You are on page 1of 9

Ruptur Uretra

RUPTUR URETRA
Oleh: Jorianto Muntari


PENDAHULUAN
Dari semua cedera yang terdapat dalam unit gawat darurat, 10 % diantaranya merupakan cedera sistem
urogenitalia. Kebanyakan dari cedera tersebut terabaikan dan sulit untuk mendiagnostik dan memerlukan
keahlian diagnostik yang baik. Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah komplikasi lanjut. Cedera uretra
merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-laki, biasanya bersamaan dengan terjadinya
fraktur pelvis atau straddle injury. Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat
mengalami laserasi, terpotong, atau memar. Penatalaksaannya bermacam-macam tergantung pada derajat cedera.
Menurut anatomisnya, uretra dibedakan menjadi dua, uretra posterior terdiri atas pars prostatika dan pars
membranasea dan uretra anterior yang terdiri atas pars bulbosa dan pars pendulosa. Secara klinis trauma uretra
dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan
perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan serta prognosisnya.
1,2,3

ANATOMI
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara
anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi
juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan
posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat
buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot lurik dipersarafi oleh sistem somatik
yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat miksi sfingter ini tetap terbuka dan tetap
tertutup pada saat menahan miksi.
3

Panjang uretra laki-laki dewasa sekitar 18 cm, dengan perbandingan uretra posterior 3 cm dan uretra
anterior 15 cm, titik baginya berada antara 2 lokasi pada membran perineal. Uretra dapat dibedakan ke dalam 5
segmen yaitu :
Uretra posterior
Uretra pars prostatika
Uretra pars membranasea
Uretra anterior
Uretra pars bulbosa
Uretra pars pendulosa
Fossa naviculare
7


Gambar 1. Sistem reproduksi laki-laki. Dikutip dari kepustakaan
5

Uretra pars prostatika berjalan menembusi prostat, mulai dari basis prostat sampai pada apeks prostat.
Panjang kira-kira 3 cm. Mempunyai lumen yang lebih besar daripada di bagian lainnya. Dalam keadaan kosong
dinding anterior bertemu dengan dinding posterior. Dinding anterior dan dinding lateral membentuk lipatan
longitudinal. Pada dinding posterior di linea mediana terdapat crista urethralis, yang kearah cranialis
berhubungan dengan uvula vesicae, dan ke arah caudal melanjutkan diri pada pars membranasea. Pada crista
urethralis terdapat suatu tonjolan yang dinamakan collicus seminalis (verumontanum), berada pada perbatasan
segitiga bagian medial dan sepertiga bagian caudal uretra pars prostatika. Pada puncak dari colliculus terdapat
sebuah lubang, disebut utriculus prostaticus, yang merupakan bagian dari suatu diverticulum yang menonjol
sedikit ke dalam prostat. Bangunan tersebut tadi adalah sisa dari pertemuan kedua ujung caudalis ductus
paramesonephridicus (pada wanita ductus ini membentuk uterus dan vagina). Di sisi-sisi utriculus prostaticus
terdapat muara dari ductus ejaculatorius (dilalui oleh semen dan secret dari vesicula seminalis). Saluran yang
berada di sebelah lateral utriculus prostaticus, disebut sinus prostaticus, yang pada dinding posteriornya
bermuara saluran-saluran dari glandula prostat (kira-kira sebanyak 30 buah).
6

Uretra pars membranasea berjalan kearah caudo-ventral, mulai dari apeks prostat menuju ke bulbus
penis dengan menembusi diaphragma pelvis dan diaphragma urogenitale. Merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit, serta kurang mampu berdilatasi. Ukuran panjang 1 2 cm, terletak 2,5 cm di sebelah dorsal tepi
caudal symphysis osseum pubis. Dikelilingi oleh m.sphincter urethrae membranasea pada diaphragma
urogenitale. Tepat di caudalis diaphragma urogenitale, dinding dorsal urethra berjalan sedikit di caudalis
diaphragma. Ketika memasuki bulbus penis urethra membelok ke anterior membentuk sudut lancip. Glandula
bulbourethralis terletak di sebelah cranial membrana perinealis, berdekatan pada kedua sisi uretra. Saluran keluar
dari kelenjar tersebut berjalan menembusi membrana perinealis, bermuara pada pangkal uretra pars spongiosa.
6

Uretra pars spongiosa berada di dalam corpus spongiosum penis, berjalan di dalam bulbus penis, corpus
penis sampai pada glans penis. Panjang kira-kira 15 cm, terdiri dari bagian yang fiks dan bagian yang mobil.
Bagian yang difiksasi dengan baik dimulai dari permukaan inferior membrane perinealis, berjalan di dalam
bulbus penis. Bulbus penis menonjol kira-kira 1,5 cm di sebelah dorsal uretra. Bagian yang mobil terletak di
dalam bagian penis yang mobil. Dalam keadaan kosong, dinding uretra menutup membentuk celah transversal
dan pada glans penis membentuk celah sagital. Lumen uretra pars spongiosa masing-masing di dalam bulbus
penis, disebut fosssa intrabulbaris, dan pada glans penis, dinamakan fossanavicularis urethrae. Lacunae
urethrales ( = lacuna morgagni ) adalah cekungan-cekungan yang terdapat pada dinding uretra di dalam glans
penis yang membuka kearah ostium uretra eksternum, dan merupakan muara dari saluran keluar dari glandula
urethrales. Ostium uretra eksternum terdapat pada ujung glans penis dan merupakan bagian yang paling sempit.
6

Uretra pars bulbosa bermula di proksimal setinggi aspek inferior dari diafragma urogenitalia, yang
menembus dan berjalan melalui korpus spongiosum. Korpus spongiosum merupakan jaringan serabut otot polos
dan elastin yang kaya akan vaskularisasi. Kapsul fibrosa yang dikenal sebagai tunika albuginea mengelilingi
korpus spongiousum. Korpus spongiosum dan korpus kavernosum bersama-sama ditutupi oleh dua lapisan
berurutan. Lapisan ini antara lain fascia bucks dan fascia dartos, fascia bucks merupakan lapisan paling tebal
terdiri dari dua lapisan dan masing-masing terdiri atas lamina interna dan eksterna. Dua lamina dari fascia bucks
membagi diri untuk menutupi korpus spongiosum. Fascia dartos merupakan lapisan jaringan ikat longgar
subdermal yang berhubungan dengan fascia colles di perineum.
4

Lumen uretra terletak di tengah bagian posterior korpus spongiosum melalui uretra pars bulbosa, tetapi
terpusat pada uretra pars pendulosa. Berdasarkan defenisinya, uretra pars bulbosa tidak hanya ditutupi oleh
korpus spongiosum, tetapi juga oleh penggabungan garis tengah dari otot ischiokavernosus. Otot
bulbospongiosum berakhir hanya pada proksimal sampai penoskrotal junction, dimana uretra berlanjut ke distal
sebagai uretra pars pedunlosa. Uretra pars pendulosa dekat dengan korpus korporal di bagian dorsal. Di distal
sebagian besar bagian dari uretra anterior adalah fossa naviculare, yang dikelilingi oleh jaringan spongiosa dari
glans penis.
4

Uretra wanita dewasa berukuran panjang sekitar 4 cm dan berjalan uretrovesikal junction pada kollumna
vesika urinaria ke vestibulum vagina. Dua lapisan otot polos berjalan ke distal dari kollumna vesika urinaria
mengelilingi bagian proksimal uretra lapisan dalam merupakan bagian sirkuler, sedangkan lapisan luar berjalan
secara longitudinal. Otot polos dikelilingi oleh lapisan otot lurik yang paling tebal setinggi pertengahan uretra
dan berkurang pada aspek posteriornya.
4


Gambar 2.a. Penis potongan frontal b. Penis potongan transversal. Dikutip dari kepustakaan
5

Vaskularisasi dan aliran limfe
Pada uretra maskulina, pars prostatika mendapat suplai darah terutama dari arteri vesikalis inferior dan
arteri rektalis media. Uretra pars membranasea diberi suplai darah dari cabang-cabang arteri dorsalis penis dan
arteri profunda penis. Aliran darah venous menuju pleksus venosus prostatikus dan ke vena pudenda interna.
Aliran limfe dari uretra pars prostatika dan pars membranasea dibawa oleh pembuluh-pembuluh limfe yang
berjalan mengikuti vasa pudenda interna menuju ke lymphonodus iliaka interna (sebagian besar) dan ke
lymphonodus iliaka eksterna (sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars spongiosa, sebagian besar dibawa
menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian besar dibawa menuju ke lymphonodus iliaka interna.
6

Uretra feminine pars kranialis mendapatkan vaskularisasi dari arteri vesikalis. Pars medialis
mendapatkannya dari arteri vesikalis inferior dan cabang-cabang dari arteri uterine, sedangkan pars kaudalis
disuplai oleh arteri pudenda interna. Pembuluh darah vena membawa aliran darah venous menuju ke plexus
venosus vesikalis dan vena pudenda interna.
6

Innervasi
Uretra maskulina, pars prostatika menerima persarafan dari pleksus nervosus prostatikus. Uretra pars
membranasea dipersarafi oleh nervus kavernosus penis, pars sponsiosa dipersarafi oleh pleksus nervosus
vesikalis dan pleksus nervosus uretrovaginalis, pars kaudalis dipersarafi oleh nervus pudendus.
6



RUPTUR URETRA POSTERIOR
ETIOLOGI
Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada uretra pars posterior. Menurut
sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang berhubungan dengan kecelakaan di pabrik atau pertambangan.
Akan tetapi, karena perbaikan dalam hal keselamatan pekerja pabrik telah menggeser penyebab cedera ini dan
menyebabkan peningkatan pada cedera yang berhubungan kecelakaan lalu lintas. Gangguan pada uretra terjadi
sekitar 10% dari fraktur pelvis tetapi hampir semua gangguan pada uretra membranasea yang berhubungan
dengan trauma tumpul terjadi bersamaan fraktur pelvis.Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan
menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur
pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di
kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat berada buli-buli akan terangkat
ke kranial.
2,4


Gambar 3. Cedera pada uretra posterior (membranasea). Prostat mengalami avulsi dari uretra
membranasea akibat fraktur pelvis. Terjadi ekstravasasi di atas ligamentum triangular dan periprostatik dan
perivesikal. Dikutip dari kepustakaan
3


Fraktur pelvis yang menyebabkan gangguan uretra biasanya penyebab sekunder karena kecelakaan
kendaraan bermotor (68%-84%) atau jauh dari ketinggian dan tulang pelvis hancur (6%-25%). Pejalan kaki lebih
beresiko, mengalami cedera uretra karena fraktur pelvis pada kecelakaan bermotor dari pada pengendara.
4

EPIDEMIOLOGI
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior dengan angka kejadian 20
per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti
oleh cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan pada penumpang
mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera
intraabdominal ataupun cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak
pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera
limpa (5,2%-5,8%).
7

Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang menyebabkan cedera uretra
bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada wanita dengan fraktur pelvis sebenarnya
jarang terjadi, tetapi beberapa kepustakaan melaporkan insiden kejadiannya sekitar 4-6%.
8

Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis kebanyakan ditemukan pada awal
dekade keempat, dengan umur rata-rata 33 tahun. Pada anak (<12 tahun) angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat
perbedaan persentasi angka kejadian fraktur pelvis yang menyebabkan cedera uretra pada anak dan dewasa.
Fraktur pelvis pada anak sekitar 56% kasus yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra.
7,8

Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini disebabkan karena
uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum pubis yang tidak kaku.
7

MEKANISME TRAUMA
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada prostatomembranosa junction sehingga
prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma urogenitalia. Dengan adanya pergeseran prostat, maka uretra pars
membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars
membranasea pada ramus ischiopubis oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh
ligamentum puboprostatikum.
9

KLASIFIKASI
Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat cedera uretra dalam 3
jenis :
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (perengangan). Foto uretrogram tidak menunjukkan
adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan diafragma urogenitalia masih utuh.
Foto uretrogram menunjukkan ekstravasai kontras yang masih terbatas di atas diafragma
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram
menunjukkan ekstvasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma sampai ke perineum
2



Gambar 4. Klasifikasi cedera uretra posterior. Dikutip dari kepustakaan
1

GAMBARAN KLINIS
Pada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik dan abdomen
bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur kandung kemih, bisa dijumpai
tanda rangsangan peritoneum. Pasien biasanya mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada daerah perut bagian
bawah.
10,11

Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai pada pasien yang telah
didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa jenis fraktur pelvis lebih
sering berhubungan dengan cedera uretra posterior dan terlihat pada 87% sampai 93% kasus. Akan tetapi,
banyaknya darah pada meatus uretra tidak berhubungan dengan beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung
(distended), urin tidak bisa keluar dari kandung kemih atau memar pada perineum atau ekimosis perineal
merupakan tanda tambahan yang merujuk pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari gangguan uretra
prostatomembranosa adalah fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari kandung kemih.
4

Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling penting dari kerusakan uretra.
Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter, karena dapat menyebabkan infeksi
pada periprostatik dan perivesical dan konversi dari incomplete laserasi menjadi complete laserasi. Cedera uretra
karena pemasangan kateter dapat menyebabkan obstuksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau
sepsis dapat mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh tergantung
fascia yang rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia,
bila terjadi infeksi. Adanya darah pada ostium uretra eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi untuk
menegakkan diagnosis.
3,10

Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis dengan pengeseran prostat ke superior.
Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat diinprestasikan salah, karena hematoma pelvis bisa mirip denagan
prostat pada palpasi. Pergeseran prostat ke superior tidak ditemukan jika ligament puboprostikum tetap utuh.
Disrupsi parsial dari uretra membranasea tidak disertai oleh pergeseran prostat.
3

Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan terdorong ke atas oleh penyebaran
dari hematoma pada pelvis. High riding prostat merupakan tanda klasik yang biasa ditemukan pada ruptur uretra
posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis kadang-kadang menghalangi palpasi yang
adekuat pada prostat yang ukurannya kecil. Sebaliknya terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang
normal mungkin adalah hematoma pada pelvis. Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya
jejas pada rektal yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa
menunjukkan adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa.
12


GAMBARAN RADIOLOGI
Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk mendiagnosis cedera uretra karena
akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada keadaan trauma. Sementara CT Scan merupakan pemeriksaan yang
ideal untuk saluran kemih bagian atas dan cedera vesika urinaria dan terbatas dalam mendiagnosis cedera uretra.
Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan pelvis setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan
ini tidak berperan dalam pemeriksaan cadera uretra. Sama halnya dengan USG uretra yang memiliki
keterbatasan dalam pelvis dan vesika urinaria untuk menempatkan kateter suprapubik.
4


Gambar 5. Uretra posterior masih utuh tetapi meregang pada trauma tumpul. Retrograd uretrogram
memperlihatkan peregangan dari uretra posterior dan diastasis dari simphisis pubis. Dikutip dari
kepustakaan
13


Gambar 6. Ruptur uretra posterior diatas dari diafragma urogenital yang masih utuh disertai trauma tumpul
(cedera uretra tipe II). Dikutip dari kepustakaan
13



Gambar 7. Ruptur uretra posterior meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia, dan uretra pars bulbosa
bagian proksimal ikut rusak (cedera uretra tipe III). Dikutip dari kepustakaan
13


PENATALAKSANAAN
Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat analgesik. Pasien dengan
kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu menggunakan alat-alat atau manipulasi tapi jika tidak
bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram, pemasangan kateter harus dilakukan dengan
lubrikan yang adekuat.
14

Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ lain, cukup dilakukan
sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung, dan
pemasangan kateter silicon selama 3 minggu.
10

Pembedahan
Ekstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan. Kateter uretra harus dihindari.
1. Immediate management
Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase urin. Insisi midline pada abdomen
bagian bawah dibuat untuk menghindari pendarahan yang banyak pada pelvis. Buli-buli dan prostat biasanya
elevasi kearah superior oleh pendarahan yang luas pada periprostatik dan perivesikal. Buli-buli sering distensi
oleh akumulasi volume urin yang banyak selama periode resusitasi dan persiapan operasi. Urin sering bersih dan
bebas dari darah, tetapi mungkin terdapat grosshematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan
diinspeksi untuk laserasi dan jika ada, laserasi harus ditutup dengan benang yang dapat diabsorpsi dan
pemasangan tube sistotomi untuk drainase urin. Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3 bulan.
Pemasangan ini membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan prostat & buli-buli akan kembali secara
perlahan ke posisi anatominya.
3

Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari kemudian, sebaiknya
dipasang kateter secara langsir (railroading)
10




Gambar 8. Cara langsir (rail roading) pemasangan kateter
Foley menetap pada ruptur uretra. Dikutip dari kepustakaan
10

A. Selang karet atau plastik diikat ketat pada ujung sonde dari
meatus uretra
B. Sonde uretra pertama dari meatus eksternus dan sonde
kedua melalui sistotomi yang dibuat lebih dahulu saling
bertemu, ditandai bunyi denting yang dirasa di tempat ruptur
C. Selanjutnya sonde dari uretra masuk ke kandung dengan
bimbingan sonde dari buli-buli
D. Sonde dicabut dari uretra
E. Sonde dicabut dari kateter Nelaton dan diganti dengan
ujung kateter Foley yang dijahit pada kateter Nelaton
F. Ujung kateter ditarik kearah buli-buli
G. Selanjutnya dipasang kantong penampung urin dan traksi
ringan sehingga balon kateter Foley tertarik dan menyebabkan
luka ruptur merapat. Insisi di buli-buli ditutup




2. Delayed urethral reconstruction
Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat
dikerjakan dalam 3 bulan, diduga pada saat ini tidak ada abses
pelvis atau bukti lain dari infeksi pelvis. Sebelum rekonstuksi,
dilakukan kombinasi sistogram dan uretrogram untuk
menentukan panjang sebenarnya dari striktur uretra. Panjang striktur biasanya 1-2 cm dan lokasinya dibelakang
dari tulang pubis. Metode yang dipilih adalah single-stage reconstruction pada ruptur uretra dengan eksisi
langsung pada daerah striktur dan anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter uretra
ukuran 16 F melalui sistotomi suprapubik. Kira-kira 1 bulan setelah rekonstuksi, kateter uretra dapat dilepas.
Sebelumnya dilakukan sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan tidak ada ekstravasasi, kateter
suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada ekstravasasi atau striktur, kateter suprapubik harus dipertahankan.
Uretrogram dilakukan kembali dalam 2 bulan untuk melihat perkembangan striktur.
3

3. Immediate urethral realignment
Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki uretra. Perdarahan dan hematoma sekitar
ruptur merupakan masalah teknis. Timbulnya striktur, impotensi, dan inkotinensia lebih tinggi dari immediate
cystotomy dandelayed reconstruction. Walaupun demikian beberapa penulis melaporkan keberhasilan
dengan immediate urethral realignment.
3

KOMPLIKASI
Striktur, impotensi, dan inkotinensia urin merupakan komplikasi rupture prostatomembranosa paling
berat yang disebabkan trauma pada sistem urinaria. Striktur yang mengikuti perbaikan primer dan anastomosis
terjadi sekitar 50% dari kasus. Jika dilakukan sistotomi suprapubik, dengan pendekatan delayed repair maka
insidens striktur dapat dikurangi sampai sekitar 5%. Insidens impotensi setelah primary repair, sekitar 30-80%
(rata-rata sekitar 50%). Hal ini dapat dikurangi hingga 30-35% dengan drainase suprapubik pada rekontruksi
uretra tertunda. Jumlah pasien yang mengalami inkotinensia urin <2 % biasanya bersamaan dengan fraktur
tulang sakrum yang berat dan cedera nervus S2-4.
3


PROGNOSIS
Jika komplikasinya dapat dihindari, prognosisnya sangat baik. Infeksi saluran kemih akan teratasi dengan
penatalaksaan yang sesuai.
14



RUPTUR URETRA ANTERIOR
ETIOLOGI
Uretra anterior adalah bagian distal dari diafragma urogenitalia. Straddle injury dapat menyebabkan
laserasi atau contusion dari uretra. Instrumentasi atau iatrogenik dapat menyebabkan disrupsi parsial
10

Cedera uretra anterior secara khas disebabkan oleh cedera langsung pada pelvis dan uretra. Secara klasik,
cedera uretra anterior disebabkan oleh straddle injury atau tendangan atau pukulan pada daerah perineum,
dimana uretra pars bulbosa terjepit diantara tulang pubis dan benda tumpul. Cedera tembus uretra (luka tembak
atau luka tusuk) dapat juga menyebabkan cedera uretra anterior. Penyebab lain dari cedera uretra anterior adalah
trauma penis yang berat, trauma iatrogenic dari kateterisasi, atau masuk benda asing.
9


Gambar 9. Cedera pada uretra pars bulbosa. Kiri : Mekanisme : Biasanya jatuh mengangkang, uretra terjepit
diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Kanan: ekstravasasi darah dan urin terbatas dalam fascia Colles.Dikutip
dari kepustakaan
3

MEKANISME TRAUMA
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera uretra anterior. Trauma tumpul adalah diagnosis
yang sering dan cedera pada segmen uretra pars bulbosa paling sering (85%), karena fiksasi uretra pars bulbosa
dibawah dari tulang pubis, tidak seperti uretra pars pendulosa yang mobile. Trauma tumpul pada uretra pars
bulbosa biasanya disebabkan olehstraddle injury atau trauma pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa terjepit
diantara ramus inferior pubis dan benda tumpul, menyebabkan memar atau laserasi pada uretra.
4

Tidak seperti cedera pada uretra pars prostatomembranous, Trauma tumpul uretra anterior jarang
berhubungan dengan trauma organ lainnya. Kenyataannya, straddle injury menimbulkan cedera cukup ringan,
membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat kejadian. Pasien biasanya datang dengan striktur uretra
setelah kejadian yang intervalnya bulan atau tahun.
4

Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10% sampai 20% dari kasus).
Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan intim, dimana penis yang
sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita, menyebabkan robeknya tunika albuginea.
4

KLASIFIKASI
Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan Armenakas berdasarkan atas
gambaran radiologi
Kontusio : Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi retrograde normal
Incomplete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih ada kontinuitas uretra sebagian.
Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria.
Complete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak ada kontras mengisi uretra proksimal
atau vesika urinaria. Kontinuitas uretra seluruhnya terganggu.
4

GAMBARAN KLINIS
Pada rupture uretra anterior terdapat memar atau hematom pada penis dan skrotum. Beberapa tetes darah
segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi rupture uretra total, penderita mengeluh
tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada
perabaan mungkin ditemukan kandung kemih yang penuh.
10

Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstuksi karena udem atau bekuan darah. Abses
periuretral atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh,
tergantung fascia yang turut rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrate yang disebut infiltrate urin yang
mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi.
10

Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang atau instrumentasi dan darah
yang menetes dari uretra.
10

Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra tetapi masih
terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck
ikut robek, ekstravasai urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga
skrotum atau dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga
disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.
2

GAMBARAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologik dengan uretrogram retrograde dapat memberi keterangan letak dan tipe ruptur
uretra. Uretrogram retrograde akan menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila terdapat laserasi uretra, sedangkan
kontusio uretra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak tampak adanya ekstravasasi maka kateter uretra
boleh dipasang.
10,11


Gambar 10. Ruptur uretra pars bulbosa akibat straddle injury. Ekstravasasi (tanda panah) pada uretrogram.
Dikutip dari kepustakaan
3

PENATALAKSANAAN
Penanganan Awal
Kehilangan darah yang banyak biasanya tidak ditemukan pada straddle injury. Jika terdapat pendarahan
yang berat dilakukan bebat tekan dan resusitasi. Armenakas dan McAninch (1996) merencanakan skema
klasifikasi praktis yang sederhana yang membagi cedera uretra anterior berdasarkan penemuan radiografi
menjadi kontusio, ruptur inkomplit, dan ruptur komplit. Kontusio dan cedera inkomplit dapat ditatalaksana
hanya dengan diversi kateter uretra. Tindakan awal sistotomi suprapubik adalah pilihan penanganan pada
cedera staddle mayor yang melibatkan uretra.
Pilihan utama berupa surgical repair direkomendasikan pada luka tembak dengan kecepatan rendah,
Ukuran kateter disesuaikan dengan berat dari striktur uretra. Debridement dari korpus spongiosum setelah
trauma seharusnya dibatasi karena aliran darah korpus dapat terganggu sehingga menghambat penyembuhan
spontan dari area yang mengalami kontusi. Diversi urin dengan suprapubik direkomendasikan setelah luka
tembak uretra dengan kecepatan tinggi, diikuti dengan rekonstruksi lambat.
3,15

Penanganan Spesifik
Kontusio Uretra
Pasien dengan kontusio uretra tidak ditemukan bukti adanya ekstravasasi dan uretra tetap utuh. Setelah
uretrografi, pasien dibolehkan untuk buang air kecil; dan jika buang air kecil normal, tanpa nyeri dan
pendarahan, tidak dibutuhkan penanganan tambahan. Jika pendarahan menetap, drainase uretra dapat
dilakukan.
3

Laserasi Uretra
Instrumentasi uretra setelah uretrografi harus dihindari. Insisi midline pada suprapubik dapat membuka kubah
dari buli-buli supaya pipa sistotomi suprapubik dapat disisipkan dan dibolehkan pengalihan urin sampai laserasi
uretra sembuh. Jika pada uretrogram terlihat sedikit ekstravasasi, berkemih dapat dilakukan 7 hari setelah
drainase kateter suprapubik untuk menyelidiki ekstravasasi. Pada kerusakan yang lebih parah, drainase kateter
suprapubik harus menunggu 2 sampai 3 minggu sebelum mencoba berkemih. Penyembuhan pada tempat yang
rusak dapat menyebabkan striktur. Kebanyakan striktur tidak berat dan tidak memerlukan rekonstuksi bedah.
Kateter suprapubik dapat dilepas jika tidak ada ekstravasasi. Tindakan lanjut dengan melihat laju aliran urin akan
memperlihatkan apakah terdapat obstuksi uretra oleh striktur.
3

Laserasi Uretra dengan Ekstravasasi Urin yang Luas
Setelah laserasi yang luas, ekstravasasi urin dapat menyebar ke perineum, skrotum, dan abdomen bagian bawah.
Drainase pada area tersebut diindikasikan. Sistotomi suprapubik untuk pengalihan urin diperlukan. Infeksi dan
abses biasa terjadi dan memerlukan terapi antibiotik.
3

Rekonstruksi segera
Perbaikan segera laserasi uretra dapat dilakukan, tetapi prosedurnya sulit dan tingginya resiko
timbulnya striktur.
3

Rekonstruksi lambat
Sebelum semua rencana dilakukan, retrograde uretrogram dan sistouretrogram harus dilakukan untuk
mengetahui tempat dan panjang dari uretra yang mengalami cedera. Pemeriksaan ultrasound uretra dapat
membantu menggambarkan panjang dan derajat keparahan dari striktur. Injeksi retrograde saline kombinasi
dengan antegrade bladder filling akan mengisi uretra bagian proksimal dan distal, dan sonogram 10-MHz akan
mengambarkan dengan jelas bagian yang tidak bisa terdistensi untuk di eksisi. Jaringan fibrosa padat yang
terbentuk karena trauma sering menjadi significant shadow.
Uretroplasty anastomosis adalah prosedur pilihan pada ruptur total uretra pars bulbosa setelah straddle injury.
Skar tipikal berukuran 1,5 sampai 2 cm dan harus dieksisi komplit. Uretra proksimal dan distal dapat
dimobilisasi untuk anastomosisend-to-end. Tingkat keberhasilan dari prosedur ini lebih dari 95% dari kasus
Insisi endoskopik melalui jaringan skar dari uretra yang ruptur tidak disarankan dan sering kali gagal.
Penyempitan parsial uretra dapat diterapi awal dengan insisi endoskopi dengan tingkat keberhasilan
tinggi. Saat ini uretrotomi dan dilatasi berulang telah terbukti tidak efektif baik secara klinis maupun
biaya. Lebih lanjut, pasien dengan prosedur endoskopik berulang juga sering diharuskan untuk
dilakukan tindakan rekonstruksi kompleks seperti graft. Open repairseharusnya ditunda paling tidak
beberapa minggu setelah instrumentasi untuk membiarkan uretra stabil.
3,15

KOMPLIKASI
Komplikasi dini setelah rekontruksi uretra adalah infeksi, hematoma, abses periuretral, fistel uretrokutan,
dan epididimitis. Komplikasi lanjut yang paling sering terjadi adalah striktur uretra.
10

PROGNOSIS
Striktur uretra adalah komplikasi utama tetapi pada banyak kasus tidak memerlukan rekonstruksi bedah.
Jika, striktur ditetapkan, laju aliran urin kurang baik dan infeksi urinaria dan terdapat fistel uretra, rekonstruksi
dibutuhkan.
3

.

Daftar Pustaka
1. Daller M, Carpinto G. Genitourinary trauma and emergencies. In : Siroky MB, Oates RD, Babayan RK,
editors. Handbook of urology diagnosis and therapy. 3
rd
Edition. Philadelpia : Lippincott William & Wilkins;
2004. p. 165-82
2. Purnomo B. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto; 2003. p.97-9
3. Tanagho EA, et al. Injuries to the genitourinary tract. In : McAninch, editor. Smiths general urology.
17
th
Edition. United States of America : Mc Graw Hill; 2008. p.278-93
4. Rosentein DI, Alsikafi NF . Diagnosis and classification of urethral injuries. In : McAninch JW, Resinck MI,
editors. Urologic clinics of north america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006 . p. 74-83
5. Schauberger JS. Male reproductive system anatomy & histology. 2010. [cited 2011 October 20]. Available
from:
URL:http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/APIINotes2%20male%20reproductive%2
0anatomy.htm
6. Datu AR. Diktat Urogenitalia. Makassar : FKUH; 2003
7. Schreiter F, et al. Reconstruction of the bulbar and membranous urethra. In : Schreiter F, et al, editors. Urethral
reconstructive surgery. Germany : Springer Medizin Verlag Heidelberg; 2006 . p.107-20
8. Smith JK, Kenney P. Urethra trauma. 2009. [cited 2011 October 11]. Available from :URL
: www.emedicine.com
9. Brandes S. Initial management of anterior and posterior urethral injuries . In : McAninch JW, Resinck MI,
editors. Urologic clinics of north america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006. p. 87-95
10. Sjamsuhidajat R, Jong WM. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2005. p. 770-2
11. Reksoprodjo S, et al. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta : FK UI; 2004. p. 149-52
12. Reynard J, Brewster S, Biers S. Oxford handbook of urology. England: Oxford University; 2006. p. 442-7
13. Kawashima A, Sandler CM, Wasserman NF, et al. Imaging of urethral disease: a pictorial review. 2004. [cited
2011 October 20]. Available from: URL : http://radiographics.rsna.org/content/24/suppl_1/S195.full.pdf+html
14. Palinrungi AM. Lecture notes on urological emergencies & trauma. Makassar: Division of Urology, Departement
of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin University; 2009. p. 131-6
15. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-walsh urology. 9
th
Edition. Philadelphia :
Saunders elsevier; 2007

You might also like