You are on page 1of 32

5

BAB II
KERANGKA TEORI POLA ASUH ORANG TUA


A. PENGERTIAN POLA ASUH ORANG TUA
1. Pengertian Orang Tua
Yang dimaksud orang tua adalah pendidik atas dasar hubungan
darah.
1
Fungsi dan peran orang adalah sebagai pelindung setiap anggota
keluarga, orang tua merupakan kepala keluarga. Keluarga adalah sebagai
persekutuan hidup terkecil dari masyarakat negara yang luas. Pangkal
ketentraman dan kedamaian hidup terletak dalam keluarga mengingat
pentingnya hidup keluarga itu maka Islam memandang keluarga bukan
hanya sebagai persekutuan hidup terkecil saja, tetapi lebih dari itu yakni
sebagai lembaga hidup manusia yang dapat memberi kemungkinan celaka
dan bahagianya anggota-anggota keluarga tersebut dunia dan akherat.
2

Jadi dapat penulis simpulkan bahwa orang tua adalah orang yang
usianya lebih tua dan mampu memberikan perlindungan serta bimbingan.
Orang tua mempunyai fungsi pendidik karena seorang anak pertama kali
memperoleh pengetahuan dari orang tuanya terutama ibu, ayah serta
anggota lainnya. Dengan demikian kepribadian seseorang terbentuk
sebagai hasil perpaduan antara warisan sifat-sifat, bakat orang tua dan
lingkungan di mana ia berada berkembang. Lingkungan pertama yang
mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam adalah keluarga sendiri.

2. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh merupakan pola sikap mendidik dan memberikan
pelakuan terhadap anak.
3
Yulia Singgih D. Gunarso mengemukakan

1
Soegarda Poerbakawatja, Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung,
1982), hlm. 263
2
Arifin, Hubungan Timbal Balik Hubungan Agama Pendidikan Agama di Lingkungan
Sekolah dan Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), hlm 79
3
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung : Remaja Rosda
Karya: 2000), hlm 48
6
bahwa Pola Asuh tidak lain merupakan metode atau cara yang dipilih
pendidik dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi bagaimana
pendidik memperlakukan anak didiknya.
4
Jadi yang dimaksud pendidik
adalah orang tua terutama ayah dan ibu.
Sedangkan secara etimologi pendidikan oleh Jhon Dewey diartikan
sebagai berikut Etymologically the word education means just a process
of leading or bringing up, wen have th out come of the process in mind we
speak of education as shopping, forming, molding, activity.
5

Secara etimologi kata pendidikan maksudnya adalah suatu proses
memimpin atau mengasuh, jika kita renungkan inti proses itu maka kita
akan berbicara tentang pentingnya pendidikan itu sebagai pembentuk
perbuatan, pembinaan dan mengarahkan aktivitas.
Menurut Chabib Thoha Pola Asuh orang tua adalah merupakan
suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak
sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak.
6
Menurut
Kohn (1971) yang dikutib oleh Chabib Thoha; mengemukakan pola asuh
merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap
ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua
memberikan pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan
hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua
memberikan perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak. Dengan
demikian yang dimaksud dengan Pola Asuh Orang Tua adalah bagaimana
cara mendidik anak baik secara langsung maupun tidakl langsung.
7

Cara mendidik secara langsung bentuk-bentuk asuhan orang tua
yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan, ketrampilan
yang dilakukan secara sengaja baik berupa perintah, larangan, hukuman,
penciptaan situasi, pemberian hadiah sebagai alat pendidikan. Dalam

4
Yulia Singgih D. Gunarso, Azas psikologi Keluarga Idaman, (Jakarta; BPR Gunung
Mulia : 2000), hlm 44
5
Jhon Dewey, Demokrasi and Education, The Macmilan Companya, (New York : 1964).
6
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996),
hlm 109
7
Ibid, hlm 110
7
situasi seperti ini yang diharapkan muncul dari anak adalah efek
intruksional yakni respon-respon anak terhadap pendidikan itu.
Pendidikan secara tidak langsung adalah berupa contoh kehidupan sehari-
hari baik tutur kata sampai kepada adat kebiasaan pola hidup, hubungan
antara orang tua dan keluarga, masyarakat, hubungan suami istri, semua
ini secara tidak sengaja membentuk situasi dimana anak selalu bercermin
terhadap kehidupan sehari-hari dari orang tuanya.
8

Dalam pembentukan Akhlak anak, peranan orang tua sangatlah
besar, oleh karena itu sikap dan tingkah laku orang tua dapat mendukung
agar tujuan tercapai, sikap orang tua seharusnya menerima keberadaan
anak, sehingga anak merasa aman. Anak yang merasa dirinya aman dan
mencurahkan kesulitan yang dihadapinya, karena merasa bahwa orang
tuanya akan membantu memecahkan masalah yang dihadapi anak
tersebut. Dengan demikian anak akan berani menghadapi masalah bukan
menghindari.
Dari pendapat-pendapat di atas, penulis memberikan batasan
tentang pengertian Pola Asuh Orang Tua yaitu suatu cara/model
bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuknya manusia yang
berkepribadian yang dilandasi dengan kesadaran yang berlangsung dalam
lingkungan yang ditetapkan orang tua.

3. Fungsi dan Peran Orang Tua
Dalam keluarga orang tua merupakan orang tua pertama yang
bertanggung jawab terhadap proses hubungan dalam keluarga, antara lain
sebagai tauladan bagi anak, mengarahkan tata cara bergaul dan pendidikan
bagi anak-anaknya.
9
Dan untuk melaksanakan semua itu orang tua harus
memerankan fungsi sebagai pelindung, pemelihara dan juga sebagai
pendidik.

8
Ibid, hlm 111
9
Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Jogyakarta : Aditya Media,
1999), hlm 90
8
Fungsi ini terwujud secara langsung diberikan oleh Allah sendiri
sebagai hal yang tergambar dalam firmannya sebagai berikut:

( : )

Hai orang-orang yang beriman pelihara dirimu dan keluargamu dari siksa
api neraka (Q.S At-Tahrim : 6).
10


Dari kewajiban yang dipikulkan oleh ayat tersebut atas pundak orang tua
dapat dibedakan dua macam tugas yaitu :
a. Orang tua berfungsi sebagai pendidik anak.
Melatih anak suatu hal yang sangat penting sekali karena anak
sebagai amanat orang tuanya. Hati anak suci bagaikan mutiara
cemerlang bersih dari segala ukiran serta gambaran ia dapat mampu
menerima segala yang diukirkan atasnya dan condong kepada segala
yang dicondongkan kepadanya. Maka bila ia dibiasakan kearah
kebaikan dan diajarkan kebaikan jadialah ia baik dan berbahagia dunia
akhirat, tetapi bila dibiasakan jelek dan dibiarkan tanpa adanya
pengawasan maka celaka dan rusaklah ia. Untuk itu wajiblah orang
tua menjaga anak dari perbuatan dosa dari mendidik dan mengajar
berakhlak bagus, menjaga dari teman-temannya yang jahat dan tak
boleh membiarkan anak dengan bernikmat-nikmat.
11

Ayah dan ibu merupakan dwi tunggal yang bersama-sama
dalam keluarga yang dijalin dengan kerjasama dan saling pengertian
dan sebaik-bainya, agar timbul keserasian dalam menunaikan tugas
tersebut baik yang bersifat paedagogis atau psikologis dalam
pembentukan watak/sikap seorang anak.
12





10
Soenaryo, Al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang : Toha Putra, 1997), hlm 90

11
Arifin, Op.cit, hlm 80

12
Ibid, hlm 88
9
b. Orang tua berfungsi sebagai pelindung dan pemelihara keluarga
Disamping orang tua memiliki kekuasaan pendidikan, juga
mempunyai tugas melindungi keluarga yakni orang tua harus
memelihara keselamatan kehidupan keluarganya baik moril maupn
materiilnya. Setiap orang tua mempunyai tanggung jawab dan anak
merupakan amanat yang harus dijaga dan dipelihara, karena dihadapan
Allah akan dimintai pertanggung jawaban atas amanat itu
sebagaimana sabda rasulullah SAW :

13


Semua kamu adalah pemimpin dan semua kamu akan dimintai
pertanggung jawaban atas yang kamu pimpin

Dilihat dari hubungan dan tanggung jawab orang tua terhadap
anak, maka tanggung jawab pendidikan itu pada dasarnya tidak bisa
dipikulkan kepada orang lain sebab guru dan pemimpin umat umumnya
dalam memikul tanggung jawab pendidikan hanyalah keikutsertaan.
Dengan kata lain yang karena satu dengan yang lain tidak mungkin
melaksanakan pendidikan anaknya secara sempurna.
Orang tua bertanggung jawab dalam kelangsungan keluarga.
Salah satu tugas utama orang tua mendidik keturunnanya, dengan kata lain
dalam relasi antara anak dan orang tua itu secara kodrati tercakup unsur-
unsur pendidikan guna membangun kepribadian anak dan
mendewasakannya
14
.
Yulia Singgih D. Gunarsa mengemukakan bahwa orang tua
memiliki peranan penting dalam perkembangan anak, peranan tersebut
diantaranya :

13
Shohih Bukhori, Juz III, (Semarang : Maktabatul Munawaroh), hlm. 257

14
Kartini Kartono, Tinjauan Holistik Mengenai Tujuan Nasional, (Jakarta : PT. Pranya
Paramita, 1997), hlm 59
10
1) Sebagai orang tua (mereka membesarkan, merawat, memelihara dan
memberikan kesempatan berkembang).
2) Sebagai guru (mengajarkan ketangkasan motorik, keterampilan
melalui latihan-latihan mengajarkan peraturan-peraturan, tata cara
keluarga, tata lingkungan, masyarakat, menanamkan pedoman hidup
bermasyarakat).
3) Sebagai tokoh teladan, orang tua menjadi tokoh yang ditiru pola
tingkah lakunya, cara berekspresi, cara berbicara dan sebagainya.
4) Sebagai pengawas, orang tua memperhatikan, mengamati tingkah laku
anak, mereka mengawasi anak agar tidak melanggar peraturan
dirumah diluar lingkungan keluarga (tidak jangan stop).
15

Kartini Kartono mengemukakan bahwa tugas orang tua ialah
mendidik keturunannya. Dengan kata lain, dalam relasi dalam anak
dengan orang tua secara kodrati tercakup unsur pendidikan untuk
membangun kepribadian anak dan mendewasakannya. Ditambah dengan
adanya kemungkinan untuk dapat dididik pada diri anak, maka orang tua
menjadi agen pertama dan terutama yang mampu dan berhak menolong
keturunanny, serta mendidik anak-anaknya.
16


Pernyataan ini sesuai dengan sabda Nabi, sebagai berikut:


17
( )
Sesungguhnya Nabi SAW bersabda tidaklah anak yang baru lahir adalah
fitrah (suci), kecuali bapaknya yang menjadikan anaknya yahudi nasrani
atau majusi.


15
Yulia Singgih D. Gunarsa, Op cit hlm 45

16
Kartini Kartono, Quo Vadis Tujuan PEndidikan, (Bandung : Mandar Maju, 1991), hlm
63

17
Shohih Muslim, Juz 2, (Bandung : Dahlan), hlm. 458
11
Hadits ini mengemukakan bahwa pendidikan agama islam itu
merupakan tanggung jawab orang tua dan bersifat keharusan, dan
pengertian fitrah adalah sikap tauhid kepada Allah SWT, yakni untuk
beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu orang tua memiliki tanggung
jawab atas fitrah tersebut, berbagai macam asuhan (cara mendidik) yang
dilaksanakan orang tua tidaklah satu dengan dengan yang lainnya sebab
sesuai dengan prinsip mereka masing-masing.

4. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh adalah sikap atau cara orang tua mendidik dan
mempengaruhi anak dalam mencapai suatu tujuan yang ditujukan oleh
sikap perubahan tingkah laku pada anak, cara pendidikan dalam keluarga
yang berjalan dengan baik akan menumbuhkan perkembangan
kepribadian anak menjadi pribadi yang kuat dan memiliki sikap positif
jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal.
Dengan kata lain bahwa anak-anak itu merupakan tanggung jawab
orang tua, karena itu ayah dan ibu memberikan bekal dan memberikan
perhatian yang cukup kepada anaknya itu sejak dari masa mengandung
hingga sampai kepada masa dapat dilepaskan terjun dalam gelombang
masyarakat.
18

Cara mendidik anak menurut Syamsu Yusuf LN. terdapat tiga pola
asuh (gaya perlakuan) orang tua yaitu:
1. Authoritarian : (sikap aceptance , suka menghukum, memaksa,
kaku/keras dan bersikap menolak)
2. Authoritative : (sikap aceptance dan controlnya tinggi, responsif
terhadap kebutuhan anak, mendorong serta
memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan
yang baik dan buruk)

18
Muhammad RifaI, Pembina Pribadi Muslim, ( Semarang : CV. Wicaksana, 1993), Cet
1, hlm 188
12
3. Permisive : (sikap aceptance nya tinggi, kontrolnya rendah
memberi kebebasan anak untuk menyatakan
dorongan atau keinginannya.
19


Chabib Thoha mengemukakan ada tiga pola asuh orang tua yaitu:
demokratis, otoriter, dan permissive.
20

a. Demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang
tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak
selalu tergantung kepada orang tua. Orang tua sedikit memberi
kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya,
anak didengar pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama
yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi
kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga
sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri
sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi
dalam mengatur hidupnya.
21

Jadi dapat disimpulkan, bahwa pola asuh demokratis adalah
pola pendidikan, dimana anak diberi kebebasan dan kesempatan luas
dalam mendiskusikan segala permasalahannya dengan orang tua, dan
orang tua mendengarkan, memberi tanggapan, pandangan serta
menghargai pendapat anak, keputusan dari orang tua selalu
dipertimbangkan dengan anak-anaknya. Namun orang tua tetap
menentukan dalam segala pengambilaln keputusan.
Jadi ciri-ciri pola asuh demokratis menurut Chabib Thoha
antara lain mendorong anak untuk menyatakan pendapatnya, anak
diberi kebebasan untuk menentukan apa yang terbaik buat dirinya
tetapi masih ada kontrol dari pihak orang tua, hubungan antar keluarga
harmonis. Sedangkan kondisi pola asuh demikian menyebabkan anak

19
Syamsu Yusuf, Op. Cit. hlm. 51
20
Chabib Thoha, Op.Cit, hlm. 111
21
Ibid, hlm. 111
13
memiliki sikap sahabat, percaya diri, sopan, berani berpendapat,
sedang menurut Yulia Singgih dan Syamsu Yusuf antara lain :
1. Kebebasan anak tidak mutlak
2. Menghargai dengan penuh pengertian
3. Keterangan yang rasional terhadap yang boleh dan tidak boleh
dilakukan
22

4. Bersikap responsif terhadap kebutuhan anak
5. Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan
6. selalu menggunakan cara musyawarah dan kesepakatan
7. Hubungan antar keluarga sangat harmonis dan akrab.
8. Orang tua selalu memberikan kesempatan kepada anak untuk
berkreatifitas
23


Dan kondisi pola asuh demikian menyebabkan anak memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersikap bersahabat
b. Memiliki percaya diri
c. Mampu mengendalikan (self control)
d. Sikap sopan
e. Mau bekerjasama
f. Memiliki rasa ingin tahunya tinggi
g. Mempunyai tujuan atau arah yang jelas
h. Berorientasi terhadap prestasi
i. Berani berpendapat
24


Dari apa yang telah diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pola asuh demokratis itu ditandai oleh adanya dorongan dari
orang tua untuk anaknya memberi pengertian, dan diskusi. Biasanya
menempatkan anak pada posisi yang sama pada mereka, anak

22
Yulia Singgih D. Gunarsa, Op. Cit, hlm 46
23
Syamsu Yusuf. Op. Cit, hlm 52
24
Ibid, hlm 53
14
diberikan kesempatan untuk memberikan saran atau usul-usul yang
berhubungan dengan masalah anak dengan demikian akan tumbuh
rasa tanggung jawab pada anak dan akan memupuk kepercayaan diri
anak.

b. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan
aturan-aturan yang ketat seringkali memaksa anak untuk berperilaku
seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama
dirinya sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan
bertukar pikiran dengan orang tua. Orang tua menganggap bahwa
semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimbangkan
dengan anak.
25
Sedangkan menurut Yulia Singgih D. Gunarsa Pola
Asuh Otoriter adalah orang tua menentukan aturan dan batasan
mutlak yang harus ditaati anak, apabila dilanggar anak dihukum.
26

Pola asuh otoriter merupakan sikap orang tua yang keras,
biasanya memberikan batasan yang jelas antara tingkah laku yang
diperbolehkan dengan tingkah laku yang dilarang. Namun dalam
mempertahankannya mereka sering mengabaikan kehangatan dan
moral memberikan dukungan serta semangat diperlukan oleh seorang
anak.
27

Pola asuh otoriter adalah suatu sikap mau menang sendiri,
main bentak, main pukul, anak serba salah, orang tua serba benar.
Dengan kata lain orang tua menerapkan pola asuh otoriter membatasi
anak, berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal) mendesak
anak untuk bertanya mengapa ia harus melakukan hal-hal tersebut
mekispun sesungguhnya tidak ingin melakukan sesuatu kegiatan yang

25
Chabib Thoha, Op. Cit, hlm 111
26
Yulia Singgih D. Gunarsa, Op.Cit, hlm 46
27
Alex Sobur, Butir-butir Mutiara Rumah Tangga, (Kumpulan Tulisan Mengenai
Pendidikan Anak Cit. 2) (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 57
15
diperintah oleh orang tuanya, ia harus tetap melakukan kegiatan
tersebut disisi lain ia tidak ingin melakukannya.
Disisi lain orang tua melarang anaknya melakukan sesuatu
kegiatan meskipun kegiatan tersebut mungkin sangat disenangi atau
diinginkan oleh sang anak, maka anak harus tetap rela untuk tidak
melakukannya.
Ciri-ciri pola asuh otoriter sebagai berikut :
1. Sikap Aceptance rendah namun kontrolnya tinggi
2. Suka menghukum secara fisik
3. bersikap mengomando (mengharuskan anak untuk melakukan
sesuatu tanpa kompromi).
4. Bersikap kaku (keras)
5. Cenderung emosional dan bersikap menolak
6. Harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh
membantah

Akibat dari pola asuh yang otoriter anak akan cenderung
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mudah tersinggung
b. Penakut
c. Pemurung tidak bahagia
d. Mudah terpengaruh dan mudah stres
e. Tidak mempunyai arah masa depan yang jelas
f. Tidak bersahabat
g. Gagap (stuttering) serta rendah diri
29


Sedangkan menurut Monty P. Satria Darma mengemukakan
akan dampak dari perlakuan orang tua yang selalu menyakiti
(memberi hukuman) adalah rasa sakit, secara fisik rasa sakit dapat
langsung hanya sesaat saja akan tetapi secara psikologi rasa sakit

29
Syamsu Yusuf, Op. Cit., hlm 51
16
secara fisik tidak seberapa itu bisa dirasakan berkepanjangan dan
menahun, atau biasa dikenal dengan istilah trauma. Contoh jika
seorang anak dipukul orang tuanya pada saat tertentu, ia cenderung
akan mengingat terus peristiwa tersebut sebagai peristiwa yang
menyakitkan didalam hidupnya. Inilah yang disebut trauma.
30

Dari apa yang diuraikan diatas dapat penulis simpulkan bahwa
dengan cara otoriter ditambah dengan sikap keras, menghukum,
mengancam anak menjadikan anak patuh dihadapan orang tua, tetapi
dibelakangnya ia memperlihatkan reaksi-reaksi, misalnya menentang
atau melawan, bisa ditampilkan dalam bentuk tingkah laku yang
melanggar norma-norma dan menimbulkan persoalan dan kesulitan
baik pada dirinya, lingkungan rumah, sekolah maupun pergaulannya.

c. Pola Asuh Permissive
Pola asuh permissive ditandai dengan orang tua mendidik anak
secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa (muda), ia diberi
kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang
dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak
memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya, semua yang
telah dilakukan anak adalah benar dan tidak perlu mendapatkan
teguran, arahan (bimbingan).
31
Kekurangan-kekurangan dalam pola
asuh ini antara lain :
- Anak cenderung melakukan segala sesuatunya semua gue
- Tidak atau kurang memperhatikan akibat dari perbuatannya baik
bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
- Orang tua hampir tidak pernah campur tangan baik dalam memilih
tempat sekolah mengatur waktu ibadah teman bergaul dan
sebagainya.

30
Monty P. Satria Darma, Persepsi Orang Tua Membentuk Perilaku Anak (Dampak
Pigmalion didalam Keluarga), (Jakarta : Pustaka Populer, 2001), hlm 74
31
Chabib Thoha, Op.Cit., hlm 112
17
Pola asuh permissive menurut Yulia Singgih adalah : anak
mencari sendiri batasan perilaku baik dan yang tidak baik tanpa
dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap
perilaku anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitasi serta
kurang berkomunikasi dengan anak.
32

Pola asuh ditandai dengan cara orang tua mendidik anak secara
bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa/muda, ia diberi
kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang
dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak
memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya. Semua apa
yang telah dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapat
teguran, aturan atau bimbingan.
33

Syamsu Yusuf mengemukakan bahwa pola asuh permissive
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Sikap Acceptance nya tinggi namun kontrolnya rendah.
2. Memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/
keinginannya
3. Anak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dianggap benar oleh
anak.
4. Hukuman tidak diberikan karena tidak ada aturan yang mengikat
5. Kurang membimbing.
6. Anak lebih berperan dari pada orang tua
7. kurang tegas dan kurang komunikasi.

Kondisi permissive ini cenderung mengakibatkan anak
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Bersikap impulsif dan ogresif
b. Suka bersikap memberontak
c. Kurang memiliki rasa percaya diri

32
Yulia Singgih, Op.Cit., hlm 46
33
Chabib Thoha, Op.Cit., hlm 112
18
d. Suka mendominasi
e. Tidak jelas arahnya
f. Prestasinya rendah
28


Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pola
asuh permissive merupakan pola asuh yang memperlakukan anak secara
bebas untuk berbuat apa saja yang dikehendakinya dan tanpa dituntut oleh
kewajiban dan tanggung jawab.
Dari uraian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa ada tiga bentuk
pola asuh yaitu pola asuh otoriter dan pola asuh permissive. Dan ternyata
pola asuh demokratis dinilai paling baik buat pendidikan anak
dibandingkan dengan pola asuh yang lain. Hal ini disebabkan pola asuh
demokratis dapat membentuk anak yang baik, memiliki hubungan sosial
yang baik, cenderung mempengaruhi anak menjadi dewasa dalam
bersikap serta membentuk akhlak anak.
Dalam penulisan ini penulis menggunakan tiga macam pola asuh
sebagaimana yang dikemukakan oleh (Chabib Thoha, 1996) yakni pola
asuh demokratis, pola asuh otoriter dan pola asuh permissive. Pemilihan
ketiga jenis pola asuh ini secara umum diterapkan oleh orang tua dalam
mendidik dan mengasuh anaknya baik secara terpisah maupun secara
bersama-sama, ada orang tua yang melaksanakan pola asuh demokratis
tetapi kadang juga menerapkan pola asuh otoriter dan pola asuh
permisive. Bahkan sangat sulit menemukanorang tua yang melaksanakan
satu pola asuh murni tetapi orang tua cenderung menggabungkan ketiga
pola asuh tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka indikator pola asuh dari
orang tua terhadap anaknya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Pola asuh demokratis, antara lain mempunyai indikator hubungan
orang tua anak hangat, hubungan orang tua anak bersifat fleksibel

28
Syamsu Yusuf, Op. Cit, hlm 52
19
dan pemberian tanggung jawab dari orang tua kepada anak yang
disertai tanggung jawab anak kepada orang tua.
2) Pola asuh Otoriter, antara lain mempunyai indikator hubungan orang
tua anak kurang hangat, orang tua sering merasa berkuasa, dan
hubungan orang tua dan anak kaku serta penuh formalitas.
3) Pola asuh permisive, antara lain mempunyai indikator hubungan orang
tua dan anak kurang terkontrol, orang tua memberikan kebebasan
kepada anak, dan hubungan orang tua dan anak cenderung acuh tak
acuh.

B. AKHLAK
1. Pengertian Akhlak
Anak merupakan amanah dari Allah yang diberikan kepada orang
tua dan sebagai orang tua berkewajiban mempesiapkan tubuh, jiwa dan
akhlak anak-anaknya untuk menghadapi pergaulan masyarakat. Kewajiban
ini merupakan tugas yang ditekankan agama. Jadi dapat dipahami bahwa
orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya agar
berakhlak baik dan pengertian dari akhlak adalah :
Dari segi bahasa (etimology), perkataan akhlak merupakan bentuk
jamak dari kata khulk yang dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabiat. Di dalam Dairatul Maarif dikatakan :



Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik.
29


Rahmat Djatnika mengungkapkan kata Akhlak berasal dari bahasa
arab ( ) bentuk jamak mufradnya khuluq ( ) yang berarti
budi pekerti, sinonimnya etika dan moral. Etika berasal dari bahasa latin

29
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1992), hlm. 1
20
etos yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari bahasa latin juga mores
juga bearti kebiasaannya.
Secara terminologi kata budi pekerti yang terdiri dari budi dan
pekerti, budi ialah yang ada pada manusia yang berhubungan dengan
kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, ratio, yang disebut karakter.
Pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh
perasaan hati yang disebut behaviour, jadi budi pekerti adalah
merupakan perpaduan dari hasil ratio dan cara yang bermanifestasi pada
karsa dan tingkah laku manusia.
30

Akhlak berarti suatu kemantapan (jiwa) yang menghasilkan
perbuatan atau pengamalan dengan mudah, tanpa harus direnungkan dan
disengaja. Jika kemantapan itu sedemikian, sehingga menghasilkan amal-
amal yang baik yaitu amal yang terpuji menurut akal dan syariah
maka ini disebut akhlak yang baik. Jika amal-amal yang tercela yang
muncul dari keadaan (kemantapan) itu, maka itu dinamakan akhlak yang
buruk.
31


2. Sumber dan Tujuan Akhlak
a. Sumber Akhlak
Sumber dari akhlak dalam Islam tidak lain adalah Al-Quran
dan Al-Hadits Nabi SAW, firman Allah SWT :

Sesungguhnya engkau ya Muhammad seorang yang berbudi tinggi
berakhlak utama.
32


Sabda Rasulullah SAW


30
Rahmad Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta : Panjimas, 1996), hlm.
26
31
Abul Quasem, Etika Al-Ghazali, (Bandung : Pustaka, 1998), hlm 81
32
Barmawie Umari, Materi Akhlak, (Solo : Ramandani), hlm. 1
21
Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan Akhlak yang utama,
budi yang tinggi.
33


Berdasarkan uraian singkat di atas, dapat dipahami bahwa
sumber dari akhlak dalam Islam adalah Al-Quran dan Al-Hadits.

b. Tujuan Akhlak
Tujuan adanya akhlak tidak berbeda dengan utjuan agama
yaitu untuk mengatur manusia yang memperoleh kebahagiaan di dunia
dan akhirat, kesempurnaan individu dan menciptakan kebahagiaan,
kemajuan, kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat.
34
Yang ujung-
ujungnya mengharapkan ridha dari Allah semata.
35


3. Macam-macam Akhlak
Pada dasarnya aktivitas hidup sehari-hari manusia senantiasa
terkait dengan tiga buah kewajiban, yakni kewajiban kepada diri sendiri,
kewajiban kepada Allah, dan kewajiban kepada orang tua (keluarga)
maupun kewajiban terhadap lingkungan.
Sehubungan dengan hal itu, penulis akan menguraikan beberapa macam
akhlak ditinjau dari dasar kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Terutama yang berkaitan langsung dengan
skripsi ini :
a. Akhlak Manusia kepada Allah
Yang dimaksud kewajiban manusia kepada khaliqnya adalah
bagian dari rangkaian hak dan kewajiban manusia dalam hidupnya
sebagai suatu yang wujud dan maujud artinya hubungan manusia
dengan Allah adalah hubungan makhluk dengan khaliqnya

33
Muhammad Al Ghozali, Akhlak Seorang Muslim, (Semarang : Wicaksana, 1981), hlm.
10
34
Mohammad Al-Taomi Al Syaibani, Falsafat at Tarbiyah Al-Islamiyah, atau Falsafat
Pendidikan Islam, terjemahan Hasan Langgulang, (Jakarta; Bulan Bintang, 1997) hlm. 346
35
Hamzah Yakub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1983), hlm. 53
22
sebagaimana hidup manusia selalu mempunyai ketergantungan kepada
orang lain.
36

1. Salat
Pada dasarnya salat menurut bahasa adalah doa, Allah
berfirman :
:
Dan sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman bagi
mereka. (Q.S. At-Taubah : 103).
37


Sedang pengertiannya dalam agama dan syariat adalah
ibadah yang kita kenal selama ini, dimana dituntut kesucian
padanya, yang mengandung ucapan-ucapan dan perbuatan
perbuatan khusus, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam.
38

Salat merupakan tiang agama sehingga salatlah yang menopang
sendi keislaman kita, sebab segala hal amal perbuatan kita tidak
sempurna bila salat kita tidak baik. Pada dasarnya salat adalah
pendidikan bagi rohani dan akal manusia yang
menghubungkannya dengan sang Khalik, salat mendidik manusia
untuk taat, berkemauan keras, terbiasa sabar, dan mengekang
hawa nafsu dari perbuata keji dan mungkar.
Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Al-
Angkabut ayat 45 yang artinya : Sesungguhnya salat itu
mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (salat) adalah ibadah lebih besar (keutamaannya
dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Dalam menjalankan salat telah ditentukan waktunya,
dengan ditentukannya waktu salat tersebut mengandung hikmah

36
Rahmat Djatnika, Op. Cit. hlm. 173
37
Depag. RI., Al-Aliyy, Op. Cit., hlm.
38
M. Jawwad Mughniyah, Figh Ja fari. (Jakarta : Lentera, 1995). Hlm. 117
23
yang sangat besar, diantaranya melatih diri dan membiasakan
hidup secara teratur dan penuh kedisiplinan sehingga dalam
mengarungi kehidupan ini akan lebih terarah dan terencana.
Di samping itu dalam melaksanakan salat dianjurkanuntuk
melaksanakannya dengan berjamaah, 27 kali lipat pahalnya bagi
mereka yang mau melaksanakannya. Bahkan salat berjamaah
diwajibkan melaksanakan sekali dalam seminggu, yaitu pada salat
Jumat. Dari sini Islam berusaha mendidik umatnya untuk
bermasyarakat dan mempererat ukhuwah islamiyah antar sesama
muslim. Salat berjamaah juga menumbuhkan rasa solidaritas
dengan yang kaya. Rakyat jelata duduk bersisian dengan para
pejabat, tak ada tempat yang diisimewakan. Semuanya melakukan
satu gerakan yang sama dan seirama dan disiplin atas komando
dari sang imam. Akhirnya salat ditutup dengan salam, maksudnya
saling menyatakan selamat sejahtera dan damai, sesudah itu
dimanifestasikan dengan saling berjabat tangan yang menandakan
ikatan perdamaian dan persaudaraan, sama-sama menyatakan diri
sebagai hamba Allah yang bersaudara, tak ada permusuhan dan
satu tujuan mengabdi kepada Allah SWT.
39


2. Puasa
Puasa menurut bahasa menahan diri dari sesuatu, seperti
makan, minum, nafsu dan menahan dari berbicara yang tidak
bermanfaat. Sedangkan menurut syari puasa digambarkan dalam
Al-Quran dalam surat Al-Baqarah (ayat : 187) sebagai menahan
hawa nafsu dari makan, minum dan hubungan seksual dari terbit
fajar sampai terbenam matahari.
40


39
Nasiruddin Rozak, Dienul Islam, (Bandung : PT. Al-Maarif, 1996), hlm. 184
40
Murni Djamal, Ilmu Fiqh, (Jakarta : Direktorat Pembinaan Tinggi Agama Islam, 1983),
hlm. 274
24
Puasa merupakan salah satu yang telah disyariatkan Islam
yakni sesudah turunnya perintah salat dan zakat, firman Allah
SWT :


( : ) .

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana, diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah : 183)
41


Dalam ayat diatas dapat dijelaskan bahwa tujuan puasa
adalah membentuk manusia yang bertaqwa, dan taqwa
sesungguhnya merupakan sikap mental yang tumbuh atas dasar
jiwa tauhid dan mengaktualisasikan dalam bentuk ibadah-ibadah
yang dilakukan semata-mata untuk Allah.
Dari pengertian yang telah dipaparkan diatas penulis
menyimpulkan bahwa puasa selain menahan lapar, minum, dan
menahan dari berbicara yang tidak bermanfaat dari terbit fajar
sodiq hingga terbenamnya matahari, disini puasa merupakan
sarana yang dapat menahan dari hawa nafsu, dengan puasa hawa
nafsu kita melemah, kecenderung kepada kejahatan pun menjadi
melemah dan kemampuan beramal baik akan meningkat, karena
nilai saum (puasa) dinamakan landasan bagi kebiasaan beribadah
dan kunci amal soleh, kalau jiwa dimurnikan dengan lapar ia
menjadi mampu mengingat Allah dan merenungkannya, dzikir
kepada Allah dalam keadaan begini menciptakan pengaruh besar
kepada jiwa.
42

Puasa melatih kita untuk berjiwa besar, sanggup mengatasi
segala kesulitan dan cobaan hidup. Puasa juga melatih kita untuk

41
Soenarjo dkk, Op. Cit. hlm. 44
42
M. Abul Quasem, Op.Cit. hl. 233
25
berakhlak teguh memegang amanah, jujur, disiplin serta
menumbuhkan jiwa sosial kita terhadap orang-orang yang
bernasib kurang beruntung.

b. Akhlak Manusia Kepada Dirinya Sendiri
1. Membina sifat jujur
Jujur atau benar ialah : memberitahukan, menuturkan
sesuatu dengan sebenarnya.
43
Kejujuran merupakan salah satu
untuk mencapai keselamatan, keberuntungan dan kebahagiaan.
Kejujuran akan menentukan status dan kemajuan masyarakat dan
baik kemajuan diri sendiri maupun kemajuan masyarakat,
kejujuran juga akan menimbulkan ketenangan dan rasa percaya
serta menimbulkan keberanian.
Islam menganjurkan bahkan menekankan, agar segi-segi
dan unsur-unsur kejujuran ditanamkan kepada anak-anak sejak
kecil agar mereka terbiasa melakukan kejujuran dimana pun
berada. Rasulullah SAW bersabda :

. :

Barang siapa yang berkata kepada anak kecil, mari kemari, saya
beri ini, kemudian tidak memberi, maka itu bohong. (H.R.
Ahmad)
44


Hadits diatas menjelaskan bahwa kejujuran itu harus selalu
ditanamkan orang tua terhadap anaknya sejak kecil dan selain itu
orang tua harus selalu bersikap jujur terhadap anaknya dalam hal
apapun, terutama dalam pendidikan anaknya. Karena jika prinsip
kebenaran dan kejujuran ini telah membudaya maka akan tegaklah
suatu masyarakat yang harmonis, aman dan sentosa sebagaimana

43
Muhammad Al-Ghazali, Op.Cit., (Semarang : Wicaksana, 1986), hlm 74
44
Ibid, hlm. 81
26
pribadi mumin yang hatinya selalu merasa aman dan tenang
karena selalu berkata dan bertingkah laku yang benar dan jujur.

2. Membina sifat disiplin
Disiplin dapat diartikan sebagai suatu ketaatan atau
kepatuhan pada aturan dan tata tertib. Pribadi yang memiliki
dasar-dasar dan mampu mengembangkan disiplin diri, berarti
memiliki peraturan diri berdasarkan acuan nilai moral, sehubungan
dengan itu disiplin diri dibangun dari asimilasi dan penggabungan
nilai-nilai moral untuk diinternalisasi oleh subjek didik sebagai
dasar untuk mengarahkan perilakunya. Untuk mengupayakan hal
itu orang tua dituntut untuk memiliki keterampilan paedagogis dan
proses pembelajaran pada tataran tertinggi.
45
Disiplin erat
hubungannya dengan pembagian waktu, hal itu dapat kita temukan
dalam ayat-ayat Al-Quran yang didahului dengan sumpah Allah
yang berhubungan dengan waktu, misalnya demi waktu Dhuha,
demi masa dan lain-lain yang secara tidak langsung mengingatkan
manusia agar dapat membagi dan memanfaatkan waktu sebaik-
baiknya.
Untuk membina disiplin diri, pelatihan dan pembinaan
disiplin diri agar lebih efektif dapat dilakukan secara kolektif,
misalnya di sekolah, di masyarakat, dan yang paling penting
adalah di lingkungan keluarga yakni orang tua.

3. Membina sifat sabar
Sabar merupakan sikap jiwa yang berupa penerimaan
terhadap sesuatu baik berkenaan dengan penerimaan tugas dalam
bentuk suruhan maupun dalam bentuk penerimaan terhadap
perlakuan orang lain. Sabar yang dimaksudkan adalah sabar atas

45
Muhammad Shochib, Pola Asuh Orang tua Untuk Membantu Anak Mengembangkan
Disiplin Diri, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hlm. 3
27
panjangnya jalan perjuangan, banyak onak dan durinya, banyak
penghambat karena ketakutan atau karena keuntungan pribadi.
Semua ini harus dihadapi dengan sabar dan tabah tanpa
memperdulikan pemboikotan manusia, penghinaannya,
pelecehannya maupun penganiayaan dan tekanannya.
46

Ibnu Abas r.a mengatakan : Sabar dalam Al-Quran terdiri atas
tiga arah yaitu :
a) Sabar atas menunaikan segala amalan fardu, sebagai hamba
berarti manusia harus menyerahkan segenap jiwa dan raga
kepada kehendak Allah dan patuh serta taat terhadap segala
amalan fardu Allah.
b) Sabar terhadap larangan atau yang diharamkan Allah atau
mengendalikan diri dari hawa nafsu yang mendorong untuk
melanggar larangan-Nya. Nafsu sesuai dengan sifatnya
merupakan kekuatan besar yang mendorong manusia untuk
mencari kenikmatan dan kepuasan semata yang cenderung
kepada hal-hal buruk. Jadi sabar disini berarti mengendalikan
diri dan menekan perasaan dan keinginan yang buruk itu,
sehingga dapat menyikapi setiap larangan Allah sebagai
sesuatu yang wajar dan harus ditinggalkan.
c) Sabar atas musibah. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini
merupakan sesuatu yang sudah dikehendaki Allah
(sunnatullah) baik musibah yang disebabkan oleh alam
maupun kelalaian manusia itu sendiri.
47


c. Akhlak Terhadap Kedua Orang Tua
Ibu dan ayah adalah kedua orang tua yang sangat besar jasanya
kepada anaknya, dan mereka mempunyai tangung jawab yang besar
terhadap anaknya tersebut, jasa mereka tidak bisa dihitung dan

46
Yusuf Al-Qordlowy, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Bannah, (Jakarta :
Bulan Bintang, 1980), hlm. 52
47
Ismail Yakup, Terjemahan Ihya Al-Ghazali Jilid III, (Jakarta : Faizan, 1987), hlm. 302
28
dibandingkan dengan harta, kecuali mengembalikan menjadi orang
merdeka sebagai manusia mempunyai hak kemanusiaan yang penuh
setelah menjadi budak/hamba sahaya karena suatu keadaan yang tidak
diinginkan.
Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara
langsung, maka bapak pun merawat, mencari nafkahnya,
membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, disamping
itu usaha ibu mulai mengandung sampai masa muhariq (masa dapat
membedakan baik dan buruk). Seorang ibu sangat berperan, maka
setelah memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya,
mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa. Namun
apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai
mengandung sampai dewasa, dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah
terhadap putranya, maka secara perbandingan tidaklah keliru apabila
dikatakan lebih berat tugas ibu daripada tugas ayah.
Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori Muslim
dari Abu Hurairah : seorang sahabat bertanya kepada Rosulullah : Ya
Rosulullah, siapakah yang harus saya perbuat baik? (sampai tiga kali)
Rosulullah menjawab : Kepada ibumu, dan yang keempat kalinya
sahabat bertanya, kemudian siapa lagi? Rosul menjawab kepada
ayahmu.
48

Adapun bentuk-bentuk bakti atau berbuat baik terhadap orang
tua itu antara lain :
1) Tata terhadap yang diperintahkan dan meinggalkan segala yang
dilarang mereka sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran
agama. Namun jika bertentangan dengan ajaran agama kita tidak
boleh tidak mentaatinya, tetapi tetap bersikap baik terhadap
keduanya.
2) Menghormatinya, merendahkan diri kepadanya. Berkata halus
baik, tidak membentak dan tidak bersuara melebihi suaranya, tidak

48
Rahmad Djatnika, Op. Cit. hlm. 203
29
bejalan didepannya, memanggil dengan ayah, ibu dan tidak pergi
kecuali seizinnya.
3) Memberi penghidupan, pakaian, mengobati sakitnya dan
menyelamatkannya dari suatu yang membahayakannya.
49


d. Akhlak terhadap Alam
Manusia tidak lepas dari alam, maka hendaknya manusia
berbuat baik terhadap alam. Adapun bentuk akhlak terhadap alam
adalah :
1) Menyayangi binatang
Sebagian dari binatang merupakan karunia Allah yg boleh
kita makan dagingnya, tetapi kita harus menyembelihnya terlebih
dahulu. Jangan sampai kita menghambat kematiannya atau
menyiksanya sedikit demi sedikit. Berbuatlah sesuatu yang
membuat binatang itu senang.
50
Firman Allah dalam surat al-
Anam ayat 38 :



( : )

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-
burung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-
umat (juga) seperti kamu. Tiadalah kami alpakan seuatupun di
dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun.
(QS. Al Anam : 38)
51





49
Asmaran As, Op. Cit. hlm 179-180
50
Hamzah Yaqub, Op.Cit., hlm. 17
51
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Quran, op. cit., hlm 192
30
2) Menyayangi tumbuh-tumbuhan
Tumbuhan yang menghiujau di muka bumi ini sungguh
memberikan kemanfaatan yang besar bagi kehidupan manusia.
Sebagian dari buah-buahnya memberikan manfaat untuk kita
makan, kayunya memberikan manfaat untuk kita jadikan aneka
macam bangunan dan kita jadikan sebagian obat-obatan dari daun
dan akar-akarnya. Semua itu wajib kita pelihara dan kita syukuri.
52


4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Para ahli etika bahwa pembentukan akhlak dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor dari luar dan dari dalam. Faktor-faktor dari dalam
meliputi instink dan akal, adat kebiasaan, keinginan dan hati nurani.
Sedangkan faktor dari luar meliputi keturunan, lingkungan keluarga.
53

Berikut ini akan penulis bahas secara singkat beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan akhlak tersebut.
a. Instink dan Akal
Instink ialah suatu sifat yang dapat menimbulkan perbuatan
yang menyampaikan pada tujuan dengan tidak berfikir lebih dahulu
kearah tujuan itu dan tiada didahului latihan perbuatan itu.
54
Instink itu
dapat tetap tumbuh karena proses pendidikan, sebagaimana ia dapat
lemah bahkan jika diabaikan. Instink merupakan sifat jiwa yang
pertama yang membentuk akhlak, akan tetapi suatu sifat yang
permitive, yang tidak dapat diabaikan dan dibiarkan begitu saja, tetapi
wajib dididik dan diasuh dengan baik.
55


b. Adat Kebiasaan
Sikap dan perbuatan manusia yang menjadi akhlak sangat erat
kaitannya dengan kebiasaan. Sebagaimana pengertian akhlak yang

52
Asmaran, As, Op.Cit., hlm. 179
53
Muslim Nurdin, dkk. Moral dan Koqnisi Islam, (Bandung : Alftika, 1995), hlm. 270
54
Rahmat Djatnika, Op. Cit. hlm. 73
55
Ahmad Amin, Etika, (Ilmu Akhlak), (Jakarta : Bulan Bintang, 1995), hlm. 17
31
dikemukakan oleh Prof. Dr. Ahmad Amin bahwa akhlak adalah
membiasakan kehendak.
Banyak sebab yang menjadikan adat kebiasaan antara lain :
adat kebiasaan warisan nenek moyang dan dilestarikan turun temurun,
sebab lingkungan tempat bergaul yang memberi pengaruh yang kuat
dalam kehidupan sehari-hari. Adapun proses pembentukan kebiasaan
sebagai berikut : pertama, ada kecenderungan hati yang melakukan
perbuatan itu dan merasa senang untuk meniru dan melakukan
perbuatan itu. Kedua, diperturutkannya keinginan itu untuk
dipraktikan dan berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan.
56

Orang yang sudah menerima suatu perbuatan sebagai
kebiasaan atau adat pada dirinya, maka perbuatan itu sukar
ditinggalkan karena telah mengakar kuat di dalam dirinya. Kebiasaan
inilah yang menjadi salah satu cikal bakal pembentukan akhlak pada
diri manusia.

c. Keinginan
Sebagaimana telah disebutkan dalam pengertian akhlak
menurut Ahmad Amin diatas, kehendak merupakan faktor yang sangat
penting dalam pembentukan akhlak. Keinginan merupakan
kecenderungan yang dimenangkan atau dipilih diantara keinginan atau
kecenderungan yang banyak setelah bimbang.
57

Keinginan merupakan salah satu kekuatan besar yang
tersimpan dalam diri manusia. Keinginanlah yang menggerakkan
manusia berbuat yang sungguh-sungguh.
58
Seseorang dapat bekerja
sampai larut malam atau dapat melakukan sesuatu perbuatan yang
berat dan hebat menurut orang lain karena digerakkan oleh
keinginannya. Hanya orang-orang keinginannya yang akan dapat
mencapai setiap tujuan yang dikehendakinya.

56
Rahmad Djatnika, Op. Cit. hlm. 48
57
Ibid, hlm. 42
58
Hamzah Yakub, Op. Cit. hlm 73
32
d. Hati Nurani
Dalam diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-
waktu dapat memberi peringatan atau isyarat jika tingkah laku
manusia diambang bahaya dan keburukan suara tersebut yang disebut
suaru hati (hati nurani).
59
Jika seseorang berhasil dari panggilan hati
nuraninya, maka ia akan merasa gembira dan puas karena merasa
menemukan kemuliaan. Jadi hati nurani berperan sebagai salah satu
kontrol perbuatan manusia.

e. Keturunan
Sudah menjadi sunnatullah bahwa makhluk hidup ini
mempunyai keturunan yang menyerupai indukny. Hal ini dapat dilihat
pada beberapa makhluk, misalnya tumbuhan, hewan dan manusia itu
sendiri.
Dalam dunia manusia dapat dilihat anak-anak yang
menyerupai orang tuanya bahkan nenek moyangnya sekalipun yang
sudah jauh, sejumlah warisan, fisik dan mental masih terus diturunkan
kepada cucu-cucunya. Adapun yang diturunkan itu bukanlah sifat
yang dimiliki yang telah tumbuh dengan matang karena pengaruh
lingkungan, adat maupun pendidikan, melainkan sifat-sifat bawaan
sejak lahir.
60


f. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan arena yang dihadapi oleh anak. Dimana
anak mendapat pengaruh tingkah laku dan pendidikan. Dalam
lingkungan keluarga ayah dan ibu berkewajiban mempesiapkan tubuh,
jiwa dan akhlak anak-anaknya menghadapi pergaulan masyarakat.
61


59
Ahmad Amin, Op. Cit. hlm. 68
60
Ibid, hlm 68
61
Muhammad Rifai, Pembinaan Pribadi Muslim, (Semarang : CV. Wicaksana, 1993),
hlm. 188
33
Dengan demikian, keluarga mempunyai fungsi yang tidak
hanya terbatas selaku penerus keturunan saja. Dalam bidang
pendidikan keluarga merupakan pendidik utama, karena segala
pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama
kali dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri.

C. PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AKHLAK
ANAK
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak adalah faktor lingkungan,
termasuk dalam kategori lingkungan ini adalah keluarga yang mana ayah dan
ibu merupakan pendidik dwi tunggal yang bersama-sama menjalankan tugas
pendidikan dalam keluarga yang dijalin dengan kerjasama dan saling
pengertian sebaik-baiknya agar timbul keserasian dalam menunaikan tugas
tersebut dengan bersifat paedagogis ataupun psikologis dalam pembentukan
wata katau sikap seseorang anak.
Dalam mendidik anak biasanya orang tua mengasuh anaknya dengan
berbagai cara ada yang menggunakan pola asuh demokratis, otoriter,
permissive, akan tetapi ada pula orang tua yang tidak hanya menerapkan satu
pola asuh saja. Dan dari pola asuh yang diterapkan tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan, dan akibat dari pola asuh tersebut.
Di dalam suatu keluarga biasanya terjadi proses internalisasi nilai.
Terutama nilai yang dianut dan dijunjung tinggi oleh orang tua kepada setiap
anak, sehingga orang tua yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur akhlak
alkarimah akan berusaha agar nilai-nilai terinternalisasi kepada anak-anaknya,
baik melalui pengajaran (nasehat) maupun melalui contoh-contoh (teladan)
dari pihak orang tua.
Dari sekelumit penjelasan diatas ada beberapa hal yang perlu
ditekankan disini. Pertama sebagai orang tua dalam membina akhlak anak
akan berusaha membiasakan anak-anaknya untuk bertingkah laku sesuai
tuntutan akhlakul karimah, sehingga perbuatan yang dibiasakan itu akan
34
menjadi bagian dari kepribadiannya. Kedua, sehebat apapun orang tua
membina akhlak anaknya tidak akan berarti apa-apa jika tidak dibarengi
dengan teladan ataupun contoh dari pihak orang tua sendiri dan juga sebagai
orang tua harus dapat menerapkan pola asuh yang tepat dalam membina
akhlak anak. Jadi pola asuh (cara mendidik anak) akan berpengaruh besar
pada terbentuknya akhlak anak atau dengan bahasa yang lebih bagus orang tua
yang lebih bisa menerapkan pola asuh yang tepat (sesuai dengan karakteristik
anak) akan memperoleh hasil yang diinginkan yakni anak yang ber-Akhlak
Karimah.

D. KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN
Pendidikan akhlak terhadap anak adalah persoalan dan pembahsan
yang sudah selayaknya dilakukan oleh orang tua ataupun guru. Sehingga
orang tua yang mempunyai peran besar dalam mencetak karakter anak. Untuk
mengungkap konsep pengaruh pola asuh (cara mendidik) orang tua dalam
membentuk akhlak anak, penulis berusaha untuk obyektif. Sebenarnya
penelitian tema tersebut sudah banyak dilakukan oleh para penulis terdahulu.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Peneliian yang dilakukan oleh Eni Mufti, Pengaruh Pola Pendidikan
Orang Tua Pada Anak Terhadap Kedisiplinan Belajar Anak di MTs.N
Uswah Bergas Kabupaten Semarang, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang 2001. Dalam penelitiannya lebih menekankan pada pengaruh
pendidikan orang tua terhadap kedisiplinan belajar anak, yang mana
bahwa pendidikan orang tua akan mempengaruhi sikap anak yang disiplin
dan taat pada tata tertib atau peraturan. Cara demokratis atau otoriter dapat
diterapkan selama masih proporsional. Dalam mendidik anak sikap
demokratis sangat diperlukan, namun kadang-kadang sikap otoriter orang
tua juga diperlukan dalam hal-hal tertentu.
Dengan demikian pola pendidikan orang tua sangat membantu
anak mencapai kedisiplinan dalam belajarnya, sehingga tujuan pendidikan
itu akan tercapai. Dan sebagaimana pengaruh Pola Asuh Orang Tua
35
terhadap akhlak anak kurang disentuh. Karena fokus dari penelitian lebih
pada kedisiplinan belajar anak.

2) Pengaruh Pendidikan Agama Dalam Keluarga Terhadap Perilaku
Beragama Siswa SLTP NU Hasanudin 6 Semarang tahun 2003/2004,
penelitian ini dilakukan oleh Fathiyaturrohmah (3198211) Fakultas
Tarbiyah PAI 2004. Adapun yang dibahas dalam tesis tersebut adalah
pendidikan agama dalam keluarga seperti apakah yang dapat membentuk
sikap ketaqwaan kepada Allah bagi anak. Pola asuh yang seperti apakah
yang sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam, dan pengaruhnya
terhadap perilaku agama anak. Dalam penelitiannya Fathiyaturrohmah
menjelaskan bahwa sebagai realisasi terhadap tanggung jawab orang tua
dalam mendidik anaknya, dan ada beberapa aspek yang harus diperhatikan
dalam pendidikan antara lain pendidikan ibadah, mengajarkan pokok-
pokok ajaran Islam dan melatih salat, pendidikan akhlak, juga pendidikan
aqidah Islamiyah sebagai tiang pendidikan Islam.

3) Dalam penelitian kwalitatif yang dilakukan oleh Abdul Ghofur yang
berjudul Pengaruh Kepedulian Orang Tua terhadap Perilaku Keagamaan
Anak. Dimana orang tua-lah yang pertama memberikan pendidikan
kepada anaknya dengan melalui pembinaan latihan fisik, latihan mental,
dan bahasa serta keterampilannya. Dan perilaku tersebut melalui
pembiasaan untuk bertingkah laku baik, pengarahan dan bimbingan dan
juga pemilihan tempat pendidikan untuk anaknya oleh orang tua. Dengan
demikian orang tua sangatlah diharapkan dalam pembentukan tingkah laku
atau perilaku dalam keagamaan seperti halnya salat, puasa dan lain
sebagainya.

4) Penelitian yang dilakukan oleh Windarti (1314990009) Mahasiswa
UNNES Jurusan BK/2004 dengan tema Hubungan Antara Pola Asuh
Orang Tua Dengan Perilaku Menyimpang Remaja Kelas II di SMU Santo
36
Bernadus Pekalongan Tahun Pelajaran 2003/2004 penelitian tersebut lebih
menekankan pada hubungan pola asuh orang tua terhadap/dengan perilaku
menyimpang dilakukan oleh para remaja. Dimana orang tua merupakan
pendidik yang utama dan pertama, dan sebagai orang tua yang memiliki
anak usai remaja harus dapat menentukan sikap dan memberikan teladan
yang baik bagi anaknya. Karena dengan sikap dan teladan yang baik
tersebut seorang anak/remaja akan menjadikan orang tua mereka sebagai
figur yang patut ditiru.

Pada umumnya penelitian tentang pendidikan (pola asuh) orang tua
sudah banyak dikaji, namun dalam penelitian kali ini penulis mencoba
mencari hubungan dari pola asuh orang tua dengan akhlak anak, dan apakah
pola asuh yang diterapkan orang tua dengan cara otoriter, demokratis,
permissive yang diberikan kepada anak akan mempengaruhi akhlak anak.

E. PENGAJUAN HIPOTESIS
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian
sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis ada ketika peneliti
telah mendalami masalah penelitian serta menetapkan anggapan dasar dan
membuat teori yang bersifat sementara dan perlu diuji kebenarannya.
Berdasarkan kajian teori yang tersebut diatas, peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut perbedaan Pola asuh orang tua mempunyai
pengaruh terhadap siswa MTs Taqwal Ilah Meteseh Kec. Tembalang, dengan
kata lain perbedaan pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anaknya
akan berbeda pula akhlak anak tersebut.

You might also like