You are on page 1of 84

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan tepat
4 minggu atau 28 hari setelah lahir) (Ramzkesrawan, 2011).
Tidak ada aspek pediatrik atau bedah pediatrik yang lebih menantang
daripada management kegawatan neonatus. Banyak kondisi yang akan
didiskusikan meliputi anomali kongenital yang tidak kompatibel dengan
kehidupan tetapi dapat dikoreksi dengan pembedahan.
Pada dasarnya untuk mempertahankan neonatus ini adalah diagnosa dan
penatalaksanaan secara cepat. Untuk beberapa bayi ada alasan spesifik untuk
tergesa-gesa. Bayi ini mempunyai perubahan dalam fisiologi yang menuntut
pembedahan ulung sesegera mungkin. Bayi yang baru lahir waktu operasi yang
paling baik sampai 48 jam pertama kelahiran diikuti perubahan fisiologis, seperti
pemecahan normal sel darah merah, perubahan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit, penurunan secara bertahap cadangan umum-nya, menyebabkan tingkat
kematian naik secara cepat setelah 72 jam (Densler, 2001).
Ada beberapa laporan pada pola presentasi dan hasil dari pasien yang
memiliki darurat neonatal bedah di Nigeria. Penelitian ini dirancang untuk
mengalamatkan pertanyaan penelitian ini diantara neonatus yang mengalami
keadaan darurat bedah di yang Obafemi Awolowo Universitas Rumah Sakit
2

Pengajaran (OAUTHC), Ile-Ife Nigeria, dimana kebanyakan penduduknya adalah
petani.
Didapatkan hasil, ada 72 laki-laki dan 38 perempuan. Usia berkisar antara 2
jam sampai 30 hari (berarti _ SD: 6.62 _ 7.14 hari). Berat pada presentasi adalah
1,3-3,9 kg (rata-rata _ SD: 2,62 _ 0,53 kg). Berat lahir rata-rata yang selamat
(rata-rata _ SD: 2,84 _ 0,44 kg) lebih tinggi secara bermakna daripada yang
meninggal (berarti _ SD: 2,26 _ 0,49 kg) (P 0,01). Interval dari awal gejala
sampai operasi pada neonates yang selamat (berarti _ SD: 42,720 _ 41,769 jam)
lebih baik dibandingkan dengan yang meninggal (berarti _ SD: 51,85 _ 65,52 jam)
(P = 0,424). Berat masuk, durasi operasi, tingkat obstruksi gastrointestinal dan
jenis operasi secara signifikan mempengaruhi hasilnya. Penutupan eksomfalos
pecah, thoracostomy dengan anastomosis esofagus, dan reseksi usus dengan
anastomosis berhubungan dengan tingkat kematian tinggi. Sepsis atau septikemia
adalah komplikasi pasca operasi untuk 16 kematian. Secara keseluruhan, ada
adalah 59 kematian (53,6%).
Kesimpulan: morbiditas dan kematian setelah manajemen darurat bedah
neonatus masih sangat tinggi dalam lingkungan ini. Rendahnya berat badan,
durasi panjang operasi, jenis operasi yang dilakukan dan kehadiran obstruksi
gastrointestinal atas secara signifikan berhubungan dengan kematian bedah
neonatal (Sowande, 2007). Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui
tentang kegawatdaruratan neonatus di bidang bedah.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa itu kegawatdaruratan bedah pada neonatus?
2) Apa saja yang termasuk kegawatdaruratan bedah pada neonatus?
3

3) Bagaimana etiologi dan patogenesis terjadinya kegawatdaruratan neonatus
tersebut?
4) Bagaimana penatalaksanaan dari kegawatdaruratan neonatus tersebut?
1.3 Tujuan
1) Mengetahui definisi kegawatdaruratan bedah pada neonatus.
2) Mengetahui kelainan atau penyakit apa saja yang termasuk
kegawatdaruratan neonatus.
3) Mengetahui etiologi dan patogenesis terjadinya kegawatdaruratan
neonatus serta penatalaksanaannya.
1.4 Manfaat
1) Menambah wawasan di bidang bedah mengenai kegawatdaruratan
neonatus.












4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Bedah pediatri adalah spesialisasi di bidang bedah yang relatif baru dan
mengalami pertumbuhan yang cepat seiring dengan berkembangnya bedah
neonatus (neonatal surgery). Kelangsungan hidup neonatus dengan darurat bedah
tergantung pada pengenalan dokter yang dapat merujuk segera neonatus ke pusat
ahli bedah pediatrik. Kematian neonatal bedah telah terus terjatuh lima dekade
terakhir di negara maju karena luasnya ketersediaan ahli bedah neonatal dan
diseminasi informasi dan pengetahuan tentang bedah darurat pada bayi baru lahir
(neonatus). Akibatnya, sebagian bayi dengan anomali kongenital dengan cepat
didiagnosis dan stabil dan dioptimalkan sebelum pembedahan.
Di negara berkembang, operasi neonatal masih bermasalah terutama dalam
keadaan darurat. Hal ini telah dikaitkan dengan kurangnya fasilitas diagnostik dan
unit perawatan neonatal intensif (NICU) (Sowande, 2007).
Pada dasarnya untuk mempertahankan neonatus ini adalah diagnosa dan
penatalaksanaan secara cepat. Untuk beberapa bayi ada alasan spesifik untuk
tergesa-gesa. Bayi ini mempunyai perubahan dalam fisiologi yang menuntut
pembedahan ulung sesegera mungkin. Bayi yang baru lahir waktu operasi yang
paling baik sampai 48 jam pertama kelahiran diikuti perubahan fisiologis, seperti
pemecahan normal sel darah merah, perubahan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit, penurunan secara bertahap cadangan umum-nya, menyebabkan tingkat
kematian naik secara cepat setelah 72 jam (Densler, 2001).
5

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegawatdaruratan neonatus di
bidang bedah adalah kegawatan yang terjadi pada masa tersebut dan beberapa
kelainan bedah memerlukan tindakan operasi secepatnya sesudah diagnosis
dibuat. Dengan kata lain kegawatadaruratan neonatus adalah kegawatdaruratan
pada neonatus (bayi usia 0-28 hari) dimana beberapa kelainan bedah memerlukan
penanganan bedah segera dalam tempo 2x24 jam (48jam).
2.2 Anatomi Sistem Pencernaan
Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di
sepanjang saluran pencernaan (bahasa Inggris: gastrointestinal tract) dan dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut
hingga lambung.Selanjutnya adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang
terjadi di dalam usus. Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui
anus.
Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ,
berturut-turut dimulai dari
1. Rongga Mulut,
2. Esofagus
3. Lambung
4. Usus Halus
5. Usus Besar
6. Rektum
7. Anus.
6


Gambar 2.1 Sistem Pencernaan (Rahman, 2008)
1. Esofagus
Esofagus adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga
disebut esofagus(dari bahasa Yunani: i, oeso - "membawa", dan ,
phagus - "memakan").
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus) (Rahman, 2008).
7

Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkan
makanan dari rongga mulut ke lambung. Dalam perjalanannya dari faring menuju
gaster, esophagus melalui 3 kompartemen, yaitu leher, toraks dan abdomen.
Esofagus yang berada di leher adalah sepanjang lima sentimeter dan berjalan
diantara trakea dan kolumna vertebralis serta selanjutnya memasuki rongga toraks
setinggi manubrium sterni.
Di dalam rongga dada, esophagus berada di mediastinum posterior mulai
di belakang lengkung aorta, dan bronkus cabang utama kiri, kemudian agak
membelok ke kanan berada di samping kanan aorta torakalis bawah dan masuk ke
dalam rongga perut melalui hiatus esophagus dari diafragma dan berakhir di
kardia lambung. Panjang esophagus yang berada di rongga perut berkisar dua
sampai empat sentimeter.
Otot esophagus sepertiga bagian atas adalah otot serat lintang yang
berhubungan erat dengan otot-otot faring , sedangkan dua pertiga bagian bawah
adalah otot polos yang terdiri atas otot sirkular dan otot longitudinal seperti
ditemukan pada saluran cerna lainnya.
Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang bersifat
sfingter, terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara faring dan
esophagus, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot polos.
Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat tertekan
lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter
(lihat Gambar 2.2).
8


Gambar 2.2 Anatomi Esofagus (Netter, 2011)
Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esophagus diafragma, yaitu
tempat esophagus berakhir di kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni
bersifat sfingter.
Esofagus mendapat darahnya dari banyak arteri kecil. Bagian atas
esophagus yang berada di leher dan rongga dada mendapat darah dari a.tiroidea
inferior, beberapa cabang a.bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta.
Esofagus di hiatus esophagus dan rongga perut mendapat darah dari a.frenika
inferior kiri dan cabang a.gastrika kiri.
9

Esofagus merupakan organ yang memperoleh darah dari berbagai sumber
melalui banyak arteri kecil yang menjadi dasar kemungkinan melakukan reseksi
esophagus melalui abdomen dan leher tanpa torakotomi.
Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus di submukosa esophagus. Di
esophagus bagian atas dan tengah, aliran vena dari pleksus esophagus berjalan
melalui vena esophagus ke v.azigos dan v.hemiazigos untuk kemudian masuk ke
v.kava superior. Di esophagus bagian bawah, semua pembuluh vena masuk ke
dalam vena koronaria, yaitu cabang vena porta sehingga terjadi hubungan
langsung antara sirkulasi v.porta dan sirkulasi v.esofagus bagian bawah melalui
vena lambung tersebut. Hubungan ini yang menyebabkan timbulnya varises
esophagus bila terjadi bendungan v.porta. Pada hipertensi portal terbentuk varises
di pleksus venosus di submukosa di dinding esophagus.
Pembuluh limf esophagus membentuk pleksus di dalam mukosa,
submukosa, lapisan otot, dan tunikaadvetisia. Di bagian sepertiga cranial,
pembuluh ini berjalan secara longitudinal bersama dengan pembuluh limf dari
faring ke kelenjar di leher, sedangkan dari bagian dua pertiga kaudal dialirkan ke
kelenjar seliakus, seperti pembuluh limf dari lambung.
Metastase dari keganasan esophagus dapat ditemukan antara kelenjar limf
leher dan kelenjar limf seliakus di perut , bergantung pada letaknya, stadium, dan
tingkat keganasan tersebut. Duktus toraksikus berjalan di depan tulang belakang
toraks di sebelah dorsal kanan esophagus, kemudian menjelang setinggi vertebra
Th.VI atau VII ke sebelah kiri belakang esophagus untuk turun kembali dan
masuk ke dalam v.subklavia kiri (Rachmat, 2005).

10

2. Diafragma
Diafragma merupakan struktur muskulotendineus yang terletak antara
toraks dan abdomen dan berhubungan di sebelah dorsal dengan L III, di sebelah
ventral dengan sternum bagian kaudal , dan di sebelah kiri dan kanan dengan
lengkung iga, diafragma ditembus oleh beberapa struktur. Hiatus aorta yang
terletak di sebelah dorsal setinggi thorakal XII dilalui aorta , duktus torasikus dan
vena azigos. Hiatus esophagus yang terletak di ventral hiatus aorta terletak di
ventral hiatus aorta setinggi Th.X dilalui oleh esophagus dan kedua nervus vagus.
Hiatus vena cava di sebelah ventrolateral kanan, setinggi Th.IX ,dilalui oleh vena
cava inferior dan cabang kecil n.frenikus (lihat Gambar 2.3).
Diafragma mendapat darah melalui kedua a.frenika dan a.interkostalis
disertai cabang terminal a.mammaria interna. Otot diafragma disarafi oleh
n.frenikus yang berasal dari C2-5. Pada jejas lintang sum-sum tulang belakang
tingkat cervikotorakal, otot pernapasan interkostal turut lumpuh. Akan tetapi,
umumnya diafragma sanggup untuk menjaminkan ventilasi secara memadai.
N. frenikus dapat terganggu sepanjang perjalanannya oleh trauma, tumor,
atau proses radang yang mengakibatkan kelumpuhan diafragma ipsilateralyang
pada foto Rontgen memberi tanda diafragma letak tinggi. Di dalam praktek
ventilasi tidak terganggu (Rachmat, 2005).

Gambar 2.3 Anatomi Diaphragma (Keith, 2005)
11

3. Gaster
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak diantara
esophagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum
dengan hati, pancreas dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan
mengalami perforasike rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam
organ didekatnya, bergantung pada letak tukak.
Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat
proksimal yang terdiri atas fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung
makanan yang ditelan serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan
seperempat distal atau antrum bekerja mencampur makanan dan mendorongnya
ke duodenum serta memproduksi gastrin. Dinding fundus tipis sedangkan dinding
korpus, apalagi antrum tebal dan kuat lapisan ototnya.
Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran
darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi
besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Di
belakang dan tepi medial duodenum, juga ditemukan arteri besar
(a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat terjadi karena erosi dinding arteri itu pada
tukak peptic lambung atau duodenum.
Vena dari lambung dan duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran
vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan
embrional dengan lambung dan duodenum. Pada hipertensi portal hampir selalu
terjadi varises esophagus, sedangkan varises lambung sering tidak menimbulkan
masalah sehingga tidak dibahas.
12

Saluran limf dari lambung juga cukup cukup rumit. Semuanya akan
berakhir di kelenjar paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium embrional.
Antara lambung dann pangkal embrional itu terdapat kelenjar limf. Yang letaknya
tersebar dimana-mana akibat putaran embrional. Oleh karena itu, anak sebar
karsinoma lambung mungkin menyebar ke kelenjar limf di kurvatura mayor ,
kurvatura minor, hilus limpa, ligamentum hepatoduodenale, pinggir atas pancreas,
dan berbagai tempat lain di retroperitoneal. Ini sangat mempersulit pengobatan
kuratif kanker lambung.
Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang
menyertai arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis .
Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan
corpus lambung. Sel ini berfungsi menghasilkan asam lambung. Nervus vagus
anterior (sinister) memberikan cabang ke kandung empedu , hati dan antrum
sebagai saraf Leterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekster) memberikan
cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut dan ke antrum sebagai saraf
Leterjet posterior (Riwanto, 2005).

Gambar 2.4 Anatomi Gaster (Price, 2006)
13

4. Usus Halus
Dalam permulaan perkembangannya, saluran cerna hanya berupa suatu
tabung sederhana dengan beberapa benjolan . Bakal lambung pada saat ini, berupa
suatu pelebaran berbentuk kerucut, sedangkan bakal sekum berupa suatu
pelebaran yang asimetris. Duktus vitelinus masih berhubungan dengan saluran
kolon usus ini.
Pada usia janin bulan kedua dan ketiga, terjadi suatu proses yang dapat
menerangkan timbulnya cacat bawaan pada bayi di kemudian hari. Usus tumbuh
dengan cepat dan berada di dalam tali pusat. Sewaktu usus menarik diri masuk
kembali ke dalam rongga perut, duodenum dan sekum berputar dengan arah
berlawanan jarum jam. Duodenum memutar di dorsal arteri dan v.mesenterika
superior, sedangkan sekum memutar di ventralnya, sehingga kemudian sekum
terletak di fosa iliaka kanan.
Gangguan perkembangan selama minggu ke-10 atau ke-11 akan
mengakibatkan kelainan yang ditandai dengan misalnya, tidak terlentangnya
mesenterium pada dinding belakang, atau sekum tidak berada di kanan bawah
perut, melainkan lebih jauh ke cranial, atau sekun ada di tempat yang normal,
tetapi tidak stabil dan tidak terpencang (disebut sekum mobile). Sisa duktus
omfalomesnterikus dapat merupakan divertikulum Meckel. Gangguan
terbentuknya kembali saluran atau disebut gangguan rekanalisasi, memungkinkan
terjadinya atresia atau obstruksi usus oleh sekat.
Panjang usus halus kurang lebih enam meter. Perbatasan antara ileum dan
yeyenum tidak jelas dari luar , dinding yeyenum lebih tebal dan lumen ileum lebih
sempit. Mesenterium mengandung pembuluh darah, pembuluh limf, kelenjar limf,
14

dan saraf autonom. Aliran darah kolateral melalui arcade mesenterium di pinggir
usus halus cukup banyak, ini yang antara lain menjamin penyembuhan luka
anastomosis usus (lihat Gambar 2.5).


Gambar 2.5 Vaskularisasi Usus Halus (Netter, 2011)
Selain itu terdapat perdarahan kolateral antara a.kolika media sebagai
cabang a.mesenterika superior dan a.kolika sinistra sebagai cabang a.mesenterika
inferior. Hubungan kolateral ini terletak di pinggir kolon transversus dan kolon
desendens. Selain itu, terdapat hubungan kolateral antara pangkal a.mesenterika
superior dan pangkal a.mesenterika inferior melalui suatu lengkung pembuluh
yang disebut arkus Riolan; lengkung pembuluh kolateral ini menjadi vital bila
timbul gangguan perdarahan melalui salah satu dari kedua arteri tersebut.
Vena mesenterika superior bergantung dengan v.lienalis dan
v.messenterika inferior membentuk vena portal. Vena ini merupakan vena besar
sehingga pada hipertensi portal dapat dipakai untuk dekompresi melalui
15

anastomosis mesenterikokaval dengan v.kava inferior (lihat Gambar 2.6) (Pieter,
2005).

Gambar 2.6 Sistem Vena Portal (Milwaukee, 2010)
5. Usus Besar
Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan
kolon kiri sampai dengan rektum berasal dari usus belakang (lihat Gambar 2.7).
Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita, yang disebut tenia,
yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan
berbentuk seperti sakulus, yang disebut haustra. Kolon transversum dan colon
sigmoideum terletak intraperitoneal dan dilengkapi dengan mesenterium.
Dalam perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus
embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas
keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus
yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang dengan kolon
sigmoid dan radiksnya yang sempit.

16


Gambar 2.7 Fase Embriologi dan Tingkatan Putaran Usus (Pieter, 2005)
Batas antara kolon dan rektum tampak jelas karena pada rektum ketiga
taenia tidak tampak lagi. Batas ini terletak di bawah ketinggiuan promontorium,
kira-kira 15 cm dari anus. Pertemuan ketiga taenia di daerah sekum menunjukkan
pangkal apendiks billa appendiks tidak jelas karena perlengketan.
Sekum, kolon asendens, dan bagian kanan kolon transversum
divaskularisasi oleh cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika
dextra, dan a.kolika media. Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens
kolon sigmoid, dan sebagian besar rektum divaskularisasi oleh a.mesenterika
inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior (lihat
Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Vaskularisasi Kolon (Snell, 2004)
17

Pembuluh vena kolon berjalan pararel dengan arterinya. Aliran darah vena
disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk kolon ascendens dan kolon
transversum, dan melalui vena mesenterika inferior untuk kolon ke dalam vena
porta, tetapi vena mesenterika superior melalui v.lienalis. Aliran vena dari kanalis
analis menuju ke v.kava inferior. Oleh karena itu, anak sebar yang verasal dari
keganasan rektun dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari
kolon ditemukan di hati. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral
arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal antara sistem pembuluh saluran
cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.
Aliran limf kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting
diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam
reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limf terdapat pada muskularis mukosa.
Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muscularis mukosa,
kemungkinan besar belum ada metastasis.
Metastasis dari kolon sigmoid ditemukan di kelenjar regional mesenterium
dan retroperitoneal pada a.kolika sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di
kelenjar regional di region inguinalis (lihat Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Aliran Limf Kolorektal (Blumberg, 2002)
18

Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanikus dan
pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal drai n.vagus. Karena
ditribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian
kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari
usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada
appendicitis akut mula-mula pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut
kanan bawah. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari
usus belakang terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah pusat (Pieter,
2005).
6. Anorektum
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ectoderm, sedangkan rektum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus
dan rektum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyeliran vena dan limfnya
berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh
mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan
lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar.
Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas rektum dan kanalis
analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar di
sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatic dan peka terhadap rangsangan
nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka
terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum,
sementara fisura anus nyeri sekali.
Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta,
sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang
19

v.illiaka. Distribusi ini menjadi penting dalam upaya memahami cara penyebaran
keganasan dan infeksi serta terbentuknya hemoroid. Sistem limf dari rektum
mengalirkan isinya melalui pembuluh limf sepanjang pembuluh hemoroidalis
superior ke arah kelenjar limf paraaorta melalui kelenjar limf iliaka interna,
sedangkan limf yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar
inguinal.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah
ke ventrokranial yaitu ke arah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke
dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini
menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis
mukokutan, linea pektinata, atau linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus
dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi di sini dapat
menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan antara
sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok
dubur, dan menunjukkan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis
Hilton) (lihat Gambar 2.10).

Gambar 2.10 Anatomi Anorektral (Norman,1999)
20

Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri sfingter intern
dan sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter
intern, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan
komponen m.sfingter eksternus. M.sfingter internus terdiri atas serabut otot polos,
sedangkan m.sfingter eksternus terdiri atas serabut otot lurik.
Vaskularisasi arteri
Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika
inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama : kiri dan kanan.
Cabang yang kanan bercabang lagi. Letak ketiga cabang terakhir ini mungkin
dapat menjelaskan letak hemoroid dalam yang khas yaitu dua buah di setiap
perempat sebelah kanan dan sebuah di perempat lateral kiri.
Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka
interna, sedangkan arteri hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna.
Anastomosis antara arcade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi
kolateral yang mempunyai makna penting pada tindakan bedah atau sumbatan
aterosklerotik di daerah percabangan aorta dan a.iliaka. Anastomosis tersebut ke
pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin vaskularisasi di kedua
ektremitas bawah. Vaskularisasi di pleksus hemoroidalis merupakan kolateral luas
dan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari hemoroid intern menghasilkan
darah segar yang berwarna merah dan bukan darah vena yang berwarna kebiruan.
Vaskularisasi vena
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan
berjalan ke arah cranial ke dalam v.mesenterika inferior dan seterusnya melalui
v.lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatupo sehingga tekanan rongga perut
21

menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai
embolus vena ke dalam hati, sedangkan embolus septic dapat menyebabkan
pileflebitis. V. hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v.pudenda
interna dan ke dalam vena iliaka interna dan sistem kava. Pembesaran
v.hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan hemoroid.
Aliran limf
Pembuluh limf dari kanalis membentuk pleksus halus yang mengalirkan
isinya menuju ke kelenjar limf inguinal, selanjutnya dari sini cairan limf terus
mengalir sampai ke kelenjar limf iliaka.Infeksi dan tumor ganas di daerah anus
dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh limf dari rektum di atas
garis anorektum berjalan seiring dengan v.hemoroidalis superior dan melanjut ke
kelenjar limf mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi
karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limf ini.
Persarafan
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan sistem parasimpatik.
Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem
parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan
keempat. Unsur simpatis pleksus ini menuju kea rah struktur genital dan serabut
otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi dan ejakulasi.
Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sacral kedua, ketiga,
dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektiln penis dan klitoris serta
mengendalikan ereksi dengan cara mengatur aliran darah ke dalam jaringan ini.
Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada waktu operasi radikal panggul
22

seperti ekstirpasi radikal rektum atau uterus dapat menyebabkan gangguan fungsi
vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual.
Muskulus puborektal mempertahankan sudut anorektum; otot ini
mempertajam sudut tersebut bila meregang dan meluruskan usus bila mengendur.
Kontinensia
Kontinensia anus bergantung pada konsistensi feses, tekanan di dalam
anus, tekanan di dalam rektum, dan sudut anorektal. Makin encer feses, makin
sukar untuk menahannya di dalam usus. Tekanan pada suasana istirahat di dalam
anus berkisar antara 25-100 mmHg dan di daalm rektum antara 5-20 mmHg. Jika
sudut antara rektum dan anus lebih dari 80 derajat, feses sukar dipertahankan.
Defekasi
Pada suasana normal, rektum kosong. Pemindahan feses dari kolon
sigmoid ke dalam rektum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama pada
bayi. Bila isi sigmoid masuk ke dalam rektum, dirasakan oleh rektum dan
menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai kemampuan khas
untuk mengenal dan memisahkan bahan padat, cair dan gas.
Sikap badan sewaktu defekasi, yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang
peranan yang berarti. Defekasi terjadi akibat reflex peristaltis rektum, dibantu oleh
mengedan dan relaksasi sfingter anus ekstern.
Syarat untuk defekasi normal adalah persarafan sensible untuk sensasi isi
rektum dan persarafan sfingter anus untuk kontraksi dan relaksasi yang utuh,
peristaltis kolon dan rektum tidak terganggu, dan struktur antomi organ panggul
yang utuh.

23

Pemeriksaan proktologi
Hampir semua gangguan atau penyakit pada anorektum dapat dibuat
diagnosisnya berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik termasuk
inspeksi dan palpasi daerah perianus serta pemeriksaan rektal secara digital,
pemeriksaan anoskopi, dan pemeriksaan proktosigmoideskopi (Pieter, 2005).
7. Dinding Abdomen
Dinding perut mengandung struktur, muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas
pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas
beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan
subkutis; lemak subkutan dan fasia superficial (fasia Scarpa), kemudian ketiga
otot dinding perut m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus abdominis internus, ,
dan m.transversus abdominis; dan akhirnya lapis preperitoneum dan peritoneum,
yaitu fasia transversalis, lemak preperitoneal, dan peritoneum (lihat Gambar 2.11).
Otot di bagian tengah terdiri atas sepasang otot rectus abdominis dengan fasianya
yang digaris tengah dipisahkan oleh linea alba (lihat Gambar 2.12).

Gambar 2.11 Layers of the anterior abdominal wall (TeleAnatomy, 2011)
1 Skin.
2 Superficial fascia Fatty layer or Campers fascia
3 Superficial fascia Membranous layer or Scarpas fascia
4 Obliquus Externus
5 Oblicuus Internus

6 Transversus abdominis
7 Deep fascia Fascia Transversalis
8 Extra-peritoneal fat
9 Parietal peritoneum
10 Rectus abdominis

24


Gambar 2.12 Otot Dinding Abdomen (Medicalook, 2007)
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.
Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk
mencegah terjadinya hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenic. Fungsi lain otot
dinding perut adalah pada pernapasan, juga pada proses berkemih dan buang air
besar dengan meninggikan tekanan intraabdomen.
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal
diperoleh perdarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d VII dan a.epigastrika
superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumflexa superfisisalis, a.pudenda eksterna, dan
a.epigastrika inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut
horizontal maupun vertical tanpa menimbulkan gangguan perdarahan. Persarafan
dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis
I (Thalut, 2005).
2.3 Kelainan-Kelainan Kegawatdaruratan Bedah Pada Neonatus
Menurut Sowande et al, berbagai macam indikasi yang memerlukan
pembedahan darurat diantaranya : malformasi anorektal, atresia esophagus dan
trakeoesophageal fistula, Hirschprung disease, intestinal atresia, rupture
25

omphalocele, gastroschisis, duodenal atresia, malrotasi, hypertropic pyloric
stenosis (Sowande, 2007), hernia diaphragmatic congenital, Stenosis dan Atresia
Ileum dan Jejenum, Stenosis dan Atresia Duodenum, volvulus (Densler, 2001),
intususepsi (Okada, 2002). Termasuk bedah respirasi darurat pada bayi baru lahir
diantaranya choanal atresia dan congenital lobar emphysema (Albanese, 2000).
1. Choanal Atresia
Definisi
Choanal atresia adalah penyempitan atau penyumbatan saluran udara
hidung oleh jaringan. Ini adalah kondisi bawaan berarti yang hadir pada saat lahir
(Kevin, 2010). Koane dapat menyumbat total atau sebagian, di satu sisi atau dua
sisi (Darmadiputra, 2005).


Gambar 2.13 Choanal Atresia (Kevin, 2010)
Etiologi
Penyebab atresia choanal tidak diketahui. Hal ini diduga terjadi ketika
jaringan tipis yang memisahkan hidung dan daerah mulut selama perkembangan
janin tetap setelah lahir (Kevin, 2010), akibat kegagalan absopsi membrane
26

bukofaringeal. Obstruksi mungkin berupa membrane atau tulang (Darmadiputra,
2005).
Kondisi ini adalah kelainan hidung yang paling umum pada bayi baru
lahir, yang mempengaruhi sekitar 1 dalam 7.000 kelahiran hidup. Wanita
mendapatkan kondisi ini dua kali lebih sering daripada laki-laki. Lebih dari
separuh bayi yang terkena dampak juga memiliki masalah bawaan lainnya.
Choanal atresia umumnya didiagnosis secara singkat setelah lahir saat bayi
masih di rumah sakit (Kevin, 2010).
Gejala
Gejalanya ialah kesulitan bernapas, dan keluar secret hidung terus-
menerus (Darmadiputra, 2005). Bayi baru lahir umumnya lebih memilih untuk
bernapas melalui hidung mereka. Biasanya, bayi hanya bernapas lewat mulut
ketika mereka menangis. Bayi dengan atresia choanal kesulitan bernapas kecuali
mereka menangis (Kevin, 2010), maka diagnosis mudah dibuat dengan timbulnya
sianosis pada waktu diam yang menghilang pada waktu menangis, dan melihat
sumbatan di belakang rongga hidung (Darmadiputra, 2005).
Choanal atresia dapat mempengaruhi satu atau kedua sisi jalan napas
hidung. Atresia Choanal memblokir kedua sisi (bilateral) dari hidung
menyebabkan masalah pernapasan akut dengan sianosis dan gagal pernapasan.
Bayi dengan atresia choanal bilateral mungkin perlu resusitasi pada saat
persalinan. Lebih dari separuh bayi memiliki penyumbatan hanya pada satu sisi,
yang menyebabkan masalah yang kurang parah.
Gejala meliputi :
27

- Dada retraksi dan asimetris kecuali anak bernapas melalui mulut atau
menangis
- Kesulitan bernapas berikut lahir, yang dapat mengakibatkan sianosis
(warna kebiruan), kecuali jika bayi menangis.
- Ketidakmampuan untuk lolos kateter melalui setiap sisi dari hidung ke
Tenggorokan.
- Persistent penyumbatan satu sisi hidung atau lebih.
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik bisa menunjukkan obstruksi hidung.
Tes yang mungkin dilakukan meliputi:
- CT scan
- Endoskopi hidung
- Sinus x-ray.
Penatalaksanaan
Perhatian langsung adalah untuk menyadarkan bayi jika perlu. Sebuah
jalan napas mungkin perlu ditempatkan sehingga bayi dapat bernapas. Dalam
beberapa kasus, intubasi atau trakeostomi mungkin diperlukan.
Bayi bisa belajar bernapas ke mulut, yang dapat menunda kebutuhan untuk
operasi segera (Kevin, 2010).
Pembedahan untuk menghilangkan obstruksi menyembuhkan masalah
(Kevin, 2010; Darmadiputra, 2005). Pembedahan mungkin ditunda jika bayi dapat
mentolerir pernapasan mulut. Operasi dapat dilakukan melalui hidung (transnasal)
atau melalui mulut (transpalatal).
28

Hubungi professional medis, terutama ketika mempengaruhi kedua sisi,
umumnya terdiagnosis secara singkat setelah lahir saat bayi masih di rumah sakit.
Satu-sisi atresia mungkin tidak menimbulkan gejala, dan bayi dapat dikirim
pulang tanpa diagnosis.
Jika bayi anda memiliki salah satu masalah yang tercantum di sini,
hubungi penyedia layanan kesehatan anda. Anak mungkin perlu diperiksa oleh,
spesialis THT (Telinga Hidung Tenggorokan).
Prognosis
Pemulihan penuh diharapkan.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin meliputi:
Aspirasi sementara makan dan mencoba untuk bernapas melalui mulut
Respiratory arrest
Renarrowing daerah setelah operasi (Kevin, 2010)
2. Emphysema Lobaris Kongenital
Definisi
Emphysema lobaris kongenital adalah penyakit kronis yang menyebabkan
gangguan pernapasan pada bayi.
Lobar emfisema kongenital, juga disebut emfisema lobus infantil, adalah
penyakit pernapasan yang terjadi pada bayi saat udara memasuki paru-paru tetapi
tidak bisa meninggalkan dengan mudah. Paru-paru menjadi terlalu meningkat,
menyebabkan fungsi pernafasan menurun dan udara bocor ke ruang sekitar paru-
paru (lihat Gambar 2.15).
29


Gambar 2.15 Histopatologi Emphysema Lobaris Kongenital (Netter,2011;
Wood, 2011)
Tampak overdistention dari semua alveoli


Setengah dari kasus emfisema lobus bawaan terjadi dalam empat minggu
pertama kehidupan, dan tiga perempat terjadi pada bayi kurang dari enam bulan.
Emfisema lobus kongenital lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan.
Setiap orang memiliki dua paru-paru, kanan dan kiri. Paru-paru kanan
dibagi menjadi tiga lobus, dan paru-paru kiri menjadi dua lobus. Emfisema
kongenital lobar biasanya hanya mempengaruhi satu lobus, dan ini biasanya
merupakan lobus atas. Hal ini terjadi paling sering di lobus kiri atas, diikuti
dengan lobus tengah kanan.
Penyebab dan gejala
Penyebab emfisema lobus bawaan sering tidak dapat diidentifikasi. Jalan
napas mungkin terhalang atau paru-paru bayi tidak mungkin berkembang dengan
baik. Emfisema kongenital lobar hampir tidak pernah berasal dari genetik.
Gejala emfisema lobus kongenital meliputi:
sesak napas (dispneu)
wheezing
cianosis
30

Diagnosa
Emfisema lobus kongenital biasanya diidentifikasi dalam dua minggu
pertama kehidupan bayi. Hal ini didiagnosis dengan gejala pernapasan dan foto
thorax X-ray , yang menunjukkan inflasi di atas-dari lobus yang terkena dan
mungkin menunjukkan saluran udara diblokir (lihat Gambar 2.16).

Gambar 2.16 Foto Thorax Emphysema Lobaris Kongenital (Wood, 2011)
Sebuah rontgen dada frontal dalam menunjukkan neonatus ditandai overdistention dari lobus atas
kiri dengan pergeseran mediastinum ke kanan.

Penatalaksanaan
Untuk bayi tanpa, ringan, atau gejala intermiten, pengobatan tidak
diperlukan. Untuk kasus yang lebih serius dari emfisema lobus bawaan, operasi
diperlukan, biasanya lobektomi untuk menghapus lobus paru-paru yang terkena.
Pengobatan alternatif
Pengobatan alternatif yang mungkin berguna untuk emfisema lobus bawaan
bertujuan untuk mendukung dan memperkuat fungsi pernapasan pasien. Vitamin
dan suplemen mineral yang dapat direkomendasikan sebagai obat dapat herbal
seperti Lobelia (Lobelia inflata) yang memperkuat paru-paru dan meningkatkan
elastisitas mereka. Perawatan konstitusional homeopati mungkin juga bermanfaat
untuk kondisi ini.

31

Prognosa
Pembedahan untuk emfisema lobus kongenital memiliki hasil yang sangat baik
(ALA, 2011).
3. Hernia Diaphragmatika Kongenital
Gangguan fusi bagian sternal dan bagian kostal diafragma di garis median
mengakibatkan defek yang disebut foramen Morgagni. Tempat ini dapat menjadi
lokasi hernia retrosternal yang disebut juga hernia parasternalis (lihat Gambar
2.14). Jika penutupan diafragma tidak terganggu, foramen Morgagni dilalui oleh
a.mammmaria interna dengan cabangnya a.epigastrika superior. Gangguan
penutupan diafragma di daerah posterolateral meninggalkan foramen Bochdalek
yang mungkin menjadi lokasi hernia leuroperitoneal.

Gambar 2.14 Hernia Diaphragmatika Kongenital (Netter,2011)
32

Gambaran Klinis
Walupun hernia Morgagni merupakan hernia kongenital , hernia ini jarang
bergejala sebelum usia dewasa. Sebaliknya hernia Bockhdalek menyebabkan
gangguan pernapasan segera setelah lahir sehingga memerlukan pembedahan
darurat. Namun, kedua jenis hernia ini sering tidak menimbulkan gejala sehingga
merupakan kelainan asimptomatik.
Diagnosis
Pada hernia Morgagni pemeriksaan foto thoraks memperlihatkan masaa
retrosternal, yaitu viskus yang berisi udara, atau memberikan gambaran serupa di
sebelah dorsal jika ada hernia Bochdalek.
Tatalaksana
Pembedahan elektif perlu untuk mencegah penyulit. Tindakan darurat juga
perlu bila dijumpai insufisiensi jantung-paru pada neonatus. Reposisi hernia dan
penutupan defek memberikan hasil baik (Rachmat, 2005).
4. Atresia Esofagus dan Trakeo-Esofageal Fistula
Atresia esophagus dan fistel trakeoesofagus relative sering ditemukan,
kira-kira satu dari 3000 kelahiran. Kelainan ini terjadi karena gangguan
perkembangan jaringan pemisah antara trakea dan esophagus yang dibentuk
selama minggu ke empat sampai keenam kehidupan di dalam rahim. Karena
cairan yang di telan oleh fetus tidak dapat masuk saluran cerna, tidak terjadi
absorpsi cairan amnion di dalam uterus sehingga ibu biasanya menderita
hidramnion. Atresia esophagus mungkin disertai oleh kelainan jantung (20%),
atresia rektum/anus (12%), kelainan tulang belakang, serta kelahiran.
33

Pada tipe A dan C, terjadi refluks ludah dan minuman dari esophagus yang
buntu ke dalam jalan napas (1) (lihat Gambar 2.17). Pada tipe B dan D, ludah dan
minuman langsung masuk ke jalan napas melalui fistel proksimal (2). Pada tipe C
dan D terjadi refluks cairan lambung ke jalan napas (3). Tipe E mungkin mirip
pada tipe D. Tipe atresia esophagus yang umum ditemukan adalah tipe C dengan
aspirasi ludah dan minuman, dan refluks cairan lambung ke jalan napas (Rachmat,
2005).

Gambar 2.17 Atresia Esofagus dan Fistel Trakeoesofagus (panah
menunjukkan fistel) (Rachmat, 2005)
A.Atresia tanpa fistel (8%), B. Fistel proksimal (<1%), C. Fistel distal (85%), D.Fistel proksimal
dan distal (>85%), E. Fistel tanpa Atresia (4%).
Gambaran Klinis
Atresia esophagus perlu dicurigai bila pada bayi baru lahir yang mulut dan
tenggorokannya telah dibersihkan dengan baik, beberapa jam berikutnya timbul
napas menggorok, atau terlihat gelembung udara bercampur lendir putih pada
lubang hidung dan mulut. Keadaan ini terjadi karena regurgitasi air ludah atau
minuman pertama. Pada keadaan ini perlu dilakukan pemeriksaan keutuhan lumen
esophagus dengan memasukan kateter kecil melalui hidung ke dalam esophagus.
Jika kateter tertahan setelah masuk 10-12 cm dari lubang hidung atresia
esophagus dapat ditegakkan. Diagnosis harus dibuat sebelum bayi diberi minum
34

karena bila telah diberi minum, apalagi minum susu dapat timbul kegawatan
akibat aspirasi susu ke dalam paru. Bayi akan batuk-batuk dan timbul sianosis .
Penyulit paru-paru ditambah prematuritas dan anomali lain sangat mungkin
menimbulkan kematian.
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan radiologi dada dan perut
untuk menentukan adanya fistel distal (tipe C, D, atau E). Pemeriksaan ini
dilakukan dengan memasukkan kateter melalui hidung ke esophagus. Pada foto
akan terlihat kateter yang mungkin melengkung ke atas dan lambung berisi udara.
Bayi diletakkan setengah duduk dan dimasukkan kateter melalui hidung ke
esophagus yang buntu. Tiap 10 menit lendir dan ludah diisap melalui kateter
untuk mencegah refluks dan aspirasi.
Pembedahan dapat dilakukan satu tahap atau dua tahap, bergantung pada
tipe atresia dan penyulit yang ada. Biasanya dilakukan dengan membuat stoma
pada esophagus proksimal dari gastrostomi. Penutupan fistel, anastomosis
esophagus, atau interposisi kolon dilakukan kemudian hari pada saat bayi berumur
satu tahun (Rachmat, 2005).
Prognosis
Prognosis menjadi lebih buruk bila didiagnosis terlambat akibat penyulit
pada paru. Keberhasilan pembedahan bergantung pada beberapa faktor risiko,
antara lain berat badan lahir bayi, ada tidaknya komplikasi pneumonia, dan
kelainan congenital lain yang menyertai. Prognosis jangka panjang bergantung
pada ada tidaknya kelainan bawaan lain yang mungkin multiple (Rachmat, 2005).


35

5. Hipertfrofi Pilorik Stenosis
Insidens dan Patofisiologi
Hipertrofi pylorus merupakan kelainan yang terjadi pada otot pylorus yang
mengalami hipertrofi pada lapisan sirkulernya, terbatas pada lingkaran pylorus
dan jarang berlanjut ke otot gaster (lihat Gambar 2.18).

Gambar 2.18 Hipertrofi Pilorus (Adam, 2011)
Kejadian hipertrofi pilorus banyak diwariskan dari orang tuanya. Ibu yang
menderita hipertrofi pylorus akan cenderung melahirkan anak yang kemungkinan
menderita hipertrofi pylorus empat kali lebih besar. Lebih sering ditemukan pada
bayi laki-laki dibanding bayi perempuan , yaitu 4:1.
Meskipun diagnosis hipertrofi pylorus telah dapat ditentukan beberapa hari
setelah lahir, gejalanya baru terlihat jelas setelah berumur 3-6 minggu dan jarang
ditemui setelah bayi berumur 3 bulan.
Gejala konstipasi dapat pula terjadi akibat sedikitnya jumlah cairan yang
dapat melewati pilorus menuju usus halus; hal ini juga berakibat terjadinya
penimbunan cairan yang makin lama makin banyak di dalam lambung,
menimbulkann muntah secara periodik dan bertingkat, baik frekuensi maupun
36

kekuatannya. Bahan muntahan merupakan bahan minuman yang murni tanpa
mengandung zat empedu.
Gambaran Klinis
Bayi setiap habis minum dan atau makan dalam waktu yang tidak lama
akan muntah dan semakin lama makin kurus ; frekuensi muntah makin sering dan
akhirnya secara proyektil. Setelah muntah, bayi kelihatan selalu masih lapar dan
rakus bila diberi minum.
Kadang ditemui bahan muntahan bercampur darah; hal ini disebabkan oleh
pecahnya kapiler pada mukosa gaster akibat gastritis. Stenosis piloris hipertrofik
tampil dengan gejala muntah kuat tanpa empedu pada bayi usia kurang lebih 3
minggu (5 hari 5 bulan).
Bila pada pemeriksaan fisik ditemukan masa di perut kanan atas di bawah
lengkung iga sebesar ujung jari telunjuk berbatas tegas, konsistensi kenyal padat,
hampir 100% diagnose dapat ditegakkan. Akan tetapi apabila masih diragukan
dapat dilakukan pemeriksaan radiologik memakai bahan kontras barium per os.
Akan tampak pada pilorus gambaran dawai yang menendakan adanya
penyempitan lumen pylorus (lihat Gambar 2.18).
Pilorus dapat diraba sebagai massa di perut kanan atas sebesar 2-3 cm,
agak lunak dan menjadi padat karena kontraksi saat sebelum muntah. Massa
pylorus dapat diraba sewaktu bayi menyusu.
Penatalaksanaan
Akibat muntah yang terus menerus sesudah minum akan terjadi dehidrasi,
alkalosis hipokloremi dan hipokalemi. Deplesi cairan dan elektrolit ini harus
dikoreksi pra bedah. Biasanya pada hipertrofi pylorus ada konstipasi; tidak ada
37

diare seperti pada gastroenteritis. Piloromiotomicara Fredet Ramstedt merupakan
pilihan utama prosedur pembedahan. Kalau operasi ini dikerjakan secara benar,
tidak akan kambuh. Prognosis baik setelah dilakukan tindakan piloromiotomi
(lihat Gambar 2.18) (Riwanto, 2005).

Gambar 2.18 Piloromiotomi Cara Fredet-Ramstedt (Riwanto, 2005)
6. Malrotasi Usus
Pada tahapan perkembangan usus dapat terjadi gangguan rotasi dan fiksasi
usus pada peritoneum dinding belakang. Malrotasi dapat menimbulkan gangguan
pasase dan vaskularisasi.
Gambaran klinis umumnya berupa gangguan pasase usus halus. Bila
timbul tanda obstruksi, muntah hijau, dan perut kembung segera setelah lahir,
dapat dipikirkan gangguan pasase usus halus. Gambaran klinis obstruksi usus
38

yang hilang timbul mungkin dimulai pada masa bayi dan berlangsung sampai
umur dewasa.
Foto polos perut memperlihatkan dua gelembung yang mencolok jika
malrotasi menyebabkan obstruksi tepat di bagian ketiga duodenum. Biasanya
disertai satu-dua bayangan gelembung kecil pada malrotasi di usus tengah. Foto
kontras per os kadang diperlukan untuk menentukan tempat sumbatan. Foto
kontras per enema dapat menolong untuk menemukan obstruksi setinggi sekum
bila terjadi malrotasi usus halus.
Tindak bedah baru dikerjakan bila jelas terdapat obstruksi usus yang
lengkap, parsial, maupun berulang. Tindakannya adalah laparotomi dan
mengembalikan usus agar terputar dan a.mesenterika superior tidak terjepit.
Sebaiknya jangan berusaha mengembalikan anatomi usus ke anatomi normal
(Pieter, 2005).

Gambar 2.19 Malrotasi Usus (Hill, 2011)


39

7. Atresia Usus
Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh kegagalan rakanalisasi pada
waktu janin berusia 6-7 minggu. Atersia usus dapat juga disebabkan oleh
gangguan aliran darah lokal pada sebagian dinding usus akibat desakan,
invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi usus pada masa janin. Daerah usus
yang tersering mengalaminya adalah usus halus. Angka kejadian atresia atau
stenosis akibat atresia jenis membrane dengan lubang di tengahnya, kira-kira satu
dari 20.000 kelahiran, dan ini merupakan 16-30% penyebab obstruksi usus pada
masa neonatus.
Gambaran Klinis
Lebih dari 80 bayi yang lahir dengan obstruksi usus akan terlihat buncit.
Bila obstruksinya tinggi, buncit terbatas di perut bagian atas, buncit ini tidak
tegang, kecuali bila ada perforasi.
Diagnosis ini ditegakkan secepatnya untuk mencegah komplikasi
pneumonia aspirasi, dehidrasi, atau perforasi. Gambaran udara yang tampak pada
foto polos perut cukup sebagai patokan mencari letak obstruksi. Satu gelembung
udara berarti atresia di pylorus yang sangat jarang terjadi. Dua gelembung udara
merupakan tanda khas atresia setinggi duodenum. Tiga gelembung biasanya
ditemukan pada atresia yeyenum. Beberapa gelembung pendek di bagian atas
biasanya terdapat pada atresia ileum. Bila gelembung udara cukup banyak sampai
di rongga pelvis, sangat mungkin terdapat suatu atresia rektum atau anus yang
perlu dibedakan dengan penyakit Hirschprung. Penyempitan yang menetap pada
salah satu segmen usus hanya dapat didiagnosis denganfoto barium per os.
40


A B C

D E
Gambar 2.20 Foto X-Ray Atresia Usus
A.atresia pylorus, B.atresia duodenum, C.atresia yeyenum, D.atresia ileum, E.atresia anus

Penyambungan usus kembali mutlak diperlukan untuk mempertahankan
pasase makanan. Perlu dinilai apakah pada segmen distal tidak ada lagi atresia
dengan cara bilasan air garam ke arah distal (Pieter, 2005).
A. Stenosis dan atresia duodenum
Embriologi
Sistem hepatobiliary dan bentuk pankreas pada minggu ketiga kehamilan,
sebagai bagian kedua duodenum menimbulkan tunas empedu dan pankreas di
persimpangan dari foregut untuk midgut tersebut. Duodenum juga mengalami fase
padat selama ini; antara usia kehamilan 8-10 minggu, lumen duodenum
41

ditegakkan kembali oleh pengumpulan vakuola, dan rekanalisasi terjadi.
Penghinaan selama periode penting perkembangan diyakini mengakibatkan
kegagalan atresia rekanalisasi dan konsekuen, stenosis, dan jaringan. Selain itu,
atresia duodenum telah dikaitkan dengan sepotong erat sekitarnya jaringan
pankreas. Apakah jaringan ini adalah pankreas annular atau sekadar kegagalan
pembangunan duodenum masih diperdebatkan.
Klasifikasi
Stenosis adalah suatu obstruksi lengkap dengan lubang kecil sekunder
untuk diafragma atau web, sedangkan atresia adalah sebuah obstruksi lengkap.
Tidak seperti atresia usus lainnya, atresia duodenum berhubungan dengan anomali
kongenital lain. Sekitar 50% pasien dengan atresia duodenum memiliki beberapa
bentuk anomali (misalnya, jantung, anorektal, Genitourinary), dan sebanyak 40%
memiliki trisomi 21, atresia esophagus dan Vater (yaitu, cacat tulang belakang ,
anal atresia, fistula trakeo dengan atresia esofagus, anomali ginjal dan dan radial)
sindrom juga telah dikaitkan dengan atresia duodenum. Oleh karena itu, semua
neonatus dengan atresia duodenum harus dinilai untuk malformasi yang
bersamaan. Retardasi pertumbuhan dan polihidramnion sering hadir pralahir.
Secara anatomis, penghalang yang paling duodenum bawaan dianggap
periampula, dengan outlet empedu terjadi proksimal atau distal ke lokasi
obstruksi. Tingkat obstruksi menentukan jumlah yang dihasilkan patologi.
Obstruksi menyebabkan pelebaran proksimal duodenum dan perut serta hipertrofi
dan distensi dari pilorus. Sebuah variasi umum adalah anomali windsock, di mana
duodenum adalah dilatasi distal titik obstruksi karena membran keruntuhan atau
42

web (lihat gambar di bawah). Ini mungkin bingung dengan obstruksi duodenum
lebih distal.

Web duodenum windsock deformitas.
Diagnosa
USG prenatal dapat menunjukkan kelainan struktural dan terkait, seperti
dilatasi lambung dan duodenum proksimal. Polihidramnion adalah sugestif dari
obstruksi saluran pencernaan proksimal karena janin tidak dapat menelan cairan
amniotik. Anomali terkait umum dan cacat kromosom dapat dinilai dengan
skrining serum dan cairan ketuban ibu.
Dalam emesis baru lahir, jelas atau empedu jelas dalam jam lahir, dengan
atau tanpa distensi abdomen. Output lebih dari 20 mL isi lambung merupakan
indikasi dari obstruksi mungkin. Karena obstruksi lengkap, pasien dengan stenosis
atau web mungkin hadir kemudian dengan dehidrasi atau gagal tumbuh .
Radiografi polos membantu dan dapat mengungkapkan tanda gelembung
ganda klasik, mewakili udara di lambung dan duodenum proksimal, yang
berhubungan dengan lengkap atau dekat obstruksi duodenum lengkap. Tegak dan
kontras radiografi menggunakan udara atau kontras dapat mengkonfirmasi
diagnosis (lihat gambar di bawah). Malrotasi dengan volvulus juga dapat
mengakibatkan obstruksi duodenum dengan tanda ganda-gelembung dan dapat
hidup berdampingan dengan atresia duodenum pada sebanyak 30% kasus.
43


Sebuah studi yang menggambarkan kontras stenosis duodenum.

Plain radiograf stenosis duodenum.
Pengobatan
Dekompresi lambung sangat penting untuk mencegah aspirasi, dan
termoregulasi harus dipantau setiap saat. Kecuali malrotasi dengan volvulus masih
menjadi perhatian, penilaian preoperatif anomali terkait lainnya harus dilakukan.
Ketika resusitasi cairan dan penilaian menyeluruh telah dicapai, neonatus dapat
melanjutkan operasi.
Dua pilihan dasar untuk perbaikan obstruksi duodenum sekunder untuk
web atau atresia dicatat: duodenoduodenostomy dan duodenotomy dengan eksisi
dari web. Perbaikan paling umum adalah suatu duodenoduodenostomy.
Pendekatan klasik adalah melalui sayatan melintang supraumbilical perut yang
memberikan paparan yang memadai duodenum setelah kolon ascending dan
melintang dimobilisasi ke kiri. Sebuah kateter dimasukkan melalui perut untuk
44

membantu menentukan lokasi obstruksi. Selain itu, usus kecil seluruh hati-hati
dieksplorasi untuk situs lain obstruksi. Perawatan diambil untuk memeriksa
kantong empedu untuk memastikan bahwa vena portal preduodenal tidak jelas dan
untuk menemukan ampula Vater untuk menghindari cedera sengaja. Baru-baru
ini, laparoskopi juga telah ditunjukkan untuk menjadi pendekatan yang aman dan
efektif untuk memperbaiki obstruksi duodenum bawaan.
Proksimal duodenum biasanya membesar, dibandingkan dengan
duodenum distal berdinding tipis dan datar dan jejunum. Sebuah anastomosis
berbentuk berlian dapat dibentuk antara insisi longitudinal yang dibuat pada akhir
runtuh distal duodenum dan sayatan melintang dibuat dalam aspek inferior buta
bulat berakhir proksimal duodenum. Dalam pendekatan laparoskopi, U-klip
digunakan untuk fashion duodenoduodenostomy tersebut. Selain itu, meruncing
dari proksimal duodenum kadang-kadang dilakukan oleh plicating antimesenteric
sisi lateral. Sebuah prosedur Ladd dibenarkan jika malrotasi hadir.
Jika web hadir, duodenotomy dengan eksisi web dapat dilakukan bukan
suatu duodenoduodenostomy. Web harus didefinisikan dengan bantuan tabung
melalui perut, dan ampula Vater harus hati-hati diidentifikasi sebelum eksisi.
Sebuah insisi longitudinal kemudian dibuat langsung di web, dan web yang
dipotong. Duodenum kemudian ditutup melintang, untuk menghindari
penyempitan.
Makan dapat dimulai ketika fungsi GI didirikan. Pada beberapa pasien, ini
mungkin memakan waktu hingga 2 minggu. Dekompresi lambung dengan tabung
nasogastrik diperlukan sampai saat itu.
45

Hasil
Kebocoran anastomosis, cedera pada saluran empedu, dan sepsis adalah
komplikasi awal. Komplikasi ulkus peptikum akhir termasuk sekunder refluks
basa, buta loop sindrom karena stasis duodenum, dan obstruksi berulang. Dalam
salah satu seri, sebanyak 12% pasien mengalami komplikasi akhir yang
membutuhkan reoperation untuk sejumlah alasan, termasuk refluks dan penyakit
ulkus peptikum, kelainan bilier terkait, dan obstruksi usus.
Prognosis baik untuk pasien dengan stenosis atau atresia duodenum
diperbaiki, namun, hidup bersama diagnosa, seperti sindrom Down dan anomali
jantung, mempengaruhi hasilnya. Recent data jangka panjang menunjukkan
bahwa 9% gabungan tingkat kematian awal dan akhir selama periode 6 tahun
follow-up rata-rata adalah karena hampir secara eksklusif untuk anomali
kongenital yang terkait. Selain itu, berat badan lahir telah terbukti menjadi
prediktor kematian. Bayi dengan atresia duodenum yang beratnya kurang dari 2
kg pada saat lahir memiliki kelangsungan hidup lebih miskin, terlepas dari adanya
kelainan bawaan lainnya.
B. Stenosis dan atresia jejunoileal
Etiologi
Beberapa teori tentang etiologi atresia jejunoileal telah dipelajari dalam
model hewan, termasuk anjing, domba, kelinci, dan embrio ayam. Studi pada
model tikus menunjukkan bahwa beberapa bentuk atresia mungkin turun temurun
dan hasil dari disregulasi apoptosis proliferasi dan usus berkembang melalui jalur
faktor pertumbuhan fibroblast. Untuk saat ini, teori yang paling diterima
mengenai etiologi atresia jejunoileal adalah bahwa dari kecelakaan vaskular
46

intrauterin mengakibatkan nekrosis segmen yang terkena dampak , dengan
resorpsi berikutnya.
Klasifikasi
Para 2 kategori besar cacat jejunoileal adalah stenosis dan atresia. Stenosis
A memiliki mesenterium utuh dan penyempitan lokal dari usus. Tidak ada
kehilangan kontinuitas lumen ada, dan bagian pulmonalis umumnya memiliki
submukosa muskularis dan menebal tidak teratur. Empat jenis atresia jejunoileal
dijelaskan. Berbagai jenis mewakili spektrum keparahan, dari web sederhana
untuk atresia penuh dengan hilangnya panjang usus. Sistem klasifikasi ini
umumnya panduan prognosis dan terapi (lihat gambar di bawah).

Ilustrasi ini menunjukkan sistem klasifikasi atresia jejunoileal.
Atresia
Tipe I: Dalam tipe I atresia, mukosa dan submukosa membentuk web atau
diafragma intraluminal, mengakibatkan obstruksi. Seperti dalam jaring
duodenum, efek windsock mungkin sekunder jelas bagi peningkatan
tekanan intraluminal di usus proksimal menyebabkan prolaps sebagian
dari web ke bagian distal usus. Sebuah cacat mesenterika tidak hadir, dan
panjang usus tidak terpengaruh.
47

Tipe II: mesenterium ini utuh dalam tipe II atresia, namun, usus tidak
bergabung. Bagian proksimal melebar memiliki ujung bulat buta
dihubungkan dengan kabel fibrosa ke ujung buta usus distal rata. Panjang
keseluruhan dari usus kecil biasanya tidak dipersingkat.
Tipe IIIa: Cacat pada tipe IIIa mirip dengan yang di tipe II dalam bahwa
kedua jenis memiliki ujung proksimal dan distal buta, namun, dalam tipe
IIIa, tidak ada kabel berserat menjembatani hadir, dan cacat mesenterika
berbentuk V hadir. Ujung proksimal buta biasanya melebar dan aperistaltic
nyata. Usus intervensi telah mengalami resorpsi intrauterin, dan, sebagai
akibatnya, usus dalam kategori ini bervariasi dipersingkat.
Tipe IIIB: Selain cacat besar mesenterium, usus secara signifikan
dipersingkat dalam tipe IIIb. Lesi ini juga dikenal sebagai pohon Natal
atau mengupas apel cacat karena penampilan usus seperti membungkus di
sekitar pembuluh perfusing tunggal. The distal usus kecil menerima
pasokan darah dari arteri kolik tunggal ileokolika atau kanan karena
bagian yang lebih baik dari arteri mesenterika superior tidak ada.
Prematuritas, malrotasi, dan sindrom usus pendek berikutnya telah
dikaitkan dengan kelainan ini, dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
Tipe IV: Jenis IV melibatkan beberapa atresia usus kecil dari setiap
kombinasi jenis I hingga III. Cacat ini sering mengambil pada penampilan
string sosis karena beberapa lesi. Penyebabnya tidak diketahui, dan teori
berkisar dari infark iskemik beberapa, mungkin dari insufisiensi plasenta
48

lebih global, untuk cacat embryologic awal dari saluran GI, untuk proses
inflamasi yang terjadi dalam rahim.
Diagnosa
Prenatal diagnosis lesi jejunoileal dengan cara skrining USG dan pralahir
adalah mungkin. Sedangkan anomali terkait ditemukan pada 30-40% neonatus
atresia duodenum dengan, anomali terkait ditemukan hanya 10% dari neonatus
dengan atresia jejunoileal.
Stenosis pada neonatus adalah sulit untuk mendiagnosa dan tidak mungkin
terwujud selama beberapa waktu. Gambaran klinis tergantung pada tingkat
keparahan penyakit, dan pasien ini memiliki riwayat muntah intermiten dan gagal
tumbuh. Sebuah GI atas dengan usus kecil tindak lanjut diindikasikan pada pasien
ini.
Secara klinis, neonatus dengan atresia proksimal mengembangkan emesis
empedu dalam hitungan jam, sedangkan pasien dengan lesi distal lebih mungkin
memakan waktu lebih lama untuk mulai muntah. Perut yang normal atau
scaphoidlike pada neonatus dengan emesis empedu harus dipertimbangkan
indikasi obstruksi proksimal sampai terbukti sebaliknya. Distensi abdomen yang
lebih jelas dengan lesi distal.
Radiografi sangat membantu untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Dengan
atresia lebih proksimal, sedikit udara-cairan tingkat yang terbukti dengan tidak
ada gas jelas di bagian bawah perut. Lesi lebih distal menunjukkan tingkat lebih
banyak udara-cairan, meskipun usus distal tetap gasless (lihat gambar pertama di
bawah). Meskipun radiograf polos dapat menggambarkan adanya obstruksi, itu
bukan metode terbaik untuk menunjukkan lokasi kelainan. Suatu barium enema
49

dapat digunakan untuk menentukan microcolon indikasi obstruksi usus distal
kecil, melainkan juga mampu menetapkan diagnosis penyebab lain dari obstruksi
lebih rendah, seperti penyakit Hirschsprung atau plug mekonium. Enema kontras
mungkin juga refluks ke dalam usus kecil dan membantu menentukan tingkat
obstruksi distal (lihat gambar kedua dan ketiga di bawah).

Plain radiograf menunjukkan atresia jejunum.

Kontras studi atresia jejunum
.
Kontras studi atresia jejunum.
Stenosis pada neonatus adalah lebih sulit untuk mendiagnosa, dan tidak
mungkin terwujud selama beberapa waktu. Gambaran klinis tergantung pada
tingkat keparahan penyakit, dan pasien ini memiliki riwayat muntah intermiten
50

dan gagal tumbuh. Sebuah GI atas dengan usus kecil tindak lanjut diindikasikan
pada pasien ini.
Pengobatan
Perawatan pra operasi harus sama seperti yang dijelaskan untuk perbaikan
lesi duodenum. Setelah diagnosis dibuat, pasien harus sepenuhnya diresusitasi
sebelum koreksi bedah dicoba kecuali perforasi atau volvulus dicurigai.
Dekompresi lambung, resusitasi cairan, dan termoregulasi sangat penting.
Antibiotik pra operasi harus diberikan.
Di ruang operasi, sayatan melintang supraumbilical affords eksposur yang
memadai dari isi perut. Panjang penuh dari usus secara manual dieksplorasi untuk
malrotasi, atresia lain, atau stenosis, perawatan diambil untuk menjaga
kelembaban usus dan dilindungi setiap saat. Malrotasi harus ditangani dengan
prosedur Ladd. Panjang usus yang muncul fungsional diukur sepanjang
perbatasan antimesenteric karena panjangnya usus mempengaruhi prosedur dan
prognosis keseluruhan. Larutan natrium klorida disuntikkan ke dalam usus distal
dan diikuti erat dengan sekum untuk memastikan patensi. Hal yang sama
dilakukan untuk usus besar.
Setelah patensi dari seluruh panjang usus didirikan, perbaikan dapat
dilanjutkan. Bola proksimal berdilatasi umumnya tidak memiliki fungsi normal
dan, sebagai hasilnya, harus resected sampai ukuran lebih cocok untuk
menghindari masalah dengan gerakan peristaltik yang abnormal pasca operasi.
Jika panjang usus terbatas, enteroplasty lonjong harus dipertimbangkan daripada
reseksi. Sebuah anastomosis end-to-end kemudian dapat dilakukan (lihat gambar
di bawah). Sebuah teknik baru, enteroplasty melintang serial, telah digunakan
51

untuk lancip baik dan memperpanjang usus pada neonatus dengan atresia dan usus
dipersingkat. Selain itu, dalam kasus spesifik tipe IV atresia dengan usus sisa-sisa
yang minimal, teknik kreatif seperti sebagai segmen usus stenting beberapa telah
dilakukan dengan beberapa keberhasilan.

Atresia jejunum setelah akhir-to-end anastomosis.
Pasca operasi, drainase lambung harus terus sampai kembalinya fungsi
usus. Nutrisi parenteral total (TPN) harus dimulai segera setelah pembedahan dan
dilanjutkan sampai enteral feed ditoleransi. Bayi harus dipantau setelah operasi
lingkar perut, tanda-tanda vital, suhu, status cairan, urin, drainase lambung, dan
tingkat aktivitas.
Hasil
Secara umum, anak-anak dengan atresia melakukannya dengan baik, pasca
operasi. Tipe IIIb atresia, berdasarkan sifatnya, memiliki prognosis yang relatif
miskin, meskipun dalam satu seri jangka panjang, bahkan anak-anak ini memiliki
tingkat yang relatif rendah morbiditas akhir.
[30]
Seperti halnya dengan atresia
duodenum, kematian terutama terkait dengan kehadiran anomali kongenital lain,
dan berat lahir. Dismotilitas dari usus sisa dekat lokasi atresia tidak terjadi,
sebagaimana disebutkan di atas, dan mungkin terkait dengan disgenesis struktur
saraf enterik. Jika bagian bulat dari usus atretic yang tidak resected karena
52

panjang usus terbatas, dismotilitas ini dapat menyebabkan komplikasi akhir stasis,
pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan makan intoleransi.
Prognosis keseluruhan untuk pasien dengan atresia jejunoileal tergantung
pada jumlah sisa usus fungsional yang ada setelah operasi. Secara umum, 40 cm
usus kecil fungsional dianggap memadai, bahkan tanpa katup ileocecal;. Namun,
neonatus dengan sesedikit 10 cm usus kecil telah berhasil disapih dari nutrisi
parenteral. Anak-anak dengan atresia jejunoileal memakan waktu lebih lama
untuk mencapai nutrisi enteral lengkap dibandingkan dengan atresia duodenum
atau kolon baik, dengan waktu rata-rata untuk otonomi enteral lebih besar dari 2
minggu. Ini neonatus dengan ketidakmampuan usus memerlukan perawatan yang
cermat tindak lanjut dengan dokter bedah, Pencernaan pediatrik, dan ahli gizi
untuk mengoptimalkan hasil .
C. Atresia kolon
Etiologi dan klasifikasi
Mirip dengan jejunoileal atresia, atresia kolon (lihat gambar di bawah)
diyakini disebabkan oleh kecelakaan pembuluh darah rahim mengakibatkan
cedera iskemik, kemungkinan setelah midgut telah kembali ke rongga selom.
Beberapa bukti hewan dicatat, seperti dibahas di atas, bahwa hubungan atresia
kolon dengan cacat diwariskan dalam jalur peraturan FGF. Atresia kolon adalah
yang paling umum dan terdiri dari 1,8-15% dari semua atresia usus dan stenosis.
Atresia mungkin terjadi sepanjang usus besar, namun, lesi proksimal ke fleksura
lienalis dan distal ke daerah DAS vaskular adalah yang paling umum. Atresia
kolon ini sering berhubungan dengan anomali lain, termasuk jejunoileal atresia,
53

penyakit Hirschsprung, dan malformasi urogenital. Mereka umumnya dapat
diklasifikasikan dalam cara yang sama seperti atresia usus kecil.

Kontras studi atresia kolon.

Bruto contoh atresia kolon.
Diagnosa
USG prenatal dapat mendeteksi usus lebih besar dari yang diharapkan
untuk usia kehamilan pada pasien dengan atresia kolon. Diagnosis setelah
kelahiran biasanya tepat waktu karena bayi baru lahir menunjukkan tanda-tanda
obstruksi usus distal. Distensi abdomen menonjol dalam 24 jam pertama, dan loop
proksimal berdilatasi sangat sering teraba. Radiografi menggambarkan lingkaran
besar proksimal usus dengan udara-cairan tingkat. Sebuah enema kontras dapat
memberikan diagnosis definitif dan memberikan informasi anatomi tentang lokasi
lesi (lihat gambar di bawah). Studi ini biasanya dapat digunakan untuk
54

membedakan atresia kolon dari ileus mekonium, penyakit Hirschsprung, dan
atresia usus lainnya.

Bruto contoh atresia kolon.
Pengobatan
Pengobatan tergantung pada tingkat dan lokasi dari lesi dan presentasi
klinis pasien. Perawatan harus diambil untuk menghindari perforasi sekunder
untuk distensi parah. Sebuah bertahap memulai prosedur dengan reseksi dari
bagian yang terkena dan kolostomi dengan fistula mukosa umumnya pengobatan
awal yang lebih disukai pilihan karena pelebaran ekstrim dari kolon proksimal.
Anastomosis ileokolika atau colocolic harus dilakukan sebagai prosedur kedua.
Selain itu, perawatan harus dilakukan untuk menyingkirkan anomali lainnya,
termasuk beberapa atresia dan penyakit Hirschsprung.
Hasil
Hasil tergantung pada anomali terkait, termasuk atresia usus kecil dan
berat lahir. Prognosis umumnya baik (Jones, 2009).
8. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik
karena tidak diketahui penyebabnya. Kebanyakan ditemukan pada kelompok
umur 2-12 bulan dan lebih banyak pada anak lelaki. Sering terdapat serangan
55

rhinitis atau infeksi saluran napas mendahului serangan invaginasi. Invaginasi
umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon ascedens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan
nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan
peritonitis (lihat Gambar 2.21).

Gambar 2.21 Invaginasi (Kusmawan, 2011)
Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi
yang sehat dan eutrofis sekonyong-konyong mendapat serangan nyeri perut. Anak
tampak gelisah dan tidak dapat ditenangkan, sedangkan diantara serangan
biasanya anak tidur tenang karena sudah capai sekali.
Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu serangan kolik,
biasanya keluar lendir bercampur darah (red currant jelly= selai kismis merah)
per anum, yang berasal dari intususeptum yang tertekan, terbendung atau mungkin
sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan dan pada
pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya memanjang dengan batas
jelas seperti sosis.
Bila invaginasi disertai strangulasi, harus diingat kemungkinan terjadinya
peritonitis setelah perforasi. Invaginatum yang bmasuk jauh dapat ditemukan pada
pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti portio uterus pada
pemeriksaan vaginal sehingga dinamai pseudoporsio atau porsio semu.
Invaginatum yang keluar dari rektum jarang ditemukan ; keadaan tersebut harus
56

dibedakan dari prolapsus mukosa rektum. Pada invaginasi didapatkan
invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara
sirkuler dengan dinding anus.
Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rektum, dari invaginasi.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari sekitar penonjolan untuk
menentukan ada tidaknya celah terbuka. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas
pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan
pemberian enema barium. Sumbatan oleh invaginatum biasanya tampak jelas pada
foto. Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat dikerjakan sekaligus sewaktu
diagnosis Rontgen tersebut ditegakkan.Syaratnya ialah keadaan umum
mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak
toksik, dan tidak terdapat obstruksi tinggi.
Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh
dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi
hidrostatik ini. Pengelolan berhasil jika barium kelihatan masuk ileum. Reposisi
pneumostatik dengan tekanan udara makin sering digunakan karena lebih aman
dan hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan enema barium.
Jika resposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi
operatif. Sewaktu dioperasi akan dicoba reposisi manual dengan mendorong
invaginatum dari oral kea rah sudut ileosekal: dorongan dilakukan dengan hati
hati tanpa tarikan dari bagian proksimal.
Invaginasi pada orang muda atau dewasa jarang sekali idiopatik.
Umumnya ujung invaginatum pada orang dewasa merupakan polip atau tumor
lain di usus halus. Invaginasi juga disebabkan oleh pencetus seperti divertikulum
57

Meckel yang terbalik masuk lumen usus, dupilikasi usus, kelainan vaskuler, atau
limfoma.
Gejalanya berupa gejala dan tanda obstruksis usus, tetapi bergantung dari
letak ujung invaginasi. Terapi reposisi hidrostatik pada umumnya tidak mungkin
karena jarang merupakan invaginasi ileosekal sehingga invaginatum tidak masuk
ke dalam kolon. Selain itu penyebab yang berupa polip atau tumor lain tidak
dihilangkan (Pieter, 2005).
9. Volvulus
Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Pita congenital atau adhesi
biasanya dikambinghitamkan, tetapi pada operasi sering tidak ditemukan.
Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum, diperdarahi a.ileosekalis dan
mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya merupakan gambaran ileus
obstruktif tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi (lihat Gambar
2.22) (Pieter, 2010).

Gambar 2.22 Volvulus (Netter, 2011)



58

A. Volvulus sekum
Etiologi
Volvulus sekum terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang tidak
terletak retroperitoneal, tetapi tergantung pada perpanjangan mesenterium usus
halus. Jadi, ada faktor mesenterium yang panjang dan sekum yang mobile karena
tidak terfiksasi. Sumbu rotasi volvulus terletak sekitar a.ileokolika. Rotasi bisa
mencapai 720 derajat.
Insidens
Volvulus sekum jarang ditemukan dibandingkan volvulus sigmoid. Angka
kejadian volvulus sekum hanya 10 persen. Angka kejadian di Indonesia rendah,
tetapi cukup banyak kasus ditemukan di Minahasa.
Gambaran klinis
Gejala klinis sama dengan obstruksi usus halus. Serangan nyeri perut yang
bersifat kolik makin hebat disertai mual muntah yang timbul lebih cepat daripada
gejala obstipasi. Nyeri biasanya ditemukan di sekitar pusat. Distensi abdomen
tidak mencolok, tetapi gambaran hiperperistaltis amat jelas dan terdengar
borborigmi. Gambaran klinis ini berlangsung singkat.
Diagnosis
Foto polos perut dapat memberikan gambaran patognomonis berupa
gambaran segmen sekum yang amat besar berbentuk ovoid di tengah perut; selain
itu terdapat dilatasi usus halus dengan permukaan air yang jelas, dan gambaran
kolon sama sekali tidak terlihat (lihat Gambar 2.23),
59


Gambar 2.23 Volvulus Sekum
Tatalaksana
Terapinya adalah reseksi ileosekal dengan ileokolostomi terminolateral.
Reseksi ini dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
B. Volvulus sigmoid
Etiologi
Faktor predisposisi ialah mesenterium yang panjang dengan basis yang
sempit. Konstipasi kronik berat sebagian besar dialami penderita volvulus
sigmoid. Volvulus sigmoid sering mengalami strangulasi bila tidak dilakukan
dekompresi
Insidens
Volvulus sigmoid ditemukan jauh lebih banyak daripada volvulus sekum,
yaitu sekitar 90%. Kelainan ini terutama di temukan pada orang yang lebih tua
dan lebih banyak pada lelaki daripada perempuan. Volvulus juga ditemukan pada
orang dengan gangguan mental. Pengaruh obat neuroleptik, gangguan
kardiovaskuler, dan penyakit paru kronik yang berat.



60

Gambaran klinis
Pada anamnesis umumnya penderita sudah berulang-ulang mengalami
serangan nyeri perut yang samar dengan kolik usus dan perut kembung. Gejala
dan tanda ini hilang setelah penderita flatus berulang kali.
Nyeri perut volvulus bersifat intermiten disertai kejang perut bagian
bawah yang berlangsung cepat disertai obstipasi total. Mual dan muntah kadang
timbul lambat sekali. Distensi abdomen berlangsung lebih cepat karena distensi
sigmoid berlebihan. Biasanya kontur sigmoid tampak didinding perut seperti ban
mobil yang juga kelihatan pada foto perut bersama dengan tanda paruh burung
pada dasar volvulus (lihat Gambar 2.24).

Gambar 2.24 Volvulus Sigmoid (LearningRadiology.com, 2011)
Syok dan tanda toksik lain sangat mendukung adanya strangulasi sigmoid ,
Pemeriksaan fisik
Tampak distensi perut yang mencolok. Pada perkusi terdengar tympani
karena sigmoid yang besar sekali.
Pemeriksaan radiologik
Pada foto polos perut terlihat jelas distensi usus besar yang mengisi
separuh perut kiri dengan kedua ujung segmen usus pada dasarnya berbentuk
61

tapal kuda atau paruh burung. Dengan foto barium ditemukan obstruksi dengan
gambaran paruh burung, yaitu konfigurasi obstruksi akibat torsi.
Tatalaksana
Yang penting ialah dekompresi lengkung sigmoid yang dapat dilakukan
dengan rektoskop, endoskop, atau pipa lentur yang besar. Dengan dekompresi ini,
diharapkan terjadi detorsi atau reposisi spontan setelah usus menjadi kempes
kembali. Dekompresi cara ini berhasil pada 80% penderita bila belum ada
strangulasi. Kalu dekompresi berhasil, dianjurkan sigmoideskopi elektif setelah
beberapa minggu untuk mencegah kekambuhan.
Pembedahan
Tindak bedahnya berupa sigmoidektomi dengan anastomosis termino-
terminal. Bila keadaan umum atau keadaan lokal tidak mengizinkan untuk
melakukan anastomsis primer, dapat dilakukan prosedur Hartman. Prosedur
Hartman terdiri atas reseksi sigmoid dan kolokutaneostomi ujung kolon oral dan
penutupan ujung kolon anak. Setelah keadaan umum mengizinkan, baru dilakukan
anastomosis kolokostomi dengan meniadakan kolokutaneostomi (lihat Gambar
2.25).

Gambar 2.25 Reseksi Sigmoid Secara Hartman (Pieter, 2005)
Bial keadaan umum tidak mengizinkan, cukup dilakukan detorsi,
kemudian fiksasi sigmoid (sigmoidopeksi). Tindakan semacam ini menimbulkan
62

kekambuhan 90%. Angka kambuh tinggi juga terjadi pada dekompresi dengan
rektoskop, kolonoskop, atau pipa fleksibel. Oleh karena itu, sebaiknya
direncanakan sigmoidektomi elektif setelah keadaan umum baik (Pieter, 2005).
10. Hirschsprung
Pada tahun 1888 Hirschprung melaporkan dua kasus bayi meninggal
dengan perut yang gembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa
feses. Penyakit ini disebut megakolon kongenitum dan merupakan kelainan yang
tersering dijumpai sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus. Pada penyakit
ini pleksus mienterik tidak ada, sehingga bagian usus yang bersangkutan tidak
dapat mengembang. Setelah penemuan histologik ini barulah muncul teknik
operasi yang rasional untuk penyakit ini.
Patologi
Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian
usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion
parasimpatik intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang
sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon
proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk
megakolon.
Pada morbus Hirschprung segmen pendek, daerah aganglionik meliputi
rektum sampai sigmoid, ini disebut penyakit Hirschprung klasik. Penyakit ini
terbanyak 80% ditemukan pada anak laki-laki, yaitu lima kali lebih sering
daripada anak perempuan. Bila daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari
sigmoid disebut Hirschprung segmen panjang. Bila aganglionosis mengenai
seluruh kolon disebut kolon aganglionik total, dan bila mengenai seluruh kolon
63

dan hampir seluruh usus halus, disebut aganglionosis universal (lihat Gambar
2.26).

Gambar 2.26 A.Morbus Hirschprung, B. Megakolon Akuisitum (Pieter, 2005)
Gambaran Klinis
Gejala utamanya berupa gangguan defekasi, yang dapat muali timbul 24
juam pertama setelah lahir. Dapat pula timbul pada umur beberapa minggu atau
baru menarik perhatian orang tuanya setelah umur beberapa bulan.
Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah mekonium keluar
terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dsan p[erut membuncit
seluruhnya. Adakalanya gejala obstipasi kronik ini diseling oleh diare berat serta
feses yang berbau dan berwarna khas yang disebabkan oleh timbulnya penyulit
berupa enterokolitis. Enterokolitis antara lain disebabkan oleh bacteria yang
tumbuh berlebihan pada daerah kolon yang iskemik akibat distensi berlebihan
dindingnya. Enterokolitis dapat timbul sebelum tindakan operasi bahkan berlanjut
setelah operasi definitif.
Pada pemeriksaan colok dubur terasa ujung jari terjepit lumen rektum
yang sempit. Saat timbulnya gejala klinis, baik yang dini waktu neonatus atau
yang lambat setelah umur beberapa bulan, tidak berhubungan dengan panjang
pendeknya segmen aganglionik. Selain Sindrom Down yang dapat menyertai
64

penyakit Hirschprung (10%), jarang ditemukan kelainan congenital lain atau
prematuritas bersama dengan penyakit ini.
Diagnosis
Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut
membuncit seluruhnya merupakan kunci diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang
dapat membentu menegakkan diagnosis ialah pemeriksaan radiologik dengan
enema barium. Di sini akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari
lumen yang sempit ke daerah yang melebar. Pada foto 24 jam kemudian terlihat
retensi barium dan gambaran mikrokolon pada Hirschprung segmen panjang.
Pemeriksaan biopsy hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda
histologik yang khas, yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik di lapisan
muskularis mukosa, dan adanya serabut saraf yang menebal. Pada pemeriksaan
histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
Diagnosis banding
Pada masa neonatus harus dipikirkan kemungkinan atresia ileum atau
sumbatan anorektum oleh mekoneum yang sangat padat (meconeum plug
sindrome). Penyakit ini hampir tidak pernah dijumpai di Indonesia. Sedangkan
pada masa bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan oleh obstipasi dietetic,
retardasi mental, hipotiroid dan psikogenik.
Tatalaksana
Prinsip penanganan adalah mengatasi obstruksi, mencegah terjadinya
enterokolitis, membuang segmen aganglionik, dan mengembalikan kontinuitas
usus. Untuk mengobati gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat
dilakukan bilasan kolon dengan cairan garam faali. Cara ini efektif pada segmen
65

aganglionikyang pendek. Tujuan yang sama juga dapat dicapai dengan tindakan
kolostomi di saerah yang ganglioner.
Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus
dapat dikerjakan satu tahap atau dua tahap. Langkah ini disebut operasi definitive
yang dikerjakan apabila berat badan bayi sudah cukup (>9kg). Pada waktu itu
megakolon dapat surut , mencapai kolon ukuran normal. Pada operasi definitif
dapat dipakai cara Swenson, Duhamel, Soave, atau modifikasi dari terknik ini.
Tindak bedah menurut Swenson terdiri dari rektiosigmoidektomi seluas bagian
rektosigmoid aganglionik dengan anstomosis koloanal. Pada cara Duhamel dan
Soave bagian distal rektum tidak dikeluarkan, sebab merupakan fase operasi yang
sukar dikerjakan : anastomosis koloanal dibuat secara tarik terobos (pull trough).
Prognosis
Prognosis baik jika gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pascabedah
seperti kebocoran anastomosis, atau struktur anastomosis umumnya dapat diatasi
(Pieter, 2005).
11. Omphalocele dan Gastrochisis
Embriogenesis
Pada janin usia 5-6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio di rongga
selom. Pada usia 10 minggu akan terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga
usus dari ekstraperitoneum akan masuk ke ronga perut. Bila proses ini terhambat,
akan terjadi kantong di pangkal umbilikus, yang berisi usus ,lambung, dan kadang
hati. Dindingnya tipis, terdiri atas lapisan peritoneum dan lapisan amnion yang
keduanya bening sehingga isi kantong tampak dari luar. Keadaan ini disebut
omfalokel. Bila usus keluar dari titik lemah di kanan umbilikus, usus akan berada
66

di luar rongga perut tanpa dibungkus peritoneum dan amnion. Keadaan ini disebut
gastrosisis.
Diagnosis
Pada omfalokel, pada bayi yang baru lahir, tampak kantong yang berisis
usus dengan atau tanpa hati di garis tengah. Pada gastrosisis, usus berada di luar
rongga perut tanpa kantong (lihat Gambar 2.27).

Gambar 2.27 Omfalokel dam Gastrosisis (Rosfanty, 2011)
Tatalaksana
Besarnya kantong, luasnya cacat dinding perut dan ada tidaknya hati di
dalam kantong akan menentukan cara pengelolaan. Bila kantong omfalokel kecil,
dapat dilakukan operasi satu tahap. Dinding kantong dibuang, isis kantong
dimasukkan ke dalam rongga perut, kemudian lubang ditutup dengan peritoneum,
fasia, dan kulit. Akan tetapi, biasa omfalokel terlalu besar dan rongga perut terlalu
kecil sehingga isi kantong tidak dapat dimasukkan ke dalam peut. Jika dipaksakan
karena regangan pada dinding perut, diafragma akan terdorong ke atas sehingga
terjadi gangguan pernapasan. Obstruksi v.cava inferior dapat juga terjadi karena
tekanan tersebut.
67

Tindakan yang dapat dilakukan ialah melindungi kantong omfalokel
denganncairan antiseptik, misalnya larurtan yodium, dan menutuipnya dengan
kain dakron agar tidak tercemar. Dengan demikian ada kesempatan untuk
terjadinya epitelisasi dari tepi sehingga seluruh kantong tertutup epitel dan
terbetuk hernia ventralis yang besar. Epitelisasi ini membutuhkan waktu 3-4
bulan. Kemudian, operasi koreksi hernia ventralis tersebut dapat dikerjakan
setelah anak berusia 5-10 bulan.
Pada gastrosisis, operasi koreksi untuk menempatkan usus ke dalam
rongga perut dan menutup lubang harus dikerjakan secepat mungkin karena tidak
ada perlindungan infeksi. Tambahan lagi, makin ditunda operasi makin sukar
karena usus akan udem.
Komplikasi
Komplikasi dini merupakan infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada
permukaan telanjang. Kelainan congenital dinding perut ini mungkin disertai
kelainan bawaan lain yang memperburuk prognosis (Thalut, 2005).
12. Meconium Aspiration Syndrom
Definisi
Sindrom aspirasi mekonium adalah kondisi serius di mana bayi yang baru
lahir bernafas campuran mekonium cairan dan ketuban ke paru-paru sekitar waktu
pengiriman.
Etiologi
Mekonium adalah istilah yang digunakan untuk feses awal (tinja) bayi
yang baru lahir lewat segera setelah lahir, sebelum bayi sudah mulai mencerna
ASI (atau susu formula). Dalam beberapa kasus, bayi melewati kotoran
68

(mekonium) saat masih di dalam rahim. Hal ini biasanya terjadi ketika bayi
berada di bawah stres karena mereka tidak mendapatkan cukup darah dan oksigen.
Setelah mekonium telah lulus ke dalam cairan ketuban sekitarnya, bayi dapat
bernapas mekonium ke dalam paru-paru. Ini mungkin terjadi saat bayi masih
dalam rahim, atau masih tertutup oleh cairan ketuban setelah kelahiran.
Mekonium juga dapat memblokir saluran udara bayi setelah lahir. Kondisi ini
disebut aspirasi mekonium. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan bernapas karena
pembengkakan (inflamasi) di paru-paru bayi setelah lahir.
Faktor risiko yang dapat menyebabkan stres pada bayi sebelum lahir meliputi:
Penurunan oksigen untuk sementara bayi dalam rahim
Diabetes pada ibu hamil
Sulit pengiriman atau persalinan yang lama
Tekanan darah tinggi pada ibu hamil
Melewati tanggal jatuh tempo
Gejala
Warna kulit kebiruan (sianosis) pada bayi
Masalah pernapasan
o Kesulitan bernapas (bayi perlu bekerja keras untuk bernapas)
o Tidak bernapas
o Cepat bernapas
Limpness pada bayi saat lahir
Pemeriksaan
Sebelum melahirkan, monitor janin dapat menunjukkan denyut jantung
lambat. Selama pengiriman atau saat lahir, mekonium dapat dilihat dalam cairan
69

ketuban dan bayi. Bayi mungkin perlu bantuan pernapasan atau detak jantung
segera setelah lahir, dan karena itu mungkin memiliki rendah Apgar skor. Tim
perawatan kesehatan akan mendengarkan dada bayi dengan stetoskop dan dapat
mendengar suara napas yang abnormal, terutama kasar, suara jernih. Sebuah
analisis gas darah akan menunjukkan pH darah rendah (asam), penurunan
oksigen, dan karbon dioksida meningkat. Sebuah x-ray dada dapat menunjukkan
daerah tidak merata atau bergaris-garis di paru-paru bayi.
Penatalaksanaan
Dokter kandungan atau bidan harus memberikan hisap mulut bayi baru
lahir sesegera kepala muncul selama persalinan. Perawatan lebih lanjut diperlukan
jika bayi tidak aktif dan menangis segera setelah melahirkan. Sebuah tabung
ditempatkan dalam trakea bayi dan hisap diterapkan sebagai tabung endotrakeal
ditarik. Prosedur ini dapat diulang sampai mekonium tidak lagi dilihat dalam isi
hisap.
Bayi dapat ditempatkan di ruang perawatan khusus atau unit perawatan
intensif bayi baru lahir untuk observasi dekat. Pengobatan lain mungkin termasuk:
Antibiotik untuk mengobati infeksi
Pernapasan mesin (ventilator) untuk menjaga paru-paru meningkat
Oksigen untuk menjaga kadar darah normal
Radiant hangat untuk menjaga suhu tubuh
Jika tidak ada tanda-tanda gawat janin selama kehamilan dan bayi aktif
penuh sepanjang bayi baru lahir, para ahli tidak menyarankan pengisapan
mendalam pada tenggorokan, karena membawa risiko menyebabkan jenis tertentu
dari pneumonia.
70

Prognosis
Sindrom aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit
parah dan kematian pada bayi baru lahir. Dalam kebanyakan kasus, prospek
sangat baik dan tidak ada efek jangka panjang kesehatan. Dalam kasus yang lebih
parah, masalah pernapasan dapat terjadi. Mereka umumnya pergi dalam 2 - 4 hari.
Namun, napas cepat dapat terus selama berhari-hari. Bayi dengan aspirasi berat
yang membutuhkan mesin pernapasan mungkin memiliki hasil yang lebih dijaga.
Kurangnya oksigen sebelum kelahiran, atau akibat komplikasi aspirasi mekonium,
dapat menyebabkan kerusakan otak. Hasilnya tergantung pada derajat kerusakan
otak. Aspirasi mekonium jarang menyebabkan kerusakan paru-paru permanen.
Komplikasi
Aspirasi pneumonia
Kerusakan otak akibat kekurangan oksigen
Kesulitan bernapas yang berlangsung selama beberapa hari
Runtuh paru-paru (pneumotoraks)
Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir (ketidakmampuan
untuk mendapatkan cukup darah ke paru-paru untuk mengambil oksigen
ke seluruh tubuh)
Pencegahan
Faktor risiko harus diidentifikasi sedini mungkin. Jika air ibunya pecah di
rumah, dia harus memberitahu penyedia layanan kesehatan apakah cairan itu jelas
atau diwarnai dengan zat atau cokelat kehijauan.
Pemantauan janin dimulai sehingga setiap tanda-tanda gawat janin dapat
dikenali sejak dini. Intervensi langsung dalam ruang bersalin kadang-kadang
71

dapat membantu mencegah kondisi ini. Penyedia layanan kesehatan yang terlatih
dalam resusitasi bayi baru lahir harus hadir (Kimberly, 2009).
13. Malformasi anorektal
Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya
agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat
muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal,
Renal, Limb) (Grosfeld, 2006).
Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran (Grosfeld, 2006). Secara umum, malformasi anorektal lebih
banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra
merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh
fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang
paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan
fistula perineal. Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan
bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan
malformasi anorektal letak tinggi (Oldham, 2006).
Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,
esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon
72

asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan
ektoderm dari protoderm/analpit . Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut
sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum
urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan
anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan
proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani
perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus
dapat tidak ada atau rudimenter (Grosfeld, 2006)
Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya
fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika
urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada
letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis).
Etiologi
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena :
73

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan
3. Berkaitan dengan sindrom down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya
adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko
malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan
malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi
umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya
hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's
syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-
macam gen yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan
kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik (Levitt, 2009).
Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal
adalah klasifikasi Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi letak
tinggi, intermedia dan letak rendah. Akan tetapi, untuk tujuan terapi dan prognosis
digunakan klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis (Grosfeld, 2006).
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang
melewati ischii kelainan disebut:
a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus
pubokoksigeus).
b. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.
74

Gambar 2.28 Malformasi anorektal pada laki-laki (Oldham, 2005).

Gambar 2.29 Malformasi anorektal pada perempuan (Oldham, 2005)

Manifestasi klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam
waktu 24-48 jam.
Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan (Levitt, 2009).
75

Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak
rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit
sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia
dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi
dimana anus sama sekali tidak ada (Kella, 2009). Sebagian besar bayi dengan
anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai sistem
lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas
berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu
ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam
nyawa seperti kelainan kardiovaskuler.(Kella, 2009)
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah:
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus
arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
76

4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%,
dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%. (Kella, 2009;
Grosfeld, 2006; Oldham, 2005).
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai
VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan
VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal
and Limb abnormality) (Oldham, 2005).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.
Pada anamnesis dapat ditemukan :
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan
adalah letak rendah
Pena menggunakan cara sebagai berikut:
1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti
atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti
(PSARP) tanpa kolostomi
b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih
dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.
77

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila
akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1
cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis,
rektouretralis dan rektoperinealis.
2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa
kolostomi.
Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit
dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit
dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,
vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada
pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan
foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara
Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala
dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul
didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi (Grosfeld, 2006).
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu
menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus
ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah
perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus (Oldham, 2005;
Levitt, 2007).
78

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama
beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui
fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal
rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga
rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk
menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu
selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk
menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty.
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum,
ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa
pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan
dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi
anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-
handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada
anus (tempat keluarnya mekonium) (Levitt, 2007).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough,
tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus
yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode
operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara
79

membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta
antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan
ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain
dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca
operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi,
persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta
ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari
berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian
akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada :
a. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
b. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot
sfingter ani ekternus
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.
Operasi definitif setelah 4 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai
80

adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero
sagital anorektoplasti.
Teknik Operasi
a. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan posisi
pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan.
b. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal
dimple.
c. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti
2 cm didepannya.
d. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.
e. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus levator
dibelah tampak dinding belakang rektum.
f. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.
g. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
h. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension (Grosfeld, 2006).
Penatalaksanaan malformasi anorektal (pada Gambar 2.30)
81


Gambar 2.30 Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada
neonatus laki laki (University of Michigan, 2009)
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal
pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip
penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir sama dengan
bayi laki-laki (Oldham, 2005).
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan (Gambar
2.31)
82


Gambar 2.31 Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada
neonatus perempuan (University of Michigan, 2009)
Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan
anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada
usia 3 bulan. Kontraindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus
fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk
menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien
kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm (Oldham, 2005).
Penatalaksanaan Post-operatif
Perawatan Pasca Operasi PSARP
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama
8- 10 hari.
83

b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2 kali
sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan
sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila
busi nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan
serta tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu
merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan
(Grosfeld, 2006).
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.
Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran
lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik
topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali
dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm
tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai
dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari
selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali
seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan.
Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi
(Oldham, 2005).
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi
karena kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep
84

tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat
digunakan untuk mengobati eritema popok ini (Oldham, 2005; Levitt, 2007).
Prognosis
Hasil operasi kelainan anorektal meningkat dengan signifikan sejak
ditemukannya metode PSARP (Levitt, 2007).

You might also like