You are on page 1of 35

STEP 1 Transfusi Darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang

lain (resipien). Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia (obat) untuk mengurangi, menghilnagkan atau menghambat pertumbuhan parasit atau mikroba di tubuh hospes (pasien). Leukositosis adalah peningkatan sel darah putih (leukosit) di atas nilai normal. Nilai normal leukosit berbeda pada bayi, anak, dan dewasa. Leukositosis dapat disebabkan oleh infeksi, radang (inflamasi), reaksi alergi, keganasan, dan lain-lain.

STEP 2 1. Mengapa konjungtiva pucat, pergerakannya tidak aktif, dan tidak ada pembesaran ? 2. Pemeriksaan penunjang pada kasus? 3. Patofisiologi leukositosis? 4. Pada penatalaksanaan awal mengapa diberi tranfusi dan kemoterapi? 5. Diagnosa pada kasus? 6. Tata laksana pada kasus? 7. Fisiologi leukosit?

STEP 3 1. Mengapa konjungtiva pucat, pergerakannya tidak aktif, dan tidak ada

pembesaran ? Biasanya konjungtiva pucat mengindikasikan terjadinya anemia pada pasien sehingga pasien terlihat lebih pucat pada konjungtivanya, dan juga lebih lemas (pergerakan nya tidak aktif). Selain itu tidak ditemukan adanya hepatomegali dan splenomegali berarti kondisi tersebut menggambarkantidak terjadinya infiltrasi 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pemeriksaan penunjang pada kasus?LO Patofisiologi leukositosis?LO Pada penatalaksanaan awal mengapa diberi tranfusi dan kemoterapi?LO Diagnosa pada kasus?LO Tata laksana pada kasus?LO Fisiologi leukosit?

Leukosit terdiri dari granulosit (neutrofil,basofil dan eosinofil) dan agranulosit (monosit dan limfosit).leukosit dibentuk di sumsum tulang belakang, secara umum leukosit ini sendiri berperan sebagai sistem pertahanan tubuh. Pada kondisi tertentu peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya infeksi atau neoplasma. Nilai normal leukosit yaitu 4.000-11.000/l

STEP 4 1. Mengapa konjungtiva pucat, pergerakannya tidak aktif, dan tidak ada

pembesaran ? Disebabkan oleh hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel leukemia. Semua cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel leukemik yang ganas, sehingga semakin lama cadangan lemak dalam jaringan adiposa semakin berkurang, akibatnya gizi pasien terkesan kurang, lemas, dan mudah lelah. Kemungkinan lain penyebab penurunan status gizi pasien adalah anemia dan gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan aktivitas seluler yang terjadi mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya tubuh menjalankan mekanisme pengaturan suhu sehingga terjadi demam. Kemungkinan lain akibat terjadinya demam adalah adanya infeksi. Walaupun sel-sel leukosit yang berperan dalam sistem imunitas meningkat, tetapi sel yang terbentuk tidak berdiferensiasi dengan sel imun jenis apapun, sehingga tidak fungsional dalam menjaga kekebalan tubuh. Fenomena ini disebut dengan leukopenia fungsional. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pemeriksaan penunjang pada kasus?LO Patofisiologi leukositosis?LO Pada penatalaksanaan awal mengapa diberi tranfusi dan kemoterapi?LO Diagnosa pada kasus?LO Tata laksana pada kasus?LO Fisiologi leukosit?

Pembentukan Leukosit. Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Selain sel-sel committed tersebut, untuk membentuk eritrosit dan membentuk leukosit. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik.

Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel muda yang berupa limfoblas.

Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi. Kemudian, bila kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin akan dilepaskan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari. Sedangkan limfosit sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area limfoid kecuali pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah. Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya 4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 jam berikutnya dalam jaringan. Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan sering kali berkurang. Hal ini dikarenakan granulosit dengan cepat menuju jaringan yang terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri harus dimusnahkan.

Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada di dalam darah sebelum berada dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya yang sangat besar untuk menjadi makrofag jaringan. Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan menjadi dasar bagi sistem makrofag jaringan yang merupakan system pertahanan lanjutan dalam jaringan untuk melawan infeksi. Limfosit terus menerus memasuki sistem sirkulasi bersama dengan pengaliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfe lain. Kemudian, setelah beberapa jam, limfosit berjalan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis dan selanjutnya kembali memasuki limfe dan kembali ke jaringan limfoid atau ke darah lagi demikian seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, tetapi hal ini tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut Tabel Jenis-Jenis Sel Darah Putih

% dalam Tipe Gambar Diagram tubuh manusia Keterangan

Neutrofil dengan proses Neutrofil 65%

berhubungan pertahanan peradangan tubuh kecil

terhadap infeksi bakteri serta lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama bakteri; matinya terhadap aktivitas neutrofil infeksi dan dalam 6

jumlah

yang

banyak

menyebabkan adanya nanah.

Eosinofil parasit, dengan

terutama demikian eosinofil banyaknya

berhubungan dengan infeksi Eosinofil 4% meningkatnya menandakan parasit.

Basofil bertanggung Basofil <1% antigen

terutama jawab untuk jalan histamin

memberi reaksi alergi dan dengan mengeluarkan peradangan.

kimia yang menyebabkan

Limfosit

25%

Limfosit lebih umum dalam sistem limfosit:


Sel

limfa. tiga

Darah jenis

mempunyai

B: Sel B membuat yang mengikat lalu hanya yang patogen, membuat dapat tapi

antibodi patogen tidak antibodi mengikat

menghancurkannya. (Sel B

setelah beberapa

adanya sel

serangan, B akan dalam antibodi sistem

mempertahankan kemampuannya menghasilkan sebagai 'memori'.)


Sel

layanan

T: CD4+ (pembantu) T mengkoordinir

Sel

tanggapan ketahanan (yang bertahan dalam infeksi HIV) sarta penting untuk menahan bakteri intraseluler. CD8+ (sitotoksik) membunuh terinfeksi virus.
Sel

dapat sel yang

natural

killer:

Sel

pembunuh alami (natural killer, NK) dapat membunuh sel tubuh yang tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh karena telah terinfeksi virus atau telah menjadi kanker. Monosit 6% Monosit membagi fungsi vakum" "pembersih

(fagositosis) dari neutrofil, tetapi lebih jauh dia hidup dengan tugas tambahan: potongan 8 memberikan

patogen

kepada

sel

sehingga patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau menjaga. Monosit Makrofag (lihat di atas) dikenal juga sebagai makrofag setelah dia meninggalkan aliran darah serta masuk ke dalam jaringan. Neutrofil. Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, sel-sel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pinkoleh campuran jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua : Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase. Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal dapat membuat untuk tanggapan antibodi

(protein Kationik) yang dinamakan fagositin. Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada molekultirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya.

Eosinofil. Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat. Basofil. Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan kekebalan.

Limfosit. Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah. Normal, inti relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos seperti 10

imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Monosit. Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat tetap monosit. Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Aparatus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung daIam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan antigen.

STEP 5 1. 2. 3. 4. 5. Pemeriksaan penunjang dan diferensial diagnosis pada kasus ? Patofisiologi leukositosis ? Pada penatalaksanaan dan prognosa kasus ? Diagnosa pada kasus dan klasifikasi leukemia ? Indikasi dan cara tranfusi dan kemoterapi? 11

STEP 6 BELAJAR MANDIRI Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik dan Ringkas. Denpasar: EGC. Dewoto, Hedi R. Wardhini B.P, S. 2007 Antianemia Defisiensi dan Eritropoietin. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI. 12

Guyton, Arthur C; alih bahasa Irawati, editor Luqman Yanuar Rachman. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran/ Arthur C. Guyton, John E. Hall. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Putih dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC. Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Greer JP et.al, Acute myelogenous leukemia. In Lee RG et. al, editors: Wintrobes clinical hematology, ed 10, Baltimore, 1999, Williams & Wilkins. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. Hoffbrand, A.V. Petit, J.E. 1996. Kapita Selekta Haematologi. Jakarta: EGC. Kurnianda, Johan. Leukemia Mieloblastik Akut dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti.et.al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. STEP7 1. Pemeriksaan penunjang dan diferensial diagnosis pada kasus ?

Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik LLA, klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu: 13

1.

Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan apus darah tepi. Jumlah

leukosit dapat normal,meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm3. Pada umunya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari 0 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3 2. Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang. Pemeriksaan ini sangat penting untuk

konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi. 3. Sitokimia. Gambaran morfologisel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang

kadang-kadang tidak dapat membedakan LLAdari keukemia mieloblastik akut (LMA). Pada LLA, pewarnaan sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekusor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfiblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow cytometry. 4. Imunofenotipe (dengan sitometri arus/Flow cytometry). Pemeriksaaan ini

berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap:

14

Untuk sel prekusor B:CD10(common ALL antigen),CD19,CD79A,CD22,

cytoplasmis m-heavy chain, dan TdT v v Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20 dan CD22

Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid antigen mieloid yang bisa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan dari abtigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang , dan perjalanan penyakit buruk. 5. Sitogenetik. Analisis sitogeetik sangat berguna karena beberapa kelainan

sitogenetik berhubungan dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. translokasi t(8;14), t(2;8) dan t(8;22) hanya ditemukan pada LLA sel B, dan kelainan kromosom ini meyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom Philadelphia, t(9;22)(q34;q11) yang khas untuk leukemia mielositik kronik dapat juga ditemukan pada 6. Biologi Molekuler. Tenik molekuler dikerjakan bila analisa sitogenetik rutin

gagal, dan untuk mendeteksi t(12;21) yang tidak terditeksi dengan sitogenetik standar. Teknik ini juga harus dilakukan untuk mendeteksi gen BCR-ABL yang mempunyai prognosis buruk. 7. Pemeriksaan Lainnya. Parameter koagulasi biasanyanormal dan koagulasi

intravaskular diseminata jarang terjadi. Kelainan metabolik seperti hiperuikemia dapat terjadi terutama pada pasien dengan sel-sel leukemia yang cepat membelah dan tumor burden yang tinggi. Pungsi lumbal dilakukan pada saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal. Perlu atau tidaknya tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang bersirkulasi masih kontroversi. Defenisi ketrlibatan susunan saraf pusat (SSP) 15

adalah bila ditemukan lebih dari 5 leukosit/mL, cairan serebrospinal dengan morfologi sel blas pada spesimen sel yang disentrafugasi. Pendekatan Diagnosis Pendekatan diagnosis LLA dewasa : Anamnesia Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Laboratorium, yaitu hitung darah lengkap, apus darah tepi,

pemeriksaan koagulasi, kadar fibrinogen, kimia darah, golongan darah ABO dan Rh, penentuan HLA Foto toraks atau computedtotography Pungsi lumbal Aspirasi dan Biopsi sumsum tulang. Pewarnaan sitokimia, analisa sitogenetik,

analisa imunofenotip, analisa molekuler BCR-ABL. Diagnosis Banding Limfositosis, limfadenopati dan hepatoslpenomegali yang berhubungan dengan Anemia aplastik

infeksi virus dan limfoma

2.

Patofisiologi leukositosis ?

16

Leukositosis yang terjadi sebagai akibat peningkatan yang seimbang dari masingmasing jenis sel, disebut balanced leokocytosis. Keadaan ini jarang terjadi dan dapat dijumpai pada hemokonsentrasi. Yang lebih sering dijumpai adalah leukositosis yang disebabkan peningkatan dari salah satu jenis leukosit sehingga timbul istilah neutrophilic leukocytosis atau netrofilia, lymphocytic leukocytosis atau limfositosis, eosinofilia dan basofilia. Leukositosis yang patologik selalu diikuti oleh peningkatan absolut dari salah satu atau lebih jenis leukosit. Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang,tetapi jarang lebih dari 11.000/l 4 Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan,maka keadaan tersebut disebut leukositosis.Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik.Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat,gangguan emosi,kejang,takhikardi paroksismal, partus dan haid.4 Leukositosis yang terjadi sebagai akibat peningkatan yang seimbang dari masing-masing jenis sel,disebut balanced leoko- cytosis.Keadaan ini jarang terjadi dan dapat dijumpai pada hemokonsentrasi.Yang lebih sering dijumpai adalah leukosi-tosis yang disebabkan peningkatan dari salah satu jenis leuko-sit sehingga timbul istilah neutrophilic leukocytosis atau netrofilia, lymphocytic leukocytosis atau limfositosis,eosino-filia dan basofilia.Leukositosis yang patologik selalu diikuti oleh peningkatan absolut dari salah satu atau lebih jenis leukosit Leukositosis: neutofilia (infeksi bakteri akut); basofilia (gangguan mieloproliferatif); monositosis (infeksi kronis, malaria, riketsia, penyakit kolagen vaskular,dll); limfositosis (gangguan imunologik berkepanjangan, infeksi virus); eosinofilia ( hay fever, penyakit kulit alergi, infeksi parasit, reaksi obat,dll)

3.

Pada penatalaksanaan dan prognosa kasus ?

17

Pengobatan utama untuk keganasan hematologi selama beberapa dekade adalah pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi (Baldy, 2006). Saat ini, pengobatan yang lain tersedia terbatas tetapi penggunaannya meningkat, dengan kemajuan dalam uji klinis, yang dikenal sebagai Biological. Kelompok obat ini adalah zat alami yang diambil dari sumber alami atau disintesis dalam laboratorium untuk menyerang target biologi tertentu (Finley, 2000). Biological dianggap menjaga sel induk hematopoietik dan oleh karena itu kurang toksik dan bersifat kuratif (Baldy, 2006). Kemoterapi atau Terapi Obat Sitotoksik. Obat sitotoksik merusak kapasitas sel untuk reproduksi. Tujuan terapi sitotoksik mula-mula menginduksi remisi dan selanjutnya mengurangi populasi sel leukemik yang tersembunyi, dan memulihkan sumsum tulang dengan kombinasi siklik dua, tiga atau empat obat. Pemulihan ini tergantung pada pola pertumbuhan kembali (differential regrowth pattern) sel hemopoietik normal dan sel leukemik. Transplantasi Sumsum Tulang. Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk memulihkan sistem hemopoietik pasien setelah penyinaran seluruh tubuh dan kemoterapi intensif diberikan dalam usaha membunuh semua leukemmik yang tinggal (Hoffbrand and Petit, 1996). Terapi ALL dibagi menjadi:

Induksi remisi

Terapi ini biasanya terdiri dari prednisone, vinkristin, antrasiklin dan L-asparaginase.

Intensifikasi atau konsolidasi

Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang berbeda diberikan tergantung protocol yang dipakai. 18

Profilaksis SSP

Terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi cranial, dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavailabilitas yang tinggi seperti metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis tinggi.

Pemeliharaan jangka panjang

Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2 tahun (Fianza, 2007). Prognosis Kebanyakan pasien LLA dewasa dapat mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja, dan hanya 30 % yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang sembuh dengan kemoterapi adalah usia15-20 tahun dengan faktor prognostik baik lainnya. Harapan sembuh untuk pasein LLA dewasa lainnya tergantung dari terapi yang lebih intensif dengan transplantasi sumsum tulang. Overall disease-free survival rate untuk LLA dewasa kira-kira 30 %. Pasien usia >60 tahun mempunyai disease-free survival rate 10 % setelah remisi komplit.

4.

Diagnosa pada kasus dan klasifikasi leukemia ?

19

Berdasarkan gejala-gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium yang ada, pasien menderita leukemia. Namun jenis leukemia yang diderita belum dapat dipastikan lebih lanjut, karena masih membutuhkan beberapa pemeriksaan lain seperti morfologi sel darah melalui pemeriksaan apusan darah, aspirasi dan biopsi sumsum tulang, analisis sitogenetik, serta immunophenotyping. Untuk diagnosis sementara sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang seperti diatas, manifestasi klinis yang ada lebih merujuk ke arah leukemia limfoblastik. Perkembangan penyakit, yaitu dalam 6 bulan telah menimbulkan gejala hepatomegali dan splenomegali merujuk ke arah leukemia akut. Selain itu anemia dan trombositopenia pada leukemia kronis timbul pada stadium akhir penyakit. Padahal, stadium akhir leukemia kronik dicapai setelah penyakit berjalan selama bertahuntahun. Sementara, dalam kasus, anemia dan trombositopenia terjadi dalam rentang waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan. Kemudian tidak adanya pembengkakan gusi mungkin dapat menjadi salah satu petunjuk bahwa pasien tidak mengalami leukemia limfoblastik akut (AML). Jadi, kesimpulan yang didapatkan dari kasus, pasien mengalami leukemia limfoblastik akut (ALL).

Menurut Ahmad Ramadi (1998) leukemia merupakan penyakit ganas, progresif pada organ - organ pembentukan darah yang ditandai dengan proliferasi dan perkembangan leukosit serta pendahulunya secara abnormal di dalam darah dan sumsum tulang belakang. Proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang tidak abnormal, jumlahnya berlebihan, dapat ,menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Mansjoer, 1999).

Menurut jenisnya, leukemia dapat dibagi atas leukemia mieloid dan limfoid. Masingmasing ada yang akut dan kronik. Secara garis besar , pembagian leukemia adalah 20

sebagai berikut yaitu :

Leukemia limfoid : Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun, dengan puncak insidensi antara umur 3 sampai 4 tahun. Manifestasi dari LLA adalah berupa proliferasi limpoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan tempat-tempat ekstramedular. Paling sering terjadi pada laiki - laki dibandingkan perempuan, LLA jarang terjadi (Smeltzer dan Bare, 2001). Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa: lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit) infeksi dan demam karena, berkurangnya jumlah sel darah putih perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit. (www.medicastore.com)

Manifestasi klinis :

Hematopoesis normal terhambat Penurunan jumlah leukosit Penurunan sel darah merah Penurunan trombosit

Leukeumia Limfositik Kronik (LLK) Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering menyerang pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah bening.

21

Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan kedua nya mulai membesar. Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal. (www.medicastore.com)

Manifestasinya adalah :

Adanya anemia Pembesaran nodus limfa Pembesaran organ abdomen Jumlah eritrosi dan trombosit mungkin normal atau menurun Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)

Leukemia Mieloid Leukemia Mielositik akut (LMA) Menurut Smeltzer dan Bare (2001), Leukemia akut ini mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke sua sel mieloid;monosit, granulosit, eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena , insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Gambaran klinis LMA, antara lain yaitu ;terdapat peningkatan leukosit, pembesaran pada limfe, rasa lelah, pucat, nafsu makan menurun, anemia, ptekie, perdarahan , nyeri tulang, Infeksi

22

Leukemia Mielogenus Kronik (LMK) Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih) yang abnormal (www.medicastore.com). Dimasukkan kedalam keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak terdapat sel normal dibaniding dalam bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan, jarang menyerang individu di bawah umur 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan umur. Gambaran klinis LMK mirip dengan LMA, tetapi gejalanya lebih ringan yaitu ; Pada stadium awal, LMK bisa tidak menimbulkan gejala. Tetapi beberapa penderita bisa mengalami: kelelahan dan kelemahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam atau berkeringat dimalam hari, perasaan penuh di perutnya (karena pembesaran limpa) (Smeltzer dan Bare, 2001) Dasar diagnosa Manifestasi proliferasi sistem limfopoetik yang hebat dalam bentuk antara lain pada darah tepi ditemukan jumlah lekosit sangat tinggi atau limfosit monoton (>90%) disertai adanya sel-sel muda (limfoblast >5%), menekan sistem haematopoetik lainnya dan mengadakan anak sebar. Anamnesa: Pucat mendadak, demam, perdarahan kulit berupa bercak kebiruan, perdarahan Bisa timbul mual, muntah, pusing dan nyeri pada sendi. Sering demam dengan sebab yang tidak jelas. dari organ tubuh lainnya misalnya epistaksis, perdarahan gusi, hematuria dan melena.

23

Pemeriksaan : Anemis, demam, tanda-tanda perdarahan seperti ptekie, ekimosis, epistaksis, Nyeri pada tulang dan sendi ( infiltrasi ke tulang ). Hati dan limfa membesar bila terdapat infiltrat ke organ tersebut. Apabila terjadi infiltrasi ke SSP dapat timbul gejala rangsang meningeal dan hematuria, dan melena.

tekanan intrakranial meninggi Laboratorium: Darah tepi: lekositosis yang hebat atau limfositosis relatif disertai gambaran penekanan sumsum tulang berupa anemia, trombositopenia, netropenia, disertai adanya sel-sel blast (limfoblast > 5%) BMP: sistim eritropoetik, granulopoetik tertekan. Limfoblast 10% Apabila terjadi infiltrasi ke SSP maka dapat ditemukan sel-sel lekemia dalam

cairan serebrospinalis.

24

Radiologi : Gambaran radiolusen pada jungta epipiseal tulang panjang ( infiltrasi ke tulang ). Klassifikasi : Kelompok French American British (FAB), mengklasifikasikan ALL dalam 3 golongan yaitu L1, L2, dan L3. Klasifikasi FAB ini dapat dipergunakan untuk meramalkan prognosa: L1 : lebih baik dari L2. L2 : lebih baik dari L3. L3 : prognosa jelek. Ciri-ciri fisiologis Ukuran sel Kromatin nukleus Bentuk nukleus Nukleolus L1 Predominan, sel kecil Homogen pada setiap kasus Reguler, kadang terbelah atau berlekuk Tidak terlihat, kecil, tidak jelas Sitoplasma Sitoplasma basofil Vakuola sitoplasma Pengobatan UNTUK ALL PROTOKOL 1A DAN 1B. A. PROTOKOL 1A. 1. Induksi Sistemik : 25 Sedikit Ringan atau sedang, jarang nyata Variasi L2 Besar, ukuran heterogen Variasi heterogen pada setiap kasus Irreguler, terbelah dan sering berlekuk Tampak satu atau lebih, sering besar Variasi, sering kali berlebihan Variasi, beberapa tampak gelap Variasi Sering prominen Sering kali berlebihan Sangat gelap Prominen, satu atau lebih L3 Besar dan homogen Berbintik-bintik halus dan homogen Reguler, oval sampai bulat

* *

Vincristin ( VCR ) 2 mg/m 2/minggu I.V. diberikan 4-6 kali, bila setelah 6 kali Prednison 40 mg/m2/hari peroral selama 4-6 minggu, kemudian tapering off SSP :

tidak remisi dianggap gagal. selama 1 minggu. Profilaksis: diberikan Metotrexate ( MTX ) intratekal 10 mg/m 2/minggu, Radiasi : radiasi kranial dengan dosis total 2400 rad, dimulai setelah satu

diberikan 5 kali berturut-turut dimulai setelah pemberian VCR pertama. minggu MTX intratekal terakhir. II. Rumat ( Maintenance ): a. b. 6-merkaptopurine (6-MP) dosis 65 mg/m2/hari peroral langsung setelah remisi. Methotrexata (MTX) dengan dosis 20 mg/m 2/minggu peroral dibagi dalam 2

dosis, diberikan setelah remisi dan sekurang-kurangnya satu minggu setelah MTX intratecal yang terakhir. III. Reinduksi : Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Sistemik : a. b. c. VCR dosis sama dengan induksi, diberikan sebanyak dua kali. Prednison dosis sama dengan induksi diberikan selama 2 minggu ( satu minggu SSP, MTX intratecal dengan dosis sama dengan induksi diberikan dua kali / 2

dosis penuh, satu minggu tapering off ). minggu berturut-turut.

IV. Immunoterapi : BCG diberikan dua minggu setelah VCR kedua pada reinduksi, pertama dengan dosis 0,6 cc intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 cc. BCG diberikan 3 kali dengan interval waktu 4 minggu. Selama itu sitostatika maintenance diteruskan. V. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. 26

B. PROTOKOL I B. I. Induksi : 6-Merkaptopurine (6-MP) dengan dosis 65mg/m2/hari peroral selama 4-6 minggu. Prednison 40mg/m2/hari peroral selama 4-6 minggu. Profilaksis pada SSP bila mungkin seperti pada protokol 1a. II. Maintenance : Cyclophosphamide ( CPA ) 250 mg/m2/minggu/oral. III. Reinduksi. Tidak diberikan. IV. Imunoterapi. Dosis dan cara sama seperti pada protokol 1a. V. Bila terjadi relaps, diberikan sitostatika sbb: MTX 20mg/m2/minggu peroral dibagi 2 dosis dan prednison 40 mg/m 2/hari peroral. Keduanya diberikan seperti pada induksi pertama ( 4-6 minggu). VI. Pengobatan dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

C. PROTOKOL WIJAYA KESUMA (WK ALL 2000) Terdiri dari : Protokol WK ALL 2000 SR (Standar Risk) Protokol WK ALL 2000 HR (High Risk) Massa mediastinum (+) Leukemia SSP SR : jika tidak ditemukan gejala di atas Remisi pada leukemia akut : 1. 2. 3. Bebas dari tanda-tanda leukemia. BMP : Blast kurang dari 5 % - Lekosit > 3000/mm3 27 Darah tepi : - Tidak dijumpai sel blast leukemik.

HR : WBC > 50.000/ul

- Trombosit > 100.000/mm3 - Hb > 10 g% tanpa transfusi darah. 5. Indikasi dan cara tranfusi dan kemoterapi?

A. Pengertian Transfusi Darah Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari donor yang sehat kepada penderita. Pada tahun 1900 Dr. Loustiner menemukan 4 macam golongan darah : 1. Golongan darah A 2. Golongan darah B 3. Golongan darah AB 4. Golongan darah O Selain itu tahun 1940 ditemukan golongan darah baru yaitu Rhesus Faktor positif dan rhesus faktor negatif pada sel darah merah (erythrocyt). Rhesus Faktor positif banyak terdapat pada orang Asia dan Negatif Pada orang Eropah, Amerika, Australia. B. Jenis Donor Darah Ada dua macam donor darah yaitu : 1. Donor keluarga atau Donor Pengganti adalah darah yang dibutuhkan pasien

dicukupi oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien. 2. Donor Sukarela adalah orang yang memberikan darah, plasma atau komponen

darah lainnya atas kerelaan mereka sendiri dan tidak menerima uang atau bentuk pembayaran lainnya. Motivasi utama mereka adalah membantu penerima darah yang tidak mereka kenal dan tidak untuk menerima sesuatu keuntungan. C. Syarat Syarat Calon Donor Darah : 1. 2. 3. 4. Umur 17 60 tahun Berat badan 50 kg atau lebih Kadar Hemogblin 12,5 g/dl atau lebih Tekanan darah 120/140/80 100 mmHg 28

5. 6. 7. 8. 9.

Nadi 50-100/menit teratur Tidak berpenyakit jantung, hati, paru-paru, ginjal, kencing manis, penyakit Tidak hamil, menyusui, menstruasi (bagi wanita) Bagi donor tetap, penyumbangan 5 (lima) kali setahun. Kulit lengan donor sehat.

perdarahan, kejang, kanker, penyakit kulit kronis.

10. Tidak menerima transfusi darah/komponen darah 6 bulan terakhir. 11. Tidak menderita penyakit infeksi ; malaria, hepatitis, HIV/AIDS. 12. Bukan pencandu alkohol/narkoba 13. Tidak mendapat imunisasi dalam 2/4 bulan terakhir. 14. Beritahu Petugas bila makan aspirin dalam 3 hari terakhir. D. Proses Transfusi Darah 1. 2. 3. Pengisian Formulir Donor Darah. Pemeriksaan Darah Pengambilan Darah dilakukan

Pemeriksaan golongan, tekanan darah dan hemoglobin darah. Apabila persyaratan pengambilan darah telah dipenuhi barulah pengambilan darah. 4. Pengelolahan Darah Beberapa usaha pencegahan yang di kerjakan oleh PMI sebelum darah diberikan kepada penderita adalah penyaringan terhadap penyakit di antaranya : a. b. c. d. 5. Penyakit Hepatitis B Penyakit HIV/AIDS Penyakit Hipatitis C Penyakit Kelamin (VDRL) Penyimpanan Darah

Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1-2 jam Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 26 derajat celcius. Darah ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen seperti : PRC,Thrombocyt,Plasma,Cryo precipitat 29

E. 1. 2. 3. 4. 5.

Pengambilan Darah Oleh petugas yang berwenang. Menggunakan peralatan sekali pakai. 250-350 ml, tergantung berat badan. Mengikuti Prosedur Kerja Standar. Informed Consent : Darah diperiksa terhadap IMLTD (Infeksi Menular Lewat

Transfusi Darah) ; Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, Sifilis). KEMOTERAPI Pendahuluan - Mula-mula digunakan istilah kemoterapi tahun 1900 oleh Paul Erlich - Kemoterapi : Zat- zat yang dapat menghentikan pertumbuhan dari sel kanker. - Kemoterapi: umumnya bersifat paliatif; yaitu meringankan gejala tanpa mempengaruhi secara pasti jalannya penyakit selanjutnya (dapat memperpanjang waktu hidup) - Kemoterapi bersifat kuratif : jika terapi dimulai sedini mungkin yaitu pada kanker darah, kanker testis. -Kemoterapi - kurang efektif: pada tumor yang tumbuhnya perlahan dengan sedikit sel yang sedang membelah. Msalnya : kanker paru-paru, usus besar, kanker hati, rahim - Kemoterapi tidak efektif: terhadap kanker ginjal dan kanker leher rahim.

Pembagian respon tumor terhadap kemoterapi: (cancer terapi) A. Sembuh dengan Kemoterapi: ALL, AML, Ewing Sarkoma, Gestyasional trofoblastik Ca, Hodkins disease, Ca Testis, Wilms Tumor, LNH, Rhabdomyosarkoma. B. Kemoterapi mempunyai aktivitas yang bermakna: Ca anus, Ca bladder, Ca mammae, CLL, CML, Ca endometrium, Ca kepala dan leher, Kanker paru sel kecil, Multiple Myeloma, Limfoma folikuler, Ca ovarium, 30

Hairy cell leukemia. C. Kemoterapi mempunya aktivitas minor: Tumor otak, Ca cervix, Ca kolorectal, Ca Prostat, Hepatoseluler karsinoma, tumor paru non small sell, melanoma, sarkoma kaposi, Ca pankereas, Ca gaster, Ca sell ginjal, sarkoma jaringan lunak. D. Kemoterapi Ajuvan Efektif: Ca mammae ( KGB aksila (+), Ca colorectal (Dukes B2 atau C) sarkoma osteogenik, Ca ovarium (stadium III), Ca testis. Kemoterapi Kombinasi: Terbukti manfaat penggunaan beberapa obat kemoterapi secara bersamaan dibanding pemberian obat kemoterapi tunggal hampir pada semua kanker. 1. Diberikan obat kemoterapi yang jelas terapinya secara tunggal cukup tinggi 2. Toksisitasnya tidak tumpang tindih sehingga lebih berat terhadap satu organ. 3. Bisa diberikan secara bersamaan sehingga intensitas obat bertambah kuat, tetapi efek samping tidak bertambah. 4. Diberikan secara dose intensity. Dose intensity adalah : - Tepat dosis ( sesuai luas permukaan tubuh), tepat jadwal. - Jarak waktu antara 2 siklus harus cukup pendek sehingga hanya memberiwaktu kesempatan pulih sel-sel normal Kemoterapi sebagai pengobatan kanker: 1. Pengobatan induksi: -Untuk tumor-tumor non solid atau kasus lanjut karena tidak ada pilihan cara pengobatan lainnya. - disebut juga pengobatan penyelamatan (salvage) 2. Kemoterapi Ajuvant: Pengobatan tumor primer dikontrol dengan cara lain ( bedah/ Radiasi) 31

Diyakini masih adanya sisa sel-sel tumor yang sukar dideteksi sehingga perlu tambahan kemoterapi. 3. Kemoterapi Primer: Kemoterapi sebagai pengobatan pertama sebelum pengobatan lain ( bedah/ radiasi) 4. Kemoterapi Neo-adjuvant: Setelah pengobatan bedah/ radiasi ditambahkan kemoterapi atau dilanjutkan kkembali kemoterapi. Efek samping kemoterapi: 1. Efek samping cepat atau akut ( immediate): terjadi dalam beberapa detik sampai 30 menit (syok anafilaktik, aritmoia cordis, nyeri daerah suntikan). 2. Efek samping segera (early) terjadi dalam 30 menit sampai 72 jam ( mual,muntah, demam, reaksi hipersensitifitas, flu-like syndrome, sistitis). 3. Efek samping agak lambat (intermediate) -terjadi dalam 72 jam- beberapa hari, misal: depresi sum-sum tulang ( Anemia, Leukopenia, trombositopenia): terjadi sesudah 1-3 minggu ( obat mielosupresi pada umumnya) atau 4-6 minggu ( gol nitrosurea) - stomatitis, diare, alopesia, neuropati perifer, ileus paralitik, toksisitas pada ginjal, penekanan sistim kekebalan tubuh. 4. Efek samping lambat (late) terjadi pada beberapa bulan, misalnya : - hiperpigmentasi kulit Kerusakan pada organ vital jantung : dexorubisin Paru : bleomisin-busulfan Hati : Metotrexat. - Efek pada sistim reproduksi ( Amenore, spermatogenesis menurun) - Perubahan sistim endokrin (feminisasi, virilisasi) - Efek Karsinogenik (kanker sekunder) 32

Pengelolaan simtomatik post kemoterapi: Nausea dan vomitus - golongan fenotiazin= lini pertama - Domperidon ><> 20000/mm e. Infeksi f. Oleh karena defisiensi imunologi yang berhubungan dengan keganasan. Efek kemotherapi Perlu dilakukan kultur darah, urin, sputum swab faring. Pemberian Kemoterapi Dapat dengan suntikan (iv,IM, atau subkutan) dapat dengan cara khusus, yaitu: 1. suntikan intrathecal lewat pungsi lumbal 2. suntikan intrapleura untuk melekatkan pleura viceralis dan pleura parietalis 3. suntikan intra arteri seperti intra arteri hepatis 4. suntikan intra peritoneal seperti peritoneal dialisis untuk pengobatan cairan asites yang maligna 5. kemoterapi sebagai radiosensitizer kemoterapi disuntik segera sebelum atau tepat bersamaan waktu penyinaran. - Peroral contohnya Altretamine, ATRA, Busulfan, 6-Thioguanin, treosulfan, calsiumfolinate, capecitabine, trofosfamid, chlorambucil, siklofosfamide/iv, dll.Procarbazin, mercaptopurine, MTx/ iv,im,ith - Intra thecal: Cytarabine/iv,im, sc;mtx. - Intra pleura: Bleomicin. - Intraarteri: Bleomicin, cisplatin, dactinomycin, dexorubicin, 5fu, etoposide, melphalan, mitomysin, nimustine, dll - Intraperitoneal : carboplatin, cisplatin, 5 fu (u/acites), mitotraxone. 33

- Intra hepatika : mitoxantone Kontra Indikasi Kemoterapi A. Kontra indkasi absolut: - pada stadium terminal - Kehamilan trimester pertama - Kondisi septikemia dan koma. B. Kontra indikasi relatif : - Bayi <>8g/dl, leukosit > 3000/mm3 Pedoman penyesuaian dosis obat sitostatika: jml leukosit jml plateled dosis >4000 >10000000 100% 3500-4000 > 75000-100000 75% 3000-3500 50.000-75.000 50% <3000 <50.000 0% 2. BMP : Pada kasus dengan kelainan darah perifer untuk penetapan diagnosa dan stadium. 3. Fungsi liver, Ureum, kreatinin, kreatin klears asam urat, LDH D. Pemeriksaan radiologis: -Foto Thoraks -Bone survei ( mis: pada mieloma atau kanker payudara) -Bone scan -CT Scan, Limfangiografi,MRI DAFTAR PUSTAKA Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik dan Ringkas. Denpasar: EGC. Dewoto, Hedi R. Wardhini B.P, S. 2007 Antianemia Defisiensi dan Eritropoietin. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI.

34

Guyton, Arthur C; alih bahasa Irawati, editor Luqman Yanuar Rachman. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran/ Arthur C. Guyton, John E. Hall. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Putih dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC. Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Greer JP et.al, Acute myelogenous leukemia. In Lee RG et. al, editors: Wintrobes clinical hematology, ed 10, Baltimore, 1999, Williams & Wilkins. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. Hoffbrand, A.V. Petit, J.E. 1996. Kapita Selekta Haematologi. Jakarta: EGC. Kurnianda, Johan. Leukemia Mieloblastik Akut dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti.et.al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

35

You might also like