunan kedua yang merupakan populasi
yang lebih baik (advance) mutunya.
Roadmap teknologi untuk produksi pakan digambarkan pada
Gambar 5. Dalam diagram tersebut digambarkan roadmap
tentang pengembangan industri pakan untuk kerapu. Produk
pakan untuk kerapu hingga saat ini belum ditemukan di
pasaran, sehingga diperlukan penelitian dan pengembangan.
Langkah-langkah pengembangan diawali dengan proses
analisa terhadap formula pakan ikan yang ada di pasaran.
Selanjutnya dilakukan analisis kebutuhan nutrisi ikan kerapu
dan pengembangan ingridients sesuai dengan kebutuhan ikan
kerapu. Pengembangan formula pakan yang cocok dilakukan
melalui ujicoba pemberian pakan. Pengembangan pakan ini

18
diarahkan pada produk pakan larva, pakan induk dan pakan
pembesaran.
Gambar 6 menggambarkan Roadmap untuk teknologi
produksi vaksin Vibrio, dan 6a menggambarkan Roadmap
penanganan penyakit yang ditujukan untuk menguasai
teknologi produksi vaksin, immunostimulant, manajemen
kualitas air, produksi induk bebas penyakit dan metoda
treatment penyakit.
Gambar 7 menjelaskan tentang Roadmap teknologi budidaya
kerapu yang secara umum diarahkan untuk menguasai
teknologi produksi ikan kerapu yang memiliki pertumbuhan
cepat, mortalitas rendah, dan tekstur daging baik. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan riset yang
berhubungan dengan budidaya kerapu di KJA, budidaya di
tambak dan budidaya di bak terkontrol. Riset yang dilakukan
meliputi disain konstruksi KJA, padat penebaran (density),
jenis dan frekuensi pemberian pakan, penggunaan shelter,
seleksi benih dan riset sistem biofilter untuk sistem sirkulasi
tertutup.
Kelompok kerja pemasaran dan pengembangan usaha
mengembangkan roadmap riset dalam rangka
pengembangan paket usaha yang menguntungkan pelaku
usaha, jaringan tata niaga dan strategi pengembangan pasar
ikan kerapu. Riset yang dilakukan oleh kelompok kerja ini
lebih berupa penelitian ekonomi dan pemasaran yang
sifatnya memberikan masukan bagi kebijakan pengembangan
agribisnis kerapu.

19
20
Gambar 4. ROADMAP BENIH – INDUK UNGGUL
PASAR INDUK
BENIH BENIH KERAPU
(Marke UNGGUL UNGGUL PENGHASIL
t) F2 F3 BENIH

 
PRODU
BENIH F3
K INDUK BENIH F2 INDUK HASIL INDUK
HASIL SELEKSI
(Produ F1 F2 SELEKSI F3
HASIL HASIL HASIL
ct)

PERSILANGAN PERSILANGAN
ANTAR COHORT ANTAR COHORT

 ALUR PENANGKARAN PENANGKARAN POPULASI HASIL


TEKNOLOGI SELEKTIF F1 DI 3 SELEKTIF F2 DI 3 PERBAIKAN LANJUT
(Technology LOKASI LOKASI (F3) DI 3 LOKASI
Paths) ANALISIS DNA ANALISIS DNA

RISET & KARAKTERISASI


PENGEMBAN KARAKTERISASI
ANALISIS
GAN ANALISIS PEWARISAN
INTERAKSI G-E
(R & D) GENETIK

KOLEKSI DAN PEMELIHARAAN STOK ALAM : 3 LOKASI (LAMPUNG,


SITUBONDO, TAKALAR)
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

21
Gambar 5. ROADMAP TEKNOLOGI PAKAN IKAN
Trend
KERAPU Environmentally
Artificial Diet
Friendly Diet
Pasar
Diet for
Diet for Less Pollutant Diet
Brood
Produk & Growing
stock
Proses Diet for
Produksi
Moist Compres Extrusi
Micro on
- sed
Diet
1st 2nd
Pellet
Alur Mixing Mixing Mixing
Teknologi 1 2 3 Mixing
4
st
1 Diet Formula of
Grouper
2nd Diet Formula of
Formula Pakan Grouper
Jenis Ikan Lain

Analisis Kebutuhan
Low phosphorus or Ash
Nutrisi ikan Kerapu
Riset dan Ingredients;
Pengembanga Pengembangan
n Ingredients
Riset Manajemen
Pemberian Pakan
Tahun 2003 2004 2005
2006 2007

22
Gambar 6. ROADMAP PRODUKSI VAKSIN
VIBRIO
PASAR VAKSIN
(Market) VIBRIO UTK
 
 
Vaksin
PRODUK Polivalen VAKSIN
(Product) Antigen H Calon VIBRIO
dan O Vaksin

Pembuatan Uji coba Evaluasi


Antigen H vaksin di kekebalan
Uji      spesifik
non
ALUR dan O   Vaksinasi lapangan
TEKNOLOGI di (multilokasi)
Uji Sosialisasi
(Technology Patogenisit Laboratori (Demplot)
Paths) as um
Uji Uji pengemasan
Uji Postulat Imunogeni & penyimpanan
Koch sitas vaksin
Karakterisas
i dan  
RISET & Identifikasi
PENGEMBANGAN Isolasi
(R & D) Bakteri
Penyebab
Vibriosis
Tahun 2003 2004 2005

23
Gambar 6 a. ROADMAP TEKNOLOGI PENANGANAN PENYAKIT IKAN KERAPU

24
Gambar 7. ROADMAP TEKNOLOGI BUDIDAYA KERAPU

PRODUCT PRODUKSI KERAPU HIDUP 500-1300 GRAM DGN PERTUMBUHAN


& CEPAT,
PRODUCTI MORTALITAS RENDAH TEKSTUR DAGING BAIK

TEKNOLOGI PRODUKSI PRODUKSI


KERAPU DI KARAMBA KERAPU DI BAK
TECHNOLO JARING APUNG) TERKONTROL
GY TEKNOLOGI PRODUKSI
PATHS KERAPU DI TAMBAK AIR
PAYAU

UJI COBA BUDIDAYA KERAPU DI KJA, TAMBAK AIR PAYAU DAN BAK
TERKONTROL

DISAIN
KONSTRUKSI KJA

RISET & RISET PADAT RISET SELEKSI BENIH


PENEBARAN UNGGUL
PENGEMBAN RISET PENGGUNAAN RISET CARRYING
GAN SHELTER CAPACITY
RISET JENIS & FREKUENSI RISET SISTEM SIRKULASI

TAHUN 0 1 2 3 4 5

25
Gambar 8. ROADMAP POKJA PEMASARAN, DAN PENGEMBANGAN USAHA

Jaringan dan
Alternatif Peta potensi
Regulasi tataniaga
O Paket usaha yang yang Permintaan dan
U Efektif dan Efektif dan efisien penawaran
T efisien
P
U Model
Sistem Stategi
T Pengembanga
Informasi Ekspansi
n
kerapu pasar

Survey Lapangan/Study Literatur/Pilot Project


METODE

Studi Analisis Studi pola


P Skala dan Studi Studi
kemitraan dinamika
E Lingkup Usaha Pengembangan
dan Keseimbanga
N Jaringan Sistem
kelayakan n
G informasi
K
A
J Studi Studi
I Karakterisasi Studi Karakteristik
Struktur Biaya Kebijakan pasar
A
Tataniaga
N
TAHUN 1 2 3 4 5
26
IV. SASARAN DAN LUARAN STRATEGIS

Secara umum sasaran dan luaran strategis dari kegiatan Riset


Unggulan Strategis Nasional Kerapu dalam jangka panjang
adalah:
(1). Dikuasainya teknologi budidaya kerapu yang meliputi
penataan ruang budidaya, pembenihan, penyediaan
pakan, penanagan penyakit, standard operasional
prosedur budidaya, pasca panen dan transportasi ikan
hidup integrasi kegiatan riset oleh berbagai lembaga
riset dan perguruan tinggi;
(2). Terciptanya kerjasama erat antara penyedia teknologi
(lembaga riset/PT) dengan pengguna teknologi
(industri/masyarakat) di bidang kerapu;
(3). Berkembangnya industri budidaya kerapu serta industri
terkaitnya, termasuk peran serta UKM secara
berkelanjutan.
Secara lebih spesifik, sasaran dan keluaran strategis dalam
jangka jangka pendek dan menengah adalah sebagai berikut:
Jangka Pendek
 Program yang terintegrasi diantara para stake holder baik
instansi pemerintah,universitas maupun
swasta/pengusaha dan nelayan.
 FORKERI dapat menjadi wadah untuk meningkatkan
kordinasi pelaksanaan program bagi para stake holder
 Data keragaman genetik ikan kerapu yang ada di
beberapa panti benih maupun yang berasal dari
tangkapan di alam
 Populasi dasar calon induk hasil budidaya di beberapa
panti benih
 Strategi seleksi calon induk ikan kerapu
 Model untuk mengetahui daya dukung kawasan budidaya
di teluk Hurun, Lampung
 Situs kerapu.com dapat menjadi sarana komunikasi,
informasi dan pemasaran produk bagi para stake holder

27
 Data base hasil penelitian, kajian , kebijakan dan potensi
pasar ikan kerapu
 Kebijakan pemerintah dalam pengaturan perdagangan
langsung dari para nelayan, eksportir kepada pembeli
dari luar negeri. (misal: peraturan kapal-kapal asing yang
membeli langsung kepada para nelayan/penampung di
laut/lokasi)
Jangka Menengah
 Terbentuk kawasan pusat pengembangan perikanan
kerapu (percontohan)
 Terbentuk jaringan kemitraan antara industri, lembaga
penelitian dan perguruan tinggi yang terkait dengan
kegiatan produksi dan pemasaran
 Data kawasan potensial untuk pengembangan budidaya
kerapu sebagai bahan untuk pembuatan RUTR
pemerintah daerah
 FORKERI menjadi organisasi yang mandiri sebagai
wahana para stake holder mengembangkan industri
perikanan kerapu
 Model untuk penentuan daya dukung kawasan KJA dalam
budidaya ikan kerapu
 Benih dengan keragaman genetik tinggi
 SOP pembentukan Induk ikan Kerapu
 Calon induk ikan kerapu (F1)
 Tersedia beberapa formula pakan buatan ikan kerapu
Jangka Panjang
 Pemantapan kawasan pusat pengembangan perikanan
kerapu
 Pemantapan jaringan kemitraan antara industri, lembaga
penelitian dan perguruan tinggi yang terkait dengan
kegiatan produksi dan pemasaran
 Induk ikan kerapu unggul dengan karakter spesifik

28
29
V. MANAJEMEN KEGIATAN

Pusat Pengkajian dan Penerapan teknologi Budidaya


Pertanian, Kedeputian Bidang Teknologi Agroindustri dan
Bioteknologi BPPT ditetapkan oleh Kementerian Riset dan
Teknologi sebagai Lembaga pengelola Rusnas Kerapu. Untuk
melaksanakan tanggung jawab tersebut maka disusunlah
struktur organisasi pengelolaan sebagaimana dapat dilihat
pada diagram berikut ini.

LEMBAGA MITRA KETUA TIM


LIITBANG: PENGELOLA LEMBAGA MITRA
Dit. TPSA - BPPT AGRIBISNIS:
Balai Budidaya Laut - PT Meta Epsi -
Lampung Lampung
Balai Budidaya Pantai PT Kyorisa - Batam
– Situbondo Koordinator Adm / Koordinator Forum Ekonomi
Balai Besar BD Air Keuangan Program Riset Kelautan
Payau Jepara Asosiasi Budidaya
Balai BD Pantai Takalar Tenaga Tenaga
Ikan (ASBUDI)
- Sulsel Pendukung Pendukung
HNSI
Loka Budidaya Pantai -
Gondol POKJA TATA
Pusat Riset Budidaya RUANG
-DKP
Dit. Perbenihan- DKP
Dit. Budidaya - DKP POKJA BENIH &
Faperikan IPB INDUK
LON - LIPI
Faperta -UGM, POKJA NUTRISI /
UNIBRAW PAKAN
DLL
POKJA
PENYAKIT IKAN

Loka karya POKJA Komersialisai


Tahunan; BUDIDAYA Produk
Raapat Pokja Pilot Proyek
Forum Kerapu POKJA PASCA Teaching Industry
Indonesia PANEN Pengembangan
Manajemen Technoindustrial
Website Cluster
POKJA
PEMASARAN &
BANG USAHA

Gambar 3. Struktur organisasi pengelolaan Rusnas Kerapu.


Ketua tim pegelola (Ex. Officio Direktur Pusat Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian) dibantu oleh
Koordinator Administrasi Keuangan dan Koordinator Program
Riset yang masing-masing dilengkapi tenaga pendukung.
Koordinator Adm/Keu akan berhubungan dengan Pokja dalam

30
hal administrasi keuangan, disamping mengkoordinir kegiatan
Lokakarya, Rapat Pokja, Forum Kerapu dan pengelolaan
website. Sedangkan Koordinator Program Riset berhubungan
dengan Pokja dalam hal perumusan dan pelaksanaan
kegiatan riset, selain melaksanakan kegiatan yang berkaitan
dengan komersialisasi produk, pilot proyek, teaching industry
dan pengembangan Technoindustrial Cluster. Anggota pokja
terdiri dari Mitra Lembaga Litbang maupun Mitra Agribisnis.
Program Rusnas Kerapu dilaksanakan oleh suatu konsorsium
antar lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan industri dan
dikoordinasikan oleh “lembaga pengelola” yaitu Pusat
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian
(PPP-TBP) , Kedeputian Bidang Agroindustri dan Bioteknologi,
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Dalam pelaksanaannya, lembaga pengelola menghimpun
berbagai pelaku yang terlibat dalam agribisnis kerapu untuk
secara bersama-sama merumuskan “technological road map”
dan membentuk “techno industrial cluster” di bidang
agribisnis kerapu. Selanjutnya, berdasarkan technological
roadmap yang telah tersusun, masing-masing stakeholder
(instansi litbang pemerintah, universitas, swasta) yang
terlibat dapat melaksanakan peranannya secara terkoordinasi
dan sinergi sehingga mencapai keunggulan inovasi di bidang
agribisnis kerapu.
Dalam mensinergikan berbagai kemampuan dan potensi
pengembangan teknologi budidaya kerapu, yang perlu
pertama kali dilakukan adalah identifikasi dan pemetaan
aktivitas berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi
maupun kegiatan bisnis pihak swasta/pengusaha. Beberapa
instansi diketahui telah melakukan kajian teknologi budidaya
kerapu secara terpisah, diantaranya Balai Budidaya Laut
Lampung, Balai Budidaya Air payau Situbondo, Balai Riset
Perikanan Pantai Gondol dan Balai Besar Budidaya Air payau
Jepara. Selain Lembaga-lembaga di atas yang sebagian besar
dibawah lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan,
BPPT mempunyai program unggulan dalam kaitannya dengan
pengembangan teknologi budidaya kerapu. Cakupan
penanganan permasalahannya cukup koprehensif dan sesuai
dengan sumberdaya yang dimiliki, BPPT telah menetapkan
untuk menangani dari budidaya sampai pascapanen dengan
kajian-kajian secara tekno-ekonomi.

31
VI. EXIT STRATEGY

Exit strategy menunjukkan pada tahapan mana dan kapan


program RUSNAS harus dihentikan karena industri perikanan
kerapu yang didukung oleh program ini telah memasuki tahap
komersialisasi. Pada kasus RUSNAS Kerapu, exit strategi
akan berbeda untuk setiap klaster teknologi. Perbedaan
tersebut ditentukan oleh karakteristik kegiatan yang
dilakukan. Sebagai contoh, pada klaster teknologi produksi
induk dan benih unggul, diperlukan waktu hingga 8 tahun,
sesuai dengan “roadmap” yang telah disusun. Lamanya
waktu yang diperlukan untuk “exit” dari program tersebut
disebabkan karena untuk menghasilkan induk unggul, maka
diperlukan 2- 3 generasi, dimana masing-masing generasi
membutuhkan waktu 2-3 tahun.
Exit strategy untuk setiap klaster teknologi ditetapkan oleh
masing-masing kelompok kerja yang tersusun dalam agenda
riset yang akan dievaluasi setiap tahunnya pada saat
Lokakarya. Exit strategy tersebut akan menjadi standard yang
built in dengan kegiatan R&D dan bertumpu pada kesiapan
pasar mengadopsi produk dan teknologi baru yang dihasilkan
oleh RUSNAS.

Beberapa hasil kajian yang diperoleh, pada tahap awal akan


disosialisasikan kepada kelompok sasaran pengguna, baik
melalui public expose menggunakan selebaran, media masa

32
termasuk didalamnya electronic news (e-news) via web site
www.kerapu.com maupun demplot berupa pelatihan dsbnya.
Dalam penerapannya akan disesuaikan dengan kondisi yang
ada (bentuk kerjasama atau lainnya), tergantung pada
kesiapan penggunanya (kemampuan finansial, SDM, dsb).
Beberapa produk, proses produksi yang dapat dihasilkan
antara lain:

N JENIS KELUARAN PENGGUNA TARGET


O SASARAN WAKTU
1 SOP manajemen penyediaan Panti benih 4 – 6 tahun
induk
2 Induk ikan kerapu dengan Panti benih, 7 –10
karakter tertentu pengusaha, tahun
masyarakat
3 Jenis pakan alami dan Formulasi Panti benih, 4 – 5 tahun
pakan buatan pengusaha dan
masyarakat
nelayan
4 Penentuan Lokasi Budidaya KJA Pemda, 3 – 5 tahun
dan Model pendugaan daya pengusaha
dukung perairan
5 SOP budidaya ikan kerapu di KJA Pengusaha, 3 – 5 tahun
masyarakat
nelayan
6 Formulasi pakan Panti benih, 3 – 5 tahun
pengusaha,
nelayan,
petambak,
industri pakan
7 Teknologi transportasi ikan hidup Eksportir, panti 3 tahun
benih
8 Paket usaha Budidaya Kerapu Pengusaha, 3 – 5 tahun
masyarakat
nelayan

Lampiran 1. Diskripsi fisik jenis-jenis ikan kerapu yang banyak


diperdagangkan di Indonesia.
Cromileptis altivelis
Humpback or Polka dot
grouper
(Kerapu Tikus atau Kerapu
Bebek)

Ephinephelus. fuscoguttatus

33
Brown marbled grouper
(Kerapu Macan)

Epinephelus tauvina
Green grouoper
(Kerapu Lumpur)

Epinephelus malabaricus
Estuarine grouper
(Kerapu Malabar)

Plectopomus leopardus
Spotted coral grouper
(Kerapu Sunu)

Chelinius undulatus
Napoleon wrasse
(Ikan Napoleon)

Epinephelus lanceolatus
Giant grouper
(Kerapu Ketang)

Lampiran 2. Daftar Impor Ikan Kondumsi Hidup di Hong Kong (kg)

1999 2000
Negara
Volume % Volume %

Australia 429.406 3,87 605.061 6,16


Benin R 338 0,00
Brunei 11.924 0,11 4.745 0,05
Cambodia 20.394 0,18 32.4320,33
Canada 103 0.00

34
Fiji 200 0,00
France 4.040 0,04
Iceland 456 0,00
India 10.832 0,10
Indonesia 1.100.964 9,91 922.896 9,39
Japan 743 0,01 43.2330,44
Kenya 200 0,00
Kiribati 15.000 0,14
Korea 3.215 0,03 1.792 0,02
China 3.148.746 28,35 3.164.172 32,20
Malaysia 780.890 7,03 409.979 4,17
Maldives 66.500 0,60 19.500 0,20
Marocco 97 0,00
Mynmar 8.272 0,07 550 0,01
Namibia 955 0,01
Nauru 282 0,00
Papua New Guinea 90 0,00
Philippines 657.834 5,92 1.035.446 10,54
Seychelles 25.000 0,25
Singapore 41.892 0,38 11.761 0,12
South Afrika 245 0.00
Srilanka 726 0,01
Taiwan 1.081.141 9,73 941.410 9,58
Thailand 3.533.974 31,82 2.462.122 25,05
Togo 840 0,01
Vietnam 187.327 1,69 143.279 1,46

Total 11.106.930 9.827.427


Sumber : IMA Hong kong Februari 2001

Lampiran 3. Volume Impor Konsumsi Hidup di Hongkong asal Indonesia

1997 1998 1999 2000


1.889.002 Kg 1.855.447 Kg 1.100.964 Kg 922.896 Kg
Sumber : IMA Hong Kong, Februari 2001

35
Lampiran 4. Daftar Harga Ikan Makanan Hidup di Hong Kong,
1970 – 2000 (US$ /Kg)

1970 1975 1982 1992 1998 2000


Jenis Ikan
W W C W C W C W C W C

Red Grouper 14 14 11 43 33 30
(E. akaara)

Green Grouper 10 11 - 28 23 23 19 17 12 14 11
(E. Coides)

Red Coral Trout - - - 25 - 26 - 38 - 28 -


(Plectropomus leop.)

Humphead Wrasse - - - - - 63 - 63 - 60 -
(Checlinus Undulatus)

Highfinned Grouper - - - 63 - 63 - - - 60 -
(Cromilepter altivelis)

Tiger Grouper - - - 15 - - - 28 23 26 21
(E.fuscoguttatus)
Sumber : IMA Hong Kong, Februari 2001

36

You might also like