You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolic, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau azotemia. (Brunner & Suddarth, 2005). Kegagalan ginjal menahun (CRF = Chronic Renal Failure) merupakan suatu kegagalan fungsi ginjal yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama, sehingga tidak dapat menutupi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit. (Purnawan Junaidi, 1982). Gagal ginjal kronis adalah sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. (Suyono & Slamet, 2001). Sesuai dengan topik yang tertulis didepan Cronic Kidney Disease ( CKD ), pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan Cronoic Renal Failure ( CRF ) ,namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( Clearance Creatinine Test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

B. Penyebab 1. Gangguan pembuluh darah ginjal: Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling

sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal. 2. Gangguan imunologis seperti glomerulonefritis dan SLE. 3. Infeksi, dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai

ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagian bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis. 4. Gangguan metabolic, seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapat zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus. 5. Gangguan tubulus primer: terjadinya nefrotoksis akibat analgesic atau logam berat. 6. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontriksi uretra. 7. Kelainan kongenital dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang dikarateristikkan oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renalis) serta adanya asidosis. C. Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium : Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG : Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2 Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2 Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2 Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2 Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinine (ml/menit)=
( ) ( )

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan0,85

Stadium gagal kronik a. Stadium I Penurunan cadangan ginjal, ditandai dengan kehilangan fungsi nefron 40 75%. Pasien biasanya tidak mempunyai gejala, karena sisa nefron yang ada dapat membawa fungsi-fungsi normal ginjal. b. Stadium II Kehilangan fungsi ginjal 75 90%. Pada tingkat ini terjadi kreatinin serum dan nitrogen urea darah, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mengembangkan urin pekat dan azotemia. Pasien mungkin melaporkan poliuria dan nokturia. c. Stadium III: payah gagal ginjal stadium akhir atau uremia Tingkat renal dari GGK yaitu sisa nefron yang berfungsi <10%. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan menyolok sekali sebagai respon terhadap GFR yang mengalami penurunan sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar ureum nirtrogen darah dan elektrolit, pasien diindikasikan untuk dialysis.

D. Manifestasi Klinik 1) Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369): a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

2) Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2005 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

3) Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. b. Gangguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels. c. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. d. Gangguan musculoskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas. e. Gangguan Integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. f. Gangguan endokrim Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D. g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. h. System hematologi Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni. E. Pathofisiologi Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini

memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368) Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

F. Pathway

G. Komplikasi Komplikasi yang mungkin timbul pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik antara lain: 1. Hiperkalemia 2. Perikarditis 3. Hipertensi 4. Anemia 5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2001)

H. Pemeriksaan Penunjang Urine: Volume: <400 ml/24 jam (Oliguria atau disuria) Warna: urin keruh Berat jenis < 1.015 Osmolalitas < 350 m osm/kg Klirens kreatinin: turun Na++ > 40 mEq/lt Protein: proteinuria (3 4 +)

Darah

BUN/ kreatinin: meningkat Hitung darah lengkap: Ht menurun, Hb < 7-8 gr % Eritrosit : waktu hidup menurun GDA, pH menurun : asidosis metabolic Na++ serum: menurun K+ : meningkat Mg++/ fosfat: meningkat Protein (khusus albumin): menurun

Osmolalitas serum > 285 m osm/kg KUB foto: ukuran ginjal/ureter/KK dan obstruksi (batas) Pielogram retrograde: identifikasi ekstravaskuler, massa

Sistouretrogram berkemih: ukuran KK, refluks kedalam ureter, retensi Ultrasono ginjal: sel. Jaringan untuk diagnosis histologist Endoskopi ginjal, nefroskopi: batu, hematuria, tumor EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan: demineralisasi

I. Penatalaksanaan 1. Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan

kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka. 2. Penanganan hiperkalemia Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema. 3. Mempertahankan keseimbangan cairan Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan. Glomerular Filtration Rate (GFR)= [ (140 age in years) weight (kg) ]/plasma creatinine (mol/l) 0.82 (subtract 15 per cent for females)

Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi : 1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat. 2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium

hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia. 3. Dialisis 4. Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2001)

J. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Aktifitas dan Istirahat Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM b. Sirkulasi Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub c. Integritas Ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan Menolak, cemas, takut, marah, irritable d. Eliminasi Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung e. Makanan/Cairan Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites Penurunan otot, penurunan lemak subkutan f. Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kesadaran, koma g. Nyeri/Kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki Distraksi, gelisah kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat

h. Pernafasan Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+) Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal i. Keamanan Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas j. Seksualitas Penurunan libido, amenore, infertilitas k. Interaksi Sosial Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya (Doengoes, 2000) Pengkajian gawat darurat

Pengkajian

Airway

Breathing

Circulation

Disability Exposure

Tindakan mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal. Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah : - sianosis (mencerminkan hipoksemia) - retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas) - pernafasan cuping hidung - bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas) - tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti nafas mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat. Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi : - pergerakan dada - adanya bunyi nafas dan hembusan/aliran udara mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan. Status hemodinamik dapat dilihat dari : - tingkat kesadaran, nadi dan warna kulit Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS keadaan kuli, seperti turgor kulit/ kelainan pada kulit

2. Diagnosa Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal 2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme,

anoreksi, mual, muntah 3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik) 4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit 5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema, kulit kering, pruritus 7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi

3. Intervensi Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal Tujuan : pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat seimbang dengan pemasukan. Kriteria Hasil : a. Hasil laboratorium mendekati normal b. BB stabil c. Tanda vital dalam batas normal d. Tidak ada edema Intervensi : a. Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVP b. Catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotic, ukur IWL c. Awasi BJ urin d. Batasi masukan cairan e. Monitor rehidasi cairan dan berikan minuman bervariasi f. Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama

g. Kaji kulit,wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (skala +1 sampai +4) h. Auskultasi paru dan bunyi jantung i. Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisah

Kolaborasi : a. Perbaiki penyebab, misalnya perbaiki perfusi ginjal, me COP b. Awasi Na dan Kreatinin Urine Na serum, Kalium serumHb/ Ht c. Rongent Dada d. Berikan Obat sesuai indikasi : Diuretik : Furosemid, Manitol; Antihipertensi : Klonidin, Metildopa e. Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasi f. Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi

2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah Tujuan : mempertahankan status nutrisi adekuat Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas normal. Intervensi : a. Kaji status nutrisi b. Kaji/catat pola dan pemasukan diet c. Kaji factor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual, anoreksia d. Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan kecuali kontra indikasi e. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut f. Timbang BB tiap hari

Kolaborasi ; a. b. c. d. e. dan B kompleks; Antiemetik a, dan Phospat

3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik) Hasil yang diharapkan : klien menunjukkan keseimbangan intake & output, turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, nadi perifer teraba, BB dan TTV dalam batas normal, elektrolit dalam batas normal Intervensi : a. Ukur intake & output cairan , hitung IWL yang akurat b. Berikan cairan sesuai indikasi c. Awasi tekanan darah, perubahan frekuansi jantung, perhatikan tanda-tanda dehidrasi d. Kontrol suhu lingkungan e. Awasi hasil Lab : elektrolit Na

4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit Tujuan : klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat Kriteria Hasil : a. TD dan HR dalam batas normal b. Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler Intervensi : a. Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema perifer/kongesti vaskuler b. Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural saat berbaring, duduk dan berdiri c. Observasi EKG, frekuensi jantung d. Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang dengan inspirasi dalam dan posisi telentang e. Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental f. Observasi warna kulit, membrane mukosa dan dasar kuku

g. Kaji tingkat dan respon thdp aktivitas h. Pertahankan tirah baring Kolaborasi: a. creatinin b. c. Berikan oksigen dan obat-obatan sesuai indikasi

5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa Tujuan : klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi Intervensi ; a. Kaji tingkat kelelahan, tidur , istirahat b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas c. Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihan d. Rencanakan periode istirahat adekuat e. Berikan bantuan ADL dan ambulasi f. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternative sambil istirahat

6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema, kulit kering, pruritus Hasil yang diharapkan : kulit hangat, utuh, turgor baik, tidak ada lesi Intervensi : 1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, ekimosis, kerusakan, suhu 2. Pantau intake & output cairan, hidrasi kulit dan membrane mukosa 3. Jaga kulit tetep kering dan bersih 4. Ubah posisi tidur dengan sering, beri bantalan pada penonjolan tulang 5. Beri perawatan kulit, batasi sabun, olesi lotion, salep, krim; tangani area edema dengan hati-hati 6. Pertahankan linen kering dan kencang 7. Anjurkan menggunakan kompres lembab dan dingin pada area pruritus 8. Anjurkan menggunakan bahan katun, Berikan kasur dekubitus 7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi Tujuan : klien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan, melakukan dengan benar prosedur yang perlu, perubahan perilaku hidup Intervensi : a. Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses penyakit/prognosa b. Kaji ulang pembatasan diet ; fosfat dan Mg

c. Diskusi masalah nutrisi/diet tinggi karbohidrat, Rendah protein, rendah natrium sesuai indikasi d. Diskusikan terapi obat, nama obat, dosis, jadwal, manfat dan efek samping e. Diskusikan tentang pembatasan cairan f. Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi halus

g. Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi aktivitas h. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik segera : Demam, menggigil, perubahan urin/ sputum, edema,ulkus,kebas,spasme pembengkakan sendi, pe ROM, sakit kepala, penglihatan kabur, edema periorbital/sacral, mata merah

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Padjadjaran Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC -----------------------------. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Doengoes, Marilyn C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3 .Jakarta. EGC Junaidi, Purnawan. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Long, B. C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 2. Jakarta: EGC Smeltzer Suzzanne C. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monika Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta: EGC Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

You might also like