You are on page 1of 28

BAB I PENDAHULUAN I.

LATAR BELAKANG Psikosa secara sederhana dapat didefinisikan sebai suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Keadaan ini dapat digambarkan bahwa psikosa ialah gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organik ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berpikir, bereakasi secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangat terganggu. Psikosa ditandai oleh perilaku yang regresif, perasaan tidak sesuai , berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls serta waham dan halusinasi. Sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi & ilusi, khas adalah visual juga di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi. Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut. Sedikitnya 10% dari pasien lanjut usia yang dirawat inap menderita delirium; 1550% mengalami delirium sesaat pada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga sering dijumpai pada panti asuhan. Bila delirium terjadi pada orang muda biasanya karena penggunaan obat atau penyakit yang berbahaya mengancam jiwanya. Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut, makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan mengingat, terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan. Kepribadian seorang penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya.

BAB II PEMBAHASAN

II.1 DELIRIUM II.1.1 DEFENISI Delirium adalah keadaan yang yang bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak, dimana penderita mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami disorientasi dan tidak mampu berfikir secara jernih. Sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi & ilusi, khas adalah visual juga di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi. Gangguan ini berlangsung pendek dan ber-jam hingga berhari, taraf hebatnya berfluktuasi, hebat di malam hari, kegelapan membuat halusinasi visual & gangguan perilaku meningkat. Biasanya reversibel. Penyebabnya termasuk penyakit fisik, intoxikasi obat (zat). Diagnosis biasanya klinis, dengan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan (imaging) untuk menemukan penyebabnya. Terapinya ialah memperbaiki penyebabnya dan tindakan suportif. Delirium juga disebut Kondisi bingung akut (Acute Confusional State) dan demensia merupakan penyebab yang paling sering dan gangguan atau hendaya kognitif, walaupun gangguan afektif (seperti depresi) juga bisa mengganggu kognisi. Delirium dan demensia merupakan dua gangguan yang berbeda, namun sering sukar dibedakan. Pada keduanya, fungsi kognitif terganggu, namun demensia biasanya memori yang terganggu, sedangkan delirium daya perhatiannya yang terganggu. Beberapa ciri khas membedakan kedua gangguan tersebut (lihat tabel I). Delirium biasanya disebabkan oleh penyakit akut atau keracunan obat (kadang mengancam jiwa orang) dan sering reversibel, sedangkan demensia secara khas disebabkan oleh perubahan anatomik dalam otak, berawal lambat dan biasanya tidak reversibel. Delirium bisa timbul pada pasien dengan demensia juga.

Gambaran Riwayat Awal Sebab

Delirium Penyakit akut Cepat

Demensia Penyakit kronik Lambat laun

Terdapat penyakit lain Biasanya penyakit otak kronik (infeksi, (spt Alzheimer, demensia dehidrasi, guna/putus obat vaskular) Ber-hari/-minggu Naik turun Naik turun Terganggu, periodic Cemas dan iritabel Sering terganggu Jangka nyata pendek Ber-bulan/-tahun Kronik progresif Normal Intak pada awalnya Labil tapi tak cemas Turun jumlahnya terganggu Jangka pendek terganggu Halusinasi sundowning Normal Sedikit tidurnya terganggu siklus & panjang kecuali

Lamanya Perjalanan sakit Taraf kesadaran Orientasi Afek Alam pikiran Bahasa Daya ingat Persepsi Psikomotor Tidur Atensi kesadaran Reversibilitas Penanganan

Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat

Halusinasi (visual) Retardasi, agitasi, campuran Terganggu siklusnya & Amat terganggu Sering reversible Segera

jarang

Sedikit terganggu Umumnya tak reversibel Perlu tapi tak segera

Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum

I. 1. 3.

ETIOLOGI Penyebab delirium: Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau magnesium) yang tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau penyakit tertentu 4. Infeksi akut disertai demam 2. Efek toksik dari pengobatan

5. 6. 7. 8. 9.

Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana cairan yang membantali otak tidak diserap sebagaimana mestinya dan menekan otak Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah di bawah tengkorak yang dapat menekan otak. Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang otak) Kekurangan tiamin dan vitamin B12 Hipotiroidisme maupun hipotiroidisme gangguan ingatan)

10. Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan linglung dan 11. Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang 12. Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan rendahnya kadar oksigen atau tingginya kadar karbon dioksida di dalam darah 13. Stroke. II.1.2 PATOFISIOLOGI Banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan delirium, contoh antikolinergika, psikotropika, dan opioida. Mekanisma tidak jelas, tetapi mungkin terkait dengan gangguan reversibilitas dan metabolisma oxidatif otak, abnormalitas neurotransmiter multipel, dan pembentukan sitokines (cytokines). Stress dari penyebab apapun bisa meningkatkan kerja saraf simpatikus sehingga mengganggu fungsi kolinergik dan menyebabkan delirium. Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap penurunan transmisi kolinergik sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun sebabnya, yang jelas hemisfer otak dan mekanisma siaga (arousal mechanism) dari talamus dan sistem aktivasi retikular batang otak jadi terganggu. Terdapat faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, stroke. Penyakit parkinson, umur lanjut, gangguan sensorik, dan gangguan multipel. Faktor presipitasi termasuk penggunaan obat baru lebih dan 3 macam, infeksi, dehidrasi, imobilisasi, malagizi, dan pemakaian kateter buli-buli. Penggunaan anestesia juga meningkatkan resiko delirium, terutama pada pembedahan yang lama. Demikian pula pasien lanjut usia yang dirawatdi bagian ICU beresiko lebih tinggi. II.1.3 MANIFESTASI KLINIS

Ciri utama dari delirium adalah tidak mampu memusatkan perhatian. Penderita tidak dapat berkonsentrasi, sehingga mereka memiliki kesulitan dalam mengolah informasi yang baru dan tidak dapat mengingat peristiwa yang baru saja terjadi. Hampir semua penderita mengalami disorientasi waktu dan bingung dengan tempat dimana mereka berada. Fikiran mereka kacau, mengigau dan terjadi inkoherensia. Pada kasus yang berat, penderita tidak mengetahui diri mereka sendiri. Beberapa penderita mengalami paranoia dan delusi (percaya bahwa sedang terjadi hal-hal yang aneh) Respon penderita terhadap kesulitan yang dihadapinya berbeda-beda; ada yang sangat tenang dan menarik diri, sedangkan yang lainnya menjadi hiperaktif dan mencoba melawan halusinasi maupun delusi yang dialaminya. Gejala utama ialah kesadaran menurun. Kesadaran yang menurun ialah suatu keadaan dengan kemampuan persepsi perhatian dan pemikiran yan berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif). Gejala-gejala lainnya : Delirium ditandai oleh kesulitan dalam: 1. Konsentrasi dan memfokus 2. Mempertahankan dan mengalihkan daya perhatian 3. Kesadaran naik-turun 4. Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang 5. Halusinasi biasanya visual, kemudian yang lain 6. Bingung menghadapi tugas se-hari-hari 7. Perubahan kepribadian dan afek 8. Pikiran menjadi kacau 9. Bicara ngawur 10. Disartria dan bicara cepat 11. Neologisma 12. Inkoheren Gejala termasuk: 1. Perilaku yang inadekuat 2. Rasa takut

3. Curiga 4. Mudah tersinggung 5. Agitatif 6. Hiperaktif 7. Siaga tinggi (Hyperalert) Atau sebaliknya bisa menjadi: 1. Pendiam 2. Menarik diri 3. Mengantuk 4. Banyak pasien yang berfluktuasi antara diam dan gelisah 5. Pola tidur dan makan terganggu 6. Gangguan kognitif, jadi daya mempertimbangkan dan tilik-diri terganggu II.1.4 PEMERIKSAAN DIAGNOSIS Biasanya klinis. Semua pasien dengan tanda dan gejala gangguan fungsi kognitif perlu dilakukan pemeriksaan kondisi mental formal. Kemampuan atensi bisa diperiksa dengan: 1. Pengulangan sebutan 3 benda 2. Pengulangan 7 angka ke depan dan 5 angka ke belakang (mundur) 3. Sebutkan nama hari dalam seminggu ke depan dan ke belakang (mundur) 4. Ikuti kriteria diagnostik dari lCD-10 atau DSM-IV-TR 5. Confusion Assessment Method (CAM) 6. Wawancarai anggota keluarga 7. Penggunaan obat atau zat psikoaktif overdosis atau penghentian mendadak.

II.1.5 PROGNOSIS Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah dengan delirium dibandingkan dengan pasien yang menjadi delirium setelah di Rumah Sakit. Beberapa penyebab delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor iatrogenik, toxisitas obat, gangguan keseimbangan elektrolit.

Biasanya cepat membaik dengan pengobatan. Beberapa pada lanjut usia susah untuk diobati dan bisa melanjutjadi kronik

II.1.6 PENATALAKSANAAN MEDIS Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan menghilangkan faktor yang memberatkan seperti: 1. Menghentikan penggunaan obat 2. Obati infeksi 3. Suport pada pasien dan keluanga 4. Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien 5. Cukupi cairan dan nutrisi 6. Vitamin yang dibutuhkan 7. Segala alat pengekang boleh digunakan tapi harus segera dilepas bila sudah membaik, alat infuse sesederhana mungkin, lingkungan diatur agar nyaman. 8. Obat: a. Haloperidoi dosis rendah dulu 0,5 1 mg per os, IV atau IV b. Risperidone0,5 3mg perostiap l2jam c. Olanzapine 2,5 15 mg per os 1 x sehari d. Lorazepam 0,5 1mg per Os atau parenteral (tak tersedia di Indonesia), Perlu diingat obat benzodiazepine mi bisa memperburuk delirium karena efek sedasinya.

II.2 DEMENSIA Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut, makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan mengingat, terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan. Kepribadian

seorang penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya. Mudah lupa merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari warga lanjut usia (lansia). Tapi, mudah lupa tak jarang ditemukan pada usia setengah baya, bahkan umur belia. Mudah lupa memang bisa dianggap gejala wajar atau alamiah. Tapi, kita tetap harus waspada, sebab mudah lupa (terutama pada usia belia) bisa saja merupakan stadium awal dari demensia (dementia) atau kepikunan, yang merupakan gangguan otak akibat penyakit atau kondisi lainnya. Gangguan fungsi jaringan otak tersebut dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (misalnya meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak, dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (misalnya tifus, endometritis, payah jantung, toxemia, kehamilan, intoksikasi, dan sebagainya). Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi sindrom dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis, permanen atau reversibel. Suatu penyebab dasar selalu diasumsikan, walaupun pada kasus yang jarang adalah tidak mungkin untuk menentukan penyebab spesifik. Kemungkinan pemulihan (reversibilitas) demensia adalah berhubungan dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif. Diperkirakan 15% orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit yang reversibel jika dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi kerusakan yang ireversibel.

II.2.1 DEFINISI Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya bersifat kronis-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi kognitif yang multipel tanpa gangguan kesadara. Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia umum, daya ingat, daya pikir, orientasi, persepsi, perhatian, daya tangkap

(comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, daya nilai (judgement), dan kemampuan sosial. II.2.2 EPIDEMIOLOGI Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira 5% menderita demensia berat, dan 15% menderita demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80 tahun, kira-kira 20% menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50 60% menderita demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer, dibanding dengan 15 25% dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskuler, yang berjumlah kira-kira 15 30% dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibanding wanita. Masing-masing 1 5% kasus adalah demensia yang berhubungan dengan trauma kepala, berhubungan dengan alkohol, dan berbagai demensia yang berhubungan dengan pergerakan (misalnya penyakit Huntington dan penyakit parkinson). II.2.3 PENYEBAB Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular secara bersama-sama berjumlah sebanyak 75% dari semua kasus. Penyebab demensia lainnya adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Hutington, penyakit Parkinson, hunam immunodeficiency virus (HIV), dan trauma kepala. Di bawah ini adalah gangguan/penyakit yang sering menyebabkan demensia. Gangguan/Penyakit yang Dapat Menyebabkan Demensia Penyakit Parenkima SSP Penyakit Alzheimer (demensia degeneratif primer)

Penyakit Pick (demensia degeneratif primer) Korea Huntington Penyakit Parkinson* Sklerosis multipel Gangguan Sistemik Gangguan endokrin dan metabolik Penyakit tiroid* atau paratiroid* Gangguan pituitaria-adrenal* Keadaan hipoglikemik Penyakit hati Ensefalopati hepatik kronik progresif* Penyakit saluran kemih Ensefalopati uremik kronik* atau progresif (demensia dialisis)* Penyakit kardiovaskular Hipoksia atau anoksia serebra* Demensia multi-infark* Aritmia kariak* Penyakit radang pembuluh darah* Penyakit paru Ensefalopati respiratorik* Keadaan Defisiensi Defisiensi sianokobalamin* Defisiensi asam folat* Obat dan Toksin Tumor Intrakranial* dan Trauma Serebri* Proses Infeksi Penyakit Creutzfeldt-Jakob* Meningitis kriptokok* atau Meningitis bakterial kronik* Neurosifilis* Tuberkulosis dan meningitis fungi* Ensefalitis virus Gangguan terkait dengan HIV atau SIDA (sindrom imunodefisiensi akuistik) Trauma Cidera kepala

Demensia pugilistika (punch-drunk syndrome) Gangguan Aneka Ragam Degenerasi hepatolentikular* Demensia hidrosefalik* Sarkoidosis* Hidrosefalus bertekanan normal*

Keadaan diperlukan untuk pemberian terapeutik spesifik

II.2.4 GAMBARAN KLINIS DAN PEDOMAN DIAGNOSTIK Secara umum gambaran klinis demensia yaitu adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living) seperti mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil. Umumnya disertai, dan ada kalanya diawali, dengan kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup. Pada demensia tidak ditemukan gangguan kesadaran (clear consciousness) dan gejala serta disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan. Pasien dengan demensia biasanya dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya, polisi atau pengasuh yang mengeluh bahwa pasien telah berkeliaran, bingung, perilaku yang tidak wajar (misalnya, memegang dan menyentuh dengan maksud seksual yang tak semestinya, pergi ke luar rumah dengan pakaian yang tidak pantas, misalnya memakai baju kaos dan celana dalam saja), agresif, depresif, cemas. Pasien dengan diagnosis demensia biasanya dibawa masuk ke UGD karena perubahan perilaku yang mendadak. Demensia harus dibedakan dari proses menua normal. Pada proses menua biasa, pasien mungkin mengalami gangguan fungsi kognitif, tetapi tidak progresif dan tidak menyebabkan gangguan fungsi pekerjaan sosial. Sebagai pedoman diagnostik untuk menegakan suatu demensia dan jenisnya adalah tertera di bawah ini. a. Demensia Tipe Alzheimer Penyakit ini untuk pertama kali diberitakan oleh Alois Alzheimer pada tahun 1906. Penyakit tipe ini biasanya timbul antara umur 50 60 tahun. Terdapat degenerasi korteks yang difus pada otak di lapisan-lapisan luar, terutama di daerah frontal dan temporal.

Diagnosis

akhir

penyakit

Alzheimer

didasarkan

pada

pemeriksaan

neuropatologi otak; namun demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik. Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, telah terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid (gen untuk prekursor amiloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21) yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Kelainan neurotransmiter juga terjadi pada penyakit ini, terutama asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Penyebab potensial lainnya yaitu adanya kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran yang mengakibatkan membran yang kekurangan cairanyaitu, lebih kakudibandingkan normal. Pedoman diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer Terdapatnya gejala demensia. Onset bertahap (insidous onset) dengan deteriorasi lambat. Osnet biasanya sulit ditentukan waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata. Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus, yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus, atau hematom subdural). Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini dikemudian hari dapat bertumpang tindih). Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol Dengan onset dini: Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun, perkembangan gejala cepat dan progresif (deteriorasi), adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer merupakan faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi.

Dengan onset lambat: Sama tersebut di atas, hanya onset sesudah usia 65 tahun dan perjalanan penyakit yang lamban dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran utamanya. Dengan tipe tidak khas atau tipe campuran: Yang tidak cocok dengan kedua tipe di atas. Demensia campuran adalah demensia Alzheimer + vaskular. Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (unspecified). b. Demensia Vaskular Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukurang kecil dan sedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh. Pedoman diagnostik untuk Demensia Vaskular Terdapatnya gejala demensia. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri ( insight) dan daya nilai (judgement) secara relatif tetap baik. Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai dengan adanya gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CTScan atau pemeriksaan neuropatologis. Kode didasarkan pada tipe onset dan fokus infark: Demensia vaskular onset akut: Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat trombosis serebrovaskuler, embolisme, atau perdarahan. Pada kasuskasus yang jarang, satu infark yang besar dapat sebagai penyebabnya. Demensia multi-infark: Onsetnya lebih lambat, bisanya stelah serangkaian episode iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.

Demensia vaskular subkortikal: Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di hemisfer serebral, yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CTScan. Korteks serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian gambaran klinis masih mirip dengan demensia pada penyakit Alzheimer. Demensia vaskular campuran kortikal dan subkortikal : Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis, hasil pemeriksaan (termasuk autopsi) atau keduanya. Demensia vaskular lainnya. Demensia vaskular YTT (yang tidak tergolongkan). c. Demensia pada Penyakit Pick Pick dari Praha pertama kali mengumumkan hal-hal tentang penyakit yang jarang ini pada tahun 1892. Secara khas penyakit Pick ditandai oleh atropi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal (daerah asosiatif), sebab itu yang terutama terganggu ialah pembicaraan dan proses berpikir. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Penyebab penyakit Pick belum diketahui. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, walalaupun stadium awal penyakit Pick lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (misalnya hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada penyakit Alzheimer.

Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick Adanya gejala demensia yang progresif Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang menonjol, disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, dan apatis atau gelisah.

Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat. d. Demensia pada Penyakit Creutzfeldt-Jakob Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif yang jarang yang disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu, agen inaktif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA. Bukti-bukti menunjukan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob dapat ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen bedah yang terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai individual dalam usia 50-an. Penyakit ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini: Demensia yang progresif merusak. Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus. Elektroensefalogram yang khas (trifasik) e. Demensia pada Penyakit Huntington Demensia pada penyait Huntington ditandai oleh kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bisaca yang lebih sedikit, serta adanya perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Pada saat penyakit berkembang, demensia menjadi lengkap, dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang klasik. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick Adanya kaitan antara gerakan koreiform, demensia, dan riwayat keluarga dengan penyakit Huntington.

Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan dan bahu, atau cara berjalan yang khas, merupakjan manifestasi dini dari gangguan ini. Gejala ini bisanya mendahului gejala demensia, dan jarang sekali gejala dini tersebut tidak muncul sampai demensia menjadi sangat lanjut. Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis pada tahap dini, dengan daya ingat relatif masih terpelihara, sampai saat selanjutnya. f. Demensia pada Penyakit Parkinson Diperkirakan 20 30% pasien dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan tambahkan 30 40% mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada penderita Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang terkena, suatu ciri yang disebut beberapa dokter sebagai bradifenia. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Parkinson Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit Parkinson yang sudah parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan.. g. Demensia yang Berhubungan dengan HIV Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) seringkali menyebabkan demensia dan gejala psikotik lainnya. Sekitar 14% pasien dengan HIV mengalami demensia tiap tahunnya. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit HIV Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV, tidak ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain infeksi HIV itu.

h. Demensia pada Penyakit Lain

Banyak penyakit-penyakit yang menyebabkan demensia, dalam PPDGJ III ini digolongkan dalan Demensia pada Penyakit Lain YTD (yang di-tentukan) YDK (yang di-klasifikasikan di tempat lain). Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Lain YTD YDK Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atau konsekuensi beberapa macam kondisi somatik dan sereberal lainnya. Untuk kriteria tarap beratnya demensia dapat di bagi dalam: Taraf Ringan, meskipun kegiatan pekerjaan atau sosial secara menonjol terganggu, kemampuan untuk hidup mandiri tetap utuh, dengan higiene diri yang cukup baik dan daya pertimbangan yang intak. Taraf Sedang, hidup mandiri kacau, dan usaha pengawasan oleh orang lain diperlukan. Taraf Berat, kegiatan hidup sehari-hari amat terganggu sehingga pengawasan yang terus-menerus diperlukan (misalnya tidak dapat mengatur higiene diri secara minimalpun, kebanyakan inkoheren atau mutistik). II.2.5 DIAGNOSIS BANDING Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan jika memeriksa pasien dengan demensia, juga dapat dilakukan CT-Scan, MRI, dan SPECT (single photon emission computed tomography). Delirium. Delirium dibedakan dari demensia, yaitu pada delirium onset penyakit yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif lamanya berhari-hari hingga berminggu-minggu, eksaserbasi nokturnal dari gejala, gangguan jelas pada siklus bangun tidur, gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol, serta atensi dan kesadaran amat terganggu. Depresi. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang menonjol, mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibandingkan pasien demensia, dan seringkali mempunyai riwayat episode depresif di masa lalu, osetnya cepat, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG normal. Gangguan buatan. Orang yang berusaha menstimulasi kehilangan ingatan, seperti pada gangguan buatan, melakukan hal tersebut dalam cara yang aneh dan tidak konsisten. Pada demensia yang sesungguhnya, ingatan akan tempat dan waktu hilang sebelum ingatan terhadap orang, dan ingatan yang belum lama hilang sebelum ingatan yang lama.

Skizofrenia. Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan suatu derajat gangguan intelektual didapat, gejalanya jauh kurang berat dibanding gejala yang berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada demensia. Penuaan mormal. Mudah lupa sebenarnya fenomena biasa pada orang tua. Sejalan dengan pertambahan usia, otak akan kehilangan puluhan ribu selnya dan beratnya pun berkurang. Penciutan permukaan otak (korteks) akan terjadi di bagian temporal (pelipis) dan frontalis (depan) yang berfungsi sebagai pusat daya ingat. Perubahan struktur anatomi otak itu akan diikuti gangguan fungsi faal otak terutama daya ingat. Sehingga orang tua mengalami gejala mudah lupa (forgetfulness). Mudah lupa dianggap wajar jika yang bersangkutan masih bisa mengingat lagi nama benda atau orang jika dibantu dengan menyebut suku kata depannya, bisa mengenali jika disebutkan deretan nama atau dijabarkan bentuk dan fungsinya. Atau sekali waktu lupa, lain kali ingat lagi serta masih bisa hidup mandiri secara normal dan tidak mengganggu kehidupan sosial atau pekerjaan pasien. II.2.6 PROGNOSIS Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat berkembang dengan lambat untuk suatu waktu atau bahkan membaik sesaat. Regresi gejala tersebut jelas merupakan suatu kemungkinan pada demensia yang reversibel (misalnya demensia yang disebabkan oleh hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan yang tetap (sering pada demensia tipe Alzheimer) sampai pemburukan demensia yang bertambah (sering pada demensia vaskular) sampai suatu demensia yang stabil (misalnya pada demensia yang berhubungan dengan trauma kepala). II.2.7 TERAPI Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati bila pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan

fisik, dan tes laboratorium termasuk pencitraan otak yang tepat harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar. Pendekatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pengobatan simtomatik termasuk: pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan auditoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi lauran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus harus diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama. Pengobatan farmakologis yang tersedia saat ini. Beberapa ahli klinis menganjurkan penggunaan benzodiazepin yang berdayakerja pendek untuk mengatasi insomnia dan ansietas pada lansia, tetapi resiko terhadap fungsi kognitif dan ketergantungan harus dipertimbangkan. Penggunaan benzodiazepin yang berkonjugasi (oksazepam [Serax] 7,5 15 mg/hari per oral, lorazepam [Ativan] 0,5 1 mg/hari per oral, temazepam [Resoril] 7,5 15 mg/hari per oral) dianjurkan karena waktu eleminasi tengah dari semua zat itu tidak meningkat pada lansia oleh sebab fungsi hati yang terganggu. Anti depresan (seperti litium, amitriptylin, dan trazodon) dan anti konvulsan dapat digunakan juga, tetapi harus dimulai dengan dosis rendah, dinaikan lambat laun, dan dipantau dengan pemeriksaan darah yang sering. Penghambatan oksidase monoamin (MAOI) seperti moclobemide (Aurorix) 300 600 mg/hari dapat berguna pada depresi yang berhubungan dengan demensia. Antipsikotik seperti klorpromazine (Largaktil 10 600 mg/hari), haloperidol (Serenace 5 15 mg/hari), atau clozapine (Clozaril 25 100 mg/hari) dapat diberikan pada pasien dengan waham dan halusinasi.

Antihistaminika dapat digunakan juga dalam dosis rendah untuk ansietas atau imsonia, tetapi dapat menyebabkan efek samping antikolinergik yang justru para lansia amat rentan terhadap masalah ini. Dari segi psikoterapi dan edukasional, pasien sering kali mendapatkan manfaat karena perjalanan penyakitnya diterangkan secara jelas kepada mereka. Mereka juga mendapatkan manfaat dari bantuan dalam kesedihan dan dalam menerima beratnya ketidakmampuan mereka.

II.3 ALZHEIMER II.3.1 DEFINISI Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (Crapper et al (1979)).Ada pula yang menerangkan Alzhaimer adalah penyakit Gangguan mental organic bukan akibat zat pada proses degeneratif yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar dari otak depan yang mengirim informasi kekorteks serebral dan hipokampus (Marilynn E. Doenges, dkk, 1999) II.3.2 ETIOLOGI Penyebab yang pasti belum diketahui, adatiga teori utama mengenai penyebabnya : 1. Virus lambat; 2. Proses Autoimun; 3. Keracunan Aluminium. Akhir-akhir ini teori yang paling sering digunakan (walaupun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan Virus lambat.Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun; sehingga transmisinya sulit dibuktikan.Beberapa jenis tertentu dari Ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologik yang menyerupai plak senilis pada penyakit Alzheimer. Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodiantibodi reaktif terhadap otak pada penderita Alzheimer. Teori Keracunan Alumunium menyatakan bahwa karena Alumunium bersifat neurotoksik, maka dapat menyebakan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit Alumunium telah diidentifikasi pada beberapa pasien Alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologik yang menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan Alumunium.

Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika. II.3.3 PATOFISIOLOGI Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya Neurofibrillary Tangles (NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks khususnya pada aspek medial dari lobus temporal.Meskipun adanya NFTs dan plak senilis merupakan karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu patognomonik. Sebab, dapat juga ditemukan pada berbagai penyakit neurodegeneratif lainnya yang berbeda dengan Alzheimer, seperti pada penyakit supranuklear palsy yang progresif dan demensia pugilistika dan pada proses penuaan normal. Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan menempati topograpfik yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul yang rendah dan terdapat hanya di hippokampus, merupakan tanda dari proses penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah medial lobus temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu keadaaan yang abnormal.Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat lesi lain yang dapat dijumpai pada Alzheimer yang diduga berperan dalam gangguan kognitif dan memori, meliputi : (1) Degenerasi granulovakuolar Shimkowich (2) Benang-benang neuropil Braak , serta (3) Degenerasi neuronal dan sinaptik.

Berdasarkan

formulasi

di

atas,

tampak

bahwa

mekanisme

patofisiologis yang mendasari penyakit Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar bagian-bagian korteks akibat hilangnya neuron pyramidal berukuran medium yang berfungsi sebagai penghubung bagian-bagian tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi degeneratif yang bersifat toksik terhadap sel-sel neuron terutrama pada daerah hipokampus, korteks dan ganglia basalis. Hilangnya neuron-neuron yang bersifat kolinergik tersebut, meneyebabkan menurunnya kadar neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak menjadi atropi dengan sulkus yang melebar dan terdapat perluasan ventrikel-ventrikel serebral II.3.4 MANIFESTASI KLINIK Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun) Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung, mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidaksetia lagi/selingkuh. b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun) Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari hari seperti makan dan mandi. Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi. Mengalami gangguan tidur Keluyuran Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui.) c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun) Sulit / kehilangan kemampuan berbicara Kehilangan nafsu makan, menurunya berat badan

Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh, Perubahan perilaku misal: Mudah curiga, depresi, apatis, mudah mengamuk. II.3.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Karena tidak ada pemeriksaan khusus, pemeriksaan ini biasanya berperan untuk menentukan masalah yang mungkin membungungkan dengan demensia ini. 1. 2. Pemeriksaan antibody : kadarnya cukup tinggi (abnormal) JDL, RPR, elektrolit, pemeriksaan tiroid : dapat

menentukan/menghilangkan disfungsi yang dapat diobati /kambuh, seperti proses penyakit metabolic, ketidak seimbangan cairan elektrolit, neurosifilis. 3. 4. 5. 6. 7. 8. B12 : menentukan kekurangan nutrisi. Tes Deksametason depresan (DST) : untuk menangani depresi. EKG ; untuk menemukan adanya insufisiensi jantung. EEG : untuk mengetahui adanya perlambatan gelombang otak. Sinar X : mengetahui kelainan tengkorak. Tes penglihatan dan pendengaran : untuk mengetahui adanya

penurunan (kehilangan) yang mungkin disebabkan oleh perubahan persepsi,alam perasaan yang melayang. 9. PET, BEAM, MRI : memperlihatkan daerah otak yang mengalami penurunan metabolisme. 10. CT Scan : memperlihatkan adanya ventrikel otak yang melebar, adanya atrofi kortikal. 11. CCS : munculnya protein abnormal dari sel otak sekitar 90% merupakan indikasi Alzheimer. II.3.7 PENATALAKSANAAN Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas.Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.

1.Inhibitor kolinesterase Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer . 2.Thiamin Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama. 3.Nootropik Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna. 4.Klonidin Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif. 5.Haloperiodol Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita

depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari). 6.Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace.Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif

BAB III KESIMPULAN

Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut. Sedikitnya 10% dari pasien lanjut usia yang dirawat inap menderita delirium; 15-50% mengalami delirium sesaat pada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga sering dijumpai pada panti asuhan. Bila delirium terjadi pada orang muda biasanya karena penggunaan obat atau penyakit yang berbahaya mengancam jiwanya. Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut, makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan mengingat, terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan. Kepribadian seorang penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya.

DAFTAR PUSTAKA 1. Atkinson, L. Rita ; 1972, Pengantar Psikologi, Bandung. Interaksana 2. Gold, Michael ; 1995 Plasma And Red Blaad Aceii Thiamin Defesiency In Patients With Dementia Of Type Alzheimer Disease, New York. Basic Book Inc. 3. Gautier, Morh ; 1995, Guide To Clinical Neurologi, New York. Basic, Book Inc 4. Kathileen, A ; 1997, Neuropsy Cological Assessment Of Alzheimer Disease, New York. Creative Edit Catianal, Society. 5. Susanne, S ; 1997, Neuropatologic Assessment Of Alzeimer Disease, New York. Creative Educatianal, Society. 6. Delirium Pada Lansia. 2009. Available at: http://karyatulisilmiahkeperawatan.blogspot.com/2009/05/delirium-padalansia.html. Accessed on Juny 11st 2013.
7. Delirium. Available at: http://www.lenterabiru.com/2010/02/delirium.htm. Accessed on Juny 11st 2013.

8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 515-533. 9. Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1994: 181-206.

You might also like