You are on page 1of 31

1

KARAKTERISTIK VOLUMETRIK FLUIDA MURNI



Sifat termodinamika, seperti energi dalam dan entalpi, yang digunakan untuk
menghitung kerja dan panas pada proses industri, sering dievaluasi dari data
volumetrik. Lebih lanjut, hubungan antara tekanan/volume/temperatur (PVT)
merupakan hal yang penting dalam mengukur vessel dan jaringan pipa dalam
industri. Hubungan tersebut merupakan model realistik yang paling sederhana
dari sifat fluida. Persamaan keadaan (Equation Of State / EOS) merupakan
pondasi penjelasan secara kuantitatif dari fluida riil.

SIFAT PVT DARI ZAT MURNI
Pengukuran tekanan uap dari suatu zat murni, baik sebagai solid dan sebagai
liquid, menggunakan kurva tekanan vs temperatur seperti yang ditunjukkan
garis 1-2 dan 2-C dalam fig 3.1 . Garis ketiga (2-3) memberikan hubungan
kesetimbangan solid/liquid. Ketiga garis menggambarkan kondisi P dan T
dimana dua fase dapat muncul, dan merupakan batas untuk daerah satu fase.
Garis 1-2, kurva sublimasi, memisahkan daerah solid dan gas ; garis 2-3
kurva fusi (fusion), memisahkan daerah solid dan liquid ; garis 2-C, kurva
penguapan memisahkan daerah liquid dan gas. Ketiga garis itu bertemu pada
triple point, dimana tiga fase muncul dalam kesetimbangan. Menurut aturan
fase, persamaan (2.7), triple point adalah tetap (F = 0), jika sistim muncul
sepanjang garis dua fase dalam fig 3.1 maka triple point berharga (F = 1), bila
berada dalam daerah satu fase maka triple point berharga (F = 2).
Kurva penguapan 2-C berhenti pada titik C, disebut titik kritis. Koordinat titik
ini merupakan tekanan kritis P
c
dan temperatut kritis T
c
, tekanan tertinggi dan
temperatur tertinggi dimana spesies tertinggi dapat muncul dalam
kesetimbangan uap/liquid.
Fluida homogen umumnya diklasifikasikan sebagai liquid atau gas. Namun
perbedaan yang jelas antara kedua jenis fase tersebut tidak dapat dilakukan
karena dua fase tersebut menjadi sulit dibedakan pada titik kritis. Alur seperti
itu, ditunjukkan dalam fig 3.1 dari A menuju ke B berasal dari daerah liquid ke
daerah gas tanpa melewati batasan fase. Transisi dari liquid ke gas
berlangsung secara berkelanjutan. Dengan kata lain, alur yang melewati
2
batasan fase 2-C meliputi langkah penguapan dimana perubahan secara
kasar dari fase liqiud ke gas terjadi.
Area yang terdapat pada temperatur dan tekanan yang lebih besar dari T
c
dan
P
c
ditandai dengan garis putus putus pada fig 3.1, yang tidak menunjukkan
batas fase, tetapi lebih menunjukkan pada batasan yang ditentukan dengan
pengertian kata liquid dan gas. Sebuah fase dikatakan liquid jika kondensasi
dihasilkan dari penurunan tekanan pada temperatur konstan. Sebuah fase
juga dikatakan gas jika kondensasi dihasilkan dari penurunan temperatur
pada tekanan konstan. Karena tidak ada proses yang terjadi pada area di
atas garis putus putus, maka disebut dengan istilah daerah fluida
Daerah gas kadang kadang dibagi menjadi 2 bagian, seperti yang
ditunjukkan dengan garis titik titik vertikal. Fase gas yang terdapat di
sebelah kiri dari garis ini, yang dapat dikondensasikan baik oleh kompresi
pada temperatur konstan maupun dengan pendinginan pada tekanan konstan
disebut dengan fase uap. Daerah yang terdapat di sisi kanan dari garis ini,
dimana T > T
c
, meliputi juga daerah fluida, disebut sebagai superkritis
(supercritical)


Diagram PV
Fig 3.1 tidak menyediakan informasi tentang volume. Pada diagram PV (fig
3.2(a)), batasan ini menjadi area dengan dua fase seperti solid/liquid,
solid/uap, dan liqiud/uap muncul dalam kesetimbangan. Untuk T dan P yang
diberikan, jumlah relatif fase menentukan volume molar/spesifik. Triple point
3
pada fig 3.1 menjadi garis horizontal, dimana tiga fase muncul pada
temperatur dan tekanan tunggal.
Fig 3.2(b) menunjukkan diagram PV dari liquid, liquid/uap, dan uap. Isoterm
yang pada fig 3.1 berupa garis vertikal, dan pada temperatur yang lebih besar
dari T
c
tidak melewati batas fase. Pada fig 3.2(b) isoterm yang diberi label T >
T
c
berupa garis yang smooth (halus).

Garis berlabel T
1
dan T
2
merupakan temperatur subkritis dan terdiri dari tiga
elemen. Segmen horizontal dari setiap isoterm menunjukkan semua
campuran liquid dan uap yang dapat terjadi pada kesetimbangan, dengan
jangkauan dari 100% liquid pada sisi ujung kiri sampai 100% uap pada sisi
ujung kanan. Lokasi dari titik titik akhir berupa kurva lengkung denga tanda
BCD, Pada paruh kiri, B ke C menunjukkan fase tunggal berupa liquid jenuh
pada temperatur penguapannya (titik didih) sedangkan pada paruh kanan, C
ke D menunjukkan fase tunggal berupa uap jenuh pada temperatur
kondensasinya. Bagian horizontal isoterm terletak pada tekanan uap atau
tekanan jenuh seperti yang diperlihatkan pada fig 3.1 dimana isoterm
melewati kurva penguapan.
Daerah dua fase liquid/uap terletak di bawah BCD, dimana daerah subcooled-
liquid dan superheated-vapor terletak di sebelah kiri dan kanan. Subcooled-
liquid terletak pada temperatur di bawah titik didih dari tekanan yang diberikan
sedangkan superheated-vapor terdapat pada temperatur di atas titik didihnya.
4
Kurva isoterm daerah subcooled-liquid sangat curam karena volume liquid
berubah sangat kecil bila dibandingkan dengan perubahan yang besar pada
tekanan.
Segmen horizontal dari kurva isoterm pada daerah dua fase menjadi lebih
pendek pada temperatur yang lebih tinggi, tereduksi terhadap nilai pada titik
C. Oleh karena itu isoterm kritis yang berlabel T
c
menunjukkan pembelokan
pada puncak titik kritis C. Pada tahap ini, fase liquid dan gas tidak dapat
dibedakan satu sama lain karena sifat - sifatnya sama.s

Sifat Kritis
Titik kritis diperoleh dari penjelasan tentang perubahan yang terjadi pada zat
murni ketika zat itu dipanaskan dalam sebuah tube tertutup dengan volume
konstan. Garis titik titik vertikal pada fig 3.2(b) memperlihatkan proses
seperti ini, Titik kritis dapat juga dilacak dengan diagram PT pada fig 3.3
dimana garis solid merupakan kurva penguapan (fig 3.1). Garis putus putus
merupakan alur volume konstan pada daerah fase tunggal. Jika tube diisi baik
dengan liquid atau gas, proses pemanasan menghasilkan perubahan yang
muncul sepanjang garis tersebut seperti perubahan dari E ke F (subcooled-
liquid) dan dengan perubahan dari G ke H (superheated-vapor).
Jika tube secara terpisah diisi dengan liquid, proses pemanasan
menyebabkan perubahan yang dijelaskan oleh kurva uap-tekanan (garis
solid) pada fig 3.3.
Untuk proses yang ditulis dengan JQ pada fig 3.2(b), meniskus awalnya
terletak dekat dengan puncak tube (titik J), dan liquid berekspansi selama
pemanasan hingga liquid tersebut memenuhi tube secara sempurna (titik Q ).
Pada fig 3.3 , proses mengikuti alur dari (J,K) ke N. Dengan pemanasan lebih
lanjut, alur tersebut akan berlanjut sepanjang garis volume molar konstan
2
v
V .
Untuk pengisian tube yang unik, dengan level maniskus intermediat tertentu,
proses pemanasan mengikuti garis vertikal pada fig 3.2(b) yang melewati titik
kritis. Secara fisik, pemanasan tidak menghasilkan perubahan yang besar
pada level meniskus. Karena titik kritis mendekati, meniskus menjadi sulit
dibedakan, samar samar dan akhirnya hilang. Pada fig 3.3, alur mengikuti
kurva tekanan-vapor, diawali dari titik (J,K) ke titik kritis C, dimana melewati
5
daerah fluida satu fase, lalu mengikuti V
c
garis volume molar konstan yang
sama dengan volume kritis fluida.

Daerah Fase Tunggal
Untuk daerah diagram dimana fase tunggal muncul, fig 3.2(b) menunjukkan
relasi yang menghubungkan P, V dan T yang dapat diekspresikan oleh
persamaan fungsi :

f P,V,T
( )
= 0
Hal ini berarti bahwa persamaan kondisi (equation of state) yang ada dapat
menghubungkan tekanan, volume spesifik atau molar dan temperatur untuk
semua fliuda homogen pada kondisi setimbang. Persamaan kondisi (equation
of state) yang paling sederhana adalah untuk gas ideal s

PV = RT, sebuah
relasi yang memiliki tingkat validitas yang baik untuk daerah gas tekanan
rendah pada fig 3.2(b) dan secara detail dibicarakan pada seksi 3.3.
Sebuah persamaan keadaan dapat diselesaikan untuk salah satu dari ketiga
kuantitas berikut yaitu P, V, atau T . Sebagai contoh jika V dianggap sebagai
fungsi T dan P , lalu

V =V(T,P) dan,


dV =
cV
cT
|
\

|
.
|
P
dT +
cV
cT
|
\

|
.
|
T
dP (1)
Turunan parsial dalam persamaan ini memiliki arti fisik yang tak tertentu, dan
dihubungkan menjadi dua sifat, biasanya ditabulasikan untuk fase liquid dan
didefinisikan sebagai berikut :
# Ekspansivitas Volume

| =
1
V
cV
cT
|
\

|
.
|
P
(2)

# Kompresibilitas Isotermal

k =
1
V
cV
cP
|
\

|
.
|
T
(3)

Gabungan persamaan (3.1) hingga (3.3) memberikan persamaan :


dV
V
= | dT k dP (4)
Isoterm untuk fase liquid pada sisi kiri dari fig 3.2 (b) sangat curam. Oleh
karena itu

cV
cT
|
\

|
.
|
P
dan

cV
cP
|
\

|
.
|
T
, | dan k sangat kecil. Tidak ada persamaan
6
keadaan PVT untuk fluida inkompresibel sebab V tidak bergantung pada T
dan P. Untuk liquid | hampir selalu positif. Integrasi dari persamaan (4) :


ln
V
2
V
1
= |(T
2
T
1
) k(P
2
P
1
) (5)

PERSAMAAN KEADAAN VIRIAL
PV sepanjang isoterm dapat diekspresikan sebagai fungsi P secara seri :


PV =a+bP+cP
2
+...........
Jika b=aC, c=bC dan lain lain, lalu :


PV = a(1+ B' P+C' P
2
+ D' P
3
+..........) (6)
dimana a, B

, C

merupakan konstanta untuk temperatur dan jenis bahan kimia


yang digunakan. Secara prinsip , ruas kanan persamaan (3.6) adalah seri tak
tentu, namun di dalam prakteknya jumlahnya ditentukan.

Temperatur Ideal; Konstanta Gas Universal
Parameter B

, C dan lainlain di dalam persamaan (6) bergantung pada


temperatur dan merupakan fungsi temperatur pula, tetapi temperatur a
merupakan suatu fungsi temperatur yang sama untuk semua jenis.
Fig 3.4, sebagai contoh, merupakan suatu plot PV vs P untuk empat gas pada
triple point dari temperatur air. Harga batasan PV ketika P mendekati nol
adalah sama untuk semua gas. Di dalam batasan ini (ditandai dengan astrik ,
* ), persamaan (6) menjadi :

(PV)*= a = f (T)
Sifat gas yang membuatnya menjadi berharga di dalam termodinamika,
karena nilai batssan digunakan untuk menetapkan skala temperatur yang
tidak tergantung pada jenis gas yang digunakan sebagai fluida termodinamika

7
Hubungan fungsional f(T) dengan skala kuantitatif harus dibuat, prosedur
yang paling sederhana dan diakui secara internasional adalah :
Pastikan
( )
*
PV secara langsung proporsional terhadap T , dengan R
sebagai konstanta :

(PV)*= a= RT (7)
Pakai nilai 273,16 K sebagai temperatur triple point air :

(PV)
t
*
= R x 273,16K (8)
Pembagian antara persamaan (7) dengan persamaan (8) memberikan :

PV
( )
*
PV
( )
t
*
=
T /K
273,16K
T /K = 273,16K
(PV)
*
(PV)
t
*
(9)
Persamaan (9) menetapkan skala temperatur Kelvin sepanjang jangkauan
temperatur dimana harga ( )
*
PV dapat diterima.
Skala temperatur yang terdapat pada persamaan (9) dikenal sebagai Skala
Temperatur Gas Ideal . Konstanta R dalam persamaan (7) disebut Konstanta
Gas Universal .

Nilai R dapat ditentukan dengan persamaan (8) dari data PVT :


Karena data PVT tidak dapat diambil pada tekanan nol, data diambil pada
tekanan tertentu secara interpolasi ke keadaan tekanan nol. Ditentukan
seperti yang ditunjukkan dalam fig 3.4, nilai ( )
*
t
PV adalah 22711,8 cm
3
bar
mol
-1,
dengan nilai R yaitu :

R =
22, 7118cm
3
bar mol
1
273,16K
= 83,1447cm
3
bar mol
1
K
1

Dengan menggunakan faktor konversi R dapat dituliskan dalam beragam unit
satuan (lihat Tabel A.2 App.A).

Dua Bentuk Persamaan Virial
(10)
( )
*
273,16
t
PV
R
K
=
PV
Z
RT

8

Rasio yang tak berdimensi ini disebut sebagai Faktor Kompresibilitas. Dengan
definisi ini dan dengan

a = RT persamaan (7), maka persamaan (6) menjadi :


Z =1+ B' P+C' P
2
+ D' P
3
+.......... (11)
Bentuk ekspresi yang lain untuk Z :


Z =1+
B
V
+
C
V
2
+
D
V
3
+ .......... (12)
Kedua persamaan di atas dikenal sebagai Ekspansi Virial, dan parameter B,
C, D dan B

, C
,
, D

disebut dengan Koefisien Virial


Gabungan dari persamaan (11) dan (12) menghasilkan :

B' =
B
RT
C' =
C B
2
(RT)
2
D' =
D 3BC + 2B
3
(RT)
3


GAS IDEAL
Karena istilah

B/V, C/V
2
dari ekspansi virial persamaan (12) muncul
dikarenakan interaksi molekul. Jika tidak ada interaksi, maka koefisien virial
akan bernilai nol sehingga ekspansi virial akan berkurang menjadi :


Z =1 atau PV = RT


Kita menyimpulkan bahwa tanpa adanya interaksi molekular maka energi
dalam gas tergantung hanya pada temperatur. Pertimbangan akan
kecenderungan ini, dilakukan dengan tanpa adanya interaksi molekul dan
interaksi gas ideal sebagai batasannya maka kecenderungan seperti itu dapat
dicirikan sebagai berikut :
Persamaan keadaan ( equation of state )

PV = RT ( gas ideal) (13)
Energi dalam yang hanya merupakan fungsi temperatur

U =U(T) ( gas ideal) (14)

Hubungan Sifat Sifat untuk Gas Ideal
Pengertian kapasitas panas pada volume konstan, persamaan (2.16)
ditujukan untuk gas ideal dengan C
v
merupakan fungsi temperatur :
9

Cv =
cU
cT
|
\

|
.
|
T
=
dU
dT
= Cv(T) (15)

Dari persamaan (2.11) entalpi H juga merupakan fungsi temperatur , maka :

H=U+PV=U(T) +RT=H(T) (16)
Kapasitas panas pada tekanan konstan C
p
, dinyatakan oleh persamaan
(2.20) ;

Cp =
cH
cT
|
\

|
.
|
P
=
dH
dT
= Cp(T) (17)

Hubungan antara C
P
dan C
V
untuk gas ideal diperoleh dari diferensiasi
persamaan (16) :


C
P
=
dH
dT
=
dU
dT
+ R = C
V
+ R (18)

Persamaan ini tidak mengimplikasikan bahwa C
P
dan C
V
merupakan
konstanta bagi gas ideal, tetapi keduanya bervariasi terhadap temperatur
sedemikian rupa sehingga nilai selisihnya sama dengan R.
Untuk berbagai perubahan keadaan gas ideal, persamaan (15) dapat ditulis :

dU=C
V
dT (19a)

AU = C
V
dT
}
(19b)
Dengan persamaan (17)

dH=C
P
dT (20a)

AH = C
P
dT
}
(20b)

Karena baik energi dalam dan C
V
dari gas ideal merupakan fungsi temperatur
saja, AU untuk gas ideal selalu diberikan oleh persamaan (19b), berhubungan
10
dengan jenis proses yang menyebabkan perubahan. Hal ini didemonstrasikan
dalam fig 3.5, yang menunjukkan suatu grafik energi dalam sebagai fungsi
volume molar dengan temperatur sebagai parameternya. Karena U
bergantung pada V, plot U terhadap V pada temperatur konstan merupakan
garis horizontal. Untuk temperatur yang berbeda, U mempunyai nilai yang
berbeda dengan garis yang terpisah untuk setiap temperatur. Dua garis
tersebut ditunjukkan dalam fig 3.5, yang pertama untuk temperatur T
1
dan
yang lainnya untuk temperatur yang lebih tinggi T
2
. Garis putus putus yang
menghubungkan titik a dan b mewakili suatu proses volume-konstan dimana
temperatur meningkat dari T
1
ke T
2
dan perubahan energi dalam adalah AU =
U
2
U
1
. Perubahan energi dalam ini diberikan oleh persamaan 19b sebagai

AU = C
V
dT
}
. Garis putus putus yang menghubungkan titik a dan c serta
titik a dan d mewakili proses lainnya yang tidak terjadi pada volume konstan
namun juga bermula dari temperatur awal T
1
ke temperatur T
1
Grafik
menunjukkan bahwa perubahan U untuk proses ini adalah sama halnya
seperti untuk proses volume-konstan, oleh karena itu diberikan oleh
persamaan yang sama pula,

AH = C
P
dT
}
. Namun, AU tidak sama dengan Q
untuk proses ini, karena Q tidak hanya bargantung pada T
1
dan T
2
namun
juga bergantung pada alur proses.

Persamaan Untuk Perhitungan Proses : Gas Ideal
Untuk gas ideal dalam proses sistim tertutup dapat balik secara mekanik
apapun juga, persamaan (2.6) ditulis untuk unit massa atau mol, yang
digabungkan dengan persamaan (19a) diperoleh persamaan berikut :

dQ+ dW
.
=C
V
dT
Kerja untuk proses sistim tertutup dapat balik secara mekanik diberikan oleh
persamaan (1.2), juga ditulis untuk 1 mol atau unit massa :

dW = PdV
Dimana,

dQ=C
V
dT + PdV
Dua persamaan pendahuluan untuk gas ideal pada proses dapat balik
dalam sistim tertutup mempunyai beberapa bentuk dengan mengeliminasi
11
salah satu variabel P, V atau T oleh persamaan (3.13). Jadi dengan P = RT/V
didapatkan :


dQ= C
V
dT + RT
dV
V
(21)


dW = RT
dV
V
(22)
Secara berkebalikan, bila V = RT/P :

dQ= C
V
dT + P
R
P
dT
RT
P
2
dP
|
\

|
.
|
Dengan persamaan (18) didapatkan :


dQ= C
P
dT RT
dP
P
(23)
Juga,

dW = RdT+ RT
dP
P
(24)
Akhirnya, bila T = PV/R :

dQ= C
V
V
R
dP +
P
R
dV
|
\

|
.
| + PdV
Dengan persamaan (18) menjadi :


dQ=
C
V
R
VdP+
C
P
R
PdV (25)
Kerja didapatkan :

dW = PdV

Persamaan ini dapat diterapkan untuk berbagai proses, seperti yang
dijelaskan sebagai berikut. Pembatasan umum secara implisit dalam
turunannya adalah :
- Persamaan berlaku untuk gas ideal.
- Proses adalah dapat balik secara mekanik.
- Sistim adalah tertutup.

Proses Isotermal
Dengan persamaan (19b) dan (20b),

AU = AH = 0
Dengan persamaan (21) dan (23),

Q= RTln
V
2
V
1
= RTln
P
2
P
1

12
Dengan persamaan (22) dan (24),

W = RTln
V
2
V
1
= RTln
P
2
P
1

Ingat bahwa Q = - W, hasil juga mengikuti dari persamaan (2.3). Oleh karena
itu,

Q= W = RTln
V
2
V
1
= RTln
P
2
P
1
(const T) (26)

Proses Isobarik
Dengan persamaan (19b) dan (20b),

AU = C
V
dT
}
dan

AH = C
P
dT
}

Dengan persamaan (23) dan (24),

Q= C
P
dT
}
dan

W =R(T
2
T
1
)
Ingat bahwa Q = AH, hasil juga diberikan oleh persamaan (2.13). Oleh karena
itu,


Q=AH = C
P
dT
}
(const P) (27)

Proses Isokhorik ( V-Konstan )
Persamaan (19b) dan (20b) ;

AU = C
V
dT
}
dan

AH = C
P
dT
}

Dengan persamaan (21) dan (1.3),

Q= C
V
dT
}
dan W=0
Ingat bahwa Q = AU, hasil juga diberikan oleh persamaan (2.10). Maka,


Q=AU = C
V
dT
}
(const V) (28)

Proses Adiabatik : Kapasitas Panas Konstan
Proses adiabatik merupakan suatu proses dimana tidak ada perpindahan
panas antara sistim dan lingkungannya, dQ = 0 . Setiap persamaan (21), (23)
dan (25) dapat bernilai nol. Integrasi dengan konstanta C
v
dan C
p

menghasilkan hubungan sederhana antara variabel T, P, dan V. Sebagai
contoh, persamaan (21) menjadi :
13

dT
T
=
R
C
V
dV
V

Integrasi dengan konstanta C
v
didapatkan :

T
2
T
1
=
V
1
V
2
|
\

|
.
|
R /C
V

Dengan cara yang sama, persamaan (23) dan (25) menghasilkan :

T
2
T
1
=
P
2
P
1
|
\

|
.
|
R /C
P
dan

P
2
P
1
=
V
1
V
2
|
\

|
.
|
C
P
/C
V

Persamaan ini dapat juga ditulis sebagai :


TV
1
= konstan (29a)


TP
(1 )/
= konstan (29b)


PV

= konstan (29c)

Dimana secara definisi,



C
P
C
V
(30)
Persamaan (29) berlaku untuk gas ideal dengan kapasitas panas
konstan yang terjadi pada proses adiabatik dapat balik secara mekanik.
Kerja proses adiabatis dapat diperoleh dari hubungan :

dW = dU=C
V
dT
Jika C
v
adalah konstan, integrasi menghasilkan :


W =AU =C
V
AT (31)
Bentuk alternatif persamaan (31) didapat ketika C
v
diubah dalam bentuk rasio
kapasitas panas :


C
P
C
V
=
C
V
+ R
C
V
=1+
R
C
V


dimana,

C
V
=
R
1

Oleh karena itu

W = C
V
AT =
RAT
1

Karena RT
1
= P
1
V
1
dan RT
2
= P
2
V
2
, ekspresi ini dapat ditulis :
14


W =
RT
2
RT
1
1
=
P
2
V
2
P
1
V
1
1
(32)
Persamaan (31) dan (32) merupakan persamaan umum untuk proses
adiabatik, baik dapat balik maupun tidak. Namun, V
2
biasanya tidak diketahui,
dan dihilangkan dari persamaan (32) oleh persamaan (29c), berlaku hanya
untuk proses dapat balik secara makanik. Didapatkan ekspresi :


W =
P
1
V
1
1
P
2
P
1
|
\

|
.
|
( 1)/
1




(

(
(
=
RT
1
1
P
2
P
1
|
\

|
.
|
( 1)/
1




(

(
(
(33)
Hasil yang sama didapat ketika hubungan antara P dan V diberikan oleh
persamaan (29c) digunakan untuk integrasi ekspresi

W = PdV
}
.
Persamaan (29), (31), (32) dan (33) adalah untuk gas ideal dengan kapasitas
panas konstan. Persamaan (29) dan (33) juga memerlukan proses dapat
balik secara mekanik ; proses dimana merupakan adibatik namun bukan
dapat balik secara mekanik tidak diuraikan oleh persamaan ini.
Ketika diaplikasikan terhadap gas riil, persamaan (29) (33) sering
menghasilkan pendekatan yang memuaskan, menghasilkan deviasi dari
keidealan yang sangat kecil. Untuk gas monoatomik, = 1,67 ; nilai
pendekatan bernilai 1,4 untuk gas diatomik dan 1,3 untuk gas poliatomik
sederhana seperti CO
2
, SO
2
, NH
3
, dan CH
4
.

Proses Politropik
Politropik berarti berputar segala arah, proses politropik menyarankan
sebuah model. Dengan konstanta , didefinisikan sebagai proses dimana


PV
o
= konstan (34a)
Untuk persamaan gas ideal yang analog dengan persamaan (29a) dan (29b)
didapatkan :


TV
o 1
=konstan (34b)
dan

TP
(1o )/o
= konstan (34c)
Ketika hubungan antara P dan V diberikan oleh persamaan (34a),
perhitungan integral P dV menghasilkan persamaan (33) dengan digantikan
oleh :


W =
RT
1
o 1
P
2
P
1
|
\

|
.
|
(o 1)/o
1




(

(
(
(35)
15
Lebih lanjut, untuk kapasitas panas konstan, hukum pertama terselesaikan
untuk Q menghasilkan :


Q=
(o )RT
1
(o 1)( 1)
P
2
P
1
|
\

|
.
|
(o 1)/o
1




(

(
(
(36)
Beberapa proses telah dijelaskan berhubungan dengan keempat alur
ditunjukkan pada Fig. 3.6 untuk nilai spesifik :
- proses isobarik : oleh persamaan (3.34a), =0
- proses isotermal : oleh persamaan (3.34b), = 1
- prosea adiabatik : =
- proses isokorik : oleh persamaan (3.34a), dV/dP = V/P ; untuk
V konstan, = +

Proses tak dapat balik
Persamaan ini dikembangkan dalam seksi ini telah diturunkan untuk proses
dapat balik secara mekanik, proses sistem tertutup untuk gas ideal. Namun
persamaan tersebut yang menghubungkan perubahan hanya dalam fungsi
keadaan berlaku untuk gas ideal. Juga diterapkan secara sama untuk proses
dapat balik dan tidak dapat balik baik sistem tertutup maupun terbuka, karena
perubahan dalam fungsi keadaan hanya bergantung pada keadaan awal dan
akhir suatu sistem. Di lain pihak, persamaan untuk Q atau W adalah spesifik
terhadap proses.
Kerja proses tak dapat balik dihitung dengan prosedur dua langkah. Pertama,
W ditentukan untuk proses dapat balik secara mekanik yang menghasilkan
perubahan yang sama suatu keadaan seperti proses tak dapat balik aktual.
Kedua, hasil ini dikali atau dibagi dengan efisiensi untuk mendapatkan kerja
aktual. Jika proses menghasilkan kerja, nilai absolut untuk proses dapat balik
16
adalah terlalu besar dan harus dikali dengan efesiensi. Jika proses
memerlukan kerja, nilai untuk proses dapat balik berharga sangat kecil dan
harus dibagi dengan efisiensi.
Contoh: 3.2,3.3,3.4,3.5,3.6

Contoh 3.3:
Gas ideal yang mengikuti system tertutup pada mechanically reversible
processes.
a. dikompres dari 70
o
C dan 1 bar kea rah adiabatically 150
o
C
b. didinginkan dari 150
0
C 70
0
C pada konstan tekanan
c. dan di ekspansi isothermally ke keadaan semula
Hitunglah W,Q,AU dan AH untuk masing tiga proses untuk setiap lingkaran.
Jika C
V
=(3/2) R dan C
P
= (5/2)R
Jawab:
Jika proses diselesaikan dengan irreversible dan hitunglah Q dan W jika
masing-masing diselesaikan dengan effisiensi 80%.
Gambar 3.3.
Informasi C
V
=(3/2)R=(3/2)(8,314)=12,471 Jmol
-1
K
-1

C
P
=(5/2)R=(5/2)(8,314)=20,785 Jmol
-1
K
-1

Cycle diwakili oleh PV diagram gambar 3.8. Asumsi pertama operasi
reversible yang diambilkan basis 1 mol gas.
a). gas ideal berdasarkan kompresi adiabatic Q=0
AU= W = C
V
AT= (12,471)(150-70) = 998 J
AH = C
P
AT = (20,785)(150-70) = 1.663 J
tekanan P2 adalah:


P2 = P1
T
2
T
1
|
\

|
.
|
/( 1)
= (1)
150+ 273,15
70+ 273,15
|
\

|
.
|
2,5
=1,689 bar
b). persamaan 3.27 dapat diaplikasikan untuk proses tekanan konstan.
Q = AH = C
P
AT = (20,785)(70-150) = -1.663 J
Gas ideal : AU= W = C
V
AT= (12,471)(70 - 150) = -998 J
W = AU Q = -998-(-1.663)= 665 J
c). untuk gas ideal diselesaikan dengan isotherma proses AU dan AH adalah
nol.
17


Q= W = RTln
P
3
P
1
= RTln
P
2
P
1
= (8, 314)(343,15)ln
1,689
1
= 1.495 J
untuk proses: Q=0-1.663+1.495=-168 J
W = 998+665 1.495= 168 J
U=998-998+0=0
H=1.663-1.663+0 =0
U dan H keduanya adalah nol karena awal dan ahkir sama identik maka
Q=-W untuk cycle ini, maka U=0 mengikuti hokum pertama.

a). step ini tidak adiabatic, untuk reversible, adiabatic kompressi, W= 998 jika
proses dengan 80% eff. Dibandingkan:


W =
998
0,80
=1.248 J


Q=AU W =9981.248=250 J
b). untuk kerja secara mekanik reversible cooling proses : 665 J untuk
Irreversible proses :


W =
665
0,80
= 831 J


Q=AU W =998831=1.829 J
c). kerja diselesaikan oleh system ini, kerja irreversible dalam nilai absolut
adalah kuran dari kerja reversible:
W = (0,80)(-1.495)= - 1.196 J
Q = U-W=0+1.196 = 1.196 J
Jika U dan H adalah nol maka:
Q= -250-1.829+1.196=-883 J
W= 1.248 + 831 1.196= 883 J
Rekapitulasi hasil yang didapat adalah:
Reversible Irreversible
U H Q W U H Q W
a. 998 1.663 0 998
b. -998 -1.663 -1.663 665
c. 0 0 1.495 -1.495
998 1.663 -250 1.248
-998 -1.663 -1.829 831
0 0 1.196 1.196
Sum 0 0 - 168 168 0 0 -883 883

18
Aplikasi Persamaan Virial
Dua bentuk persamaan virial diberikan oleh persamaan (11) dan (12) yang
merupakan sederetan nilai tak terhingga. Figure 3.10 menunjukkan grafik
faktor kompresibilitas untuk metana. Nilai faktor kompresibilitas Z (seperti
yang dihitung dari data PVT untuk metana oleh persamaan Z = PV/RT) diplot
terhadap tekanan untuk berbagai temperatur konstan. Isotermal yang didapat
menunjukan secara grafik apa yang dimaksud dengan ekspansi verial P untuk
mewakili secara analitik. Semua isotermal berasal pada nilai Z = 1 untuk P
= 0 .

Sebagai tambahan isotermal hampir mendekati garis lurus pada tekanan
rendah. Jadi tangen isoterm pada P = 0 merupakan pendekatan isoterm yang
baik dari P 0 sampai pada tekanan yang diinginkan. Diferensiasi
persamaan (11) untuk temperatur yang diberikan didapat :

cZ
cP
|
\

|
.
|
T
= B' +2C' P + 3D' P
2
+ .............
Dimana,

cZ
cP
|
\

|
.
|
T;P= 0
= B'
Jadi persamaan garis tangen adalah :

Z =1+ B' P
Sebuah hasil jika didapat dengan memotong persamaan (11) menjadi dua
ungkapan. Bentuk yang lebih umum dari persamaan ini dihasilkan dari
subsitusi (Sec. 3.2), B = B/RT :
19


Z =
PV
RT
=1+
BP
RT

(37)
Persamaan (12) juga dapat dipotong menjadi dua ungkapan untuk aplikasi
pada tekanan rendah :


Z =
PV
RT
=1+
B
V

(38)
Namun, persamaan (37) lebih sesuai untuk aplikasi dan setidaknya akurat
seperti persamaan (38). Jadi ketika persamaan virial dipotong menjadi dua
ungkapan, persamaan (37) lebih sering dipakai. Persamaan ini mewakili sifat
PVT dalam banyak uap pada temperatur subkritis sampai pada tekanan 5 bar.
Pada temperatur yang lebih tinggi persamaan ini untuk gas pada kisaran
tekanan yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan temperatur.
Koefisien virial yang kedua B tidak dapat berdiri sendiri dan merupakan fungsi
temperatur. Nilai eksperimental tersedia untuk beberapa gas. Lebih lanjut,
perkiraan koefisien virial yang kedua dimungkinkan jika tak ada data yang
tersedia.
Untuk tekanan diatas kisaran persamaan (37) namun dibawah tekanan kritis,
persamaan virial dipotong menjadi tiga ungkapan yang sering memberikan
hasil yang memuaskan. Dalam kasus ini persamaan (12), ekspansi dalam
1/V, adalah jauh lebih besar. Jadi ketika persamaan virial dipotong menjadi
tiga ungkapan, bentuk yang sesuai adalah:


Z =
PV
RT
=1+
B
V
+
C
V
2

(39)
Persamaan ini dapat diselesaikan secara langsung untuk tekanan, namun
volume dalam kubik. Penyelesaian untuk V mudah dilakukan dengan cara
iterasi dengan menggunakan kalkulator.
Nilai C, seperti nilai B, bergantung pada gas dan temperatur. Namun,
sedikit yang diketahui tentang koefisien virial yang ketiga meskipun data untuk
sejumlah gas terdapat dalam literatur. Karena koefisien virial diatas tiga
jarang diketahui dan karena ekspansi virial dengan lebih dari tiga ungkapan
jarang digunakan maka tidak lazim.
20

Figure (3.11) menggambarkan efek temperatur pada koefisien virial B dan
C untuk nitrogen; meskipun nilai numerik adalah berbeda untuk gas lainnya.
Kurva gambar (3.11) menjelaskan bahwa B menungkat secara monotonik
dengan T ; namun, pada temperatur yang lebih tinggi dari pada B mencapai
maksimum dan secara perlahan menurun. C yang bergantung pada
temperatur adalah lebih sulit untuk dilaksanakan secara ksperiment namun
sifat-sifat utamanya jelas terlihat : C bernilai negatif pada temperatur rendah,
dan menuju maksimum pada temperatur mendekati kritis dan kemudian
menurun secara perlahan dengan peningkatan T.
Kelas persamaan yang terinspirasi oleh persamaan (12) dikenal sebagai
persamaan verial perluasan, dijelaskan oleh persamaan Benedict/
Webb/Rubin B-W-R :

P =
RT
V
+
B
0
RT A
0
C
0
/T
2
V
2
+
bRT a
V
2
+
ao
V
6
+
c
V
3
T
2
1+

V
2
|
\

|
.
| exp

V
2

Dimana A
0
, B
0
, C
0
, a, b, c, dan adalah konstanta.

Persamaaan Keadaan Kubik
Jika persamaan keadaan mewaliki sifat PVT baik liquid maupun uap, maka
harus memenuhi kisaran luas temperatur dan tekanan. Persamaan polinomial
yang merupakan kubik dalam volume molar memberikan hubungan antara
sifat umum dan kesederhanaan dan sesuai untuk berbagai tujuan.
Persamaan kubik merupakan persamaan yang paling sederhana yang dapat
mewakili sifat liquid dan uap.

21
Persamaan Van der Waals
Persamaan kubik secara praktek yang pertama diusulkan oleh J.D. Van der
Waals :


P =
RT
V b

a
V
2
(40)

Disini, a dan b merupakan konstanta positif ; bila konstanta tersebut bernilai 0
persamaan gas ideal berbentuk semula.

Nilai a dan b untuk fluida khusus, kita dapat menghitung P sebagai fungsi
V untuk berbagai nilai T. Figure 3.12 merupakan diagram PV yang
menunjukkan ketiga isoterm. Superimposed merupakan kubah yang
menggambarkan keadaan liquid jenuh dan uap jenuh. Untuk isoterm T
1
> T
c
,
tekanan merupakan fungsi yang meningkat monotonik dengan peningkatan
volume molar. Isoterm kritis (label T
c
) mempunyai infleksi horizontal pada
kareteristik C dititik kritis. Untuk isoterm T
2
< T
c
, tekanan menurun dengan
cepat pada daerah liquid subcooled dengan peningkatan V ; setelah
memotong garis liquid jenuh, tekanan menuju minimum, meningkat ke
maksimum, dan kemudian menurun memotong garis uap jenuh dan berlanjut
menurun ke daerah uap superheated.
Isotermal eksperimental tidak menghasilkan transisi yang halus dari liquid
jenuh ke uap jenuh ; namun mengandung sekmen horizontal dimana daerah
22
dua fase liquid jenuh dan uap jenuh muncul dalam beragam proposi pada
kejenuhan atau tekanan uap . Sifat ini, ditunjukan oleh garis putus-putus
dalam figure 3.12 merupakan non analitik, dan ini merupakan sifat tidak riil
dalam suatu persamaan keadaan dalam daerah dua fase.
Sifat PV yang diperkirakan dalam daerah ini oleh persamaan keadaan dua
kubik tidak selalu fiktif. Ketika tekanan diturunkan pada liquid jenuh,
penguapan tidak terjadi, dan fase liquid terjadi pada tekanan di bawah
tekanan uapnya. Dengan hal yang sama meningkatkan tekanan pada uap
jenuh dalam percobaan tidak menyebabkan kondensasi dan uap terjadi pada
tekanan di atas tekanan uap. Ketidak setimbangan atau keadaan meta stabil
liquid superheated dan uap subcooled diperkirakan oleh isotermal PV yang
berada pada daerah dua fase berhubungan dengan uap jenuh dan liquid
jenuh.
Persamaan keadaan kubik mempunyai tiga akar volume. Nilai V secara
fisik selalu berharga riil, positif, dan lebih besar daripada konstanta b. Untuk
isoterm pada T > T
c
, referensi figure 3.12 menunjukkan bahwa penyelesaian
untuk V pada setiap nilai positif P hanya menghasilkan 1 akar. Untuk
isotermal kritis ( T = T
c
), hal ini juga benar kecuali pada tekanan kritis dimana
terdapat tiga akar, semuanya sama dengan V
c
. Untuk isoterm pada T < T
c
,
persamaan dapat menghasilkan satu atau tiga akar riil, tergantung pada
tekanan PV meskipun akar ini berharga riil dan positif, akar tersebut secara
fisk tidak stabil untuk isoterm yang berada antara liquid jenuh dan uap jenuh (
di bawah kubah ). Hanya akar untuk P = P
sat
, misalkankan V
sat
(liq) dan V
sat

(vap), merupakan keadaan stabil yang dihubungkan oleh bagian horizontal
isoterm sejati. Untuk tekanan lainnya (seperti yang ditunjukkan oleh garis
horizontal pada gambar 3.12 dan dibawah P
sat
), akar yang paling kecil adalah
liquid atau volume seperti liquid , dan yang terbesar adalah uap atau
volume seperti uap akar ketiga yang berada antara nilai lainnya, adalah
tidak penting.

Persamaan Keadaan Kubik Umum
Persamaan keadaan kubik :

P =
RT
V b

u(V q)
(V b)(V
2
+kV + )

23

Disini, b, , k, dan merupakan parameter yang bergantung pada
temperatur dan komposisi. Meskipun persamaan ini memiliki fleksibilitas yang
tinggi namun juga memiliki keterbatasan.
Kelas yang penting dari persamaan kubik hasil dari persamaan sebelumnya
dengan aturan :

q = b u = a(T) k = (c +o)b =cob
2

Kemudian didapat referensi umum yang dihasilkan persamaan keadaan kubik
umum ;


P =
RT
V b

a(T)
(V +cb)(V +ob)
(41)
Dimana dan merupakan nilai murni, parameter a (T) dan d tidak dapat
berdiri sendiri. a(T) yang bergantung waktu menurut spesifik terhadap setiap
persamaan keadaan. Untuk persamaan Van der Waals, a (T) = a yang
merupakan konstanta yang tidak dapat berdiri sendiri, dan = = 0

Penentuan Parameter Persamaan Keadaan
.Konstanta dalam persamaan keadaan untuk zat tertentu dapat dihitung dari
data PVT Untuk persamaan keadaan kubik, pendekatan yang sesuai
biasanya didapatkan dari nilai konstanta kritis T
c
dan P
c
. Karena isoterm kritis
mengeluarkan inspeksi horizontal pada titik kritis, tidak dapat menulis
persamaan matematika :

cP
cV
|
\

|
.
|
T;C
T
=
c
2
P
cV
2
|
\

|
.
|
T;C
T

dimana subskrip cr menyatakan titik kritis diperensiasi persamaan (41)
menghasilkan ekspresi untuk P = P
c
, T = T
c
dan V = V
c
. Persamaan keadaan
itu sendiri ditulis untuk kondisi kritis. Ketiga persamaan ini mempunyai lima
konstanta : P
c
, V
c
, T
c
, a(T
c
), dan b. P
c
dan T
c
umumnya lebih akurat
dibandingkan V
c
.

Karena V = Vc untuk setiap dari ketiga akar pada titik kritis ;

(V V
C
)
3
= 0
atau

V
3
3V
C
V
2
+ 3V
C
2
V
C
3
= 0 (A)
24
Persamaan (40) diperluas dalam bentuk polinomial menjadi :


V
3
b+
RT
C
P
C
|
\

|
.
|
V
2
+
a
P
C
V
ab
P
C
= 0 (B)
Ingat bahwa parameter a dalam persamaan Van der Waals merupakan
konstanta, tak bergantung waktu. Perbandingan antar ungkapan persamaan
(A) dan (B) didapatkan persamaan :


3V
C
= b +
RT
C
P
C
(C)


3V
C
2
=
a
P
C
(D)

3
c
c
ab
V
P
= (E)
Didapat a dari persamaan (D), digabung dengan hasil dari persamaan (E),
dan didapat :

a = 3P
C
V
C
2
b =
1
3
V
C

Subsitusi b dalam persamaan (C) didapatkan penyelesaian untuk V
c
, yang
dapat dihilangkan dari persamaan untuk a dan b :

V
C
=
3
8
RT
C
P
C
a =
27
64
R
2
T
C
2
P
C
b =
1
8
RT
C
P
C

Meskipun persamaan ini tidak memberikan hasil yang terbaik namun
memberikan nilai yang logis, karena temperatur kritis dan tekanan yang sering
diketahui.
Subsitusi V
c
dalam persamaan untuk faktor kompresibilitas kritis :

Z
C
=
P
C
V
C
RT
C
=
3
8

Dengan cara yang sama dapat juga diterapkan pada persamaan (41)
menghasilkan ekspresi untuk parameter a (T
c
) dan b. Sebelumya ,

a(T
C
) =
R
2
T
C
2
P
C

Hasil ini dapat diperluas untuk temperatur selain kritis dengan menggunakan
fungsi tak berdimensi (T
r
) yang berharga 1 pada temperatur yang kritis. Jadi


a(T) =
o(T
r
)R
2
T
C
2
P
C
(42)
25
Fungsi (T
r
) merupakan ekspresi empiris, spesifik terhadap persamaan
keadaan khusus. Parameter b diberikan pada :


b = O
RT
C
P
C
(43)
Dalam persamaan ini dan merupakan nilai murni, tak bergantung dan
ditentukan untuk persamaan keadaan khusus dari nilai untuk dan .
Pengembangan modern persamaan keadaan kubik dimulai tahun 1949
oleh persamaan Redlich/Kwong (RK) :


P =
RT
V b

a(T)
V(V + b)
(44)
Dimana dalam persamaan (42), (T
r
) = T
r
-1/2
.

Teorema Keadaan Berhubungan; Faktor Aksentrik
Penelitian eksperimen menunjukkan bahwa faktor kompresibiltas Z untuk
fluida yang berbda menghasilkan sifat yang bila dihubungkan sebagai fungsi
temperatur reduksi T
r
dan tekanan reduksi P
r
; secara definisi :

Tr
T
T
C
Pr
P
P
C

Ini adalah dasar untuk teorema dua parameter dari keadaan berhubungan :
Semua fluida, ketika dibandingkan pada temperatur reduksi dan
tekanan reduksi yang sama, hampir kira-kira mempunyai faktor
kompresibilitas yang sama, dan semua penyimpangan dari sifat gas-
ideal mempunyai derajat yang sama
Meskipun teorema ini hampir mendekati eksak untuk fluida sederhana (argon,
kripton, dan xenon) penyimpangan sistematik teramati untuk fluida yang
kompleks. Hasil pengembangan yang patut dihargai dari pengenalan
parameter keadaan berhubungan yang ketiga, karakteristik struktur molekul;
atau lebih dikenal dengan istilah faktor aksentrik , diperkenalkan oleh K.S.
Pitzer.
26

Faktor aksentrik untuk spesies kimia murni dedifinisikan dengan dengan
referensi tekanan uapnya. Karena logaritma tekanan uap fluida murni
mendekati linear pada temperatur absolut resiprokal,

dlogP
r
sat
d(1/Tr)
=
dimana P
r
sat
adalah tekanan uap tereduksi, T
r
merupakan temperatur reduksi,
dan S adalah slope dari plot log P
r
sat
vs 1/T
r
. Ingat bahwa log menyatakan
logaritma dengan basis 10.
Jika teorema dua parameter keadaan berhubungan adalah absah, slope S
akan sama untuk semua jenis fluida murni. Tapi ini tidaklah benar, karena
masing-masing fluida mempunyai nilai karakteristik S yang berbeda-beda,
yang dapat menjadi parameter keadaan berhubungan.. bagaimanapun juga,
Pitzer menyatakan bahwa semua data tekanan-uap untuk fluida sederhana
(Ar, kr, Xe) berada pada garis yang sama ketika diplot sebagai log P
r
sat
vs 1/T
r

dan garis melewati log P
r
sat
= -1,0 pada T
r
= 0,7. Hal ini diilustrasikan pada
Figure 3.13. Data untuk fluida lainnya pada garis dimana lokasinya dapat
ditentukan dengan hubungan terhadap garis fluida murni (SF) dengan
perbedaan :

logP
r
sat
(SF) logP
r
sat

Faktor aksentrik didefinisikan sebagai perbedaan diatas yang dihitung pada T
r

= 0,7:


e 1log(P
r
sat
)T
r
= 0,1 (45)
Oleh karena itu, dapat ditentukan untuk setiap fluida dari T
c
, P
c
, dan
pengukuran tekanan-uap tunggal pada T
r
= 0,7. Nilai dan konstanta kritis
T
c
, P
c
, dan V
c
untuk sejumlah fluida terdapat dalam Appendix B.
27

Definisi membuat argon, kripton dan xenon bernilai nol, dan data
eksperimen menghasilkan faktor kompresibiltas untuk ketiga fluida yang
dihubungkan oleh kurva yabng sama ketika Z merupakan fungsi T
r
dan P
r
.
Inilah premis dasar dari teorema tiga-parameter dari keadaan berhubungan.
Semua fluida yang mempunyai nilai yang sama, ketika dibandingkan
pada T
r
dan P
r
yang sama pula, meiliki nilai Z yang sama, dan semua
penyimpangan dari sifat gas-ideal mempunyai derajat yang sama.

Akar Uap dan Seperti-Uap Persamaan Keadaan Kubik Umum
Persamaannya adalah :


V =
RT
P
+ b
a(T)
P
V b
(V +cb)(V +ob)
(46)
Persamaan untuk Z adalah ekivalen dengan persamaan (46) yang didapat
melalui substitusi V = ZRT/P. Sebagai tambahan, definisi kuantitas tak
berdimensi membuat penyederhanaan menjadi :


|
bP
RT
(47)


q
a(T)
bRT
(48)
Substitusi ke dalam persamaan (46) menghasilkan :


Z =1+ | q|
Z |
(Z +c|)(Z +o|)
(49)
Persamaan (47) dan (48) dengan kombinasi persamaan (42) dan (43)
menghasilkan :


| = O
P
r
T
r
(50)


q =
o(T
r
)
OT
r
(51)

Akar Likuid dan Seperti Likuid Persamaan Keadaan Kubik Umum
Persamaan (46) digunakan untuk mendapatkan nilai V sehingga didapatkan :


V = b + (V +cb)(V +ob)
RT + bP VP
a(T)



(

(
(52)
Persamaan ini dengan nilai awal V = b pada ruas kanan.
28
Persamaan untuk Z ,ekivalen dengan persamaan (52) dan persamaan (49)
digunakan untuk mencari Z sehingga :


Z = | + (Z +c|)(Z +o|)
1+ | Z
q|
|
\

|
.
|
(53)
Untuk iterasi, nilai awal Z = disubstitusi pada ruas kanan. Bila Z diketahui,
akar volume adalah V = ZRT / P.


KORELASI UMUM UNTUK GAS
Korelasi yang paling sering adalah antara faktor kompresibilitas Z dengan
koefisien virial kedua B.
Korelasi Pitzer untuk faktor Kompresibilitas
Korelasi untuk Z mempunyai bentuk :


Z = Z
0
+eZ
1
(54)
dimana Z
0
dan Z
1
merupakan fungsi T
r
dan P
r
. Ketika = 0, Z
0
menjadi sama
dengan Z.
Persamaan (54) merupakan hbungan linear sederhana antara Z dan untuk
nilai T
r
dan P
r
.
Gas-gas kuantum (hidrogen, helium, dan neon) tidak mengikuti aturan yang
telah ada. Maka digunakan parameter kritis efektif bergantung-temperatur.
Untuk hidrogen, gas kuantum banyak ditemukan dalam proses kimia,
persamaan yang disarankan adalah :


T
C
/K =
43.6
1+
21,8
2.016T
untuk H
2
(55)


P
C
/bar =
20.5
1+
44,2
2.016T
untuk H
2
(56)


V
C
/cm
3
mol
1
=
51.5
1
9,91
2.016T
untuk H
2
(57)
diaman T adalah temperatur absolut dalam Kelvin. Penggunaan parameter
kritis ini untuk hidrogen memerlukan spesifikasi lanjutan yakni = 0.

Korelasi Pitzer untuk Koefisien Virial kedua
29
Dasar untuk korelasi ini adalah persamaan (37), bentuk paling sederhana
persamaan virial :


Z =1+
BP
RT
=1+
BP
C
RT
C
|
\

|
.
|
P
r
T
r
(58)
Jadi, Pitzer mengusulkan korelasi kedua, yang menghasilkan nilai untuk BP
c
/
RT
c
:

BP
C
RT
C
|
\

|
.
|
= B
0
+eB
1
(59)
Bersamaan, dua persamaan di atas menjadi :

Z =1+ B
0
P
r
T
r
+eB
1
P
r
T
r

Perbandingan persamaan ini denan persamaan (3.54) menghasilkan :


Z
0
=1+ B
0
P
r
T
r
(60)
dan

Z
1
= B
1
P
r
T
r

Koefisien virial kedua merupakan fungsi temperatur saja, dan sama halnya
dengan B
0
dan B
1
yang merupakan fungsi temperatur reduksi saja. Dalam
bentuk persamaan :


B
0
= 0,083
0, 422
T
r
1,6
(61)


B
1
= 0,139
0,172
T
r
4,2
(62)
Bentuk yang paling sederhana persamaan virial mempunyai keabsahan
hanya bila tekanan rendah sampai sedang saja dimana Z adalah linear pada
tekanan. Korelasi koefisien virial umum berguna bila Z
0
dan Z
1
setidaknya
merupakan fungsi linear dari tekanan reduksi.

KORELASI UMUM UNTUK LIKUID
Meskipun volume molar likuid dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan keadaan kubik, hasilnya sering tidak akurat. Maka, korelasi
Lee/Kesler mencakup data untuk likuid subcooled, dan Fig. 3.14
menggambarkan kurva untuk likuid dan gas.
30
Sebagai tambahan, persamaan umum digunakan untuk memperkirakan
volume molar likuid jenuh. Persamaan sederhana, diusulkan oleh Rackett :


V
sat
=V
C
Z
C
(1Tr )
0,2857
(63)
Lydersen, Greenkorn, dan Hougen mengembangkan korelasi keadaan
berhubungan untuk estimasi volume likuid. Persamaan tersebut memberikan
korelasi densitas reduksi
r
sebagai fungsi temperatur dan tekanan reduksi.
Secara definisi,


r

C
=
V
C
V
(64)
dimana
r
merupakan densitas pada titik kritis.

Korelasi umum ditunjukkan oleh Fig. 3.17, yang digunakan secara langsung
dengan persamaan (64) untuk penentuan volume likuid jika nilai volume kritis
diketahui. Prosedur yang lebih baik adalah menggunakan volume likuid yang
diketahui (keadaan 1),


V
2
=V
1
r
1
r
2
(65)
dimana :
V
2
= volume yang diperlukan
V
1
= volume yang diketahui
r
1
, r
2
= densitas reduksi yang dibaca dari Fig. 3.17

31
Metode ini memberikan hasil yang baik dan hanya memerlkan data
eksperimen yang biasanya telah tersedia. Figure 3.17 membuat jelas efek
peningkatan baik temperatur maupun tekanan pada densitas likuid ketika titik
kritis dicapai.

You might also like