You are on page 1of 34

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS II ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DI PANTI WERDHA

Dosen Pembimbing :Nasruddin, SKM. M. Kes

Kelompok 08 : 1. Asmiul adzim 2. Fahmiatul Fununi 3. Sahnaz marselina 4. Sukry Sukirman 5. Yuni Anitasari

FAKULTAS ILMU KESEHATAN PRODI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG, 2013

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Keperawatan Komunitas Asuhan Keperawatan Gerontik di Panti Werdha Di Fakultas Ilmu Kesehatan Prodi S1 Keperawatan Universitas Pesantren Tinngi Darul Ulum Tahun Pelajaran 2013/2014

Disusun Oleh :

Kelompok 08 : 1. Asmiul adzim 2. Fahmiatul Fununi 3. Sahnaz marselina 4. Sukry Sukirman 5. Yuni Anitasari

disetujui dan disahkan pada Desember2013

MENYETUJUI / MENGESAHKAN

Dosen Pengajar dan Dosen Pembimbing

Nasruddin, SKM. M. Kes

KATA PENGANTAR Tiada kata yang lebih mulia selain ungkapan puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah KEPERAWATAN KOMUNITAS tentang ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DI PANTI WERDHA ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guna memenuhi tugas yang diberikan oleh BapakNasruddin, SKM. M. Kes selaku dosen pembimbing. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dan para pembaca sehingga dapat membantu kearah perubahan yang lebih baik di kemudian hari.

Jombang, Desember 2013

Penyusun

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 2 3 4 5

BAB II KONSEP DASAR ............................................................................. BAB III P E N U T UP .................................................................................... DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia. Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (1993), kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025 mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia. Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk Indonesia ratarata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah Jepang (74,5 tahun). Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN 1993 mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif dalam pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia. Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi. Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang

keperawatan pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai berkembang. Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic nursing (gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang yang berlainan. Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang bertugas memberikan asuhan keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun (di Indonesia dan Asia dipakai batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara definisi, hal ini berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai dengan berbagai masalah psikologik maupun sosial.

1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II b. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia di Panti. 1.2.2 Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu memahami konsep kelompok khusus lansia b. Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada kelompok khusus lansia dipanti werdha c. Membuat asuhan keperawatan pada kelompok khusus lansia dip anti werdha d. Mahasiswa mampu mengaplikasikan pada masalah yang terjadi pada kelompok khusus dip anti werdha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Lanjut Usia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32) 2.2. Batasan Lanjut Usia Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur. 1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)Lanjut Usia meliputi: a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun. c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun. d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun. 2. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut: a. Pralansia (prasenilis): Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. b. Lansia: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. c. Lansia risiko tinggi: Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003). d. Lansia potensial: Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003). e. Lansia tidak potensial: Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

2.3. Tipe Lanjut Usia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut: 1. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. 3. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut. 4. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. 5. Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia dip anti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

2.4. Proses Penuaan Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan. Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses

menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.

2.5. Mitos dan Stereotip Seputar Lanjut Usia Menurut Sheiera Saul, 1974 mitos-mitos seputar lansia antara lain sebagai berikut: 1. Mitos kedamaian dan ketenangan Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja, dan jerih payahnya di masa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil dilewati. Kenyataannya, sering ditemui lansia yang mengalami stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit. 2. Mitos konservatif dan kemunduran Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa para lansia itu tidak kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, kembali ke masa kanak-kanak, sulit berubah, keras kepala, dan cerewet. Kenyataannya, tidak semua lansia bersikap dan mempunyai pemikiran demikian. 3. Mitos berpenyakitan Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai berbagai penyakit dan sakit-sakitan. Kenyataannya, tidak semua lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan serta lansia yang rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar. 4. Mitos senilitas Adanya anggapan bahwa para lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak yang masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat. 5. Mitos tidak jatuh cinta Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa serta perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua. 6. Mitos aseksualitas Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat, dorongan, gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang. Kenyataannya, kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan tetap bergairah, hal ini dibuktikan dengan banyaknya

lansia yang ditinggal mati oleh pasangannya, namun masih ada rencana untuk menikah lagi. 7. Mitos ketidakproduktifan Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktif lagi. Kenyataannya, banyak para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan produktivitas mental maupun material. Mitos-mitos di atas harus disadari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai dengan mitos tersebut dan sebagian lagi tidak mengalaminya. 2.6. Teori Proses Penuaan Sebenarnya secara individual tahap proses penuaan terjadi pada orang dengan usia berbeda, masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda, tidak ada satu factor pun ditemukan untuk mencegah proses penuaan. 1. Teori-Teori Biologi a. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatic Theory) Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang deprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel). b. Pemakaian dan Rusak kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai). c. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen Lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan mengganggu sel itu sendiri. d. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan. e. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi. f. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory) Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang ada pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah kelainan autoimun (menurut Goldteris dan Brocklehurst).

g. Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory) Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. h. Teori Stress Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai. i. Teori Radikal Bebas Radikal bebas dapat terbentuk di dalam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan proton. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi. j. Teori Rantai Silang Sel-sel yang tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi. k. Teori Program Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah selsel tersebut mati.

2. Teori Kejiwaan Sosial a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory) 1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. 2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. 3) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia. b. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory) Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliknya.

c. Teori Pembebasan (Didengagement Theory) Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu oleh Cummning dan Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepsakan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loss), yakni: 1) Kehilangan peran (Loss of Role) 2) Hambatan kontak sosial (Restrastion of Contacts and Relation Ships) 3) Berkurangnya komitmen (Reuced Commitment to Social Mores and Values)

2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi penuaan adalah sebagai berikut: 1. Hereditas (Keturunan/Genetik) 2. Nutrisi (Asupan Makanan) 3. Status Kesehatan 4. Pengalaman Hidup 5. Lingkungan 6. Stress 2.8. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut: 1. Perubahan Fisik a. Sel Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel. b. Sistem Persyarafan Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman

dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan. c. Sistem Penglihatan Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun. d. Sistem Pendengaran Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis. e. Sistem Kardiovaskuler Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal 170 mmHg, diastole normal 95 mmHg. f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot. g. Sistem Respirasi Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti. h. Sistem Gastrointestinal Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun. i. Sistem Genitourinaria

Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder. j. Sistem Endokrin Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron. k. Sistem Kulit Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis. l. Sistem Muskuloskeletal Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor. 2. Perubahan Mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah: a. Perubahan fisik. b. Kesehatan umum. c. Tingkat pendidikan. d. Hereditas. e. Lingkungan. f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap. g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit. h. Kenangan lama tidak berubah. i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu. 3. Perubahan Psikososial a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif. b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.

c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi. d. Sadar akan datangnya kematian. e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit. f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi. g. Penyakit kronis. h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial. i. Gangguan syaraf panca indra. j. Gizi k. Kehilangan teman dan keluarga. l. Berkurangnya kekuatan fisik.

2.9. Permasalahan pada Lansia Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia antara lain (Setiabudi, 1999: 40-42): 1. Permasalahan Umum a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan. b.Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati. c. Lahirnya kelompok masyarakat industri. d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan lansia. e. Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan lansia. 2. Permasalahan Khusus a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. b. Berkurangnya integrasi sosial lansia. c. Rendahnya produktivitas kerja lansia. d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat. e.Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik. f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia.

2.10. Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu: a. Depresi Mental b. Gangguan Pendengaran c. Bronkitis Kronis d. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan e. Gangguan pada koksa/sendi panggul f. Anemia g. Demensia Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini: 1. Penyebab Penyakit Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormone, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat. 2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat. 3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi) Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan obat yang beraneka ragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya bila diberikan dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrogenik), misalnya

poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama. 4. Sering mengalami gangguan jiwa Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru seing tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan penyakitnya. 2.11. Pembinaan Kesehatan Lansia di Panti dan Terapi Modalitas 1. Tujuan a. Tujuan Umum Meningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia dipanti agar mereka dapat hidup layak. b. Tujuan Khusus 1) Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dipanti, baik oleh petugas kesehatan maupun petugas panti. 2) Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dip anti dalam memelihara kesehatan diri sendiri. 3) Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan lansia di panti. 2. Sasaran a. Sasaran Umum 1) Pengelola dan petugas penghuni panti 2) Keluarga lansia 3) Masyarakat luas 4) Instansi dan organisasi terkait b. Sasaran Khusus Lansia penghuni panti 3. Kegiatan Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. a. Upaya Promotif

Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut ini: 1) Masalah gizi dan diet a) Cara mengukur keadaan gizi lansia. b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia. c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus. d) Cara menghitung kebutuhan makanan di panti. e) Cara menyelenggarakan penyediaan di panti. f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia. 2) Perawatan dasar kesehatan Melakukan pengkajian komprehensif pada lansia a) Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif. b) Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif. c) Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan. d) Perawatan dasar lingkungan panti, baik di dalam maupun di luar panti. 3) Keperawatan kasus darurat a) Mengenal kasus darurat. b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat. 4) Mengenal kasus gangguan jiwa a) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia. b) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia. 5) Olah raga a) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia. b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia. c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar. 6) Teknik-teknik berkomunikasi a) Bimbingan rohani. b) Sarasehan, pembinaan mental, dan ceramah keagamaan. c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti. d) Rekreasi. e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti.

f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media. b. Upaya Preventif Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini: 1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas kesehatan yang datang ke panti secara periodic atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lansia. 2) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia. 3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi. 4) Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing. 5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya masing-masing. 6) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif. 8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara optimal. c. Upaya Kuratif Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini: 1) Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas

kesehatan/puskesmas. 2) Pengobatan jalan di puskesmas. 3) Perawatan dietetik. 4) Perawatan kesehatan jiwa. 5) Perawatan kesehatan gigi dan mulut. 6) Perawatan kesehatan mata.

7) Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas. 8) Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan. d. Upaya Rehabilitatif Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (ketrampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).

Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang. 10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2001) adalah sebagai berikut: 1) Makanan cukup dan sehat (healthy food). 2) Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories). 3) Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay). 4) Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities). 5) Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial assistance). 6) Transportasi umum (facilities for public transportations). 7) Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations). 8) Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic). 9) Rasa aman dan tentram (safety feeling). 10) Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids). Kesinambungan

bantuan dana dan fasilitas (continuation of subsidies and facilities). 4. Terapi Modalitas Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia. a. Tujuan 1) Mengisi waktu luang bagi lansia. 2) Meningkatkan kesehatan lansia.

3) Meningkatkan produktivitas lansia. 4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia. b. Jenis Kegiatan 1) Psikodrama Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia. 2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk

terlaksananya terapi ini dibutuhkan leader, co-leader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain. 3) Terapi musik Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu. 4) Terapi berkebun Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang. 5) Terapi dengan binatang Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan mengisi hari-hari sepinya dengan bermain bersama binatang. 6) Terapi okupasi Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan. 7) Terapi kognitif Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat, mengisi TTS, dan lain-lain. 8) Life review terapi Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan pengalaman hidupnya. 9) Rekreasi Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan. 10) Terapi keagamaan

Bertujuan

untuk

kebersamaan,

persiapan

menjelang

kematian,

dan

meningkatkan rasa nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dan lain-lain.

2.13. Manajemen stress Stress tidak lain dari suatu ancaman nyata atau dirasakan yang tertuju pada kondisi fisik, emosi, dan sosial seseorang. Kesemuanya dapat menimbulkan stress. Telah banyak teori yang diajukan tentang stress ini, namun yang mengaitkannya dengan lansia dan penuaan hampir tidak ada (miller, 1995). Pengertian tentang stress perlu dikaitkan dengan koping. Jadi ringkasnya, bahwa: 1. Stress adalah kejadian eksternal serta situasi lingkungan yang membebani kemampuan adaptasi individu, terutama berupa beban emosional dan kejiwaan; sedangkan 2. Koping adalah cara berfikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban atau transaksi yang menyakitkan itu (stressor). Pembaca dapat merujuk pada teoriteori tentang stress antara lain sindrom adaptasi umum menurut selye (1956) serta jumlah pakar terkemuka mengenai stress ini. Berikut ini disajikan factor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia. a. faktor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia Pengaruh dari berbagai pengalaman hidup beserta koping. o o o o o Berbagai orang mamaknai pengalaman hidupnya secara unik Fakor waktu cukup berpengaruh, khususnya bila berbagai

kejadianmenimpa dalam selang waktu yang singkat Bila suatu kejadian yang menimpa itu tidak diantisipasi sebelumnya Pengalaman pahit yang dialami sehari-hari memerlukan koping yang lebih besar ketimbang koping untuk suatu tragedy

Sumber-sumber koping: o o o Bagi dewasa adalah aset/harta milik lansia Dukungan sosial merupakan penangkal terhadap stress Gaya koping: Hal ini lebih dipengaruhi oleh lsegi usia/kematangan

o o o o

Gaya koping yang pasif, yaitu yang lebih berfokus pada emosi dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang tak mungkin lagi di ubah Gaya koping yang aktif, yaitu yang lebih berfokus pada masalah dikatakan cukup efektifterhadap kejadian-kejadian yang masihdapat di ubah Menurut banyak kalangan bahwa segi keagamaan dan aktivitas tertentu merupakan perilaku yang efektif Aktifitas yang bersifat menarik perhatian sangat membantu

Dalam penghujung usia, seseorang tentu saja telah mengalami kejadian-kejadian dengan resiko stroke yang tinggi, misalnya: penyakit akut atau kronis, pension, kematian kerabat, kesulitan keuangan atau perpindahan tempat domisili (lansia yang akan dimasukkan ke panti), serta masih banyak lagi. Walaupun mereka penyebab stress cukup beragam, namun dampak siologis pada umumnya berupa, yaitu dalam benyuk rangsangan saraf simpatis yang menyebabkan dikeluarkannya hormone-hormon dengan segenap akibat yang ditimbulkannya. Stress yang berlangsung secara berkepanjangan bisa berakibat serius, termasuk kemungkinan munculnya penyakit jantung, hipertensi, stroke, penyakit kanker, penyakit maag, sanpai pada kemungkinan penyakit kulit serta berbagai komplikasi lain, termasuk masalah sosial dan emosional, caranya seseorang lansia beradaptasi terhadap stress sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian serta strategi penyesuaian (koping) yang telah digunakan sepanjang hidupnya. Mencari teman serta menjaga persahabatan merupakan bentuk strategi yang penting.Persahabatan dapat member dukungan bagi lansia, terutama disaat stress meningkatkan rasa percaya diri untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi. Klien lansia harus diberanikan agar berespon terhadap stress dengan cara yang sehat. Salain itu perlu menjaga keseimbangan nutrisi, istirahat yang cukup, serta exercise. Juga dapat dipertimbangkan terapi relaksasi, sebagai contoh di Negara maju tak jarang orang melakukan yoga, meditasi, layihan relaksasi sampai pada melibatkan diri dalam berbagai aktivitas yang terkait dengan upaya mengatasi stress.

Strategi koping yang dapat di ikhtiarkan terhadap aneka tantangan yang dihadapi lansia. Penyesuaian psikososial Strategi koping o Stereoptip lansia o Pension

o Pengurangan pendapatan o Kemunduran kesehatan o Keterbatasan fungsional (aktivitas sehari-hari) o Kemunduran kognitif o Kematian anggota keliarga o Perpindahan hunian o Tantangan kejiwaan lainnya o Peril dipertimbangkan identitas diri yang kuat percaya diri) o Kembangkan keterampilan baru, gunakan waktu luang, berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang bermakana o Manfaatkan fasilitas discount yang tersedia o Gaya hidup sehat(gizi, olahraga, dan istirahat secukupnya o Penyesuaian diri terhadap longkungan dan jika perlu menggunakan alat bantu o Memanfaatkan peluang pendidikan seperti grup diskusi, perpustakaan, dan hal-hal lain yang kreatif o Boleh larut dalam kesedihan secukupnya, bila perlu memanfaatkan konseling, bina keakraban yang baru o Di Negara maju, bagi para lansia tersedia berbagai pilihan hunian o Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilanh stress, dan berpartisipasi dalam aktivitas kelompok. Sumber: Miller 1995

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK GERONTI DI PANTI WERDHA

Nama Kelompok Tingkat Lahan Praktik Tanggal Pengkajian Pimpinan Panti Dikelola Oleh A. PENGKAJIAN 1. Karakteristik Penghuni a. Berdasarkan umur

: Kelompok III : III : Panti Werdha, Brangkal, Mojokerto : 10 Desember 2013 : Drs. Sirro Judin, M.M. : Departemen Sosial RI

Karakteristik umur < 60 60 70 71 90 > 90 Jumlah

Perempuan 3 2 9

Laki-laki 2 1 -

Jumlah 5 3 9

Prosentase 0% 62,5 % 37,5 % 100 %

b. Berdasarkan pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA Jumlah Jumlah 4 3 1 8 Prosentase 50 % 37,5 % 12,5 % 100

c.

Berdasarkan agama Jumlah 8 Prosentase 100 -

Agama Muslim Non Muslim

Jumlah

2. Data khusus a. Biologis 1) Keadaan kesehatan 5 Besar Keluhan Lansia Nyeri persendian Gangguan fungsi pendengaran Penglihatan kabur Tidak senang berinteraksi Lain - lain Jumlah 6 3 4 1 1 Prosentase 40 % 20 % 26,6 % 5,65 % 5,65 %

Jumlah

15

100 %

Dari hasil pengkajian didapatkan beberapa lansia yaitu sekitar 6 orang mengeluh pegal dan nyeri pada daerah pinggang, tangan dan kaki. Biasanya mereka merasa pegal dan nyeri pada saat istirahat (tidur), sebagian lansia mengatakan pegal dan nyeri tersebut saat atau setelah melakukan aktivitas.

2) Pola makan dan minum Frekuensi makan 3 x sehari. Para lansia biasa makan berkumpul di ruang TV, tetapi ada sebagian lansia yang makan di kamar masing-masing. Sekitar 5- 6 orang lansia yang makan dikamar mereka masing-masing dengan alasan lebih nyaman makan dikamar. Menu makanan pagi hari nasi, sayur, tempe. Makan siang terdiri dari nasi, sayur, tempe dan telur. Menu makan sore sama dengan dengan menu makan siang. Para lansia kadang-kadang membeli makanan sendiri di luar seperti roti, dan lain-lain setiap sore atau pagi, kadang-kadang para lansia mendapat makanan tambahan (snack) seperti bubur kacang, roti, gorengan, buah-buahan. Sebagian lansia minum sebanyak 4 6 mug kecil dalam sehari (1 mug kecil = 200 ml). Sekitar 2 3 lansia yang memakai mug besar dan dalam sehari mereka

minum 1 2 mug (1 mug besar = 600 ml). Hasil observasi kelompok di dapat mukosa bibir dan kulit lansia lembab.

3) Pola tidur Para lansia masuk kamar tidur sekitar pukul 21.00 WIB setelah menonton acara TV. Namun ada sebagian lasia ada yang langsung masuk kamar setelah melaksanakan sholat Isya sekitar pukul 20.00 WIB. Kegiatan yang dilakukan sebelum tidur diantaranya menonton TV dan mengaji. Sebagian besar lansia bangun jam 04.00 WIB pagi untuk bersiap-siap melaksanakan sholat shubuh berjamaah. Tetapi ada 1 2 orang yang tidak melaksanakan sholat berjamaah karena kondisi lansia yang tidak memungkinkan. Jika dijumlahkan, jumlah jam tidur lansia adalah 7 8 jam dalam sehari. 4) Kebersihan diri Penampilan sebagian besar penghuni panti Werdha tampak bersih dan rapih. Setiap lansia mandi dan gosok gigi 2 3 kali dalam satu hari dilakukan terutama jika mereka akan melaksanakan sholat. Tercium bau mulut saat berkomunikasi dengan beberapa lansia terdapat kotoran pada rangkaian gigi dan warna gigi yang menguning. Lansia keramas 2 -3 kali setiap minggu dengan menggunakan shampo, baju klien ganti 2 hari sekali.

b. Psikologis dan sosial 1) Kebiasaan buruk kelompok Satu lansia mempunyai kebiasaan merokok di panti dan biasa menghabiskan dua sampai tiga batang setiap hari terutama setelah selesai makan. 2) Keadaan emosi Ada satu lansia yang bila di ajak bicara jawabannya tidak sesuai tema yang sedang dibicarakan, sehingga sering kali jadi bahan tertawaan sesama lansia. 3) Pengambilan keputusan Di panti Werdha tidak ada lansia yang berperan sebagai pengambil keputusan. Masing masing berhak menentukan yang terbaik bagi dirinya. Bila ada anggota wisma yang sakit, maka lansia yang lain hanya melaporkan kepada petugas wisma.

4) Rekreasi

Kegiatan rekreasi yang dilakukan anggota panti Werdha antara lain menonton TV, mendengarkan Radio atau bercakap cakap di ruang tengah. Pengurus panti mengadakan program rekreasi dalam setahun sekali dan diikuti oleh seluruh lansia dip anti Werdha< Brangkal, Mojokerto 5) Perilaku mencari pelayanan kesehatan Lansia yang sakit hanya minum obat yang di berikan oleh petugas puskesmas yang datang ke panti setiap hari kamis pagi. Jika obatnya habis para lansia tidak mencari obat warung karena keadaan ekonomi para lansia yang kurang, kecuali ada lansia yang sakit parah biasanya para lansia lapor ke petugas wisma. 6) Ketergantungan obat Sebagian lansia yang sering menggunakan obat warung atau jamu saat mempunyai keluhan kesehatan. Mereka merasa keluhannya berkurang tetapi tidak mengetahui akibat kebiasaan ini pada kesehatannya. Pengaturan minum obat selanjutnya diserahkan kepada pengurus wisma. 7) Kecacatan Di Panti Werdha tidak ada lansia yang mengalami kecacatan. 8) Keadaan ekonomi Semua lansia di Panti Werdha tidak ada yang mempunyai tunjangan pensiun, mereka hanya mendapatkan uang santunan dari panti sebesar Rp 2.500.- / minggu. Uang itu kebanyakan di simpan atau digunakan untuk membeli kebutuhan sehari hari. 9) Kegiatan organisasi sosial Sebagian besar lansia mengikuti pengajian dan senam lansia yang diadakan di panti. Pengajian setiap hari Senin dan Rabu serta senam setiap hari Selasa dan Jumat. 10) Hubungan antara anggota kelompok Sebagian besar lansia di dalam kelompok mementingkan kepentingan pribadi masing masing dan cenderung membiarkan dan tidak perduli satu sama lain. Lansia lansia sering berkomunikasi dan terlibat dalam interaksi kelompok.

11) Hubungan di luar kelompok Sebagian besar lansia menyatakan jarang berkunjung dan berhubungan dengan lansia yang tinggal di wisma yang lain, hubungan dengan lansia di wisma lain dilakukan melalui kegiatan pengajian dan olah raga. 12) Hubungan dengan anggota keluarga Tidak ada waktu khusus untuk kunjungan keluarga. Keluarga bisa mengunjungi lansia kapan saja sesuai kebutuhan keluarga. Tetapi sebagian lansia tidak pernah lagi di kunjungi oleh keluarga karena sanak keluarganya sudah tidak ada. c. Spiritual 1) Ketaatan beribadah. Semua lansia di Panti Werdha beragama Islam dan saat menjalankan ibadah ( shalat lima waktu ) dan selalu mengikuti pengajian yang diadakan oleh panti. Semua lansia percaya akan tibanya kematian dan lansia pasrah bila kematian menjemput mereka. 2) Keyakinan tentang kesehatan Lansia percaya bahwa sakit dan sehat adalah hal yang wajar terjadi pada manusia. Beberapa lansia sering mengeluh pegal dan nyeri, biasanya jika hal itu terjadi mereka biasanya menggunakan minyak kayu putih atau balsem pada daerah yang terasa sakit. Cara tersebut cukup mengurangi rasa sakit. d. Kultural 1) Adat yang mempengaruhi kesehatan Lansia di panti Werdha semuanya berasal dari pulau jawa dan tidak ada adat istiadat garuhi kesehatan. 2) Tabu tabu Tidak ada pantrangan budaya yang dianut oleh lansia di panti Werdha e. Keadaan lingkungan dalam 1) Penerangan Semua kamar umumnya mendapatkan penerangan yang cukup baik masing masing kamar diberi lampu lima watt. Penerangan di ruang tengah dan di pintu menuju kamar mandi menggunakan neon 40 watt pada malam hari sebagian lampu dimatikan. 2) Kebersihan dan kerapihan

Secara umum kondisi kamar kamar cukup bersih dan rapi, juga ruang tamu, kamar mandi dan wc. Setiap hari wisma dibersihkan oleh para lansia dan kamar kamar lansia di bersihkan oleh para lansia yang menempati kamar tersebut. Namun lantai di panti agak licin, terutama di depan kamar mandi. Di kamar mandi tidak terdapat pegangan pengaman. 3) Sirkulasi udara Sirkulasi udara secara umum cukup baik karena di wisma terdapat cukup jendela termasuk disetiap kamar lansia yang selalu dibuka setiap pagi selain itu dikamar kamar lansia terdapat cukup ventilasi. f. Keadaan lingkungan dan halaman 1) Pemanfaatan halaman Halaman wisma dimanfaatkan untuk penghijauan, para lansia merawatnya dengan menyiramnya dan menyiangi rumput. 2) Pembuangan air limbah Semua limbah dari kamar mandi dan WC dialirkan melalui saluran tertutup dan di teruskan ke sungai Citarum. 3) Pembuangan sampah Kebanyakan sampah di wisma adalah sampah organik, sampah tersebut ditampung menggunakan tempat sampah dan setiap pagi diangkut ke penampungan sampah. 4) Sumber pencemaran Letak panti yang berdekatan dengan jalan raya utama merupakan penyebab pencemaran udara dan sumber kebisingan. B. Analisa Data

Data Data Subjektif

Diagnosa Keperawatan

Beberapa lansia mengeluh pegal dan nyeri pada Gangguan rasa nyaman : nyeri pinggang, tangan dan kaki. sendi di panti werdha b.d

kurangnya motivasi : proses Mereka mengatakan belum tahu cara yang tepat untuk degenerasi/penurunan mengatasi pegal dan nyeri. muskuluskeletal dimanifestasikan dengan 36% fungsi

Mereka mengatakan pegal dan nyeri yang dirasakan lansia mengeluh nyeri dan pegal muncul pada saat istirahat (tidur) sebagian lansia pada daerah pinggang dan

mengatakan pegal dan nyeri tersebut saat atau setelah ekstremitas melakukan aktivitas. Jika timbul nyeri mereka menggunakan minyak kayu putih atau balsem pada daerah yang pegal atau nyeri. Cara tersebut cukup mengurangi rasa sakit atau pegal yang dialami.

Data Objektif 6 orang dari 8 orang lansia di Wisma Melati RPSTW Budhi Daya menderita rematik atau 40%.

Data Subjektif

Resiko cedera pada lansia di werdha b.d kurang

Sekitar 3 orang lansia mengeluh penglihatannya kabur panti atau sekitar 20%, 2 orang menggunakan kaca mata.

pengetahuan tentang gangguan penglihatan (penglihatan kabur)

Data Objektif Di kamar mandi tidak terdapat pegangan pengaman. Lantai di wisma agak licin.

dan cara perawatannya dengan dimanifestasikan 21,4% lansia mengalami penglihatan kabur.

Data Subjektif

Perubahan sensori perseptual

4 orang lansia di panti werdha mengeluh penglihatannya Visual pada lansia di panti berkurang, sekitar 26,6 %. werdha b.d kekeruhan pada lensa Data Objektif 26,6% mata dimanifestasikan mengalami

lansia

Pada pemeriksaan fisik didapatkan data adanya lingkaran masalah katarak putih pada lensa mata.

C. DAFTAR MASALAH

Dari keluhan keluhan diatas didapatkan maslah keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri sendi 2. Risiko cedera 3. Perubahan sensori perseptual ( visual )

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun keatas (UU No. 13 Tahun 1998). Sejalan dengan program keluarga berencana yang telah dicanangkan dan dilaksanakan oleh pemerintah, pada tahun 2000 jumlah lansia berdasarkan sensus penduduk adalah sekitar 7,5% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 15,9 juta orang berusia diatas 60 tahun (BPS dan SUPAS 1995 dan 2000). Didalam kehidupan nasional, usia lanjut dapat merupakan sumber daya yang bernilai karena pengetahuan, pengalaman hidup serta kasrifan yang dimiliki yang dapat dimanfaatkan unutk upaya peningkatan mutu kehidupan keluarga dan masyarakat. Seorang yang menua akan mengalami perubahan-perubahan baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Perubahan ini akan mempengaruhi setiap aspek kehidupan termasuk kesehatan yang memerlukan perhatian khusus dimana lansia merupakan salah satu kelompok rawan dalam keluarga karena kepekaan dan kerentanannya yang tinggi terhadap gangguan kesehatan. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang komprehensif perlu dilakukan untuk mempertahankan dan maninggikan derajat kesehatan lansia sehinngga tetap mejadi produktif sesuai kemampuan. Hasil pengamatan kami selama praktek keperawatan gerontik di RPSTW Budhi Daya Karawang, masalah keperawatan yang sering timbul pada penghuni wisma (lansia) adalah gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan proses degenerasi (rheumatik) dan resiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan (katarak). Dan untuk mengobati masalah tersebut di usahakan tidak dengan pengobatan medis tapi dengan pengobatan tradisional karena masalah tersebut hubungannya dengan proses penuaan (kecuali parah).

B. Rekomendasi Dalam penanganan masalah pada lansia di panti umumnya sudah baik, namun demi tercapainya kesehatan dan kesejahteraan para penghuni kelompok ingin menyampaikan beberapa masukan, antara lain : 1. Agar pihak panti memfasilitasi para lansia untuk menanam bahan-bahan pengobatan alternatif. 2. Memperhatikan keselamatan para lansia, terutama di dalam wisma. Membuan pegangan lansia untuk berjalan, terutama menuju dan dalam kamar mandi.

3. Tidak membiarkan para lansia keluar sendiri, karena posisi panti dekat dengan jalan raya. 4. Tidak mencampurkan penghuni lansia laki-laki dan perempuan dalam satu wisma 5. Demikian masukan yang dapat kelompok berikan yang sekiranya dapat dijadikan pertimbangan bagi panti untuk terus meningkatkan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan para lansia penghuni panti.

DAFTAR PUSTAKA

Strockslager, Jaime L. dan Liz Schaeffer. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi ke-2. Jakarta:EGC Maryam, R Siti.et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:salemba medika Nugroho, wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC

Pudjiastuti, Sri Ssurini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: EGC Tamher, S. dan noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan . Jakarta: salemba medika

You might also like