Dokumen tersebut membahas proses pembuatan coal water fuel dari batubara peringkat rendah melalui proses upgrading. Batubara diubah menjadi suspensi cair dengan campuran air dan zat aditif untuk menyamakan sifatnya dengan bahan bakar minyak. Proses upgrading melibatkan variasi rasio campuran dan temperatur untuk meningkatkan kualitas bahan bakar hasilnya.
Dokumen tersebut membahas proses pembuatan coal water fuel dari batubara peringkat rendah melalui proses upgrading. Batubara diubah menjadi suspensi cair dengan campuran air dan zat aditif untuk menyamakan sifatnya dengan bahan bakar minyak. Proses upgrading melibatkan variasi rasio campuran dan temperatur untuk meningkatkan kualitas bahan bakar hasilnya.
Dokumen tersebut membahas proses pembuatan coal water fuel dari batubara peringkat rendah melalui proses upgrading. Batubara diubah menjadi suspensi cair dengan campuran air dan zat aditif untuk menyamakan sifatnya dengan bahan bakar minyak. Proses upgrading melibatkan variasi rasio campuran dan temperatur untuk meningkatkan kualitas bahan bakar hasilnya.
TUGAS PENGETAHUAN BATUBARA Dibuatsebagai syarat untuk mengikuti ujian semester mata kuliahPengetahuan Batubara pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Disusun oleh : M Rabbin Arrafat 03121002054 Rahmat Ramadan 03121002056 Hendro 03121002058 Rengga Satria M 03121002060 Muhammad Al fikrie 03121002062 Try Wardana 03121002064 Emil Yazid 03121002066 Novriansyah Lukito 03121002068 Antonius Manahatan 03121002070 Raden Ayu Suri A 03121002072 Nathania Boas ES 03121002074 Ryan Benarivo 03121002078
UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK 2014
I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batubara sebagai salah satu sumber energy, tersedia dalam jumlah yang cukup besar, yang sampai saat ini pemanfaatannya di Indonesia masih terbatas pada pembakaran langsung di pusat-pusat pembangkit tenaga listrik, industry, dan lainnya. Pemanfaatan batubara tidak terlepas dari beberapa permasalahan, terutama lingkungan hidup, namun kelemahan dalam pemanfaatan ini telah dapat menjawab dengan teknologi batubara bersih (clean coal) yang terus disempurnakan dan dikembangkan. Sebagai pengganti minyak dan gas bumi untuk bahan bakar dan bahan baku industry dan transportasi, secara garis besar batubara dapat diubah menjadi gas, liquor, minyak ringan, tar dan kokas. Bahan-bahan tersebut dihasilkan melalui proses-proses karbonisasi, pirolisa, pencairan, gasifikasi dan pencamouran dengan liquid. Peningkatan peran batubara sebagai penyedia energyi alternative terus dilakukan, hal ini telah mendorong dilakukannya penelitian dengan bahan utama batubara yang semula dalam bentuk padat menjadi bahan cair. Rekayasa tersebut telah menghasilkan coal oil mixture (COM) coal water fuel (CWF) dan teknologi pencairan batubara. Seperti diketahui minyak tanah, solar dan bensin dapat diperoleh dengan proses konversi encairan batubara. Bahan bakar gas dapat diperoleh dengan proses gasifikasi batubara. Salah satu proses yang sederhana adalah modifikasi batubara menjadi suatu campuran batubara yang bersifat cair yaitu coal water fuel dapat menggantikan minyak bakar yang merupakan salah satu produk minyak bumi. Maka dari itu peningkatan peran batubara dilakukan dengan cara upgrading yang memakai batubara peringkat rendah yang kemudian akan menghasilkan coal water fuel.
I-1 I.2 Tujuan penulisan Adapun tujuan dari penulisan ini adalah mendeskripsikan pembuatan coal water fuel dengan batubara peringkat rendah melalui proses upgrading. I.3 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penulisan ini adalah Analisa tahapan- tahapan upgrading batubara peringkat. Analisa karakteristik sampel bahan bakar coal water fuel (CWF) melalui proses upgrading batubara dimana pada proses upgrading dilakukan variasi pengujian pada rasio campuran minyak kerosen dan aspal dengan batubara, dan variasi pengujian padatemperatur. I.4 Metode penulisan Pada penulisan ini, penulis hanya menggunakan literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah ini, baik berupa buku-buku maupun majalah- majalah yang menunjang tanpa dilakukan pengamatan dan penelitian secara langsung di lapangan.
II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Definisi dan Struktur Kimia Batubara Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari pelapukan sisa-sisa tumbuhan yang telah terkonsolidasi dibawah tekanan dan temperatur tinggi dalam waktu jutaan tahun yang lalu (Hidayat, 1995). Perbedaan sifat batubara asal suatu lokasi dengan lokasi lainnya disebabkan adanya perbedaan sifat dan tipe material asal, kondisi dan tingkat perubahan sesuai dengan umur geologi dan lokasi geografi endapannya. Perbedaan macam material asal (seperti: kayu, lumut, kulit pohon, daun, bunga sisa algae dan sebagainya) menyebabkan terjadinya perbedaan komponen mineral organik batubara yang disebut maseral, komponen lainnya adalah mineral anorganik, air serta gas yang terperangkap selama proses koalifikasi (pembatubaraan). Peringkat batubara ditunjukkan dari urutan: gambut, lignit, subbituminus, bituminus, antrasit, sampai grafit. Perubahan peringkat ini biasanya diikuti oleh peningkatan kandungan karbon secara cepat dan merata, penurunan kandungan hidrogen, oksigen, zat terbang (volatile matter) pengurangan air bawaan (inherent moisture), naiknya nilai kalor, dan juga refleksi dari vitrinit. Klasifikasi peringkat batubara ini dapat ditentukan dengan analisa proksimat dan nilai kalor, analisa ultimat, serta analisa petrografi, berdasarkan standar ASTM (Amarican Standard Testing Material), atau B.S. (British Standard). Analisa proksimat merupakan analisa terhadap komponen-komponen yang terkandung di dalam batubara yang terdiri: kadar air, abu, zat tebang, dan karbon padat. Analisa ultimat merupakan analisa terhadap unsur-unsur kimia yang terkandung dalam batubara, seperti kadar karbon, hidrogen, belerang, nitrogen, dan oksigen. Analisa petrografi merupakan analisa maseral batubara, seperti: vitrinit, inertinit, leptinit/eksinit dan nilai refleksi. II-2
TABEL II.1 RANGES KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK BEBERAPA PERINGKAT BATUBARA
II.2. Pembatubaraan (Coalification) Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Proses pembentukan batubara secara umum ditunjukan pada (Gambar 2.1). Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,510m. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi di ubah menjadi gambut (Stach et al.,1982). Antrasit Bituminus Subbituminus Lignit Kadar air (%) 3 - 6 2 - 15 10 - 25 25 - 45 Zat terbang (%) 2 - 12 15 - 45 28 - 45 24 - 32 Karbon padat (%) 75 - 85 50 - 70 30 - 57 25 - 30 Abu (%) 4 - 15 4 - 15 3 - 10 3 - 15 Belerang (%) 0,5 - 2,5 0,5 - 6 0,3 - 1,5 0,3 - 2,5 Hidrogen (%) 1,5 - 3,5 4,5 - 6 5,5 - 6,5 6 - 7,5 Karbon (%) 75 - 85 65 - 80 55 - 70 35 - 45 Nitrogen (%) 0,5 - 1 0,5 - 2,5 0,8 - 1,5 0,6 - 1 Oksigen (%) 5,5 - 9 4,5 - 10 15 - 30 38 - 48 Nilai kalor (Btu/lb) 12000 - 13500 12000 - 14500 7500 - 10000 6000 - 7500 Densitas (g/mL) 1,35 - 1,7 1,28 - 1,35 1,35 - 1,4 1,4 - 1,45 II-2
GAMBAR 2.1 PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA (MODIKASI ESTERLE. 2004) Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach et al., 1982). Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan persentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927., dalam Blaine, 2001). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub-bituminous, bituminous, semi-antrasit, antrasit, hingga meta-antrasit.
II.3. Manfaat Penggunaan Coal Water Mixture (CWM) Batubara sebagai salah satu sumber energi, tersedia dalam jumlah yang cukup besar, yang sampai saat ini pemanfaatannya di Indonesia masih terbatas pada pembakaran langsung di pusatpusat pembangkit tenaga listrik, industri, dan lainnya. Pemanfaatan batubara tidak terlepas dari beberapa permasalahan, terutama lingkungan hidup, namun kelemahan dalam pemanfaatan ini telah dapat dijawab dengan teknologi batubara bersih (clean coal) yang terus disempurnakan dan dikembangkan. Sebagai alternatif minyak dan gas bumi untuk bahan bakar dan bahan baku industri dan transportasi, secara garis besar batubara dapat diubah menjadi gas, liquor, II-3
minyak ringan, tar dan kokas. Bahan-bahan tersebut dihasilkan melalui proses-proses karbonisasi, pirolisa, pencairan, gasifikasi dan pencampuran dengan liquid. Saat ini telah dikembangkan teknologi proses batubara cair sebagai bahan bakar yang hampir setara dengan output minyak bumi, salah satunya adalah coal water mixture (CWM). Coal water mixture (CWM) adalah bahan bakar campuran antara batubara dan air yang dengan bantuan zat aditif membentuk suspensi kental homogen dan stabil selama penyimpanan, pengangkutan dan pembakaran. Keuntungan penggunaan batubara dalam bentuk coal water mixture (CWM) antara lain: 1. Sifat alirnya yang tergolong bersifat cairan (liquid), sama dengan sifat alir bahan bakar minyak (BBM). 2. Dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar cair menggantikan heavy fuel oil (HFO) sebagai bahan bakar. 3. Penanganannya sama dengan penanganan heavy fuel oil (HFO). 4. Batubara dalam bentuk suspensi dapat ditangani secara lebih bersih hingga menunjang program bersih lingkungan dan terhindar dari kemungkinan terjadinya pembakaran spontan, peledakan, dan masalah debu yang biasa ditimbulkan batubara dalam bentuk serbuk. Sifat permukaan batubara yang hidrofilik memegang peranan penting dan dapat mempengaruhi kestabilan coal water mixture (CWM), karena sifat ini berkaitan dengan kemampuan membasahi (wetting ability) permukaan butiran batubara. Batubara peringkat rendah Indonesia yang hidrofilik yaitu sifat menyukai air sehingga air yang diperlukan untuk membuat coal water mixture (CWM) lebih besar. Dengan tingginya kadar air dalam coal water mixture (CWM), maka viskositas akan rendah sehingga kestabilan menurun. Selain itu konsentrasi batubara yang akan rendah, sehingga nilai kalor menjadi rendah pula. Untuk mengatasi hal tersebut maka, batubara peringkat rendah perlu mengalami proses upgrading terlebih dahulu, proses yang dilakukan yaitu upgraded brown coal (UBC). Dalam proses upgraded brown coal (UBC), batubara dicampur dengan minyak kerosen dan aspal kemudian dipanaskan pada tekanan dan temperatur yang relatif rendah. Dengan minyak II-4
kerosen dan aspal tersebut, maka pori-pori batubara yang terbuka akan diisi oleh kerosen dan aspal dan menutup permukaan batubara sehingga air yang telah keluar tidak akan terserap kembali. Aspal merupakan suatu senyawa organik yang beberapa sifat kimianya mempunyai kesamaan dengan batubara. Dengan kesamaan sifat kimia tersebut, aspal yang masuk ke dalam pori-pori batubara akan kering kemudian bersatu dengan batubara. Lapisan minyak ini cukup kuat dan dapat menempel pada waktu yang cukup lama sehingga batubara dapat disimpan di tempat terbuka untuk jangka waktu cukup lama. Dalam studi eksperimen ini mendapatkan karakteristik sampel bahan bakar coal water mixture (CWM) dari batubara peringkat rendah yang di upgrading yang nantinya akan dilakukan pengujian di laboratorium dan diharapkan kedepannya sebagai subtitusi terhadap heavy fuel oil (HFO). Untuk mendapatkan karakteristik bahan bakar coal water mixture (CWM) yang baik terutama nilai kalorinya, studi eksperimen ini meneliti rasio campuran minyak kerosen dan aspal dengan batubara dan temperatur pada proses upgrading dan dilakukan variasi pengujian pada proses tersebut. Pada akhirnya akan dilakukan analisa terhadap karakteristik bahan bakar coal water mixture (CWM) yaitu densitas, viskositas kinematik, residu karbon, air, dan nilai kalori.
II.4 Teknologi Proses Upgraded Brown Coal (UBC) Air yang terkandung dalam batubara terdiri dari air bebas (free moisture) dan air bawaan (inherent moisture). Air bebas adalah air yang terikat secara mekanik dengan batubara pada permukaan dalam rekahan atau kapiler yang mempunyai tekanan uap normal. Sedangkan air bawaan adalah air yang terikat secara fisik pada struktur pori-pori bagian dalam batubara dan mempunyai tekanan uap yang lebih rendah daripada tekanan uap normal. Kandungan air dalam batubara baik air bebas dan air bawaan merupakan faktor yang merugikan karena memberikan pengaruh yang negatif terhadap biaya transportasi dan proses pembakarannya. Penurunan kadar air dalam batubara dapat dilakukan dengan cara mekanik atau perlakuan panas. Air bebas dapat II-5
dikurangi secara efektif dengan cara mekanik, sedangkan penurunan air bawaan harus dilakukan dengan cara pemanasan. Proses pemanasan batubara sampai temperatur tertentu menyebabkan terjadinya perubahan komposisi struktur batubara. Dengan memanaskan batubara, terjadi perubahan kimia karena menguapnya air bawaan, dekomposisi gugus karboksil, penyusutan gas- gas hidrogen dan oksigen kompleks serta aromatisasi. Komposisi dan sifat produk akhir akan bervariasi tergantung pada temperatur pemanasan. Selama proses pemanasan akan terjadi reaksi kimia yang menghasilkan produk gas atau cairan yang banyak berhubungan dengan sistem pori-pori batubara (Samsudin, 1996). Kehilangan sejumlah massa bahan-bahan penyusun batubara melalui pori-pori, menyebabkan terjadi kekosongan pori- pori tersebut. Oleh sebab itu sifat fisik yang memegang peranan penting pada proses pemanasan adalah porositas. Porositas batubara tersebut menyangkut sistem pori-pori yang dimiliki. Porositas batubara dapat menyebabkan terjadinya difusi keluar uap air, metana dan zat lain yang mudah menguap dari batubara selama terjadi pemanasan. Dalam proses upgraded brown coal (UBC), batubara dicampur dengan minyak kerosen dan aspal kemudian dipanaskan pada tekanan dan temperatur yang relatif rendah. Dengan minyak kerosen dan aspal tersebut, maka pori-pori batubara yang terbuka akan diisi dan menutup permukaan batubara sehingga air yang telah keluar tidak akan terserap kembali.
GAMBAR 2.2 DASAR UPGRADING BATUBARA PERINGKAT RENDAH II-6
GAMBAR 2.3 DIAGRAM BLOK UPGRADING BATUBARA Proses ini, adaptasi dari teknik penguapan slurry dari proses pencairan batubara, terdiri dari 2 tahap: Penguapan slurry. Solid-liquid separation. Selama tahap penguapan slurry, setelah serbuk batubara peringkat rendah di campur dengan light petroleum oil (seperti kerosen), kemudian dicampur dengan heavy oil (seperti aspal), dan dipanaskan pada evaporator jenis shell and tube, kandungan air akan menguap. Uap akan dialirkan menuju sisi shell dari evaporator, dan ditekan dengan kompresor, untuk digunakan sebagai sumber panas. Pada tahap solid-liquid separation, setelah minyak dipisahkan dari slurry yang telah diuapkan menggunakan decanter, masih terdapat sisa- sisa minyak pada pori-pori batubara yang telah di upgrading maka di keringkan menggunakan tubular steam dryer.
II.5. Teknologi Proses Coal Water Mixture (CWM) Coal water mixture (CWM) atau disebut juga Coal Water Fuel (CWF) adalah bahan bakar campuran yang berisi batubara sekitar 60 - 70%, air sekitar 30 - 40% dan sejumlah kecil zat aditif membentuk suspensi kental homogen II-7
dan stabil selama penyimpanan, pengangkutan, dan pembakaran (Datin, 2009). Coal water mixture (CWM) menarik sebagai alternatif bahan bakar minyak bumi karena biaya rendah dan kesamaan dengan minyak sehubungan dengan kemudahan dalam pengangkutan dan penanganan, dan telah mendapat perhatian di seluruh dunia. Teknologi pembuatan coal water mixture (CWM) sebenarnya cukup sederhana, yaitu dengan mencampurkan batubara dan air dalam perbandingan tertentu. Dengan adanya pengungkungan/penjebakan batubara di dalam air, maka coal water mixture (CWM) mempunyai sifat yang sama dengan heavy fuel oil (HFO) sehingga bisa dialirkan atau dipompa untuk transportasi maupun pembakaran. Sebagai bahan bakar, ada beberapa karakteristik coal water mixture (CWM) yang perlu diperhatikan, yaitu: Stabil selama penyimpanan, pengangkutan, dan pembakaran. Mempunyai konsentrasi batubara yang tinggi. Mudah dialirkan melalui pipa baik saat pengangkutan maupun saat pembakaan. Mudah dibakar dengan temperatur nyala yang tinggi.
GAMBAR 2.4 SKEMA KARAKTERISTIK COAL WATER MIXTURE (CWM)/AQUABAT Coal water mixture (CWM) merupakan campuran batubara dan air, karena itu sifat permukaan batubara terhadap air mempunyai pengaruh yang besar. Sifat II-8
permukaan yang hidrofilik memegang peranan penting dan dapat mempengaruhi kestabilan coal water mixture (CWM), karena sifat ini berkaitan dengan kemampuan membasahi (wetting ability) permukaan butiran batubara (Hashimoto, 1999). Ukuran partikel batubara juga sangat berpengaruh terhadap kestabilan coal water mixture (CWM). Makin besar ukuran partikel batubara, makin besar pula ukuran pengendapan batubara dalam air (Hukum Stokes). Secara teoritis, coal water mixture (CWM) dengan ukuran partikel bimodal akan mempunyai kandungan batubara yang lebih besar dibandingkan dengan monomodal (Thambimuthu, 1994). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, ukuran partikel batubara optimum adalah 80% lolos saringan 200 mesh dan 20% di antaranya tidak lebih besar dari 120 mesh (Umar et al, 2001). Dengan adanya perbedaan berat jenis antara batubara dan air, maka terdapat kecenderungan batubara untuk memisah hingga terbentuk endapan batubara. Untuk mencegah hal itu, maka perlu ditambah bahan aditif agar batubara tersebut tetap terdispersi dengan baik membentuk suspensi yang homogen dan stabil.
GAMBAR 2.5 DIAGRAM BLOK COAL WATER MIXTURE (CWM) Proses ini terdiri dari 4 tahap: Pencampuran slurry batubara dan air. Proses deashing. Proses dehydrator. Pencampuran slurry batubara, air, dan aditif. Pada tahap pencampuran slurry, batubara dan air dicampur dalam perbandingan tertentu, kemudian dilakukan deashing dimana abu dalam batubara dipisahkan, kemudian dilakukan dehydrator dimana slurry batubara dan air mengalami dehidrasi sampai konsentrasi batubara mencapai sekitar 50 II-9
- 80% atau lebih tinggi. Tahap terakhir batubara dicampur dengan air dan aditif dalam perbandingan tertentu untuk menghasilkan coal water mixture (CWM).
TABEL II.2 CONTOH KARAKTERISTIK COAL WATER MIXTURE (CWM)
II.6. Pembuatan Coal Water Fuel (CWF) II.6.1. BAHAN BAKU CWF Sebagai bahan baku yang dipergunakan batubara yang mempunyai nilai kalor tinggi (kurang lebih 7.000 kcal/kg) sebagai kompensasi pemakaian air sehingga nilai kalor CWF yang diperoleh cukup tinggi pula. Bahan baku batubara jenis bitumen dengan nilai kalor tinggi dan kandungan air bawaan (inherent moisture) yang rendah disarankan sehingga kendala rendahnya nilai kalor CWF yang diperoleh dapat diatasi. Sebetulnya dapat pula dipergunakan sub bitumen ataupun lignit. Tetapi kedua jenis tersebut mempunyai kandungan air bawaan yang tinggi sehingga CWF yang dihasilkan akan mempunyai nilai kalor yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut harus dilakukan pengeringan pada suhu dan tekanan tinggi. Persyaratan bahan baku CWF adalah ; 1. Kadar abu yang rendah 2. Kandungan zat terbang lebih besar dari 20% 3. Angka HGI harus tinggi Konsentrasi batubara (wt%) 68 - 70 HHV (kcal/kg) 5000 - 5200 LHV (kcal/kg) 4600 - 4800 Viskositas (mPa-s) 1000 Densitas (-) 1,25 Kandungan debu (wt%) 6 Kandungan sulfur (wt%) 0,2 Grains of 200 mesh or less (%) 80 - 85 II-10
4. Fouling dan slagging indeks yang rendah 5. Kandungan belerang kurang dari 1 % Di samping tidak mencemari udara, kadar abu harus rendah untuk mengurangi ongkos modifikasi tungku pada pembuangan abu dasar (bottom ash). Kandungan zat terbang >20 % untuk mempermudah penyalaan. Didalam pembuatan CWF mempergunakan batubara halus (-75 mikron) maka diperlukan penggilingan. Oleh sebab itu angka HGI harus tinggi untuk mengurangi ongkos giling. Titik leleh abu harus tinggi untuk mengindarkan pengendapan abu yang mudah meleleh pada bagian dalam tungku (boiler). Terjadinya fouling dan slagging dapat menghentikan operasi, oleh sebab itu fouling dan slagging perlu dibersihkan untuk mengembalikan alih panas yang tinggi. Indeks fouling dan slaging dipengaruhi oleh kandungan alkali dan belerang dalam abu. Disamping itu kandungan belerang harus rendah untuk mencegah pencemaran lingkungan dan korosi bagian dalam boiler. II.6.2. ADITIF Aditif adalah bahan yang ditambahkan kedalam campuran CWF dan berfungsi untuk menambah kestabilannya, artinya butiran batubaranya tidak mengendap dalam waktu yang lama (2 bulan atau lebih). Adapula aditif yang berfungsi untuk mendispersikan butiran batubara tersebut. Penambahan aditif berkisar antara 0,1 sampai 1,5 tergantung macam aditifnya. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa aditif yang baik berupa surfactant (reagen pengaktif permukaan butir) yang dapat terdiri dari surfactant ionik (anionik atau kationik) dan surfactant non-ionik. Ada pula adiktif lain yang fungsinya untuk membuat campuran yang bersifat emulsi dan stabil. Karena jenis surfactant ini banyak variasinya,maka diperlukan penelitian khusus yang cocok untuk batubara yang sedang dipakai unuk bahan baku CWF. Persyaratan aditif yang baik ialah harus efektif, ikut terbakar dalam proses pembakaran dan murah.
II-11
II.6.3. PEMBUATAN CWF Teknologi pembuatan CWF termasuk sederhana terutama apabila memakai bahan baku batubara yang mempunyai nilai kalor tinggi (kurang lebih 7.000 kcal/kg). Batubara yangmempunyai kadar abu rendah (<10%) digerus menjadi 10 mm dan kemudian digiling dengan ballmill. Penggilingan dilakukan dengan konsentrasi padatan tinggi (kurang lebih 70% batubara). Hasil gilingan dilakukan pada suatu pemisah ukuran (size classifier) pada ukuran pemisah 75 mikron. Ukuran lebih besar 75 mikron diteruskan kealat pengurangan air (dewatering) apabila diperlukan. Ukuran partikel terbesar batubara tidak terpaku pada 75 mikron saja, dapat juga lebih besar atau halus tergantung dari jenis batubaranya. Besarnya konsentrasi campuran pada pengadukan (mixing) ditentukan pada waktu optimasi skala laboratorium sebelumnya. Untuk batubara dengan mutu tinggi, proses pembuatan CWF dapat lebih sederhana. Setelah penggilingan dapat langsung dilakukan pengadukan dimana pada tahap ini aditif ditambahkan. Pada batubara tingkatan rendah dengan kandungan air bawaan tinggi perlu dilakukan pengeringan lebih dahulu pada suhu tinggi. Pengadukan berlangsung hanya dalam waktu beberapa menit dengan putaran tinggi (>6000) dan menghasilkan kestabilan yang tinggi (> 2 bulan).
III-1
BAB III PEMBAHASAN III.1. Tahap Upgrading Batubara Berikut adalah karakteristik batubara yang akan di upgrading sebagai bahan baku pembuatan Coal Water Fuel (CWF).
TABEL III.1 KARAKTERISTIK BATUBARA
Pada tahap ini dilakukan upgrading batubara dengan melakukan variasi rasio campuran minyak kerosen dan aspal dengan batubara 0,75 ; 1 ; 1,25 dan variasi temperatur pada penguapan slurry 120C, 140C, 160C, 180C. Dimana luaran yang diharapkan adalah mendapatkan fine UBC yang optimal Analisa proksimat: Satuan ARB ADB DB Kadar air total %wt 29,8 - - Air bawaan %wt - 17,2 - Kandungan debu %wt 5,9 6,9 8,3 Zat terbang %wt 34,3 40,5 48,9 Karbon padat %wt 30 43,5 42,8 Belerang %wt 0,14 0,17 0,21 Nilai kalor (gross) kcal/kg 4385 5172 6246
Analisa ultimat:
Kadar air total %wt 29,8 - - Air bawaan %wt - 17,2 - Kandungan debu %wt 5,9 6,9 8,3 Karbon %wt 46,34 54,66 66,01 Hidrogen %wt 3,5 4,13 4,99 Nitrogen %wt 0,7 0,82 1 Belerang %wt 0,14 0,17 0,21 Oksigen %wt 13,66 16,12 19,46 III-2 sehingga meningkatkan peringkat batubara. Proses upgrading yang dilakukan adalah sebagai berikut: A. Persiapan Batubara Batubara peringkat rendah digerus dan discreening sampai ukuran 2,8 mm. B. Pencampuran Slurry Kerosen dicampur dengan aspal dimana persentase aspal 1% dari massa emperat dengan diputar 900 rpm sampai aspal benar-benar larut, kemudian campuran 2emperat dan aspal dicampur dengan batubara dengan variasi rasio yaitu 0,75 ; 1 ; 1,25 dan diputar 900 rpm selama 15 menit. C. Penguapan Slurry Slurry minyak 2 emperat dan aspal dengan batubara dipanaskan pada hot plate dengan variasi 2emperature yaitu 120C, 140C, 160C, 180C pada tekanan ruang dan diputar 900 rpm selama 60 menit. D. Solid-Liquid Separation Minyak kerosen dan aspal dengan batubara dipisahkan dengan disaring menggunakan kertas saringan. E. Pengeringan Batubara hasil upgrading dikeringkan dengan menggunakan hair dryer selama 120 menit untuk memastikan batubara benar-benar kering.
III.2. Tahap Pembuatan Bahan Bakar Coal Water Fuel (CWF) Pada tahap ini batubara yang telah di upgrading diteruskan ke proses selanjutnya untuk dijadikan bahan bakar coal water fuel (CWF). Pada proses ini batubara hasil upgrading di campur dengan air dan aditif. Dimana luaran yang diharapkan adalah mendapatkan bahan bakar batubara coal water fuel (CWF) yang memiliki karakteristik yang baik terutama nilai kalorinya, dan memungkinkan digunakan sebagai subtitusi heavy fuel oil (HFO) kedepannya. Proses coal water fuel (CWF) yang dilakukan adalah sebagai berikut:
III-3 A. Persiapan Batubara Batubara hasil upgrading digerus dan discreening sampai ukuran 45 m. B. Pencampuran Slurry Batubara dicampur dengan air aquades dengan perbandingan batubara dan air aquades 40:60, kemudian dicampur dengan Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai dispersan dengan persentase 0,07% dan Carboxy Methyl Cellolose (CMC) sebagai stabilisator dengan persentase 0,01%, kemudian diputar 1200 rpm pada temperatur 75C dan tekanan ruang selama 30 menit.
IV-1 BAB IV KESIMPULAN IV.1. Kesimpulan Dari hasil uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penambahan zat adiktif pada coal water fuel (CWF) berguna agar butiran batubara tidak mengendap dalam waktu yang lama. 2. Batubara yang digunakan untuk proses pembuatan coal water fuel (CWF) harus memiliki kadar abu rendah, kandungan volatile matter > 20%, kandungan sulfur < 1% dan memiliki angka HGI yang tinggi. 3. Tahapan preparasi batubara meliputi crushing dan screening hingga mencapai ukuran < 2,8mm. 4. Rasio pencampuran air dan batubara akan menentukan densitas dari coal water fuel (CWF) 5. Output pembakaran coal water fuel (CWF) hamper setara dengan minyak bumi. IV.2. Saran 1. Pemerintah harus lebih mengiatkan program batubara CWF dengan efektif dan efisien. 2. Bagi para perusahaan pertambangan terutama pertambangan batubara agar tidak hanya menjual tetapi melakukan proses upgrading pada batubara low rank sehingga dapat dimanfaatkan terutama untuk program pembuatan CWF>
DAFTAR PUSTAKA Miller, Bruce G. 2005. Coal Energy Systems. Elsevier Academic Press.
Umar, D. F. 2010. Pengaruh Proses Upgrading Terhadap Kualitas Batubara Bunyu, Kalimantan Timur. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara.
Umar, D. F. 2010. Penerapan Teknologi Coal Water Fuel (CWF) Pada Industri Pengguna Boiler. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara.
Umar, D. F, Usui, H, Daulay, B. 2006. Change of Combustion Characteristics of Indonesian Low Rank Coal Due to Upgraded Brown Coal Process. Elsevier.
Speight, James G. Handbook of Coal Analysis. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Tsai S. C. 1982. Fundamental of Coal Beneficiation and Utilization. Coal Science and Technology 2, Elsevier Publishing Company.