You are on page 1of 8

Pemungutan Pajak atas Transaksi E-Commerce Disusun oleh Andy Wijaya (04) NPM : 134060018259 Kelas 8 A DIV BPKP

A. Pendahuluan Pengertian e-commerce menurut Mcleod adalah pemanfaatan jaringan

komunikasi (dalam bentuk akses jaringan internet atau website) dengan memanfaatkan teknologi komputer dalam proses bisnis, Sedangkan menurut OBrien dan Maracas e-commerce adalah membeli, menjual, dan pemasaran dan pelayanan dari produk, jasa, dan informasi melalui berbagai jaringan komputer. Sehingga dapat disimpulkan bahwa e-commerce adalah pemanfaatan sarana teknologi informasi (baik dalam bentuk software atau hardware) dalam praktik bisnis, termasuk pemasaran dan advertising. Praktik e-commerce di Indonesia dinilai semakin meningkat dari tahun ke tahun, masyarakat indonesia sangat meminati aktivitas belanja melalui internet atau online, terbukti dengan terus melonjaknya transaksi yang setiap tahunnya mencapai triliunan rupiah. Berdasarkan keterangan dari Andi S Budiman (Director of Ideosource, Chairman of Ideoworks dan Founder of IDS Education) kepada Metro TV, bahwa Peningkatan pengguna internet yang pesat dinilai akan mendorong perkembangan bisnis online (e-commerce) ke depan. Pada tahun 2013 diperkirakan akan terjadi 19 juta transaksi bisnis online dengan nilai US$ 500 juta atau setara Rp5 triliun. Rp5 trilliun ini hanya transaksi barang, belum termasuk tiket dan pertunjukkan. Dibanding 2011, jumlah tersebut tumbuh empat kali lipat. Beliau juga menambahkan bahwa rata-rata jumlah transaksi online dari tahun 2010-2012 mencapai lebih dari 80% per tahun, bisnis online memiliki prospek yang cerah di Indonesia. Pada tahun depan, transaksi online diperkirakan mencapai 28 juta transaksi dengan nilai US$776 juta. Selain itu transaksi dengan menggunakan marketspace berupa web seperti Kaskus dimana penjual dan pembeli dipertemukan (Customer-to-Costumer C2C) mengalami peningkatan yang cukup signifikan, menurut keterangan CEO Kaskus Ken Dean Lawdinata nilai transaksi online di FJB Kaskus bisa mencapai

60 juta dollar AS (sekitar Rp 575 miliar) per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan pengunjung/pembeli terhadap transaksi online via kaskus sudah sangat amat baik karena kaskus didukung dengan sistem pembayaran online (kaspay dan rekber) yang terpercaya dan minim terjadi penipuan, selain itu juga kaskus memberikan kemudahan-kemudahan lain seperti top-up deposit kaspay tidak dibebankan biaya yang besar, membuat kepercayaan pengguna jasa semakin meningkat. Dengan geliat perdagangan online yang semakin meningkat dan besaran total nilai transaksinya yang tidak sedikit, hal ini dapat dijadikan sebagai potensi penerimaan negara sektor pajak yang selama ini belum tersentuh sama sekali. B. Potensi Penerimaan Pajak dari Transaksi E-Commerce/Online Transaksi e-commerce secara umum tidak ada bedanya dengan transaksi jualbeli secara konvensional, sehingga untuk memenuhi azas keadilan, seharusnya transaksi ini tidak luput dari pengenaan pajak. UU PPN tahun 2000 secara umum mengenakan setiap transaksi penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak yang terutang PPN. Barang dan jasa yang dikenakan pun diartikan cukup luas. Barang diartikan seagai barang berwujud yang menurut sifat dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Sedangkan untuk jasa diartikan sebagai kegiatan pelayanan berdasarakan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Transaksi e-commerce sebagaimana didefinisikan di atas yaitu proses bisnis dengan menggunan media internet secara online, barang yang diperjualbelikan pun dapat berupa barang berwujud, barang digital (tidak berwujud) dan jasa sehingga pengenaan pajak atas transaksi e-commerce pun tidak dapat dipungkiri dan dihindari lagi. Berdasarkan beberapa sumber, penulis dapat simpulkan bahwa permasalahan e-commerce dalam halnya pengenaan pajak atas transaksinya adalah : 1. Tingkat anonimitas yang tinggi

Transaksi e-commerce sangat erat dengan penggunaan user identification yang susah diidentifikasi baik keaslian, ke-otentik-an dan keberadaannya, dengan adanya anonimitas tersebut biasanya pembeli/penjual mencari referensi pihak ketiga untuk membuktikan geliat atas user-id ini (baik penjual maupun pembeli) 2. Mudahnya untuk terjun dalam bisnis e-commerce Tidak ada aturan yang jelas untuk mengikat administrasi persyaratan/kriteria yang wajib dipenuhi untuk menjadi pelaku e-commerce, sehingga siapapun itu yang memiliki jaringan internet dapat melakukan transaksi e-commerce. 3. Transaksi tanpa batas wilayah Dengan menggunakan jaringan internet, semua batas wilayah kenegaraan dapat terhubung, sehingga dapat menyulitkan dalam penetapan besaran pungutan pajak yang berlaku di wilayah transaksi. 4. Transaksi data elektronik Transaksi e-commerce sangat erat dengan pertukaran data elektronik. Data elektronik merupakan data yang tidak dapat begitu saja dipercayai baik isi maupun konten yang terkandung di dalamnya, karena dapat dengan mudah dihapus, direkayasa dan dimanipulasi tanpa ada rekam jejak yang jelas, sehingga sulit untuk membuktikan keandalan datanya. Keyword dari transaksi e-commerce adalah keamanan dan kepercayaan sehingga transaksi e-commerce yang sempurna adalah dimana tiap pihak dapat melakukan transaksi tanpa harus was-was atau terdapat unsur

ketidakpercayaan. C. Desain Penerapan dan Pemungutan Pajak terhadap Transaksi E-

Commerce/Online Bagaimana caranya agar transaksi e-commerce dapat dipungut pajak dan terselenggarakan dalam kondisi yang ideal? pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan harus membuat suatu kebijakan/peraturan mengenai prosedur transaksi online harus melibatkan minimal pihak-pihak seperti Penjual, Konsumen, Penjamin Ke-otentik-an Data Penjual dan Pembeli, Payment Gateway dan Bank Pembayaran.

1. Penjual, Pembeli dan Penjamin Ke-otentik-annya Untuk mengurangi anonimitas dalam transaksi online/e-commerce, pihak penjual dan pembeli harus memiliki identitas yang dapat dipercaya. Sesuai dengan mandat UU Informasi dan Transaksi Elektronik, telah dikeluarkan aturan mengenai keberadaan institusi resmi Certification Authority yang kemudian disebut dengan CA sesuai dengan Permenkominfo Nomor 29/PERM/M.KOMINFO/11/2006 tanggal 2 november 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Certification Authority. CA didefinisikan sebagai badan hukum yang berfungsi sebagai pihak ketiga terpercaya yang menerbitkan sertifikat digital dan menyediakan keamanan yang dapat dipercaya oleh para pengguna dalam menjalankan pertukaran informasi atau transaksi secara elektronis. Permenkominfo tersebut di atas lebih menekankan pada keamanan dalam bertransaksi secara elektronik dan terkait dengan penggunaan data transaksi tersebut. Dengan perusahaan yang telah bersertifikasi oleh CA dapat terdeteksi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi e-commerce perusahaan, sehingga intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan dapat dilakukan dengan koordinasi aktif antara Kementerian

Keuangan DJP, Kementerian Komunikasi dan Informasi - Otoritas CA dan Badan Pengawas CA. Yang menjadi sulitnya mendeteksi transaksi e-commerce adalah orang pribadi yang tidak memerlukan sertifikasi oleh CA. Menurut penulis, sebaiknya orang pribadi yang ikut melaksanakan transaksi online juga dapat disertifikasi oleh CA. Kementerian Komunikasi dan Informasi bersama Kementerian Keuangan merumuskan kriteria tertentu untuk orang pribadi yang melaksanakan transaksi online, misalnya jumlah minimal beberapa kali penjualan secara online, nilai penjualan minimal atau kombinasi keduanya (penjualan online tidak hanya yang bersifat kontinyu, tetapi ada juga yang bersifat insidental) untuk menetapkan batas minimal untuk wajib

bersertifikasi dari CA, yang kemudian ditetapkan menjadi Wajib Pajak definitif. 2. Payment Gateway dan Bank Pembayaran Intinya adalah untuk memaksimalkan pemungutan pajak pada transaksi online, Kementerian Keuangan DJP harus bekerja sama dengan pihak ketiga, jika untuk otensifikasi WP dengan koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi - Otoritas CA dan Badan Pengawas CA, maka untuk menguji perhitungan pajak adalah dengan bekerja sama dengan perusahaan payment gateway dan pihak perbankan sebagai Bank Pembayaran. Dalam transaksi e-commerce, Selain bekerja sama langsung dengan Bank (acquirer) untuk bisa mencharge kartu kredit konsumen, penjual dapat menggunakan third party company yang memiliki layanan untuk mencharge kartu kredit. Layanan yang dinamakan dengan Payment Gateway (paypal, verisign, payglobalone). Teknik menarik kartu kredit langsung dari pembeli (tanpa perusahaan payment gateway) secara prinsip bisa dilakukan, tapi secara praktek sulit dilakukan. Yang pertama bahwa memerlukan biaya besar dan waktu yang lama untuk mengurus permohonan menjadi merchant di bank acquirer. Yang kedua resiko terlalu besar, baik dipihak pembeli (trust) maupun penjual (carding fraud). Payment Gateway juga sudah

mendukung sistem pembayaran debit atau biasa juga disebut electric voucher seperti kaspay, evoucher dll. Bagaimana cara mengoptimalkan penggunaan payment gateway dalam memaksimalkan pemungutan pajak atas transaksi online? Langkah awalnya adalah pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Komunikasi dan Informasi menjaring sebanyak-banyaknya perusahaan payment gateway resmi dan kemudian bekerja sama dalam penggunaan data transaksi konsumen serta menetapkan perusahaan tersebut sebagai pemungut PPN masukan dan keluaran atas transaksi yang terjadi. Namun sebelum pelaksanaan kerja sama, terlebih dahulu

perusahaan payment gateway tersebut disertifikasi oleh CA. Begitu juga halnya dengan Bank Pembayaran, dari jaringan payment gateway yang bekerja sama dengan pemerintah, sebaiknya sudah memfasilitasi pembayaran untuk seluruh bank baik konvensional maupun syariah yang ada di Indonesia. Dalam kaitannya dengan transaksi ecommerce, bank pembayaran tersebut mampu dan dapat bekerja sama dalam hal transparansi data transaksi konsumennya, jadi jika data transaksi yang diperoleh dari payment gateway tidak cukup, dapat diperoleh data alternatif dari Bank tersebut.

D. Penutup Sistem Perpajakan di Indonesia yang menganut asas self assessment, berimplikasi pada relevan atau tidak data perpajakan yang disusun oleh Wajib Pajak dan membutuhkan kerja sama dengan pihak ketiga (baik sesama pemerintah maupun swasta). Terkait dengan penetapan dan pemungutan pajak dalam transaksi ecommerce, self assessment juga berlaku. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk membuat prosedur dan aturan untuk memagari dan menjaga agar potensi penerimaan negara sektor perpajakan ini dapat terealisasi dengan optimal. Menurut penulis, sebaik-baiknya atau sesempurna apapun suatu

aturan/prosedur jika tidak didukung dengan lingkungan pengendalian yang

baik (termasuk SDM dan kesadaran taat hukum) tidak dapat berjalan sesuai dengan output yang diharapkan. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama berbenah, memberikan contoh yang baik dengan melaksanakan segala sesuatu sesuai dengan aturan, dengan ketentuan yang berlaku, karena pada dasarnya manusia itu makhluk yang saling mempengaruhi, jika dapat mempengaruhi hal yang baik kepada orang lain, kenapa harus mencontohi hal yang buruk?. (andy)

Andy Wijaya - 134060018259

Daftar Pustaka http://tekno.kompas.com/read/2012/11/25/13233388/Transaksi.FJB.Kaskus.Rp.575. Miliar.Per.Bulan http://www.linkedin.com/in/andisboediman http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/04/2/165816/TransaksiBisnis-Online-Capai-Rp5-Triliun http://nasional.kontan.co.id/news/pajak-lirik-transaksi-online http://romisatriawahono.net/2006/08/13/teknik-menerima-pembayaran-lewat-internet/ http://teknologi.kompasiana.com/internet/2012/05/22/payment-gateway-459073.html http://www.permatabank.net/payment-gateway.html http://sopyshopy.wordpress.com/2013/02/25/payment-gateway-lokal/

You might also like