Professional Documents
Culture Documents
, C
8
Rasio yang tak berdimensi ini disebut sebagai Faktor Kompresibilitas. Dengan
definisi ini dan dengan
a = RT persamaan (7), maka persamaan (6) menjadi :
Z =1+ B' P+C' P
2
+ D' P
3
+.......... (11)
Bentuk ekspresi yang lain untuk Z :
Z =1+
B
V
+
C
V
2
+
D
V
3
+ .......... (12)
Kedua persamaan di atas dikenal sebagai Ekspansi Virial, dan parameter B,
C, D dan B
, C
,
, D
= konstan (29c)
Dimana secara definisi,
C
P
C
V
(30)
Persamaan (29) berlaku untuk gas ideal dengan kapasitas panas
konstan yang terjadi pada proses adiabatik dapat balik secara mekanik.
Kerja proses adiabatis dapat diperoleh dari hubungan :
dW = dU=C
V
dT
Jika C
v
adalah konstan, integrasi menghasilkan :
W =AU =C
V
AT (31)
Bentuk alternatif persamaan (31) didapat ketika C
v
diubah dalam bentuk rasio
kapasitas panas :
C
P
C
V
=
C
V
+ R
C
V
=1+
R
C
V
dimana,
C
V
=
R
1
Oleh karena itu
W = C
V
AT =
RAT
1
Karena RT
1
= P
1
V
1
dan RT
2
= P
2
V
2
, ekspresi ini dapat ditulis :
14
W =
RT
2
RT
1
1
=
P
2
V
2
P
1
V
1
1
(32)
Persamaan (31) dan (32) merupakan persamaan umum untuk proses
adiabatik, baik dapat balik maupun tidak. Namun, V
2
biasanya tidak diketahui,
dan dihilangkan dari persamaan (32) oleh persamaan (29c), berlaku hanya
untuk proses dapat balik secara makanik. Didapatkan ekspresi :
W =
P
1
V
1
1
P
2
P
1
|
\
|
.
|
( 1)/
1
(
(
(
=
RT
1
1
P
2
P
1
|
\
|
.
|
( 1)/
1
(
(
(
(33)
Hasil yang sama didapat ketika hubungan antara P dan V diberikan oleh
persamaan (29c) digunakan untuk integrasi ekspresi
W = PdV
}
.
Persamaan (29), (31), (32) dan (33) adalah untuk gas ideal dengan kapasitas
panas konstan. Persamaan (29) dan (33) juga memerlukan proses dapat
balik secara mekanik ; proses dimana merupakan adibatik namun bukan
dapat balik secara mekanik tidak diuraikan oleh persamaan ini.
Ketika diaplikasikan terhadap gas riil, persamaan (29) (33) sering
menghasilkan pendekatan yang memuaskan, menghasilkan deviasi dari
keidealan yang sangat kecil. Untuk gas monoatomik, = 1,67 ; nilai
pendekatan bernilai 1,4 untuk gas diatomik dan 1,3 untuk gas poliatomik
sederhana seperti CO
2
, SO
2
, NH
3
, dan CH
4
.
Proses Politropik
Politropik berarti berputar segala arah, proses politropik menyarankan
sebuah model. Dengan konstanta , didefinisikan sebagai proses dimana
PV
o
= konstan (34a)
Untuk persamaan gas ideal yang analog dengan persamaan (29a) dan (29b)
didapatkan :
TV
o 1
=konstan (34b)
dan
TP
(1o )/o
= konstan (34c)
Ketika hubungan antara P dan V diberikan oleh persamaan (34a),
perhitungan integral P dV menghasilkan persamaan (33) dengan digantikan
oleh :
W =
RT
1
o 1
P
2
P
1
|
\
|
.
|
(o 1)/o
1
(
(
(
(35)
15
Lebih lanjut, untuk kapasitas panas konstan, hukum pertama terselesaikan
untuk Q menghasilkan :
Q=
(o )RT
1
(o 1)( 1)
P
2
P
1
|
\
|
.
|
(o 1)/o
1
(
(
(
(36)
Beberapa proses telah dijelaskan berhubungan dengan keempat alur
ditunjukkan pada Fig. 3.6 untuk nilai spesifik :
- proses isobarik : oleh persamaan (3.34a), =0
- proses isotermal : oleh persamaan (3.34b), = 1
- prosea adiabatik : =
- proses isokorik : oleh persamaan (3.34a), dV/dP = V/P ; untuk
V konstan, = +
Proses tak dapat balik
Persamaan ini dikembangkan dalam seksi ini telah diturunkan untuk proses
dapat balik secara mekanik, proses sistem tertutup untuk gas ideal. Namun
persamaan tersebut yang menghubungkan perubahan hanya dalam fungsi
keadaan berlaku untuk gas ideal. Juga diterapkan secara sama untuk proses
dapat balik dan tidak dapat balik baik sistem tertutup maupun terbuka, karena
perubahan dalam fungsi keadaan hanya bergantung pada keadaan awal dan
akhir suatu sistem. Di lain pihak, persamaan untuk Q atau W adalah spesifik
terhadap proses.
Kerja proses tak dapat balik dihitung dengan prosedur dua langkah. Pertama,
W ditentukan untuk proses dapat balik secara mekanik yang menghasilkan
perubahan yang sama suatu keadaan seperti proses tak dapat balik aktual.
Kedua, hasil ini dikali atau dibagi dengan efisiensi untuk mendapatkan kerja
aktual. Jika proses menghasilkan kerja, nilai absolut untuk proses dapat balik
16
adalah terlalu besar dan harus dikali dengan efesiensi. Jika proses
memerlukan kerja, nilai untuk proses dapat balik berharga sangat kecil dan
harus dibagi dengan efisiensi.
Contoh: 3.2,3.3,3.4,3.5,3.6
Contoh 3.3:
Gas ideal yang mengikuti system tertutup pada mechanically reversible
processes.
a. dikompres dari 70
o
C dan 1 bar kea rah adiabatically 150
o
C
b. didinginkan dari 150
0
C 70
0
C pada konstan tekanan
c. dan di ekspansi isothermally ke keadaan semula
Hitunglah W,Q,AU dan AH untuk masing tiga proses untuk setiap lingkaran.
Jika C
V
=(3/2) R dan C
P
= (5/2)R
Jawab:
Jika proses diselesaikan dengan irreversible dan hitunglah Q dan W jika
masing-masing diselesaikan dengan effisiensi 80%.
Gambar 3.3.
Informasi C
V
=(3/2)R=(3/2)(8,314)=12,471 Jmol
-1
K
-1
C
P
=(5/2)R=(5/2)(8,314)=20,785 Jmol
-1
K
-1
Cycle diwakili oleh PV diagram gambar 3.8. Asumsi pertama operasi
reversible yang diambilkan basis 1 mol gas.
a). gas ideal berdasarkan kompresi adiabatic Q=0
AU= W = C
V
AT= (12,471)(150-70) = 998 J
AH = C
P
AT = (20,785)(150-70) = 1.663 J
tekanan P2 adalah:
P2 = P1
T
2
T
1
|
\
|
.
|
/( 1)
= (1)
150+ 273,15
70+ 273,15
|
\
|
.
|
2,5
=1,689 bar
b). persamaan 3.27 dapat diaplikasikan untuk proses tekanan konstan.
Q = AH = C
P
AT = (20,785)(70-150) = -1.663 J
Gas ideal : AU= W = C
V
AT= (12,471)(70 - 150) = -998 J
W = AU Q = -998-(-1.663)= 665 J
c). untuk gas ideal diselesaikan dengan isotherma proses AU dan AH adalah
nol.
17
Q= W = RTln
P
3
P
1
= RTln
P
2
P
1
= (8, 314)(343,15)ln
1,689
1
= 1.495 J
untuk proses: Q=0-1.663+1.495=-168 J
W = 998+665 1.495= 168 J
U=998-998+0=0
H=1.663-1.663+0 =0
U dan H keduanya adalah nol karena awal dan ahkir sama identik maka
Q=-W untuk cycle ini, maka U=0 mengikuti hokum pertama.
a). step ini tidak adiabatic, untuk reversible, adiabatic kompressi, W= 998 jika
proses dengan 80% eff. Dibandingkan:
W =
998
0,80
=1.248 J
Q=AU W =9981.248=250 J
b). untuk kerja secara mekanik reversible cooling proses : 665 J untuk
Irreversible proses :
W =
665
0,80
= 831 J
Q=AU W =998831=1.829 J
c). kerja diselesaikan oleh system ini, kerja irreversible dalam nilai absolut
adalah kuran dari kerja reversible:
W = (0,80)(-1.495)= - 1.196 J
Q = U-W=0+1.196 = 1.196 J
Jika U dan H adalah nol maka:
Q= -250-1.829+1.196=-883 J
W= 1.248 + 831 1.196= 883 J
Rekapitulasi hasil yang didapat adalah:
Reversible Irreversible
U H Q W U H Q W
a. 998 1.663 0 998
b. -998 -1.663 -1.663 665
c. 0 0 1.495 -1.495
998 1.663 -250 1.248
-998 -1.663 -1.829 831
0 0 1.196 1.196
Sum 0 0 - 168 168 0 0 -883 883
18
Aplikasi Persamaan Virial
Dua bentuk persamaan virial diberikan oleh persamaan (11) dan (12) yang
merupakan sederetan nilai tak terhingga. Figure 3.10 menunjukkan grafik
faktor kompresibilitas untuk metana. Nilai faktor kompresibilitas Z (seperti
yang dihitung dari data PVT untuk metana oleh persamaan Z = PV/RT) diplot
terhadap tekanan untuk berbagai temperatur konstan. Isotermal yang didapat
menunjukan secara grafik apa yang dimaksud dengan ekspansi verial P untuk
mewakili secara analitik. Semua isotermal berasal pada nilai Z = 1 untuk P
= 0 .
Sebagai tambahan isotermal hampir mendekati garis lurus pada tekanan
rendah. Jadi tangen isoterm pada P = 0 merupakan pendekatan isoterm yang
baik dari P 0 sampai pada tekanan yang diinginkan. Diferensiasi
persamaan (11) untuk temperatur yang diberikan didapat :
cZ
cP
|
\
|
.
|
T
= B' +2C' P + 3D' P
2
+ .............
Dimana,
cZ
cP
|
\
|
.
|
T;P= 0
= B'
Jadi persamaan garis tangen adalah :
Z =1+ B' P
Sebuah hasil jika didapat dengan memotong persamaan (11) menjadi dua
ungkapan. Bentuk yang lebih umum dari persamaan ini dihasilkan dari
subsitusi (Sec. 3.2), B = B/RT :
19
Z =
PV
RT
=1+
BP
RT
(37)
Persamaan (12) juga dapat dipotong menjadi dua ungkapan untuk aplikasi
pada tekanan rendah :
Z =
PV
RT
=1+
B
V
(38)
Namun, persamaan (37) lebih sesuai untuk aplikasi dan setidaknya akurat
seperti persamaan (38). Jadi ketika persamaan virial dipotong menjadi dua
ungkapan, persamaan (37) lebih sering dipakai. Persamaan ini mewakili sifat
PVT dalam banyak uap pada temperatur subkritis sampai pada tekanan 5 bar.
Pada temperatur yang lebih tinggi persamaan ini untuk gas pada kisaran
tekanan yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan temperatur.
Koefisien virial yang kedua B tidak dapat berdiri sendiri dan merupakan fungsi
temperatur. Nilai eksperimental tersedia untuk beberapa gas. Lebih lanjut,
perkiraan koefisien virial yang kedua dimungkinkan jika tak ada data yang
tersedia.
Untuk tekanan diatas kisaran persamaan (37) namun dibawah tekanan kritis,
persamaan virial dipotong menjadi tiga ungkapan yang sering memberikan
hasil yang memuaskan. Dalam kasus ini persamaan (12), ekspansi dalam
1/V, adalah jauh lebih besar. Jadi ketika persamaan virial dipotong menjadi
tiga ungkapan, bentuk yang sesuai adalah:
Z =
PV
RT
=1+
B
V
+
C
V
2
(39)
Persamaan ini dapat diselesaikan secara langsung untuk tekanan, namun
volume dalam kubik. Penyelesaian untuk V mudah dilakukan dengan cara
iterasi dengan menggunakan kalkulator.
Nilai C, seperti nilai B, bergantung pada gas dan temperatur. Namun,
sedikit yang diketahui tentang koefisien virial yang ketiga meskipun data untuk
sejumlah gas terdapat dalam literatur. Karena koefisien virial diatas tiga
jarang diketahui dan karena ekspansi virial dengan lebih dari tiga ungkapan
jarang digunakan maka tidak lazim.
20
Figure (3.11) menggambarkan efek temperatur pada koefisien virial B dan
C untuk nitrogen; meskipun nilai numerik adalah berbeda untuk gas lainnya.
Kurva gambar (3.11) menjelaskan bahwa B menungkat secara monotonik
dengan T ; namun, pada temperatur yang lebih tinggi dari pada B mencapai
maksimum dan secara perlahan menurun. C yang bergantung pada
temperatur adalah lebih sulit untuk dilaksanakan secara ksperiment namun
sifat-sifat utamanya jelas terlihat : C bernilai negatif pada temperatur rendah,
dan menuju maksimum pada temperatur mendekati kritis dan kemudian
menurun secara perlahan dengan peningkatan T.
Kelas persamaan yang terinspirasi oleh persamaan (12) dikenal sebagai
persamaan verial perluasan, dijelaskan oleh persamaan Benedict/
Webb/Rubin B-W-R :
P =
RT
V
+
B
0
RT A
0
C
0
/T
2
V
2
+
bRT a
V
2
+
ao
V
6
+
c
V
3
T
2
1+
V
2
|
\
|
.
| exp
V
2
Dimana A
0
, B
0
, C
0
, a, b, c, dan adalah konstanta.
Persamaaan Keadaan Kubik
Jika persamaan keadaan mewaliki sifat PVT baik liquid maupun uap, maka
harus memenuhi kisaran luas temperatur dan tekanan. Persamaan polinomial
yang merupakan kubik dalam volume molar memberikan hubungan antara
sifat umum dan kesederhanaan dan sesuai untuk berbagai tujuan.
Persamaan kubik merupakan persamaan yang paling sederhana yang dapat
mewakili sifat liquid dan uap.
21
Persamaan Van der Waals
Persamaan kubik secara praktek yang pertama diusulkan oleh J.D. Van der
Waals :
P =
RT
V b
a
V
2
(40)
Disini, a dan b merupakan konstanta positif ; bila konstanta tersebut bernilai 0
persamaan gas ideal berbentuk semula.
Nilai a dan b untuk fluida khusus, kita dapat menghitung P sebagai fungsi
V untuk berbagai nilai T. Figure 3.12 merupakan diagram PV yang
menunjukkan ketiga isoterm. Superimposed merupakan kubah yang
menggambarkan keadaan liquid jenuh dan uap jenuh. Untuk isoterm T
1
> T
c
,
tekanan merupakan fungsi yang meningkat monotonik dengan peningkatan
volume molar. Isoterm kritis (label T
c
) mempunyai infleksi horizontal pada
kareteristik C dititik kritis. Untuk isoterm T
2
< T
c
, tekanan menurun dengan
cepat pada daerah liquid subcooled dengan peningkatan V ; setelah
memotong garis liquid jenuh, tekanan menuju minimum, meningkat ke
maksimum, dan kemudian menurun memotong garis uap jenuh dan berlanjut
menurun ke daerah uap superheated.
Isotermal eksperimental tidak menghasilkan transisi yang halus dari liquid
jenuh ke uap jenuh ; namun mengandung sekmen horizontal dimana daerah
22
dua fase liquid jenuh dan uap jenuh muncul dalam beragam proposi pada
kejenuhan atau tekanan uap . Sifat ini, ditunjukan oleh garis putus-putus
dalam figure 3.12 merupakan non analitik, dan ini merupakan sifat tidak riil
dalam suatu persamaan keadaan dalam daerah dua fase.
Sifat PV yang diperkirakan dalam daerah ini oleh persamaan keadaan dua
kubik tidak selalu fiktif. Ketika tekanan diturunkan pada liquid jenuh,
penguapan tidak terjadi, dan fase liquid terjadi pada tekanan di bawah
tekanan uapnya. Dengan hal yang sama meningkatkan tekanan pada uap
jenuh dalam percobaan tidak menyebabkan kondensasi dan uap terjadi pada
tekanan di atas tekanan uap. Ketidak setimbangan atau keadaan meta stabil
liquid superheated dan uap subcooled diperkirakan oleh isotermal PV yang
berada pada daerah dua fase berhubungan dengan uap jenuh dan liquid
jenuh.
Persamaan keadaan kubik mempunyai tiga akar volume. Nilai V secara
fisik selalu berharga riil, positif, dan lebih besar daripada konstanta b. Untuk
isoterm pada T > T
c
, referensi figure 3.12 menunjukkan bahwa penyelesaian
untuk V pada setiap nilai positif P hanya menghasilkan 1 akar. Untuk
isotermal kritis ( T = T
c
), hal ini juga benar kecuali pada tekanan kritis dimana
terdapat tiga akar, semuanya sama dengan V
c
. Untuk isoterm pada T < T
c
,
persamaan dapat menghasilkan satu atau tiga akar riil, tergantung pada
tekanan PV meskipun akar ini berharga riil dan positif, akar tersebut secara
fisk tidak stabil untuk isoterm yang berada antara liquid jenuh dan uap jenuh (
di bawah kubah ). Hanya akar untuk P = P
sat
, misalkankan V
sat
(liq) dan V
sat
(vap), merupakan keadaan stabil yang dihubungkan oleh bagian horizontal
isoterm sejati. Untuk tekanan lainnya (seperti yang ditunjukkan oleh garis
horizontal pada gambar 3.12 dan dibawah P
sat
), akar yang paling kecil adalah
liquid atau volume seperti liquid , dan yang terbesar adalah uap atau
volume seperti uap akar ketiga yang berada antara nilai lainnya, adalah
tidak penting.
Persamaan Keadaan Kubik Umum
Persamaan keadaan kubik :
P =
RT
V b
u(V q)
(V b)(V
2
+kV + )
23
Disini, b, , k, dan merupakan parameter yang bergantung pada
temperatur dan komposisi. Meskipun persamaan ini memiliki fleksibilitas yang
tinggi namun juga memiliki keterbatasan.
Kelas yang penting dari persamaan kubik hasil dari persamaan sebelumnya
dengan aturan :
q = b u = a(T) k = (c +o)b =cob
2
Kemudian didapat referensi umum yang dihasilkan persamaan keadaan kubik
umum ;
P =
RT
V b
a(T)
(V +cb)(V +ob)
(41)
Dimana dan merupakan nilai murni, parameter a (T) dan d tidak dapat
berdiri sendiri. a(T) yang bergantung waktu menurut spesifik terhadap setiap
persamaan keadaan. Untuk persamaan Van der Waals, a (T) = a yang
merupakan konstanta yang tidak dapat berdiri sendiri, dan = = 0
Penentuan Parameter Persamaan Keadaan
.Konstanta dalam persamaan keadaan untuk zat tertentu dapat dihitung dari
data PVT Untuk persamaan keadaan kubik, pendekatan yang sesuai
biasanya didapatkan dari nilai konstanta kritis T
c
dan P
c
. Karena isoterm kritis
mengeluarkan inspeksi horizontal pada titik kritis, tidak dapat menulis
persamaan matematika :
cP
cV
|
\
|
.
|
T;C
T
=
c
2
P
cV
2
|
\
|
.
|
T;C
T
dimana subskrip cr menyatakan titik kritis diperensiasi persamaan (41)
menghasilkan ekspresi untuk P = P
c
, T = T
c
dan V = V
c
. Persamaan keadaan
itu sendiri ditulis untuk kondisi kritis. Ketiga persamaan ini mempunyai lima
konstanta : P
c
, V
c
, T
c
, a(T
c
), dan b. P
c
dan T
c
umumnya lebih akurat
dibandingkan V
c
.
Karena V = Vc untuk setiap dari ketiga akar pada titik kritis ;
(V V
C
)
3
= 0
atau
V
3
3V
C
V
2
+ 3V
C
2
V
C
3
= 0 (A)
24
Persamaan (40) diperluas dalam bentuk polinomial menjadi :
V
3
b+
RT
C
P
C
|
\
|
.
|
V
2
+
a
P
C
V
ab
P
C
= 0 (B)
Ingat bahwa parameter a dalam persamaan Van der Waals merupakan
konstanta, tak bergantung waktu. Perbandingan antar ungkapan persamaan
(A) dan (B) didapatkan persamaan :
3V
C
= b +
RT
C
P
C
(C)
3V
C
2
=
a
P
C
(D)
3
c
c
ab
V
P
= (E)
Didapat a dari persamaan (D), digabung dengan hasil dari persamaan (E),
dan didapat :
a = 3P
C
V
C
2
b =
1
3
V
C
Subsitusi b dalam persamaan (C) didapatkan penyelesaian untuk V
c
, yang
dapat dihilangkan dari persamaan untuk a dan b :
V
C
=
3
8
RT
C
P
C
a =
27
64
R
2
T
C
2
P
C
b =
1
8
RT
C
P
C
Meskipun persamaan ini tidak memberikan hasil yang terbaik namun
memberikan nilai yang logis, karena temperatur kritis dan tekanan yang sering
diketahui.
Subsitusi V
c
dalam persamaan untuk faktor kompresibilitas kritis :
Z
C
=
P
C
V
C
RT
C
=
3
8
Dengan cara yang sama dapat juga diterapkan pada persamaan (41)
menghasilkan ekspresi untuk parameter a (T
c
) dan b. Sebelumya ,
a(T
C
) =
R
2
T
C
2
P
C
Hasil ini dapat diperluas untuk temperatur selain kritis dengan menggunakan
fungsi tak berdimensi (T
r
) yang berharga 1 pada temperatur yang kritis. Jadi
a(T) =
o(T
r
)R
2
T
C
2
P
C
(42)
25
Fungsi (T
r
) merupakan ekspresi empiris, spesifik terhadap persamaan
keadaan khusus. Parameter b diberikan pada :
b = O
RT
C
P
C
(43)
Dalam persamaan ini dan merupakan nilai murni, tak bergantung dan
ditentukan untuk persamaan keadaan khusus dari nilai untuk dan .
Pengembangan modern persamaan keadaan kubik dimulai tahun 1949
oleh persamaan Redlich/Kwong (RK) :
P =
RT
V b
a(T)
V(V + b)
(44)
Dimana dalam persamaan (42), (T
r
) = T
r
-1/2
.
Teorema Keadaan Berhubungan; Faktor Aksentrik
Penelitian eksperimen menunjukkan bahwa faktor kompresibiltas Z untuk
fluida yang berbda menghasilkan sifat yang bila dihubungkan sebagai fungsi
temperatur reduksi T
r
dan tekanan reduksi P
r
; secara definisi :
Tr
T
T
C
Pr
P
P
C
Ini adalah dasar untuk teorema dua parameter dari keadaan berhubungan :
Semua fluida, ketika dibandingkan pada temperatur reduksi dan
tekanan reduksi yang sama, hampir kira-kira mempunyai faktor
kompresibilitas yang sama, dan semua penyimpangan dari sifat gas-
ideal mempunyai derajat yang sama
Meskipun teorema ini hampir mendekati eksak untuk fluida sederhana (argon,
kripton, dan xenon) penyimpangan sistematik teramati untuk fluida yang
kompleks. Hasil pengembangan yang patut dihargai dari pengenalan
parameter keadaan berhubungan yang ketiga, karakteristik struktur molekul;
atau lebih dikenal dengan istilah faktor aksentrik , diperkenalkan oleh K.S.
Pitzer.
26
Faktor aksentrik untuk spesies kimia murni dedifinisikan dengan dengan
referensi tekanan uapnya. Karena logaritma tekanan uap fluida murni
mendekati linear pada temperatur absolut resiprokal,
dlogP
r
sat
d(1/Tr)
=
dimana P
r
sat
adalah tekanan uap tereduksi, T
r
merupakan temperatur reduksi,
dan S adalah slope dari plot log P
r
sat
vs 1/T
r
. Ingat bahwa log menyatakan
logaritma dengan basis 10.
Jika teorema dua parameter keadaan berhubungan adalah absah, slope S
akan sama untuk semua jenis fluida murni. Tapi ini tidaklah benar, karena
masing-masing fluida mempunyai nilai karakteristik S yang berbeda-beda,
yang dapat menjadi parameter keadaan berhubungan.. bagaimanapun juga,
Pitzer menyatakan bahwa semua data tekanan-uap untuk fluida sederhana
(Ar, kr, Xe) berada pada garis yang sama ketika diplot sebagai log P
r
sat
vs 1/T
r
dan garis melewati log P
r
sat
= -1,0 pada T
r
= 0,7. Hal ini diilustrasikan pada
Figure 3.13. Data untuk fluida lainnya pada garis dimana lokasinya dapat
ditentukan dengan hubungan terhadap garis fluida murni (SF) dengan
perbedaan :
logP
r
sat
(SF) logP
r
sat
Faktor aksentrik didefinisikan sebagai perbedaan diatas yang dihitung pada T
r
= 0,7:
e 1log(P
r
sat
)T
r
= 0,1 (45)
Oleh karena itu, dapat ditentukan untuk setiap fluida dari T
c
, P
c
, dan
pengukuran tekanan-uap tunggal pada T
r
= 0,7. Nilai dan konstanta kritis
T
c
, P
c
, dan V
c
untuk sejumlah fluida terdapat dalam Appendix B.
27
Definisi membuat argon, kripton dan xenon bernilai nol, dan data
eksperimen menghasilkan faktor kompresibiltas untuk ketiga fluida yang
dihubungkan oleh kurva yabng sama ketika Z merupakan fungsi T
r
dan P
r
.
Inilah premis dasar dari teorema tiga-parameter dari keadaan berhubungan.
Semua fluida yang mempunyai nilai yang sama, ketika dibandingkan
pada T
r
dan P
r
yang sama pula, meiliki nilai Z yang sama, dan semua
penyimpangan dari sifat gas-ideal mempunyai derajat yang sama.
Akar Uap dan Seperti-Uap Persamaan Keadaan Kubik Umum
Persamaannya adalah :
V =
RT
P
+ b
a(T)
P
V b
(V +cb)(V +ob)
(46)
Persamaan untuk Z adalah ekivalen dengan persamaan (46) yang didapat
melalui substitusi V = ZRT/P. Sebagai tambahan, definisi kuantitas tak
berdimensi membuat penyederhanaan menjadi :
|
bP
RT
(47)
q
a(T)
bRT
(48)
Substitusi ke dalam persamaan (46) menghasilkan :
Z =1+ | q|
Z |
(Z +c|)(Z +o|)
(49)
Persamaan (47) dan (48) dengan kombinasi persamaan (42) dan (43)
menghasilkan :
| = O
P
r
T
r
(50)
q =
o(T
r
)
OT
r
(51)
Akar Likuid dan Seperti Likuid Persamaan Keadaan Kubik Umum
Persamaan (46) digunakan untuk mendapatkan nilai V sehingga didapatkan :
V = b + (V +cb)(V +ob)
RT + bP VP
a(T)
(
(
(52)
Persamaan ini dengan nilai awal V = b pada ruas kanan.
28
Persamaan untuk Z ,ekivalen dengan persamaan (52) dan persamaan (49)
digunakan untuk mencari Z sehingga :
Z = | + (Z +c|)(Z +o|)
1+ | Z
q|
|
\
|
.
|
(53)
Untuk iterasi, nilai awal Z = disubstitusi pada ruas kanan. Bila Z diketahui,
akar volume adalah V = ZRT / P.
KORELASI UMUM UNTUK GAS
Korelasi yang paling sering adalah antara faktor kompresibilitas Z dengan
koefisien virial kedua B.
Korelasi Pitzer untuk faktor Kompresibilitas
Korelasi untuk Z mempunyai bentuk :
Z = Z
0
+eZ
1
(54)
dimana Z
0
dan Z
1
merupakan fungsi T
r
dan P
r
. Ketika = 0, Z
0
menjadi sama
dengan Z.
Persamaan (54) merupakan hbungan linear sederhana antara Z dan untuk
nilai T
r
dan P
r
.
Gas-gas kuantum (hidrogen, helium, dan neon) tidak mengikuti aturan yang
telah ada. Maka digunakan parameter kritis efektif bergantung-temperatur.
Untuk hidrogen, gas kuantum banyak ditemukan dalam proses kimia,
persamaan yang disarankan adalah :
T
C
/K =
43.6
1+
21,8
2.016T
untuk H
2
(55)
P
C
/bar =
20.5
1+
44,2
2.016T
untuk H
2
(56)
V
C
/cm
3
mol
1
=
51.5
1
9,91
2.016T
untuk H
2
(57)
diaman T adalah temperatur absolut dalam Kelvin. Penggunaan parameter
kritis ini untuk hidrogen memerlukan spesifikasi lanjutan yakni = 0.
Korelasi Pitzer untuk Koefisien Virial kedua
29
Dasar untuk korelasi ini adalah persamaan (37), bentuk paling sederhana
persamaan virial :
Z =1+
BP
RT
=1+
BP
C
RT
C
|
\
|
.
|
P
r
T
r
(58)
Jadi, Pitzer mengusulkan korelasi kedua, yang menghasilkan nilai untuk BP
c
/
RT
c
:
BP
C
RT
C
|
\
|
.
|
= B
0
+eB
1
(59)
Bersamaan, dua persamaan di atas menjadi :
Z =1+ B
0
P
r
T
r
+eB
1
P
r
T
r
Perbandingan persamaan ini denan persamaan (3.54) menghasilkan :
Z
0
=1+ B
0
P
r
T
r
(60)
dan
Z
1
= B
1
P
r
T
r
Koefisien virial kedua merupakan fungsi temperatur saja, dan sama halnya
dengan B
0
dan B
1
yang merupakan fungsi temperatur reduksi saja. Dalam
bentuk persamaan :
B
0
= 0,083
0, 422
T
r
1,6
(61)
B
1
= 0,139
0,172
T
r
4,2
(62)
Bentuk yang paling sederhana persamaan virial mempunyai keabsahan
hanya bila tekanan rendah sampai sedang saja dimana Z adalah linear pada
tekanan. Korelasi koefisien virial umum berguna bila Z
0
dan Z
1
setidaknya
merupakan fungsi linear dari tekanan reduksi.
KORELASI UMUM UNTUK LIKUID
Meskipun volume molar likuid dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan keadaan kubik, hasilnya sering tidak akurat. Maka, korelasi
Lee/Kesler mencakup data untuk likuid subcooled, dan Fig. 3.14
menggambarkan kurva untuk likuid dan gas.
30
Sebagai tambahan, persamaan umum digunakan untuk memperkirakan
volume molar likuid jenuh. Persamaan sederhana, diusulkan oleh Rackett :
V
sat
=V
C
Z
C
(1Tr )
0,2857
(63)
Lydersen, Greenkorn, dan Hougen mengembangkan korelasi keadaan
berhubungan untuk estimasi volume likuid. Persamaan tersebut memberikan
korelasi densitas reduksi
r
sebagai fungsi temperatur dan tekanan reduksi.
Secara definisi,
r
C
=
V
C
V
(64)
dimana
r
merupakan densitas pada titik kritis.
Korelasi umum ditunjukkan oleh Fig. 3.17, yang digunakan secara langsung
dengan persamaan (64) untuk penentuan volume likuid jika nilai volume kritis
diketahui. Prosedur yang lebih baik adalah menggunakan volume likuid yang
diketahui (keadaan 1),
V
2
=V
1
r
1
r
2
(65)
dimana :
V
2
= volume yang diperlukan
V
1
= volume yang diketahui
r
1
, r
2
= densitas reduksi yang dibaca dari Fig. 3.17
31
Metode ini memberikan hasil yang baik dan hanya memerlkan data
eksperimen yang biasanya telah tersedia. Figure 3.17 membuat jelas efek
peningkatan baik temperatur maupun tekanan pada densitas likuid ketika titik
kritis dicapai.