You are on page 1of 28

1

SATUAN ACARA PENYULUHAN



I. Identitas
Topik : Skizofrenia
Subtopik : Mengenal lebih dalam tentang Skizofrenia
Hari/Tanggal : , Juni 2014
Waktu : 08.00 08.30 WIB
Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien Rawat Jalan
Tempat : Ruang RSJI Klender

II. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya mengetahui apa itu
Skizofrenia, diharapkan warga sekitar yang merupakan sasaran dari penyuluhan ini
memahami apa itu Skizofrenia

III. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan para peserta dapat:
1. Memahami tentang Skizofrenia
2. Memahami maksud dan pentingnya pemeriksaan dari Skizofrenia

IV. Materi (Terlampir)

V. Media
1. Laptop
2. LCD
3. Microphone
4. Leaflet

VI. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab

2

BAB I
PENDAHULUAN

Kata skizofrenia atau dalam bahasa Inggrisnya schizophrenia ternyata sudah terlahir
sejak kurang lebih 150 tahun yang lalu. Penyakit ini pertama kali diidentifikasi sebagai
penyakit mental diskrit oleh Dr Emile Kraepelin pada tahun 1887. Skizofrenia sendiri dapat
ditelusuri pada zaman Firaun Mesir kuno. Depresi, demensia, serta gangguan berpikir yang
khas dalam skizofrenia dijelaskan secara rinci dalam Kitab Hati (Book of Hearts). Manusia
pada zaman tersebut mempercayai bahwa penyakit fisik berhubungan dengan racun dan iblis.
Sebuah studi terbaru dalam sastra Yunani dan Romawi kuno menunjukkan bahwa
meskipun masyarakat umum (mungkin) memiliki kesadaran mengenai gangguan psikotik,
namun tidak ada satu pun yang akan memenuhi criteria atas diagnosa skizofrenia. Di sisi lain,
orang yang dianggap abnormal, (baik karena sakit mental, keterbelakangan mental, atau
cacat fisik) sebagian besar diperlakukan sama.Teori awal mengatakan bahwa penyakit
gangguan mental disebabkan oleh bagian jahat yang dimiliki oleh tubuh, dan tindakan atau
perlakuan yang tepatlah yang kemudian dapat mengusir bagian jahat ini. Tindakan tersebut
dapat melalui berbagai cara, mulai dari perawatan berbahaya (seperti mengekspos pasien
untuk jenis musik tertentu) dan kadang-kadang mematikan (misalnya seperti melepaskan roh-
roh jahat dengan melubangi di tengkorak pasien).
Salah satu yang pertama untuk mengklasifikasikan gangguan mental ke dalam kategori
yang berbeda adalah seorang dokter yang berasal dari Jerman, Emile Kraepelin. Dr Kraepelin
menggunakan dementia praecox istilah untuk individu yang memiliki gejala yang sekarang
kita kaitkan dengan skizofrenia. Konsep nonspesifik kegilaan telah ada selama ribuan tahun
dan skizofrenia hanya diklasifikasikan sebagai gangguan mental yang berbeda oleh Kraepelin
pada tahun 1887. Dia adalah orang pertama yang membuat sebuah perbedaan dalam
gangguan psikotik antara apa yang disebut dementia praecox dan depresi manik. Kraepelin
percaya bahwa dementia praecox utamanya adalah penyakit otak, dan khususnya bentuk dari
singkat akal. Kraepelin menamakan dementia praecox (gangguan awal demensia/singkat
akal/kemunduran mental) untuk membedakannya dari bentuk-bentuk demensia (singkat
akal/kemunduran mental seperti penyakit Alzheimer) yang biasanya terjadi pada akhir usia.
3

Dia menggunakan istilah ini karena studinya difokuskan pada orang dewasa muda dengan
demensia/singkat akal/kemunduran mental.
Psikiater Swiss, Eugen Bleuler, menciptakan istilah, skizofrenia pada tahun 1911.Dia
juga orang pertama yang menggambarkan gejala-gejala sebagai positif atau
negatif.Bleuler mengganti namanya menjadi skizofrenia karena jelas bahwa nama yang
diberikan oleh Krapelin itu menyesatkan, karena penyakit itu bukan suatu demensia/singkat
akal/kemunduran mental (hal itu tidak selalu menyebabkan kemunduran mental) dan kadang-
kadang dapat terjadi juga di awal kehidupan. Kata skizofrenia berasal dari akar Yunani
orang yg menderita skizofrenia (split) dan phrene (pikiran) untuk menggambarkan pemikiran
terfragmentasi orang dengan gangguan tersebut. Istilahnya tidak dimaksudkan untuk
menyampaikan gagasan kepribadian ganda atau multiple, yang umum disalahpahami oleh
masyarakat luas. Sejak zaman Bleulers, definisi skizofrenia terus berubah, sebagai ilmuwan
mencoba untuk lebih akurat melukiskan berbagai jenis penyakit mental. Tanpa mengetahui
penyebab pasti dari penyakit ini, para ilmuwan hanya dapat mendasari klasifikasi mereka
pada pengamatan bahwa beberapa gejala cenderung terjadi bersamaan.
Baik Bleuler dan Kraepelin membagi skizofrenia ke dalam beberapa kategori,
berdasarkan gejala menonjol dan prognosis. Selama bertahun-tahun, mereka yang bekerja di
bidang ini terus mencoba untuk mengklasifikasikan jenis skizofrenia. Lima jenis yang
dimaksud dalam DSM-III: tidak terorganisir, katatonik, paranoid, residu, dan tidak
dibedakan. Tiga kategori pertama awalnya diusulkan oleh Kraepelin. Klasifikasi ini,
sementara masih bekerja pada DSM-IV, tidak terbukti membantu dalam memprediksi hasil
dari gangguan, dan jenis tidak andal didiagnosis. Banyak peneliti menggunakan sistem lain
untuk mengklasifikasikan jenis gangguan tersebut, berdasarkan dominan positif vs
negatif gejala, perkembangan dari gangguan dalam hal jenis dan keparahan gejala dari
waktu ke waktu, dan kejadian yang tidak disengaja lain atas gangguan mental dan sindrom.
Dengan membedakan jenis skizofrenia berdasarkan gejala klinis, diharapkan akan membantu
untuk menentukan etiologi yang berbeda atau penyebab gangguan tersebut.
Bukti bahwa skizofrenia adalah penyakit biologis berbasis otak mempunyai
perkembangan pesat selama dua dekade terakhir. Bukti baru-baru ini telah juga telah
didukung dengan sistem pencitraan otak dinamis yang sangat tepat menunjukkan gelombang
pengalihan jaringan yang terjadi di otak yang menderita skizofrenia.
4




BAB II
PEMBAHASAN

1. KONSEP SKIZOFRENIA
1.1. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,
pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian (Sadock, 2003).
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan
pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah
alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari
pergaulan, miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis
atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau
inisiatif.

1.2. Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di
berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir
sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan
biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa.
Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25
tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden
skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah
urban dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003)

Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama
ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin.
5

Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh
diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10%
dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008).


Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia
prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan
diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang
distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua
jenis kelamin dalam hal umur dan onset-nya jelas. Onset untuk perempuan lebih
rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan
risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami
skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki (Durand,
2007).

1.3. Etiologi
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab
skizofrenia, antara lain :
1.3.1. Faktor Genetik
Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-
keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka
kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%;
bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila
kedua orangtua menderita skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur
(heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang
disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat
mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang
berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada
gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini
(dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia
6

semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang
memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).
1.3.2. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang
disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-
neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa
skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan
di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal
terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine
yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter
lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan
(Durand, 2007).
Dalam hipotesis dopamine yaitu pada skizofrenia terdapat hiperaktivitas
sistem dopamine pada jaras mesolimbik dan hipoaktivitas sistem dopamin
pada jaras mesocortical. Terdapat lima jaras dopamine pada otak yang dapat
dilihat dalam gambar berikut ini :

Gambar: 5 Jaras Dopamine pada Otak
(sumber gambar: bahan kuliah psikiatri)


1.3.3. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin
lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan
7

orang tua anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga
(wiraminaradja & sutardjo, 2005).
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam
keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah
schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan
tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang
diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand &
Barlow, 2007).
Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005),
keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam
pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk
anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya
orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak
memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.

1.4. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa
fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan
residual (Sadock, 2003; Buchanan, 2005).
Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia,
walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala
skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan
diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas,
gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien
dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala
somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah
pencernaan (Sadock, 2003).
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis,
yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai
tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
8

skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata
secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh
(Buchanan, 2005).
Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata
secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh
(Buchanan, 2005). Fase ini memiliki gejala-gejala yang sama dengan Fase
Prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang.
Di samping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase di atas, penderita skizofrenia
juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan,
mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan
sosial)
(Luana, 2007). Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan
remisi. Setelah sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal
untuk waktu lama (remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan.
Namun yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap
kekambuhan yang terjadi membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak
dapat kembali ke fungsi sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat,
pasien menjadi depresi, dan ini bisa berlangsung seumur hidup. Seiring dengan
berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada, sedangkan
simptom negatif relatif sulit hilang bahkan bertambah parah.
Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah
mempunyai anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika salah satu
orang tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan pada
waktu persalinan yang mungkin menyebabkan trauma pada otak, terdapat
penyimpangan dalam perkembangan kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang
sangat pemalu, menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau sangat
penurut, proses berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan, mempunyai
orang tua denga sikap paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan
bola mata yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti amfetamin, kanabis,
kokain, Mempunyai riwayat epilepsi, memilki ketidakstabilan vasomotor, gangguan
pola tidur, kontrol suhu tubuh yang jelek dan tonus otot yang jelek.
9

1.5. Tipe-Tipe Skizofrenia
Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric Assosiation, 1980) dan
berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR
(American Psychiatric Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari
DSM-IV-TR 2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu
(Davison, 2006) :

1.5.1. Tipe Paranoid
Skizofrenia paranoid merupakan salah satu dari beberapa jenis
skizofrenia, yaitu suatu penyakit mental yang kronis di mana seseorang
kehilangan kontak dengan kenyataan/ realitas (psikosis). Skizofrenia
paranoid adalah skizofrenia yang terdiri dari kelainan psikosis yang
berkembang perlahan lahan di tandai dengan waham yang menetap, tidak
bisa berubah, sistematis dan mempunyai alasan alasan yang tidak masuk
akal.Penderita dengan skizofrenia paranoid, kemampuan mereka dalam
berpikir dan berfungsi dalam kehidupan sehari-hari mungkin lebih baik
dibandingkan dengan jenis lain dari skizofrenia. Mereka mungkin tidak
memiliki banyak masalah dengan emosi, ingatan, konsentrasi. Namun,
skizofrenia paranoid merupakan suatu kondisi serius, dialami seumur hidup
yang dapat menyebabkan banyak komplikasi termasuk perilaku bunuh diri.
Meskipun demikian, dengan pengobatan yang efektif mereka dapat
mengelola gejala skizofrenia paranoid dan bekerja untuk menjalani hidup
sehat dan bahagia.
Tanda skizofrenia paranoid antara lain:
Halusinasi pendengaran, seperti mendengar suara-suara
Delusi, seperti percaya rekan kerja ingin meracuni Anda
kegelisahan
kemarahan
emosi datar
kekerasan
Banyak berargumentasi (berdebat)
Merasa diri penting atau memandang orang lain rendah.
10

Pikiran dan perilaku bunuh diri
Dengan skizofrenia paranoid, mereka cenderung akan terpengaruh oleh
masalah mood (perasaan) atau masalah dengan pemikiran, konsentrasi dan
perhatian.
Gejala gejala menurut PPDGJ III :
Proses pikir diluar sentral cukup baik.
Struktur kepribadianya yang retak
Gerakan cukup harmonis
Keadaan efektif umumnya stabil, bila ada perubahan di dahului
perubahan waham.

Gejala kunci:
Delusi (waham) dan halusinasi adalah gejala yang membuat skizofrenia
paranoid paling berbeda dari jenis lain dari skizofrenia.
Delusi. Pada skizofrenia paranoid, delusi yang umum adalah bahwa
mereka sedang dipilih untuk sesuatu hal yang terkait dengan sesuatu
yang berbahaya. Misalnya, mereka mungkin percaya bahwa pemerintah
mengawasi setiap langkah yang mereka lakukan atau bahwa ada rekan
kerja yang meracuni makan siangnya. Mereka juga mungkin memiliki
waham kebesaran (delusi keagungan) keyakinan bahwa mereka bisa
terbang, bahwa mereka terkenal atau bahwa mereka memiliki hubungan
dengan orang terkenal, misalnya. Mereka berpegang pada keyakinan
palsu meskipun tidak ada bukti. Delusi dapat mengakibatkan agresi atau
kekerasan jika mereka percaya mereka harus bertindak membela diri
terhadap orang orang yang ingin mencelakai mereka.
Halusinasi suara. Sebuah halusinasi pendengaran adalah persepsi suara
suara dimana tidak ada orang lain yang ikut mendengar. Suara
mungkin suara tunggal atau suara banyak orang. Suara-suara mungkin
berbicara baik kepada mereka atau satu sama lain. Suara-suara tersebut
biasanya tidak menyenangkan. Suara suara tersebut dapat membuat
kritik berkelanjutan dari apa yang penderita pikirkan atau lakukan, atau
11

membuat komentar kejam tentang kesalahan nyata atau kesalahan
khayalan dari penderita. Suara juga dapat memerintahkan penderita
melakukan hal-hal yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang
lain. Bila seseorang memiliki skizofrenia paranoid, suara-suara tampak
nyata. Penderita mungkin berbicara atau berteriak pada suara tersebut.

Etiologi Skizofrenia paranoid
Ambisi yang besar, tetapi tidak mampu mencapai frustasi.
Ingin mencapai kepribadian dari kecenderungan dan impuls yang
tidak disukai
Adanya rasa bersalah
Biasanya sering terjadi pada keluarga dengan salah satu orang tua
yang bersikap otoriter keras. Hal ini menimbulkan kebencian terhadap
orang tua yang otoriter dan identitas yang berlebihan dari orang tua
lainya. Timbulnya rasa bersalah yang diatasi dengan cara rasionalisasi.
Ide paranoid bervariasi luar, primer ditentukan oleh kebutuhan utama
pemuasan diri dan sekunder ditentukan oleh tipe rasionalisasi. Pasien
seringkali khawatir kalau kalau wahamnya diragukan orang. Tipe
lainya mempunyai waham kebesaran dimana pasien berubah menjadi
tuhan, atau nabi- nabi, serta mempunyai kekuatan supranatural atau
menjadi pemimpin untuk memperbarui dunia. Pada tipe erotic pasien
menjadi percaya banyak orang yang mencintai dirinya.
Paranoid sering terjadi pada pasien dengan intelegensi yang
tinggi, tetapi energi tidak dipergunakan secara baik. Mungkin hal ini
disebabkan karena pasien menemukan bahwa mekanisme pertahanan
rasionalisasi dan proyeksi merupakan mekanisme pertahanan yang
memuaskan.Psikoterapi yang paling baik biasanya bersifat suportif dan
redukatif, dengan tidak mengkritik waham secara langsung, memperkuat
kepuasannya atas kesehatan kerja yang dilakukan dalam batas batas
kemampuanya, membantu adaptasi sosial yang memuaskan.

12

1.5.2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Bentuk Hebefrenik skizofren yang dikemukakan Kraeplin disebut
skizofrenia disorganisasi dalam DSM-IV-TR. Skizofrenia tipe disorganisasi
mulai dikenal sekitar 150 tahun yang lalu. Carson dan Butcher (1992)
mengemukakan bahwa gangguan skizoprenia tipe ini biasanya muncul pada
usia muda dan lebih awal jika dibandingkan dengan gangguan-gangguan
skizoprenia lainnya; tampilannya pun berupa disintegrasi kepribadian yang
lebih parah. Cara bicara mereka yang mengalami disorganisasi sulit dipahami
oleh pendengar. Pasien berbicara secara tidak runut, menggabungkan kata-
kata yang terdengar sama dan bahkan menciptakan kata-kata baru. Seringkali
disertai kekonyolan atau tawa. Ia dapat memiliki afek datar atau terus
menerus mengalami perubahan emosi, yang dapat meledak menjadi tawa
atau tangis yang tidak dapat dipahami. Perilaku pasien secara umum tidak
terorganisasi, aneh (bizzare) dan tidak bertujuan.
Disorganisasi Pembicaraan atau biasa disebut dengan gangguan berfikir
formal, yaitu disorganisasi pembicaraan merujuk pada masalah dalam
mengorganisai berbagai pemikiran dan dalam berbicara sehingga pendengar
tidak dapat memahaminya. Contoh mengenai disorganisasi pembicaraan:
Pewawancara : Apakah anda merasa gugup atau tegang dalam beberapa
waktu terakhir ini?
Pasien : Tidak, saya memiliki kepala selada.
Pewawancara : Anda memiliki kepala selada? Saya tidak mengerti.
Pasien : Yah itu hanya kepala selada.
Pewawancara : Ceritakan kepada saya tentang selada. Apa maksud
anda?
Pasien : Yah.. selada merupakan transformasi seekor puma mati
yang kambuh dicakar singa. Dan ia menelan singa itu
kemudian terjadi sesuatu.
Disorganisasi perilaku aneh (bizarre) dapat terwujud dalam banyak
bentuk. Pasien dapat meledak dalam kemarahan atau konfrontasi singkat
yang tidak dapat dimengerti, memakai pakaian yang tidak biasa bertingkah
laku seperti anak-anak atau dengan gaya yang konyol, menyimpan makanan,
13

mengumpulkan sampah, atau melakukan perilaku seksual yang tidak pantas
seperti melakukan mastrubasi di depan umum, mereka tampak kehilangan
kemampuan untuk mengatur perilaku mereka dan menyesuaikannya dengan
berbagai standar masyarakat. Mereka juga sulit melakukan tugas-tugas sehari
hari dalam hidup.
Pasien dengan tipe ini, gejala-gejala psikotiknya sering terlihat nyata
dibandingkan dengan pasien skizofrenia yang lainnya. Contohnya : pasien
melilitkan pita ke ibu jari atau bergerak tanpa henti, menunjuk ke berbagai
objek tanpa alasan yang jelas. Pasien kadang kala mengalami kemunduran
sampai ke titik yang tidak pantas, buang air besar dimana saja dan kapan
saja. Cara bicara terganggu karena satu hal yang disebut asosiasi longgar atau
keluar jalur (derailment). Dalam hal ini pasien dapat lebih berhasil dalam
berkomunikasi dengan seorang pendengar tetapi mengalami kesulitan untuk
tetap pada satu topik. Ia tampak seolah terbawa oleh aliran asosiasi yang
muncul dalam pikiran yang berasal dari suatu pemikiran sebelumnya. Para
pasien memberikan deskripsi atas kondisi tersebut.
Pikiran saya kacau. Saya mulai berpikir atau berbicara tentang
sesuatu, namun saya tidak pernah bisa menyampaikannya. Bahkan, saya
berputar-putar kearah yang salah dan berhadapan dengan hal-hal yang ingin
saya sampaikan, namun dengan cara yang tidak bisa saya jelaskan. Orang-
orang yang mendengarkan pembicaraan saya lebih tidak mengerti dibanding
saya sendiri. Masalahnya terlalu banyak yang saya pikirkan. Anda dapat
berpikir tentang sesuatu, misalnya asbak itu dan hanya berpikir, o ya, itu
tempat untuk meletakkan rokok saya, namun saya akan berpikir tentang itu
dan kemudian saya akan berpikir tentang selusin hal lain yang berhubungan
dengannya dalam waktu bersamaan (McGhie & Chapman, 1961, hlm. 108) .
Gangguan dalam pembicaraan pernah dianggap sebagai symptom klinis
utama skizofrenia, dan tetap merupakan salah satu kriteria diagnosis. Namun,
bukti mengindikasikan banyak cara bicara pasien skizofrenia tidak
mengalami disorganisasi, dan terjadinya disorganisasi bicara tidak
membedakan dengan baik antara skizofrenia dengan psikosis lain.
14

Perilaku yang disorganisasi adalah perilaku yang tidak lazim. Untuk
mendiagnosa seseorang skizofrenia, seseorang harus menunjukkan 2 atau
lebih gejala positif, negatif, atau disorganisasi dengan porsi yang besar
selama paling sedikit 1 bulan. Tanda awal skizofrenia seringkali terlihat saat
kanak-kanak. Tanda-tanda tersebut perlu untuk diketahui untuk membedakan
gejala skizofrenia pada anak dengan proses belajar anak yang masih dalam
bentuk bermain. Anak seringkali berimajinasi tentang peran-peran baru
dalam permainannya, namun hal tersebut bukanlah sebuah gangguan.
Indikator premorbid (pra-sakit) pada anak pre-skizofrenia antara lain:
1. Ketidakmampuan anak mengekspresikan emosi (wajah dingin, jarang
tersenyum, tak acuh)
2. Penyimpangan komunikasi (anak sulit melakukan pembicaraan terarah)
3. Gangguan atensi (anak tidak mampu memfokuskan,
mempertahankan,serta memindahkan atensi). Adapun gejala awal yang
terlihat pada tahap-tahap tertentu dalam perkembangan adalah sebagai
berikut:
Pada anak perempuan, tampak sangat pemalu, tertutup, menarik diri
secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, dan ekspresi wajah sangat
terbatas. Pada anak laki-laki, sering menantang tanpa alasan jelas, dan
mengganggu.

1.5.3. Tipe Katatonik
Skizofrenia katatonik adalah salah satu jenis skrizofrenia dimana
pasien sering kehilangan kesadarannya terhadap realita (psikosis). Ciri utama
skizofrenia tipe katatonik menurut DSM-IV adalah gangguan pada
psikomotor yang dapat meliputi:
1. Ketidakbergerakan motorik seperti katalepsi yaitu posisi kaku tidak
bergerak untuk jangka waktu yang lama (seringkali berhari-hari atau
minggu,bahkan lebih), waxy flexibility (keadaan dimana pasien dapat
diubah posisi tubuhnya oleh orang lain (seakan mereka terbuat dari lilin)
dan pasien dapat mempertahankan posisi tubuh tersebut dalam jangka
15

waktu yang lama) , dan stupor yaitu pasien tidak menunjukan
perhatiannya sama sekali terhadap lingkungan sekitarnya.
2. Gaduh gelisah katatonik yang merupakan aktivitas motorik yang
berlebihan (excessive motor activity) tanpa disertai emosi dan
rangsangan dari luar.
3. Negativism yang ekstrim, yaitu ketidakinginan untuk mengikuti
instruksi atau melakukan kebalikan dari instruksi yang diberikan.
4. Rigidity yaitu tetap mempertahankan postur tubuh kaku walaupun diubah
postur tubuhnya.
5. Mutism yaitu sama sekali tidak mau berbicara dan beromunikasi.
6. Keanehan dalam sikap tubuh (bizarre posture), gerakan tubuh dan
melakukan gerakan-gerakan yang tidak terkendali.
7. Echolia (mengulang ucapan orang lain) dan echopraxia (mengikuti
tingkah laku orang lain).
Selain itu, ciri pada pasien skizofrenia katatonik dapat berupa
excitement yaitu kondisi riang berlebihan sehingga dapat berteriak dan
berbicara tanpa henti, tidak runut, serta selalu bergerak dengan cepat dan
penuh semangat. Pasien skizofrenia katatonik juga biasanya memiliki mimik
muka yang datar, pandangan kosong ataupun tidak biasa seperti meringis.

1.5.4. Tipe Undifferentiated
Skizofrenia yang termasuk kategori undifferentiated merupakan
skizofrenia yang mempunyai karakteristik dari simptom positif dan negatif
dari skizofrenia namun tidak memenuhi kriteria spesifik untuk dikategorikan
sebagai salah satu dari subtipe skizofrenia paranoid, disorganized, maupun
katatonik. Simptom dari seseorang dapat berfluktuasi di berbagai titik dalam
satu waktu, yang menimbulkan ketidakpastian untuk mengategorisasikan
dalam subtipe yang sesuai. Para orang lain dapat menunjukan gejala yang
stabil sepanjang waktu namun masih tetap tidak cocok pada salah satu
subtipe yang khas dari skizofrenia. Diagnosis dari subtipe undifferentiated
dapat digambarkan sebagai sindrom klinis campuran (Bengston, 2006).
16

Diagnosis dari skizofrenia undifferentiated sulit dibuat karena
tergantung pada pembentukan perkembangan progresif yang lambat dari
simptom karakteristik negatif tanpa riwayat halusinasi, delusi, atau
manifestasi lain dari episode psikotik sebelumnya, dan dengan perubahan
yang signifikan dalam perilaku pribadi, yang dimanifestasi dengan hilangnya
minat, kemalasan, dan penarikan sosial (Bengston, 2006).
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan
perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator
skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion),
emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi,
referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat
besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang
menunjukkan ketakutan.

1.5.5. Tipe Residual

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus
menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap
gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia.
Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang
tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada
tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak
menonjol dan tidak disertai afek yang kuat. Tipe ini merupakan kategori yang
dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-
gejala residual atau sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin
masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional.
Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-
pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi :
a. Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
17

ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial
yang buruk;
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah
sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari
skizofrenia;
d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negative tersebut.

1.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi bilogis, dan terapi
psikososial.
1.6.1. Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat dua bagian yaitu terapi
dengan menggunakan obat antipsikosis dan terapi elektrokonvulsif.
1. Terapi Obat-Obatan
Fenothiazin merupakan obat antipsikotik yang paling banyak digunakan.
Obat ini menjadi perhatian setelah ditemukannya antihistamin yang
mengandung nucleus fenothiazin. Fenothiazin ini memiliki efek terapeutik
dengan menghambat berbagai reseptor dopamine dalam otak sehingga
mengurangi pengaruh dopamine pada pikiran, emosi, dan perilaku. Terapi
dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala
skizofrenia. Obat-obat lain yang digunakan adalah chlorpromazine
(thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut
termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan
haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama. Obat tersebut
dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan
18

tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut
dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita
skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak
relevan (Durand, 2007).
Ada pula obat-obatan tambahan yang dapat digunakan, diantaranya
adalah lithium, antidepresan, antikonvulsan, serta obat penenang. Obat-obatan
yang digunakan tersebut hanya dapat mengurangi symptom- simptom positif
skizofrenia, namun berefek sedikit pada symptom negative. Obat-obatan ini
dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tapi tidak tertidur lelap
sekalipun dengan dosis yang tinggi.
Bukti menunjukkan bahwa obat antipsikotik ini bekerja pada bagian
batang otak, yaitu system retikulernya, yang selalu mengendalikan masukan
berita dari alat indera pada cortex cerebral. Obat-obatan ini tampaknya
mengurangi masukan sensorik pada system retikuler, sehingga informasi tidak
mencapai cortex cerebral. Obat-obat antipsikotik ini memiliki efek samping
yang umum dilaporkan seperti mulut kering, pusing, penglihatan kabur, sulit
berkonsentrasi, tidak bisa tenang, dan disfungsi social. Selain itu juga terdapat
dampak sampingan yang lebih serius dalam beberapa hal, misalnya tekanan
darah rendah dan gangguan otot yang menyebabkan gerakan mulut membuat
gerakan menghisap, bibir mengecap, dan dagu bergerak kekanan dan kiri yang
tidak dapat dikendalikan yang disebut dyskinesia tardif, biasanya gangguan ini
terjadi pada pasien yang berusia lanjut. Terdapat pula sekumpulan efek
samping yang mengganggu yang disebut efek samping ekstra piramidal yang
berakar dari berbagai disfungsi batang syaraf yang menjulur dari otak ke neuro
motoric pada tulang belakang. Efek ini mirip dengan symptom penyakit
Parkinson.
2. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada
penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy
(ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini
telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa
19

alasan. ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai
gangguan jiwa, termasuk skizofrenia.
Di masa lalu ECT ini dianggap sebagai pengalaman yang sangat
menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik
dialirkan ketubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta
seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu.
Adakalanya intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak
mengakibatkan berbagai cacat fisik. Namun pasien yang menggunakan terapi
ini sekarang diberi obat bius ringan terlebih dahulu dan kemudian disuntik
dengan penenang otot. Aliran listrik yang sangat lemah dialirkan keotak
melalui kedua pelipis atau pada pelipis yang menganding belahan otak yang
tidak dominan. Hanya aliran ringan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
serangan otak yang diberikan, karena serangan itu sendiri yang bersifat terapis,
bukan aliran listriknya. Penenang otot mencegah terjadinya kekejangan otot
tubuh dan kemungkinan luka. Pasien bangun beberapa menit dan tidak ingat
apa-apa tentang pengobatan yang dilakukan. Kerancuan pikiran dan hilang
ingatan tidak terjadi, terutama bila aliran listrik hanya diberikan kepada
belahan otak yang tidak dominant (non dominant hemisphere). Empat sampai
enam kali pengobatan semacam ini biasanya dilakukan dalam jangka waktu 2
minggu. Akan tetapi, ECT ini tidak cukup berhasil untuk penyembuhan
schizophrenia, namun lebih efektif untuk penyembuhan penderita depresi
tertentu (Atkinson, et al.,1991).
Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT
semakin memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak
menguntungkan bagi sebagian besar penderita skizofrenia meskipun
penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT
yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang
sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran
listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara,
serta seringkali menderita keracunan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu.
Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak
mengakibatkan berbagai cacat fisik (Durand, 2007).

20

1.6.2. Terapi Psikososial

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi
pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi
monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan psikososial
telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan
bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena
berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi psikososial
terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga (Durand, 2007).

a. Terapi Kelompok
Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha
menghindari relasinya dengan orang lain, mengisolasi diri, sehingga
menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak tepat dan
tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menangani kasus tersebut, terapi
kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan klien, khususnya
klien schizophrenia.
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada
terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapis
berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para
peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang
dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk
berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam
kemampuan berkomunikasi.

b. Terapi Keluarga
Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi
kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah
sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk
menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit
penderita kambuh kembali.
Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk
mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif
21

secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara
bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan
cara-cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti yang
dilakukan oleh Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata
campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau
sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan
dengan terapi-terapi secara individual.

2. KEKAMBUHAN KEMBALI (RELAPS)
Kekambuhan pasien skizofrenia adalah istilah yang secara relatif merefleksikan
perburukan gejala atau perilaku yang membahayakan pasien dan atau lingkungannya.
Tingkat kekambuhan sering di ukur dengan menilai waktu antara lepas rawat dari
perawatan terakhir sampai perawatan berikutnya dan jumlah rawat inap pada periode
tertentu (Pratt, 2006).
Keputusan untuk melakukan rawat inap di rumah sakit pada pasien skizofrenia
adalah hal terutama yang dilakukan atas indikasi keamanan pasien karena adanya
kekambuhan yang tampak dengan tindakan seperti ide bunuh diri atau mencelakakan
orang lain, dan bila terdapat perilaku yang sangat terdisorganisasi atau tidak wajar
termasuk bila pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar berupa makan, perawatan
diri dan tempat tinggalnya. Selain itu rawat inap rumah sakit diperlukan untuk hal-hal
yang berkaitan dengan diagnostik dan stabilisasi pemberian medikasi (Durand, 2007).
Perawatan pasien skizofrenia cenderung berulang (recurrent), apapun bentuk
subtipe penyakitnya. Tingkat kekambuhan lebih tinggi pada pasien skizofrenia yang
hidup bersama anggota keluarga yang penuh ketegangan, permusuhan dan keluarga yang
memperlihatkan kecemasan yang berlebihan. Tingkat kekambuhan dipengaruhi juga oleh
stress dalam kehidupan, seperti hal yang berkaitan dengan keuangan dan pekerjaan.
Keluarga merupakan bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien dengan
skizofrenia.
Keluarga berperan dalam deteksi dini, proses penyembuhan dan pencegahan
kekambuhan. Penelitian pada keluarga di Amerika, membuktikan bahwa peranan
keluarga yang baik akan mengurangi angka perawatan di rumah sakit, kekambuhan, dan
memperpanjang waktu antara kekambuhan.
22

Meskipun angka kekambuhan tidak secara otomatis dapat dijadikan sebagai kriteria
kesuksesan suatu pengobatan skizofrenia, tetapi parameter ini cukup signifikan dalam
beberapa aspek. Setiap kekambuhan berpotensi menimbulkan bahaya bagi pasien dan
keluarganya, yakni seringkali mengakibatkan perawatan kembali/rehospitalisasi dan
membengkaknya biaya pengobatan.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN MINUM
OBAT
Faktor yang paling penting sehubungan dengan kekambuhan pada skizofrenia
adalah ketidakpatuhan meminum obat. Salah satu terapi pada pasien skizofrenia adalah
pemberian antipsikosis. Obat tersebut akan bekerja bila dipakai dengan benar tetapi
banyak dijumpai pasien skizofrenia tidak menggunakan obat mereka secara rutin. Kira-
kira 7% orang-orang yang diberi resep obat-obat antipsikotik menolak memakainya
(Hoge, 1990).
Penelitian tentang prevalensi ketidakpatuhan menunjukkan bahwa sebagian besar
penderita skizofrenia berhenti memakai obat dari waktu ke waktu. Sebuah studi follow-
up sebagai contoh menemukan bahwa selama kurun waktu dua tahun, tiga diantara
empat pasien yang diteliti menolak memakai obat antipsikotiknya selama paling tidak
seminggu (Durand, 2007).
Menurut Tambayong (2002) faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan adalah
kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan, tidak mengertinya pasien tentang
pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan
prognosisnya, sukarnya memperoleh obat di luar rumah sakit, mahalnya harga obat, dan
kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga yang mungkin bertanggung jawab atas
pembelian atau pemberian obat kepada pasien. Terapi obat yang efektif dan aman hanya
dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaannya.
Menurut Siregar (2006) ketidakpatuhan pemakaian obat akan mengakibatkan
penggunaan suatu obat yang berkurang. Dengan demikian, pasien akan kehilangan
manfaat terapi yang diantisipasi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi yang diobati
secara bertahap menjadi buruk. Adapun berbagai faktor yang berkaitan dengan
ketidakpatuhan, antara lain :


23

3.1. Penyakit
Sifat kesakitan pasien dalam beberapa keadaan, dapat berkontribusi pada
ketidakpatuhan. Pada pasien dengan gangguan psikiatrik, kemampuan untuk bekerja
sama, demikian juga sikap terhadap pengobatan mungkin dirusak oleh adanya
kesakitan, dan individu-individu ini lebih mungkin tidak patuh daripada pasien lain.
Berbagai studi dari pasien dengan kondisi seperti pasien skizofrenia telah
menunjukkan suatu kejadian ketidakpatuhan yang tinggi. Pasien cenderung menjadi
putus asa dengan program terapi yang lama dan tidak menghasilkan kesembuhan
kondisi.
Apabila seorang pasien mengalami gejala yang signifikan dan terapi
dihentikan sebelum waktunya, ia akan lebih memperhatikan menggunakan obatnya
dengan benar. Beberapa studi menunjukan adanya suatu korelasi antara keparahan
penyakit dan kepatuhan, hal itu tidak dapat dianggap bahwa pasien ini akan patuh
dengan regimen terapi mereka. Hubungan antara tingkat ketidakmampuan yang
disebabkan suatu penyakit dan kepatuhan dapat lebih baik, serta diharapkan bahwa
meningkatnya ketidakmampuan akan memotivasi kepatuhan pada kebanyakan
pasien.
Permasalahan yang lain adalah model kepercayaan pasien tentang
kesehatannya, dimana menggambarkan pikiran pasien tentang penyebab dan
keparahan penyakit mereka. Banyak orang menilai bahwa skizofrenia adalah
penyakit yang kurang penting dan tidak begitu serius dibandingkan penyakit penyakit
lain seperti diabetes, epilepsi dan kanker. Jadi jelas bahwa jika mereka mempercayai
penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk diterapi maka ketidakpatuhan
dapat terjadi. Begitu juga persepsi sosial juga berpengaruh. Jika persepsi sosial buruk
maka pasien akan berusaha menghindari setiap hal tentang penyakitnya termasuk
pengobatan. Sikap pasien terhadap pengobatan juga perlu diperhitungkan dalam
hubungannya terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Sangatlah penting
untuk mengamati, berdiskusi dan jika memungkinkan mencoba untuk merubah sikap
pasien terhadap pengobatan. Pada pasien skizofrenia sikap pasien terhadap
pengobatan dengan antipsikotik bervariasi dari yang sangat negatif sampai sangat
positif.


24

3.2. Regimen Terapi
3.2.1. Terapi Multi Obat
Pada umumnya, makin banyak jenis dan jumlah obat yang digunakan
pasien, semakin tinggi resiko ketidakpatuhan. Bahkan, apabila instruksi dosis
tertentu untuk obat telah diberikan, masalah masih dapat terjadi. Kesamaan
penampilan (misalnya, ukuran, warna, dan bentuk) obat-obat tertentu dapat
berkontribusi pada kebingungan yang dapat terjadi dalam penggunaan multi
obat.
3.2.2. Frekuensi Pemberian
Pemberian obat pada jangka waktu yang sering membuat
ketidakpatuhan lebih mungkin karena jadwal rutin normal atau jadwal kerja
pasien akan terganggu untuk pengambilan satu dosis obat dan dalam banyak
kasus pasien akan lupa, tidak ingin susah atau malu berbuat demikian.
Sikap pasien terhadap kesakitan dan regimen pengobatan mereka juga
perlu diantisipasi dan diperhatikan. Dalam kebanyakan situasi adalah wajar
mengharapkan bahwa pasien akan setuju dan lebih cenderung patuh dengan
suatu regimen dosis yang sederhana dan menyenangkan.
3.2.3. Durasi dan Terapi
Berbagai studi menunjukkan bahwa tingkat ketidakpatuhan menjadi
lebih besar, apabila periode pengobatan lama. Seperti telah disebutkan, suatu
risiko yang lebih besar dari ketidakpatuhan perlu diantisipasi dalam pasien
yang mempunyai penyakit kronik, terutama jika penghentian terapi mungkin
tidak berhubungan dengan terjadinya kembali segera atau memburuknya
kesakitan. Ketaatan pada pengobatan jangka panjang lebih sulit dicapai.
Walaupun tidak ada intervensi tunggal yang berguna untuk meningkatkan
ketaatan, kombinasi instruksi yang jelas, pemantauan sendiri oleh pasien,
dukungan sosial, petunjuk bila menggunakan obat, dan diskusi kelompok.
3.2.4. Efek Merugikan
Perkembangan dari efek suatu obat tidak menyenangkan,
memungkinkan menghindar dari kepatuhan, walaupun berbagai studi
menyarankan bahwa hal ini tidak merupakan faktor penting sebagaimana
diharapkan. Dalam beberapa situasi adalah mungkin mengubah dosis atau
menggunakan obat alternatif untuk meminimalkan efek merugikan. Namun,
25

dalam kasus lain alternatif dapat ditiadakan dan manfaat yang diharapkan
dari terapi harus dipertimbangkan terhadap risiko.
Penurunan mutu kehidupan yang diakibatkan efek, seperti mual dan
muntah yang hebat, mungkin begitu penting bagi beberapa individu sehingga
mereka tidak patuh dengan suatu regimen. Kemampuan beberapa obat
tertentu menyebabkan disfungsi seksual, juga telah disebut sebagai suatu
alasan untuk ketidakpatuhan oleh beberapa pasien dengan zat antipsikotik
dan antihipertensi. Bahkan, suatu peringatan tentang kemungkinan reaksi
merugikan dapat terjadi pada beberapa individu yang tidak patuh dengan
instruksi.
3.2.5. Pasien Asimtomatik (Tidak Ada Gejala) atau Gejala Sudah Reda
Sulit meyakinkan seorang pasien tentang nilai terapi obat, apabila
pasien tidak mengalami gejala sebelum memulai terapi. Pada suatu kondisi
dimana manfaat terapi obat tidak secara langsung nyata, termasuk keadaan
bahwa suatu obat digunakan berbasis profilaksis. Dalam kondisi lain, pasien
dapat merasa baik setelah menggunakan obat dan merasa bahwa ia tidak
perlu lebih lama menggunakan obatnya setelah reda. Situasi sering terjadi
ketika seseorang pasien tidak menghabiskan obatnya ketika menghabiskan
obatnya selama terapi antibiotik, setelah ia merasa bahwa infeksi telah
terkendali. Praktik ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kembali infeksi
dan pasien wajib diberi nasihat untuk menggunakan seluruh obat selama
terapi antibiotik.
3.2.6. Harga Obat
Walaupun ketidakpatuhan sering terjadi dengan penggunaan obat yang
relatif tidak mahal, dapat diantisipasi bahwa pasien akan lebih enggan
mematuhi instruksi penggunaan obat yang lebih mahal. Biaya yang terlibat
telah disebut oleh beberapa pasien sebagai alasan untuk tidak menebus
resepnya sama sekali, sedang dalam kasus lain obat digunakan kurang sering
dari yang dimaksudkan atau penghentian penggunaan sebelum waktunya
disebabkan harga.
3.2.7. Pemberian/Konsumsi Obat
Walau seorang pasien mungkin bermaksud secara penuh untuk patuh
pada instruksi, ia mungkin kurang hati-hati menerima kuantitas obat yang
26

salah disebabkan pengukuran obat yang tidak benar atau penggunaan alat
ukur yang tidak tepat. Misalnya, sendok teh mungkin volumenya berkisar
antara 2mL sampai 9mL. Ketidakakurasian penggunaan sendok teh untuk
mengkonsumsi obat cair dipersulit oleh kemungkinan tumpah apabila pasien
diminta mengukur dengan sendok teh. Walaupun masalah ini telah lama
diketahui, masih belum diperhatikan secara efektif dan pentingnya
menyediakan mangkok ukur bagi pasien, sempril oral atau alat penetes yang
telah dikalibrasi untuk penggunaan cairan oral adalah jelas. Akurasi dalam
pengukuran obat, harus ditekankan dan apoteker mempunyai suatu tanggung
jawab penting untuk memberikan informasi serta jika perlu, menyediakan
alat yang teoat untuk memastikan pemberian jumlah obat yang dimaksudkan.
3.2.8. Rasa Obat
Rasa obat-obatan adalah yang paling umum dihadapi dengan
penggunaan cairan oral. Oleh karena itu, dalam formulasi obat cair oral,
penambah penawar rasa, dan zat warna adalah praktik yang umum dilakukan
oleh industri farmasi untuk daya tarik serta pendekatan formulasi demikian
dapat mempermudah pemberian obat kepada pasien.
















27

DAFTAR PUSTAKA

1. Bengston, M. (2006). Undifferentiated Schizophrenia. Psych Central. Retrieved
on October 14, 2013, from http://psychcentral.com/lib/undifferentiated-
schizophrenia/000150
2. Djopie. (2012). Skizofrenia Paranoid. http://kesehatan-
tips.blogspot.com/2012/04/skizofrenia-paranoid.html. Diunduh tanggal 14
Oktober 2013 pukul 10.20
3. Jiwo, Tirto. (2013). Skizofrenia Paranoid: Pengertian dan Gejala.
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:icB3MIlROeEJ:tirtojiwo.
org/%3Fp%3D1238+&cd=6&hl=id&ct=clnk. Diunduh tanggal 14 Oktober 2013
pukul 09.45
4. http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2013/01/26/disorganized-skizofrenia-
528798.html diakses pada tanggal 14 Oktober pukul 11.05
5. https://psikologiabnormal.wikispaces.com/Skizofrenia+Disorganized diakses pada
tanggal 14 Oktober 2013 pukul 10.35
6. ebook: Kesehatan Mental 1 oleh Drs. Yustinus Semium, OFM.
7. http://books.google.co.id/books?id=buwj_j_4mukC&pg=PA34&lpg=PA34&dq=s
kizofreniform+adalah&source=bl&ots=LR0LX33cVA&sig=BmA8Joe3B-
8E1nTyxeAYtEIwywI&hl=en&sa=X&ei=vlFaUvb0LcuVrgfX04HQBA&redir_es
c=y#v=onepage&q=skizofreniform%20adalah&f=false
8. http://psychcentral.com/lib/catatonic-schizophrenia/000147 diunduh tanggal 11
Oktober 2013
9. http://psikologiabnormal.wikispaces.com/Skizofrenia+Katatonik diunduh tanggal
11 Oktober 2013
10. www.dmacc.edu/instructors/tkwilson2/AbSchizophreniaDSM.pdf
11. diunduh tanggal 11 Oktober 2013
12. http://www.schizophrenia.com
13. http://www.vdshared.com/index.php/alam-54/34-dunia-manusia/110-gejala-skizofrenia
pada tanggal 14 Oktober 2013 pukul 20.37
14. http://dona_eka_p.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/32806/09+Pertemuan+Ke-
9+Skizofrenia.ppt diunduh pada tanggal 14 Oktober 2013 pukul 20.12
15. http://yumizone.wordpress.com/2009/01/10/skizofrenia/ pada tanggal 14 Oktober 2013
pukul 20.04
16. http://www.mdguidelines.com/psychotic-disorder-unspecified pada tanggal 15
Oktober 2013 pukul 07.40
17. http://ikextx.weebly.com/uploads/4/6/9/3/469349/presentation_psikosis_akut.ppt
28

18. (1.Psikologi Abnormal Edisi ke-9 : Gerald C Davidson, John M. Neale, Ann M
Kring :2006)
http://abnormalpsychologyschizophrenia.blogspot.com/2011/08/jenis-
penanganan-skizofrenia.html
19. http://indrasagita.blogspot.com/p/terapi-skizofrenia.html
20. Sumber :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/4/Chapter%20II.pdf

You might also like