You are on page 1of 53

Jokowi Lebih Konkret

ADHI M DARYONO





Kadin mengapresiasi program Jokowi soal konektivitas berbasis maritim karena
menghapus perbedaan harga.
PRABOWO maju menghampiri, mengulurkan salam, lalu memeluk Jokowi setelah mengakui
keunggulan capres nomor urut 2 itu dalam menjelaskan soal pengembangan dan
pemberdayaan ekonomi kreatif.
Saya diingatkan oleh tim penasihat tidak boleh setuju dengan Pak Jokowi, tetapi kali ini
saya harus setuju (terhadap pendapat Jokowi), kata Prabowo dalam debat capres bertema
Pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial dengan moderator Guru Besar Universitas
Brawijaya, Malang, Ahmad Erani Yustika, kemarin.
Sontak tempik sorak ribuan hadirin yang mengikuti debat capres di Hotel Gran Melia, Jl HR
Rasuna Said Kav X-0, Jakarta Selatan, tersebut membahana selama beberapa detik.
Seusai debat, Jokowi menjelaskan kembali perihal ekonomi kreatif tersebut kepada Metro
TV.
Ini konkret. Pertumbuhan ekonomi kreatif kita pesat karena banyak kaum muda yang
menggeluti. Kita punya seni pertunjukan, musik, video, dan animasi yang tidak didukung
pemerintah. Ini kan faktor bagaimana manajemen yang baik. Kita bisa membantu bagaimana
kelak seni pertunjukan diatur sebuah manajemen bagus dan pasti bisa mendunia, ujar
Jokowi seraya mengusap keringat di keningnya.
Di sisi lain, pemaparan Prabowo soal ekonomi kreatif hanya mengedepankan perlunya
pemerintah menambah anggaran pendidikan serta banyaknya pemuda Indonesia yang kreatif.
Pertumbuhan ekonomi
Sebelumnya, Prabowo juga memberikan jawaban tidak pas lantaran tidak memahami
persoalan ketika Jokowi melemparkan pertanyaan bagaimana seharusnya peran tim
pengendalian inflasi daerah (TPID).
Apa itu TPID? Saya tidak paham, tanya Prabowo.
TPID ialah tim pengendalian inflasi daerah, jawab Jokowi.
Ya, saya serahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah.
Penjelasan Prabowo itu menafikan peran TPID yang juga beranggotakan Bank Indonesia dan
kementerian teknis (lihat grafik).
Ketika menjelaskan soal defisit APBN, Prabowo secara spesifik menyoroti kebocoran
anggaran sebagai penyebab. Padahal, menurut pengamat ekonomi dari UGM Yogyakarta
Tony A Prasetiantono, defisit anggaran umumnya terjadi karena timpangnya pendapatan
dengan belanja negara.
Menurut saya, Jokowi lebih konkret. Prabowo mengawang-awang, kurang implementatif,
ungkap Tony kepada Media Indonesia.
Menurut Tony, Jokowi terbilang berani menjawab pertanyaan Prabowo mengenai target
pertumbuhan ekonomi 7% yang dinilai pesimistis. Pertumbuhan ekonomi bahkan bisa di
atas 7% dengan catatan iklim investasi dan regulasi dibenahi agar memberikan kesempatan
untuk pertumbuhan ekonomi, jelas Jokowi.
Ini relevan dan kontekstual. Siapa pun presidennya harus mengejar pertumbuhan ekonomi
7%, tandas Tony. Konkretnya visi ekonomi Jokowi, lanjut Tony, juga tecermin pada
program Indonesia Pintar, Indonesia Sehat, dan pengentasan kemiskinan.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Natsir Mansyur mengapresiasi program
konektivitas berbasis maritim (tol laut).
Ini akan menghapus disparitas harga barang dan menurunkan biaya logistik sehingga
menghidupkan perekonomian daerah, kata Natsir. (Cah/Aim/ Riz/TS/X-3)
adhi@mediaindonesia.com
Kirimkan tanggapan Anda atas berita ini melalui e-mail: interupsi@mediaindonesia.com
Facebook: Harian Umum Media Indonesia Twitter: @MIdotcom Tanggapan Anda bisa
diakses di metrotvnews.com
































Staf Istana Presiden Dilaporkan ke Polisi

SRI UTAMI


Penerbitan Obor Rakyat merupakan sikap, langkah, dan pilihan pribadi yang dijalani
oleh Setyardi Budiono.
TIM investigasi Joko Widodo sudah mengantongi beberapa nama yang diduga melakukan
fitnah melalui media cetak Obor Rakyat yang tersebar di beberapa pondok pesantren.
Tim hukum Jokowi, Taufik Basari, mengatakan hasil penelusuran tersebut mendapatkan
beberapa nama. Termasuk mengindikasikan keterlibatan pihak istana presiden dalam aksi
kampanye hitam tersebut.
Kami sudah telusuri itu. Ada indikasi keterlibatan beberapa orang. Bukan kewenangan kami
untuk mengungkapkan nama-nama itu. Hari ini kami laporkan ke polisi, jelas Taufik di
Jakarta, kemarin.
Ia menjelaskan, sampai saat ini nama Staf Khusus Presiden Setyardi menjadi tokoh sentral
sebagai penanggung jawab media cetak tersebut. Taufik optimistis bisa membuka tabir pihak
lain yang terlibat secara komprehensif. Mulai dari pemodal, percetakan, sampai
pendistribusian.
Kepolisian harus tegas dan berani menyelusuri latar belakang orang Istana ini dan lingkar
yang ada padanya, tegasnya.
Sampai saat ini, lanjut Taufik, tim hukum Jokowi masih menunggu pihak Istana untuk
berbicara terkait dugaan keterlibatan orang dalamnya.
Ada dua respons dari Istana yang kami tunggu, klarikasi posisi Setyardi apakah ada kaitan
tertentu dengan Istana. Apakah juga ada hubungan dengan Obor dan staf ahli lain
mengetahui. Jika mengetahui apa yang akan dilakukan, cetus Tauk.
Dia menambahkan, pihaknya sudah memiliki pengalaman panjang dengan aksi-aksi SARA
yang dijadikan alat politik menjatuhkan orang lain. Itu menjadi tanggung jawab semua pihak
termasuk KPU, Bawaslu, Polri dan pemerintah untuk menyelesaikannya.

Kebohongan publik

Calon wakil presiden Jusuf Kalla mengatakan pengakuan pengelola tabloid Obor Rakyat
penting untuk diusut lebih lanjut. Dia meyakini ada dalang besar yang bermain di balik
peredaran tabloid yang berisi kampanye hitam tentang calon presiden Jokowi.
Pengakuan tersebut penting diusut karena ada kejanggalan terkait alasan Setyardi
menerbitkan tabloid itu. Terlebih, Setyardi ialah salah satu anggota staf kepresidenan,
ujarnya.
Selain itu, menurut JK, pengusutan juga harus dilakukan terkait dengan oknum yang berperan
sebagai penyumbang dana. Mantan wakil presiden periode 2004-2009 itu juga tidak
sepenuhnya yakin jika Setyardi memiliki dana yang begitu banyak untuk mencetak dan
menerbitkan tabloid tersebut.
Pun dengan pihak kepolisian, JK percaya aparat kepolisian dan Bawaslu bisa mengusut tuntas
kasus ini, karena banyak bukti yang telah ada.
Bahaya. Kebohongan publik sekarang ini. Kasus kecil saja dia bisa tangkap apalagi kasus
besar begini. Ada barangnya, ada cetaknya, ada namanya, ada pengirimnya. Kalau sampai
polisi tidak bisa, kelewatan itu, tegasnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai
menegaskan dalam keterangan persnya, Obor Rakyat yang dikelola Setyardi sama sekali
tidak terkait dengan pandangan Istana.
Menurut Velix Wanggai, penerbitan Obor Rakyat merupakan sikap, langkah, dan pilihan
pribadi yang dijalani oleh Setyardi Budiono dan tidak mewakili pandangan kantor Staf
Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah. (P-4)























Pembangunan yang Menyejahterakan


Kita membutuhkan presiden yang sungguh-sungguh berkhidmat pada pemerataan dan
kesejahteraan rakyat.
Silakan tanggapi Editorial ini melalui http://www.metrotvnews.com
PEMBANGUNAN ekonomi dan kesejahteraan sosial merupakan dua perkara yang
sesungguhnya tak terpisahkan. Tujuan pembangunan ekonomi di negara mana pun tiada lain
ialah menyejahterakan rakyat. Pembangunan ekonomi yang tak mencapai kesejahteraan
sosial ialah pembangunan ekonomi yang gagal.
Sangat penting bagi pemimpin negara untuk memahami dan menerapkan pembangunan
ekonomi yang menyejahterakan rakyat. Di negara yang sedang menyelenggarakan pemilu
presiden seperti Indonesia, rakyat bisa mengetahui apakah calon presiden memahami
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial melalui visi dan misi, yang antara lain
disampaikan melalui debat.
Karena itu, tepat bila debat dalam Pemilu Presiden 2014 mengangkat tema Pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Kita tahu pembangunan ekonomi di negara ini dalam 10 tahun terakhir menghadirkan
pertumbuhan, tetapi mengabaikan pemerataan. Angka pertumbuhan relatif mentereng, tapi
pemerataan meredup. Pembangunan ekonomi kita lebih mengutamakan kuantitas, yakni
pertumbuhan, ketimbang kualitas, yaitu pemerataan.
Pembangunan ekonomi kita menguntungkan si kaya, tetapi seperti menegasikan si miskin.
Pendapatan segelintir orang kaya bertumbuh cepat, tetapi pendapatan sebagian besar rakyat
berjalan lambat bak siput. Maka, pembangunan ekonomi di negeri ini hanya memproduksi
liang kesenjangan yang makin menganga.
Para ekonom menyebut subsidi energi yang tak terkendali sebagai salah satu akar serabut
perkara kesenjangan ekonomi tersebut. Subsidi energi yang mendekati Rp400 triliun itu tidak
tepat sasaran lantaran lebih banyak dinikmati orang-orang kaya, sedangkan orang-orang
miskin cuma bisa gigit jari.
Padahal, penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara akan lebih merata bila
digerojokkan untuk subsidi yang lebih produktif semisal subsidi pendidikan, kesehatan, dan
pertanian, ketimbang subsidi konsumtif seperti subsidi energi. Subsidi produktif akan
menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang produktif pula, yang siap mengelola
kekayaan alam kita serta memiliki daya saing prima.
Semua itu memamerkan kepada kita betapa strategi pembangunan ekonomi dalam satu
dekade terakhir telah menempuh jalan sesat. Itu antara lain disebabkan pemerintahan saat ini
lebih mengutamakan popularitas ketimbang kualitas. Mereka sesungguhnya telah
meninabobokan rakyat dengan madu sesaat, tetapi menjerumuskan dengan racun selamanya.
Itu tentu sebuah pembodohan ekonomi politik bagi rakyat.
Oleh karena itu, kita membutuhkan presiden yang berani mengembalikan strategi
pembangunan ke jalan yang benar, jalan yang menyejahterakan rakyat. Kita membutuhkan
presiden yang bukan sekadar mengail popularitas, melainkan sungguh-sungguh berkhidmat
pada pemerataan dan kesejahteraan rakyat.
Dari debat tadi malam yang merupakan debat untuk kali kedua, rakyat semestinya bisa
membaca siapa calon presiden yang mampu mewujudkan model pembangunan ekonomi yang
menyejahterakan rakyat, yang tak hanya menghadirkan pertumbuhan, tetapi juga pemerataan.
Namun, kita juga mengingatkan bahwa apa yang diangkat capres barulah cita-cita ideal yang
kelak harus dikonkretkan dalam kerja-kerja nyata pemerintahan.
Ini juga sekaligus peringatan kepada capres agar tak hanya pandai bicara dalam debat, tetapi
juga harus piawai bekerja mewujudkannya dalam kenyataan. Rakyat merekam segala
pernyataan capres dan akan menagihnya kelak ketika satu di antara dua pasangan capres dan
cawapres memerintah.
























Jokowi Merakyat dan Sederhana

ADHI M DARYONO

Responden lebih menyukai karakter pemimpin yang bersih, jujur, peduli, serta
prorakyat.
PASANGAN calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla
(Jokowi-JK) mempunyai visi dan misi ekonomi kerakyatan serta berpengalaman banyak
dalam pemerintahan. Pasangan Jokowi-JK juga lebih banyak dipilih masyarakat menengah ke
bawah, seperti buruh, petani, dan masyarakat berpenghasilan kurang dari Rp1,5 juta.

Pasangan Prabowo-Hatta lebih banyak dipilih kalangan masyarakat menengah atas, seperti
pengusaha, pegawai negeri sipil yang berpenghasilan di atas Rp1,5 juta, kata Direktur
Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda, di Jakarta, kemarin, saat memaparkan hasil
survei yang dilakukan pada 26 Mei hingga 3 Juni 2014.
Di sisi lain, di tempat terpisah, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) memaparkan hasil survei
pada 1-9 Juni 2014 tentang Akankah Laju Prabowo Terhenti? Hasil survei menunjukkan
isu keterlibatan capres Prabowo Subianto dalam penculikan aktivis pada 1998 dinilai dapat
meruntuhkan elektabilitasnya menjadi presiden pada 9 Juli mendatang. Berdasarkan hasil
survei kami, 51,50% masyarakat percaya Prabowo terlibat activist gate, kemudian yang tidak
percaya 37,60%, dan sisanya 11% tidak mengetahui kasus tersebut, jelas Peneliti LSI Adjie
Al Faraby, di Jakarta. Lalu yang menjadi permasalahan kubu Prabowo-Hatta, lanjut Adjie,
56,80% masyarakat yang memilihnya akan mempertimbangkan isu tersebut dalam memilih
Prabowo.
Hal itu jelas menjadi ancaman besar bagi pasangan tersebut. Efek kasus itu dapat menjadi
lonceng kematian bagi elektabilitas Prabowo pada pemilihan presiden nanti, tambah Adjie.















Black Campaign Merugikan Jokowi



KAMPANYE hitam atau black campaign merupakan noda dalam sistem demokrasi.
Hal itu seperti kampanye hitam yang terjadi pada Jokowi dengan berbagai media dan cara,
yang jelas-jelas menghambat elektabilitasnya. Akan tetapi, untuk Prabowo, hal itu tidak
terlalu signifikan karena hanya berkutat pada isu pelanggaran hak asasi manusia.
Demikian diungkapkan pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta Burhanuddin Muhtadi pada diskusi bertajuk efek kampanye negatif dalam Pilpres
2014 di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, kampanye hitam lebih merugikan kubu Jokowi-JK seperti isu korupsi
pengadaan bus Trans-Jakarta, dan isu Tionghoa, juga isu agama dalam tabloid Obor Rakyat.
Isu korupsi yang dilontarkan kepada Pak Jokowi jauh lebih kuat efeknya jika dibandingkan
dengan isu pelanggaran HAM kepada Pak Prabowo. Sebab masyarakat kita lebih paham
mengenai korupsi ketimbang HAM dan pelanggaran HAM, papar Burhanuddin.
Apalagi tabloid Obor Rakyat, sambungnya, berisi fitnah dan menjadi perbincangan
khususnya di media sosial.
Kampanye hitam dilakukan dua tim, pertama tim sukses capres dan cawapres yang terdaftar
di KPU dan tim siluman. Tim siluman itu yang sulit diakses keberadaannya, tetapi jelas
kampanye hitam membawa tujuan untuk menghancurkan salah satu kubu. Namun, tim
siluman jelas ada hubungan erat dengan tim sukses, papar Burhanuddin.
Kemudian, isu yang sangat krusial ialah isu Tionghoa yang ditujukan kepada Jokowi.
Menurut Burhan, isu tersebut merupakan isu yang membahayakan persatuan dan kebinekaan
Indonesia.
Tim sukses Jokowi-JK, Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan pihaknya membalas dan
mengklarifikasi isu yang bersifat fitnah dengan fakta. Isu SARA yang mengatakan Jokowi
nonmuslim, misalnya, dibuktikan dengan fakta bahwa Jokowi sudah naik haji.
Kemudian isu tentang Tionghoa, jelas itu salah dengan fakta identitas Pak Jokowi dalam
KTP dan KK (kartu keluarga) yang sudah diberikan juga ke KPU, jelasnya. (Cah/P-4)








Jokowi Konsen Berantas Korupsi

SRI UTAMI

Pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya harus menjadi agenda politik dan
hukum oleh pemimpin nasional termasuk seluruh partai politik.
INDONESIA masih menghadapi persoalan serius di bidang korupsi. Untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui rekam jejak partai yang mengusung capres dan cawapres maupun
yang berkoalisi terkait dengan upaya-upaya pemberantasan korupsi.
Penegasan tersebut dikemukakan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson
Junto, kemarin, terkait dengan penilaian visi misi capres dan cawapres pada Pilpres 2014,
terutama di bidang pemberantasan korupsi. Kalau tentang visi-misi korupsi dari kedua
pasangan ini tidak ada. Namun, kalau program ada. Semua memberikan dukungan kepada
KPK, ujarnya.
Menurut Emerson, dalam pelaporan visi misi dan program kedua pasangan capres-cawapres,
pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla jauh memiliki konsep rinci terkait pemberantasan
korupsi. Sementara itu, kubu Prabowo dinilai masih tersandera dengan beberapa kepentingan
terkait HAM serta membutuhkan penafsiran dalam setiap programnya.
Pasangan nomor satu hanya 10 poin soal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Kalau dari Jokowi itu ada 42 poin. Jokowi lebih baik, jelasnya.
Dia menambahkan, rekam jejak partai koalisi yang mendukung Prabowo SubiantoHatta
Rajasa banyak tersandera oleh beberapa kadernya yang diproses oleh KPK. Seperti kader
PAN yang tersandera kasus hibah kereta api, kasus dana penyesuaian infrastruktur daerah
yang melibatkan Wa Ode Nurhayati. Pun dengan partai Golkar dan Gerindra serta PPP.
Calon nomor dua juga sama, tapi kami belum melihat Partai NasDem, Hanura, dan PKPI
terlibat dalam korupsi, terang Emerson.
Kebijakan legislasi perampasan aset para koruptor termasuk memiskinkannya yang menjadi
salah satu agenda prioritas kerja Joko Widodo dalam upaya memberantas korupsi dinilai
sangat penting. Tidak hanya itu, revisi UU tentang perlindungan saksi dan korban, justice
collaborator, dan whistle blower juga menjadi bagian untuk memperbaiki dan memperkuat
peradilan. Hal itu, menurutnya, berangkat dari tiga pokok masalah, ancaman wibawa bangsa,
lemahnya sendi ekonomi, intoleransi dan krisis kepercayaan bangsa, termasuk korupsi.
Susunan berpikirnya diawali satu kesadaran perubahan. Masyarakat tidak merasa aman, dan
institusi negara memperoleh kepercayaan yang minim. Ekonomi, kemiskinan, ketahanan
pangan juga tidak selesai sehingga perlu diselesaikan, jelasnya.

Figur sederhana
Sementara itu, menurut anggota tim pemenangan Prabowo-Hatta, Kastorius Sinaga,
konsentrasi kerja pasangan yang didukungnya antara lain meningkatkan kesejahteraan para
pejabat negara. Mereka meyakini cara itu bisa menekan tindakan koruptif. Strateginya
datang dari konsistensi pikiran. Dia gencar untuk mencegah dan menutup kebocoran dan juga
ekstraksi dari sumber daya alam di negeri ini. Tentu kebocoran ini dilakukan oleh sikap
koruptif, terangnya.
Menurut Ketua MPR RI Sidarto Danu Subroto, figur pemimpin jujur dan sederhana justru
lebih berhasil melakukan visi misinya. Selain itu, pemimpin masa depan tidak hanya mampu
membuat pemerataan ekonomi, tapi juga mengurai kesenjangan.
Rakyat membutuhkan pemimpin yang memberikan keteladanan. Gerakan hidup bersahaja
menjadi keharusan di pemerintahan masa depan. Tapi semua itu harus dimulai dari pemimpin
yang bisa memberi keteladanan, pungkasnya. (P-2)
ami@mediaindonesia.com





























Aktivis Gate Kikis Elektabilitas Prabowo-Hatta

CAHYA MULYANA

Kubu Prabowo-Hatta harus mencari cara elegan untuk menghentikan dan merespons
isu aktivis gatedalam sisa waktu yang tersisa sebelum pencoblosan.
ISU keterlibatan calon presiden Prabowo Subianto dalam penculikan aktivis pada 1998
dinilai dapat meruntuhkan elektabilitasnya dalam Pemilihan Presiden 9 Juli mendatang.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) melihat sebagian besar pendukung pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa akan mengalihkan pilihan jika Prabowo terbukti terlibat kasus
tersebut.
Berdasarkan hasil survei kami (LSI) pada 1-9 Juni 2014, 51,50% masyarakat percaya
Prabowo terlibat kasus aktivis gate, kemudian yang tidak percaya 37,60%, dan sisanya 11%
tidak mengetahui kasus tersebut, jelas peneliti LSI Adjie Al Faraby saat pemaparan hasil
survei bertajuk Akankah Laju Prabowo Terhenti di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, yang menjadi permasalahan untuk kubu Prabowo-Hatta ialah 56,80%
masyarakat yang memilihnya mempertimbangkan isu tersebut dalam memilih pada 9 Juli
mendatang. Makanya kami mengistilahkannya hal itu sebagai aktivis gate. Sebab efek kasus
tersebut dapat menjadi lonceng kematian bagi elektabilitas Prabowo pada pemilihan presiden
nanti, cetus Adjie.
Ia menambahkan, isu keterlibatan Prabowo tercantum dalam surat yang diterbitkan Dewan
Kehormatan Perwira. Saat ini seluruh masyarakat yang kami survei, mengetahui isu surat
DKP 32,8%. Jika terus meningkat masyarakat yang tahu 70% apalagi 90%, itu akan menjadi
lonceng kematian bagi elektabilitas Prabowo, tegasnya.
Adjie menjelaskan, sebesar 56,8% dari masyarakat yang mendengar kasus aktivis gate
menyatakan akan mempertimbangkan dan bisa mengurungkan niat mendukung Prabowo
pada 9 Juli mendatang.
Adjie menyebutkan efek isu aktivis gate bagi masyarakat yang pernah mendengarnya
berdampak besar. Sebanyak 55,4% pemilih laki-laki percaya Prabowo terlibat kasus aktivis
gate dan perempuan 44,4%. Sementara itu, pemilih di kota 56,30% percaya atas keterlibatan
Prabowo dalam kasus itu, dan pemilih di desa hanya 48,20%. Kemudian sebesar 52,4%
pemilih beretnis Jawa meyakini hal yang sama, papar Adjie.
Dia menyebutkan, dengan 24 hari tersisa sebelum pencoblosan, kubu Prabowo-Hatta harus
mencari cara elegan untuk menghentikan dan merespons isu aktivis gate tersebut. Selain
klarifikasi, elektabilitas Prabowo akan naik dengan efek debat yang digelar KPU. Sebab
pemaparan yang baik dan jelas dalam debat capres akan mampu meningkatkan elektabilitas.
Perlu memanfaatkan debat capres untuk menjaga dan meningkatkan elektabilitasnya,
tandas Adjie.
Polisi harus selidiki
Tim sukses Prabowo-Hatta, Tantowi Yahya, mengatakan pihaknya tidak akan mengambil
langkah lebih atas isu aktivis gate. Kami tidak akan terlalu mengambil pusing dari isu
tersebut, sebab para purnawirawan pun sudah menjelaskan bahwa Pak Prabowo tidak
terlibat, jelasnya.
Ia mengakui pihak Prabowo-Hatta lebih menekankan pada pihak kepolisian untuk
menyelidiki kasus menyebarnya surat DKP.
Kami menekankan kepada pihak kepolisian untuk menyelidiki siapa aktor di balik publikasi
surat DKP tersebut, pungkas Tantowi. (Bay/P-4)
cahya_mulyana @mediaindonesia.com






























Kampanye Wali Kota Berkedok Sosialisasi


BERKEDOK sosialisasi tentang pajak bumi dan bangunan (PBB), Wali Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara, Asrun, diduga menggelar kampanye hitam pada Jumat (14/6) lalu.
Di hadapan seluruh ketua RT/RW dari empat kecamatan yang ada di Kota Kendari, Asrun
diduga menggiring peserta sosialisasi untuk memilih pasangan calon presiden (capres)
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam pemilihan presiden (pilpres) nanti.
Sejak awal kami sudah curiga karena panitia acara melarang kami mengabadikan gambar
dan merekam jalannya acara itu. Belakangan baru terbukti, Wali Kota berupaya menggiring
pilihan pemilih ke pasangan Prabowo-Hatta, ujar salah seorang Ketua RT Kelurahan
Rahandouna Kecamatan Poasia, Kota Kendari.
Ia menuturkan, saat memulai pidato, Asrun memaparkan peranan pajak dalam mendorong
pendapatan asli daerah. Namun, itu hanya sebentar. Di tengah pidatonya, ia tibatiba
menyuruh para stafnya untuk membagikan selebaran kepada ketua RT/RW.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri Sekda dan Kadis Pendapatan Kota Kendari itu, Wali
Kota meminta ketua RT/RW memperbanyak selebaran itu dan membagikannya kepada
masyarakat di wilayahnya.
Dalam selebaran itu disebutkan 10 alasan memilih Prahara. Masalahnya, ada beberapa poin
yang melecehkan pasangan Jokowi-JK karena, misalnya, disebut akan menghapuskan gaji ke-
13. Dalam pertemuan ini, panitia melarang keras peserta untuk menghidupkan telepon seluler
dan tidak diperkenankan mengambil gambar pertemuan, tutur Ketua RT itu.
Tak ayal pertemuan itu pun dihentikan di tengah jalan setelah para ketua RT/RW itu
meluapkan kemarahan. Mereka merasa dikelabui Wali Kota karena memakai kedok
sosialisasi untuk berkampanye.
Tidak, tidak ada kampanye hitam, apalagi mengarahkan ketua RT/RW memilih pasangan
Prabowo-Hatta dan menjelekkan pasangan Jokowi-JK. Kami hanya memberi pemahaman
kepada masyarakat untuk melihat capres yang benar, kata Asrun.
Namun, semua bantahan itu tak mengurungkan niat beberapa ketua RT/RW untuk
melaporkan Wali Kota ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Saat dihubungi kemarin, Ketua Bawaslu Sulawesi Tenggara Hamiruddin Udu membenarkan
adanya informasi terkait masalah itu. (HM/P-1)

Bola Panas Kampanye Hitam

Gun Gun Heryanto Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute; Dosen Komunikasi
Politik UIN Jakarta

Obor Rakyat lebih memerankan diri sebagai propagandis jika dibandingkan dengan
jurnalis. Sejumlah teknik propaganda menyeruak dalam rubrik-rubrik yang
dimilikinya. Dalam situasi yang memanas seperti sekarang, sangat mungkin
propaganda tersebut menjadi bagian kampanye hitam.
POLITIK nasional kita mencapai titik didih. Beragam peristiwa yang menunjukkan relasi
antagonistis menyeruak ke ruang publik. Salah satu yang menyedot perhatian publik ialah
keberadaan tabloid Obor Rakyat yang memantik polemik tak hanya di media massa dan
media sosial, tetapi juga di diskusi-diskusi formal ataupun obrolan informal. Perdebatan
berpusat pada pertanyaan mendasar: apakah kerja pengumpulan, penyusunan, dan pelaporan
informasi yang dilakukan Obor Rakyat merupakan kerja jurnalistik atau bukan?
Salah satu landasan kerja jurnalistik ialah fakta yang wajib dikonrmasi terlebih jika
menyangkut keberadaan seseorang atau sekelompok orang. Ini yang lazim dikenal dalam
standar prosedur jurnalistik sebagai cover both side atau cover all side. Memang bisa saja,
dalam sebuah penelusuran investigative reporting, ada sumber-sumber yang anonim, tetapi
tidak mendasarkan tulisan pada rumor atau gosip yang tak bisa dipertanggungjawabkan.
Memang tak terelakkan bahwa posisi media di mana pun memiliki kekuatan yang signikan
dalam melakukan produksi dan reproduksi citra politik. Asumsi seperti itu relevan dengan
pendapat Tuchman, yang mengatakan seluruh isi media sebagai realitas yang telah
dikonstruksikan (constructed reality). Media pada dasarnya menyusun realitas hingga
membentuk sebuah cerita (Tuchman, 1980).
Proses konstruksi citra melalui media, dilihat dari perspektif kerangka teori Berger dan
Luckman (1966), berlangsung melalui suatu interaksi sosial. Proses dialektis yang
menampilkan tiga bentuk realitas yakni subjective reality, symbolic reality, objective reality.
Semua ekspresi simbolis dari apa yang dihayati sebagai objective reality termasuk di
dalamnya isi media (media content) dikategorikan sebagai simbolic reality.
Meskipun isi media merupakan realitas yang dikonstruksi dan ekspresi simbolis dari para
pekerjanya, teramat sulit mengatakan Obor Rakyat sebagai produk jurnalistik jika landasan
dasar konrmasi dan cross check informasi tak dilakukan bahkan diabaikan.
Hal lain yang tampak tidak diperhatikan Obor Rakyat ialah standar etis profesional.
Dalam perannya sebagai mata dan telinga, pers seyogianya terus menjalankan fungsinya
secara optimal. Salah satu fungsi pokok pers seperti dikemukakan Harold D Lasswell ialah
sebagai pengawasan sosial (social surveillance). Hal itu merujuk pada upaya penyebaran
informasi dan interpretasi yang objektif mengenai berbagai peristiwa dengan tujuan kontrol
sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Akan tetapi, jelas, produk jurnalistik
tidak boleh terjebak pada dosa-dosa yang mematikan idealisme pekerja media.
Media wajib memiliki etika profesional, terutama untuk senantiasa berhati-hati dan tidak
melakukan seven deadly sins. Ketujuh dosa mematikan bagi media massa itu ialah eksploitasi
kekerasan, eksploitasi anak di bawah umur, menstimulasi pencabulan, dramatisasi fakta
palsu, penyalahgunaan wewenang (abuse of power), melakukan penghakiman oleh pers (trial
by the press), serta menghembus-hembuskan konik SARA.
Tingkat information literacy yang ada di masyarakat Indonesia masih rendah sehingga media
mesti benar-benar melindungi hak-hak publik untuk mendapatkan isi media yang berkualitas.
Kritik banyak pihak terhadap liputan Obor Rakyat merupakan indikasi kuat dramatisasi fakta
palsu serta provokasi dalam hal SARA di banyak rubrik yang disajikannya.
Hal senada juga dikemukakan Roger dan Storey dalam Communication Campaign (1987)
yang juga mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi terencana
yang bertujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan
secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.
Dengan demikian, inti kegiatan kampanye tentu saja persuasi. Berbagai hal biasanya
dilakukan para kandidat, mulai iklan di media lini atas (above the line media), media lini
bawah (below the line media), hingga lobi dan negosiasi yang langsung penetratif ke simpul-
simpul pemilih. Kampanye yang baik, tentu saja ialah kampanye berkonsep dan tepat pada
target yang dibidik. Kampanye modern yang positif tersebut lebih banyak menyosialisasikan
sekaligus membuka ruang pertarungan gagasan dan program.
Kampanye menyerang merupakan varian strategi yang fokus untuk melemahkan lawan. Ada
dua jenis kampanye menyerang yang sangat biasa digunakan, yakni kampanye negatif dan
kampanye hitam. Kampanye negatif menyerang pihak lain dengan data atau fakta yang bisa
diverifikasi. Artinya, seluruh data atau fakta yang diangkat ke permukaan untuk
mendelegitimasi lawan, memungkinkan untuk diperdebatkan, dikritisi, dikoreksi, bahkan
dipersoalkan di wilayah hukum. Misalnya serangan terhadap program dan capaian Jokowi
selama menjadi Wali Kota Surakarta ataupun Gubernur DKI.
Sementara itu, kampanye hitam menyerang pihak lain dengan gosip atau rumor yang tak bisa
dipertanggungjawabkan. Sumber penyebar pesan kampanye kerap bergerak dalam operasi
gelap dan tak tersentuh oleh proses dialektika.
Ada empat teknik propaganda yang sepertinya dipakai dalam operasi perang opini lewat
tabloid Obor Rakyat. Pertama, teknik name calling, artinya pemberian label buruk pada
Jokowi. Misalnya melabeli Jokowi sebagai capres boneka atau capres pendusta. Kedua,
teknik card stacking, yakni dengan mengeluarkan pernyataan yang memiliki efek domino di
masyarakat. Gosip yang dikonstruksi biasanya sensitif seperti agama atau ras dan cenderung
mengipas-ngipasi kebencian terhadap kandidat. Ketiga teknik transfer, yakni menyebarkan
propaganda lewat lambang-lambang otoritatif yang diberi penafsiran berbeda dengan konteks
sesungguhnya. Keempat, teknik testimonial dengan cara mengutip dan menyebarkan
pernyataan orang-orang yang dikenal luas oleh khalayak. Kerap kali pernyataan tokoh
tersebut juga sudah diberi bingkai tertentu dengan tujuan membangun persepsi buruk
terhadap Jokowi.
Ranah hukum
Tentu, publikasi dan penyebaran Obor Rakyat merugikan pihak Jokowi-JK. Sangat tepat jika
tim pemenangan Jokowi-JK melaporkan persoalan itu ke kepolisian.
Penulis memang bukan ahli hukum, tetapi sangat bisa mengapresiasi jika kubu Jokowi-JK
masuk dari payung hukum misalnya pencemaran nama baik sebagaimana diatur di Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam KUHP Indonesia sendiri, pencemaran nama baik diistilahkan sebagai
penghinaan/penistaan terhadap seseorang. Ketentuannya terdapat dalam Bab XVI, Buku I
KUHP, khususnya pada Pasal 310, 311, 315, 317, dan Pasal 318. Pasal pidana terhadap
perbuatan penghinaan terhadap seseorang secara umum diatur dalam Pasal 310, Pasal 311
ayat (1), Pasal 315, Pasal 317 ayat (1), dan Pasal 318 ayat (1). Pada semua pasal itu, ancaman
hukuman penjaranya di bawah lima tahun. Tentu tim hukum Jokowi-JK memiliki banyak
pertimbangan, instrumen hukum mana saja tepat digunakan untuk menjerat para pengelola
Obor Rakyat sehingga bisa memiliki efek jera.
Dalam sisi politik terutama terkait dengan rivalitas jelang pilpres, sudah saatnya strategi
kampanye hitam itu ditinggalkan dan diganti dengan beragam strategi yang lebih kreatif,
mendidik, dan menghormati keadaban publik. Dalam pandangan Leon Ostergaard,
sebagaimana dikutip Klingemann (2002), paling tidak ada tiga tahapan dalam kampanye.
Pertama, mengidentifikasi masalah faktual yang dirasakan. Syarat kampanye sukses harus
berorientasi pada isu/program (issues/program-oriented), bukan semata berorientasi pada
citra (image-oriented). Kampanye harus diterjemahkan dari tema besar yang serba elitis ke
real world indicators.
Dengan demikian, berbagai rincian program itu dapat menarik dan menjadi bagian utuh
kesadaran pemilih atau apa yang Walter Lippmann tulis sebagai the world outside and
pictures in our head. Bukan saatnya lagi para kandidat te tap menggulirkan bola panas
kampanye hitam!







Menyemai Pendidikan Nirkekerasan


Agus Wibowo Magister Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, Penulis buku
Malpraktik Pendidikan


SEKOLAH idealnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak didik. Selain sebagai
rumah kedua, di sekolah anak didik bisa menjalani proses pendidikan dan pemupukan aneka
potensi mereka dengan penuh keceriaan dan kegembiraan. Para orangtua pun bisa menitipkan
anak-anak mereka tanpa takut sang buah hati tersakiti atau terampas keceriaannya. Namun,
harapan itu akhir-akhir ini sirna. Alih-alih semakin mendewasakan dan membentuk karakter
luhur anak didik, proses pendidikan di sekolah justru menjadi tempat eksekusi dan perampas
keceriaan mereka.
Lihat saja kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) belum lama ini,
kemudian pelecehan seksual di SMAN 22 Jakarta dan SD negeri di Depok yang dilakukan
guru. Sementara itu, kekerasan sik terjadi di salah satu SD negeri di Tanjung Priok, Jakarta,
yang juga dilakukan guru.
Kasus-kasus kekerasan terhadap anak baik di sekolah ataupun di luar, menurut Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2014), mengalami peningkatan lebih dari 20% pada
2013. Sementara itu, hasil survei KPAI di sembilan provinsi, yaitu Sumatera Barat,
Lampung, Jambi, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan
Timur, dengan total responden 1.026 siswa, menyebutkan masih tingginya tindak kekerasan
pada anak didik.
Mengapa kekerasan terhadap anak didik masih terus terjadi di sekolah? Bagaimana sebaiknya
para pemangku pendidikan memutus mata rantai kekerasan terhadap anak didik?
Disorientasi?

Menurut WHO (2000), kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan yang
salah. Kekerasan terhadap anak (child abuse) dan neglect ialah tindakan melukai berulang-
ulang secara fisik ataupun emosional anak melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak
terkendali, degradasi, dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual. Kekerasan terhadap
anak dalam dunia pendidikan bisa berbentuk kekerasan fisik, psikologis, verbal, emosi, dan
sosial.
Kekerasan dalam pendidikan lebih sering terjadi pada unsur utama, yakni pelaku pendidikan.
Kekerasan itu bersifat horizontal, individu vis a vis individu yang lain.

Bentuk kekerasan struktural dan kultural terjadi pada unsur selain pelaku utama pendidikan.
Kekerasan itu mewujud dalam kerangka, pranata, dan kurikulum pendidikan. Kekerasan itu
bersifat vertikal karena melibatkan negara melalui aparatus, institusi, dan kebijakan vis a vis
masyarakat (Francis Wahono, 2003).
Tingginya angka kekerasan pada anak di sekolah sampai awal 2014 mengindikasikan
disorientasi pendidikan kita. Padahal, jauh hari para bapak bangsa memiliki ancangan luhur
bahwa pendidikan hendaknya menjadi sarana humanisasi bagi anak didik. Pendidikan bangsa
hendaknya menempa anak didik menjadi pribadi yang santun, beretika, dan berkarakter luhur.
Melalui pendidikan, anak didik menjadi terbimbing, tercerahkan, dan tabir ketidaktahuannya
terbuka sehingga mereka mampu menjalani proses humanisasi. Pendek kata, para bapak
bangsa dahulu tidak saja menggaransikan keluaran pendidikan berupa manusia sejati, tetapi
juga sosok yang kaya akan visi humanisme dalam kerangka kognitif, afektif, dan
psikomotoriknya.
Data-data kekerasan yang terus bertambah menegaskan pendidikan kita belum mampu
menjadi wahana humanisasi bagi anak didik. Pendidikan kita yang mestinya menjadi ruang
menyemai humanisasi malah menjadi wahana melanggengkan kekerasan (bullying) dan
ketidakmanusiawian terhadap anak didik. Sekolah laksana ajang para gladiator
mempertontonkan kekerasan otot yang menyebabkan satu per satu anak bangsa gugur sia-sia.
Guru yang mestinya menjadi orangtua kedua justru menjadi jagal-jagal kejam atau para
eksekutor bengis yang merampas keceriaan bahkan nyawa anak didik. Ironis sekali!
Lebih parah lagi, kekerasan atas nama pendidikan tidak hanya terjadi di tingkat dasar tetapi
juga di perguruan tinggi (PT) kedinasan milik negara. Kematian taruna tingkat I Dimas Dikita
Handoko, Jumat (25/4), menjadi indikasinya. Menurut Ketua STIP Jakarta Kapten Rudiana,
kejadian tersebut sebenarnya sudah pernah terjadi pada 2008.
Kasus serupa sebelumnya pernah terjadi di perguruan tinggi kedinasan DLLAJ dan Institut
Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Penyebab penganiayaan para taruna itu sebagian besar
hanya kesalahan ringan dan sepele. Misalnya karena korban melakukan kesalahan pada saat
latihan membawa bendera pusaka, tidak mengenakan atribut seragam, tidak mengenakan
topi, dan terlambat masuk kelas.
Kekerasan di PT kedinasan, tulis Agus Wibowo (2010), disebabkan belum tertatanya sistem
kurikulum yang humanis serta masih kentalnya budaya militeristis; terutama menyangkut
kedisiplinan. Hal senada juga pernah dikeluhkan Prof Ryas Rasyid (2010).
Bahkan menurut Ryas Rasyid, jika kurikulum PT kedinasan tidak dirombak, sebaiknya
lembaga pendidikan pemerintah itu ditutup agar tidak menimbulkan korban baru. Lebih dari
itu, pemerintah perlu menciptakan lapangan kerja di berbagai bidang. Itu karena animo
orangtua menyekolahkan putra putrinya ke PT kedinasan bukan karena mutu pendidikannya,
melainkan karena jaminan pekerjaan setelah lulus nanti.
Sebagaimana Ryas Rasyid, Inu Kencana (2010) juga mengkritisi kurikulum di PT kedinasan.
Menurut Inu, pendekatan dan kurikulum di perguruan tinggi kedinasan perlu diubah.
Pendekatan sistem perguruan tinggi memang cocok dalam pendidikan kemiliteran; karena
militer butuh kekompakan dan ketaatan pada perintah. Akan tetapi, bagi perguruan tinggi
kedinasan, pendekatan itu sangat tidak sesuai. Pasalnya, yang akan dilayani lulusan
perguruan tinggi kedinasan adalah masyarakat sipil.
Hentikan kekerasan
Kekerasan dalam pendidikan kita lebih sering terjadi karena kurikulum yang keliru.
Anak didik menjadi objek langsung dari kurikulum yang didukung kerangka dan pranata
pendidikan. Pendekatan pendidikan yang digunakan para guru lebih sering bersifat top down
dan mendikte. Pendekatan seperti itu berasumsi bahwa guru sebagai pusat kebenaran dan
pengetahuan lebih bermoral dan pandai sehingga tidak dapat dibantah. Sistem pendidikan
model itu sebenarnya cocok dalam dunia militer, dengan disiplin seragam, ketat ideologi, dan
taat perintah tanpa boleh banyak bertanya.
Kekerasan dalam pendidikan harus dihentikan. Sudah saatnya para guru dan stakeholder
pendidikan memahami bahwa esensi dasar pendidikan ialah wahana humanisasi anak didik
melalui pembentukan jati diri dan perilaku dalam koridor kognitif (kecerdasan), afektif
(sikap), dan psikomotorik (perilaku). Sekolah yang dikelola secara humanis, nirkekerasan,
tanpa eksploitasi, dan pelaksanaan disiplin yang tidak kaku akan menciptakan iklim budaya
yang nyaman. Sekolah dengan budaya yang demikian akan melahirkan anak didik yang kaya
akan perspektif humanisasi di samping berkarakter, bukan mereka yang beringas lantaran
diedukasi dengan kekerasan.
Sudah saatnya pemerintah, pemangku kepentingan, dan masyarakat bekerja sama
memperbaiki pendidikan kita terpenting perguruan tinggi kedinasan. Benar perguruan tinggi
kedinasan masih dibutuhkan untuk mendidik pamong praja yang profesional di bidangnya,
tetapi bukan dengan sistem yang kental kekerasan. Mestinya, proses pendidikan dibentuk
dalam kultur yang humanis atau bottom up. Kedisiplinan memang penting, bahkan harus
lebih ditingkatkan karena itu merupakan kunci dari kesuksesan. Akan tetapi, disiplin bukan
diterjemahkan sebagai alur top down yang sangat kaku. Pola seperti itu hanya akan
membahayakan keselamatan para taruna.
Menurut banyak ahli pendidikan, kekerasan akan terus terulang selama mata rantainya tidak
secara bertahap dan komprehensif dihilangkan. Menurut Doni Koesuma (2014), kekerasan
lebih sering terjadi karena selama ini belum ada sinergi antara KPAI, Kemendibud, dan
dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia untuk menyosialisasikan UU No 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Padahal, kerja sama dan sinergi lintas sektoral diperlukan agar
perilaku kekerasan di lingkungan pendidikan tidak terjadi lagi.
Para pengawas sekolah diharapkan lebih jeli dan lebih sering turun ke lapangan. Meminjam
istilah Hamrin (2010), pengawas sekolah jangan hanya datang, duduk, periksa administrasi,
dan mencari kesalahan. Pengawas harus menjadi mitra efektif kepala sekolah sekaligus ikut
menjamin tidak terjadinya tindak kekerasan. Tidak kalah pentingnya masyarakat, termasuk
wali murid dan komite sekolah, harus berpartisipasi mengontrol sekolah agar berjalan bagus,
bermakna, sejalan dengan prinsip pendidikan, dan terbebas dari kekerasan.












































CALAK EDU

Sun Tzu bagi Jokowi dan Prabowo


BAGI Sun Tzu, dalam The Art of War yang legendaris itu, setidaknya ada enam kesalahan
yang bisa menyebabkan kekalahan, yaitu pengkhianatan, ketidakpatuhan, kesia-siaan,
ketergesa-gesaan, kekacauan, dan kekurangmampuan. Pertanyaan sederhananya ialah ada
berapa kesalahan yang telah dibuat setiap kandidat capres/cawapres beserta tim pemenangan
masing-masing? Pasti mereka tak siap dengan jawaban yang jujur tentang ini semua.
Di tengah hiruk-pikuk dentuman kampanye pilpres, setiap tim pemenangan hanya berpikir
soal kemenangan, apa pun caranya dan bagaimanapun jalannya. Seharusnya kedua tim
pemenangan juga secara arif dari sekarang telah menyiapkan crisis center yang terdiri dari
para tokoh agama dan psikolog, agar ada pintu keluar emosi para pendukung kedua pasangan
jika jagonya kalah. Artinya, kedua pihak juga harus siap menerima kekalahan secara dewasa
dan bertanggung jawab meskipun hal itu pasti hampir mustahil untuk diwujudkan kedua
kandidat. Setidaknya jika dibuat, crisis center tersebut justru akan memberi proses belajar
berdemokrasi secara dewasa dan tidak emosional.
Dalam The Art of War, Sun Tzu juga bilang, Bagi seorang jenderal ada lima bahaya.
Bertekad mati, ia bisa tewas. Bertekad hidup, ia bisa tertangkap. Cepat marah, ia bisa dihasut.
Murni dan jujur, ia bisa dipermalukan. Mengasihi orang banyak, ia bisa dibuat jengkel.
Kelima jenis tanda bahaya itu juga penting untuk dinisbatkan kepada para capres-cawapres
karena kedua kandidat pasti akan dilihat dari perilaku berbahaya yang paling minim yang
dimilikinya. Jika capres-cawapres memiliki patriotisme yang keterlaluan dan kebablasan
hingga mengatakan rela sampai mati demi membela keyakinannya, jelas kematiannya pasti
ditunggu banyak orang.
Sementara itu, jika calon pemimpin memiliki hasrat untuk terus hidup tetapi memiliki niat
untuk merusak hajat hidup orang banyak, pasti kebenaran yang paling pahit akan
diterimanya.
Apalagi jika seorang capres kita gampang marah, dapat dipastikan dia pastilah tipikal orang
yang mudah dihasut dan diprovokasi. Juga, jika orang-orang di sekelilingnya ialah para
penjilat hebat yang mempunyai vested interest dan syahwat kekuasaan yang mahakuat.
Sementara itu, calon pemimpin yang jujur dan murni hatinya juga bisa dipermalukan orang
karena biasanya tipikal calon pemimpin seperti ini mudah percaya pada orang, tapi lupa
bahwa orang yang dipercaya sekalipun bisa berkhianat. Alhasil, pada masa kampanye saat
ini, banyak sekali pelajaran berharga yang bisa diambil kita semua.

Pendekatan emosional
Bahkan jika ingin ekstrem, sesungguhnya model dan gaya kampanye yang dikembangkan
kedua kandidat sesungguhnya masih menggunakan pendekatan emosional yang tidak
menghitung latar belakang pendidikan para konstituen mereka. Akhirnya situasi laksana
perang terus terjadi setiap saat, bahkan terjadi saling fitnah dan ghibah yang berujung pada
penyesatan opini tanpa fakta dan data yang jelas. Saya teringat pada Tolstoy (1964), yang
mengatakan, And the war began, that is, an event took place opposed to human reason and
all human nature.
Suasana kampanye yang laksana perang seakan membuktikan bahwa kita tak pernah
berhitung dampak psikologis dari perang saling fitnah terhadap masa depan anak-anak kita
kelak. Adagium Tolstoy itu secara jelas mengingatkan kita bahwa perang (dalam bentuknya
yang ringan seperti perang penyesatan dalam kampanye pilpres) memang sangat melawan
akal sehat dan nurani kemanusiaan.
Yang lebih menyakitkan dan membawa dampak berjangka panjang ialah efek perang jenis ini
terhadap pertumbuhan individu anak-anak dan keluarga. Secara tidak disadari, efek perang
berupa munculnya deretan kekerasan yang melibatkan ayah terhadap anak, ibu terhadap anak,
anak terhadap teman-teman sepermainannya, dan kombinasi di antara ketiganya.
Pendek kata, akibat perang yang paling kasatmata ialah kekerasan. Gambaran tentang itu
terjalin sangat apik dalam lm cukup lawas berjudul The War yang dibintangi oleh Elijah
Wood dan Kevin Costner.
Sejalan dengan kesimpulan Tolstoy soal perang, Stu (diperankan oleh Elijah Wood) membuat
sebuah kesimpulan sangat baik tentang kekerasan yang terjadi antara satu keluarga dan
keluarga lainnya sesama veteran perang Vietnam. Kata Stu, Semua manusia mengenal apa
itu perang, tetapi perang tak mengenal manusia. Betapa traumatiknya sebuah masyarakat
akan akibat perang sehingga kekerasan kemudian menjadi gelombang kedua dari efek perang
yang kurang disadari manusia. Akan tetapi, jika kekerasan di dalam keluarga dan atau di
sekolah kerap terjadi, bentuk perang apa yang kira-kira terjadi sebelumnya?
Bentuk lain perang
Hampir setiap hari kita menyaksikan berita tentang kekerasan, baik yang terjadi di tengah
keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Tawuran antarsekolah dan bentuk-bentuk intimidasi
lainnya terhadap anak ketika belajar di sekolah kerap terjadi, tetapi kita seakan tak bisa
memberi jalan keluar. Meskipun saran dan seruan tentang penting dan perlunya pendidikan
moral, akhlak, karakter, dan pendidikan agama sudah sering kita dengar, kekerasan terhadap
anak masih saja tetap terjadi. Jika kekerasan merupakan bentuk lain dari perang, dalam
terminologi the psychosocial costs of structural violence sangat boleh jadi kemiskinan
(poverty) dan kebodohan merupakan bentuk perang sesungguhnya yang sedang dialami
masyarakat kita, terutama perempuan dan anak-anak (Brown: 1983).
Jika melihat fakta itu, seyogianya model, jenis, dan gaya kampanye yang harus
dikembangkan ialah gaya positif yang mengusung tema-tema di sekitar kemiskinan dan
kebodohan, tetapi dalam argumen yang masuk akal serta berdasarkan fakta-fakta yang ada,
bukan penyesatan dan manipulasi data. Anak-anak kita yang saat ini duduk di bangku SMP
dan SMA, serta jutaan guru di Indonesia sedang menyaksikan kematangan berpikir dan
kejiwaan para calon pemimpin Indonesia beserta para tim pemenangan mereka untuk tidak
ragu berkata dan berperilaku jujur.










































Warga Bantah Ada Pelanggaran HAM di Pulau Bangka



SUDAH hampir satu tahun PT Mikgro Metal Perdana beraktivitas di Pulau Bangka,
Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Warga mengakui
kehadiran perusahaan itu sudah membawa banyak perubahan baik untuk mereka.
Untuk mengelola bijih besi di wilayah itu, PT Mikgro telah memberikan ganti rugi yang
sangat menguntungkan warga. Mereka berani mengganti rumah yang dibangun dengan kayu
lapis dengan harga hingga Rp80 juta dan lahan dibeli hingga Rp20 ribu per meter, kata
Ventje Datang, tokoh atau hukum tua dari Desa Lihunu, kemarin.
Ia menambahkan, rumah semipermanen warga pun diganti rugi sebesar Rp450 juta. Selain
memberi ganti rugi, PT Mikgro juga menyediakan lahan baru untuk warga.
Yang membuat warga menyambut kehadiran perusahaan itu, lanjut Ventje, yaitu warga di
Pulau Bangka diprioritaskan untuk menjadi tenaga kerja.
Ekonomi kami tumbuh sejak perusahaan menambang bijih besi. Di masa depan, kami
berharap perusahaan dapat membantu warga di bidang pendidikan, tambah Stener S, hukum
tua Desa Ehe.
Kemarin, Ventje dan Stener, serta dua hukum tua lainnya, Habdel dari Desa Libas dan Romy
Lexy Tusang dari Desa Kahuku, sengaja menggelar pertemuan guna menepis isu miring
terkait kehadiran PT Mikgro. Kabar miring diembuskan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
yang menyatakan telah terjadi pelanggaran HAM di Pulau Bangka.
Padahal, yang terjadi ialah dari 700 kepala keluarga di empat desa di Pulau Bangka, ada 15
keluarga yang belum mau menerima kehadiran perusahaan tambang. Sementara itu, kami,
lebih dari 600 kepala keluarga, menyambut dengan tangan terbuka kehadiran perusahaan di
lingkungan kami, papar Stevi Watupongoh, Camat Likupang Timur, yang ikut hadir
bersama keempat hukum tua atau kepala desa.
Laporan Komnas HAM, lanjut dia, sangat sepihak dan tidak pernah terjadi.
Secara terpisah, Presiden Direktur PT Mikgro Metal Yang Xiao Kang mengaku akan
menginvestasikan dana Rp17 triliun di Pulau Bangka.
Tahap pertama, kami sudah mengucurkan Rp6 triliun, untuk pembebasan lahan,
membangun infrastruktur, dan membangun sekolah. (VL/N-2)



Penutupan Dolly bukan Solusi

CORNELIUS EKO SUSANTO


Dampak paling berbahaya penutupan lokalisasi ialah potensi penyakit menular seksual
yang akan meningkat. Jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV dari pasangan
tetap cukup tinggi, mencapai 3.733 kasus akumulatif dari 1987 sampai 2012.
MENTERI Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi berpendapat penutupan lokalisasi Gang Dolly
pada 19 Juni nanti bukanlah sebuah solusi permanen untuk mengatasi masalah prostitusi di
Surabaya, Jawa Timur.
Ia khawatir hal itu bakal meningkatkan potensi penularan infeksi menular seksual (IMS) dan
penularan di luar kelompok berisiko, seperti ibu rumah tangga dan bayi.
Pengalaman dari penutupan lokalisasi di Bandung dan Jakarta tidak menyelesaikan masalah.
Pekerja seks komersial (PSK) tetap bekerja dengan ditampung di rumah-rumah, ujarnya di
Surabaya, Sabtu (14/6).
Berdasarkan pantauan, pascapenutupan Saritem (Bandung) dan Kramat Tunggak (Jakarta),
praktik prostitusi tetap berlangsung dan menyebar ke wilayah lain. Bedanya, PSK yang
menjajakan diri tidak terlokalisasi lagi. Mereka ditampung di rumah-rumah penduduk.
Imbasnya, dinas kesehatan, LSM kesehatan, dan dinas sosial kesulitan mendata dan memberi
pelayanan kesehatan serta menyampaikan program pemberdayaan.
Dampak paling berbahaya, kata dia, ialah potensi penyakit menular seksual yang akan
meningkat. Pasalnya, PSK yang memiliki penyakit IMS tidak bisa terkontrol. Akibatnya,
lelaki yang menggunakan jasa mereka berisiko menularkan penyakit ke istri dan bayi mereka.
Menurut Nafsiah, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV dari pasangan tetap cukup
tinggi, mencapai 3.733 kasus akumulatif dari 1987 sampai 2012. Selain itu, akibat tingginya
stigma dan rendahnya pengetahuan, banyak ibu rumah tangga yang terinfeksi virus memilih
sembunyi dan tidak memeriksakan dirinya. Walhasil, kasus penularan HIV dari ibu hamil ke
bayinya juga menjadi tinggi.
Dari data kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) yang dilakukan
Kemenkes hingga Desember 2013 terungkap, kasus penularan HIV dari ibu ke anak
meningkat dalam rentang tiga tahun terakhir. Pada 2011, ditemukan 75 bayi positif HIV yang
tertular dari ibu, pada 2012 sebanyak 86, dan 2013 jadi 106 bayi.

Lebih diperketat
Ia menegaskan dirinya tidak mendukung prostitusi. Namun, prostitusi akan selalu ada selama
permintaan terus ada. Namun, penutupan lokalisasi bukanlah solusi. Selain menimbulkan
masalah kesehatan, itu akan mendorong munculnya praktik prostitusi terselubung yang bisa
menimbulkan masalah sosial lain. Akan muncul trafficking pada perempuan yang
dipekerjakan sebagai pekerja seks dan sulit dipantau.
Menurut dia, ada kebijakan lain yang lebih tepat untuk menekan praktik prostitusi. Pertama,
lokalisasi harus bebas dari anak-anak. Selanjutnya, para PSK diberi pengetahuan soal
kesehatan reproduksi dan keterampilan agar bisa mencari kerja lain. Selain itu, harus ada
intervensi pada lelaki berisiko seksual tinggi dan mempersulit akses masuk lokalisasi bagi
masyarakat umum.
Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN Sudibyo Alimoeso
mengutarakan, dalam menutup lokalisasi, sebaiknya disertai dengan mekanisme pendataan
PSK. Dengan sistem pendataan valid, kondisi kesehatan PSK bisa dipantau dan mereka
mendapat layanan kesehatan. Mereka juga akan memperoleh program pemberdayaan dari
dinas sosial. (H-1)
cornel @mediaindonesia.com




























Pelik, Moratorium Pendaftaran Haji



DIRJEN Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Abdul Djamil
menyatakan penerapan moratorium pendaftaran haji akan menjadi persoalan pelik.
Alasannya, hal itu bisa dianggap membatasi kesempatan warga negara, khususnya umat
Islam, untuk melaksanakan niat mereka melaksanakan ibadah haji.
Kita bisa dipandang menghalangi niat suci umat Islam. Jadi, memerlukan pengkajian
matang lagi dengan para ahli, cetus Abdul Djamil di Jakarta, Sabtu (14/6).
Sebelumnya, Ketua Umum Kesatuan Tour Travel Haji dan Umrah (Kesthuri) Asrul Azis
Taba menyatakan pendaftaran haji harus dimoratorium sambil celahnya diperbaiki. Sebab
antrean jemaah calon haji reguler saat ini amat panjang, mulai dari masa tunggu 7 tahun
hingga belasan tahun di daerah tertentu. Bahkan, antrean untuk jemaah haji plus mencapai 4-
5 tahun.
Soal kebijakan prioritas yang beribadah haji ialah mereka yang belum pernah, Abdul Djamil
mengutarakan hal itu sudah dilakukan. Tentu pada tahapan pertama pelunasan kita
prioritaskan bagi yang belum berhaji.
Selain itu, tambahnya, kesempatan diberikan bagi calon haji yang lunas tunda, seperti
tertunda berangkat tahun sebelumnya karena sakit atau terkena pemotongan kuota 20% pada
2013 akibat renovasi Masjidilharam.
Prioritas berikutnya diberikan kepada calon haji (yang pernah berhaji) dengan alasan
memahrami istri, anak kandung atau orangtua kandung, serta pembimbing ibadah haji. Ini
sepanjang nomor porsinya masuk alokasi kuota.
Ia berharap kuota haji reguler sebanyak 155.200 (termasuk petugas) dipergunakan dengan
mekanisme urut kacang. Kalau ada kelambatan pengisian kuota daerah, saya cek kepala
kanwilnya. Saya berharap pelunasan BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji) pada akhir
pendaftaran 9 Juli signifikan mendekati kuota yang disediakan, katanya. (Bay/H-1)











Akuntabilitas Pengelolaan Zakat Dalam Perspektif Hukum Islam
dan Keuangan

Oleh M. Fuad Nasar Wakil Sekretaris BAZNAS



Saya mengapresiasi dan menyambut gembira Seminar Nasional Zakat yang diselenggarakan
oleh Departemen Kajian dan Penelitian (DKP) Keluarga Mahasiswa Magister Hukum
(KMMH) Universitas Gadjah Mada (UGM) akhir pekan lalu (14/6) di kampus UGM
Yogyakarta. Tema yang diangkat ialah Akuntabilitas Pengelolaan Zakat Oleh Badan dan
Lembaga Amil Zakat Setelah Diberlakukannya UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat.
Dalam seminar sehari itu, saya hadir menjadi pembicara selaku Wakil Sekretaris BAZNAS.
Kami tampil bersama Hifdzil Alim, SH, MH (peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi FH UGM),
dan Dr. Muinudinillah Basri MA (pakar fiqih dan dosen di Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta UMS).
Seminar dibuka secara resmi oleh Dr. Enny Nurbaningsih, SH, M. Hum, Ketua Program
Studi MH UGM yang menekankan pentingnya kajian pengelolaan zakat yang aman dari
perspektif hukum Islam dan perspektif keuangan negara. Kegiatan seminar dirangkaikan
dengan Pelatihan Pembukuan dan Pelaporan Zakat yang diisi oleh Teten Kustiawan, Direktur
Pelaksana Manajemen BAZNAS.
Saya menyampaikan, norma yang terkait dengan akuntabilitas pengelolaan zakat mencakup
kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah (shariah compliance), kepatuhan terhadap
perundang-undangan yang berlaku dalam negara, transparansi pengelolaan zakat, serta
pertanggungjawaban secara berjenjang dalam pengelolaan zakat. Subyek pelaksanaan asas
akuntabilitas, ialah BAZNAS di semua tingkatannya, LAZ berskala nasional dan
perwakilannya, LAZ berskala provinsi dan perwakilannya, LAZ berskala kabupaten/kota,
serta pengelola zakat yang tidak berbadan hukum, yakni amil zakat perseorangan dan
perkumpulan orang dalam masyarakat.
Tujuan yang hendak dicapai dengan pelaksanaan asas akuntabilitas adalah sejalan dengan
tujuan pengelolaan zakat dalam undang-undang, yaitu meningkatnya efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat, dan meningkatnya manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Penegakan hukum berupa sanksi administratif diterapkan dalam kondisi ketika pengelola
zakat tidak memberikan bukti setoran zakat, atau pendistribusian dan pendayagunaan dana
zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya tidak sesuai ketentuan syariah, atau
tidak melakukan pencatatan tersendiri atas penerimaan dana nonzakat, atau tidak
memberitahukan pengelolaan zakat yang dilakukan kepada pejabat yang berwenang (khusus
amil zakat perorangan dan perkumpulan). Sedangkan sanksi pidana adalah terkait dengan
tindakan melawan hukum yang tercantum dalam pasal-pasal larangan pada UU Pengelolaan
Zakat, yaitu larangan melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual,
mengalihkan zakat, infak, sedekah, atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam
pengelolaannya.
Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi FH UGM, Hifdzil Alim menjelaskan bahwa dari
perspektif religious welfare state, negara dibolehkan masuk ke dalam wilayah privat
kewarganegaraan dalam sektor keagamaan. Selanjutnya dikemukakan, pola pengawasan di
dalam masyarakat terhadap pengelolaan zakat sebenarnya sudah ada dan sudah berjalan
selama ini, yaitu dalam bentuk yang sangat sederhana melalui peran ulama dan kiyai di
tingkat lokal. Tetapi setelah diberlakukannya Undang-Undang Pengelolaan Zakat, amil zakat
diharuskan menerapkan aturan teknis administratif terhadap pelaksanaan ibadah mahdhah ini.
Pada prinsipnya tidak ada masalah jika negara harus masuk dalam pengawasan zakat, yakni
untuk mencegah terjadinya pola-pola pengelolaan yang melawan hukum.
Menurut dosen FH UGM itu pola yang paling aman bagi pengelola zakat yang tidak berbadan
hukum, ialah men-delivery risiko hukum pengelolaan dana zakat kepada BAZNAS, yaitu
collecting, rekap dan serahkan ke BAZNAS.
Pembicara lainnya, Muinudinillah Basri menekankan, Amil harus menyeleksi siapa yang
wajib menunaikan zakat dan siapa yang berhak menerima zakat. Orang yang berzakat jangan
merasa terzalimi, misalnya pegawai yang gajinya pas-pasan jangan diambil zakatnya. Jangan
mengambil sesuatu yang tidak wajib. imbuhnya. Untuk itu seorang amil harus memiliki
kompetensi dasar sebagai amil zakat, yaitu; ilmu syariah, fiqih zakat, integritas diri, kuat
kepribadian, kelembutan, dan adil.
Kegiatan seminar ilmiah sebagai wujud pelaksanaan tridharma perguruan tinggi berupa
pengabdian kepada masyarakat tersebut sangat positif dan inspiratif untuk memperkaya
gagasan implementasi pengelolaan zakat khususnya lewat pengkajian mendalam mengenai
akuntabilitas dalam pengelolaan zakat. Pelaksanaan seminar dan pelatihan dengan Ketua
Panitia, Adhika Wicaksana, A, S.A.P, pegawai Kementerian Keuangan RI yang sedang tugas
belajar di UGM diharapkan semakin mendorong penguatan peran kampus dalam
pengembangan perzakatan.











ASSALAMU'ALAIKUM

Urgensi Standarisasi Zakat Internasional

Oleh Irfan Syauqi Beik Staf Ahli BAZNAS dan Deputi Sekjen World Zakat Forum


Dalam beberapa pertemuan internasional yang penulis hadiri, dan juga berdasarkan informasi
yang pernah dipublikasikan oleh sejumlah lembaga internasional seperti Center for Security
Policy (CSP) dalam situs shariah finance watch-nya, muncul tudingan bahwa dana zakat
banyak dimanfaatkan untuk kegiatan terorisme.

Banyak pihak di Barat yang kemudian meminta pemerintah mereka untuk mengawasi
pergerakan dan perputaran dana zakat demi kepentingan keamanan mereka. Bahkan beberapa
waktu lalu, isu ini juga sempat menghiasi sejumlah media ketika salah seorang pengamat
intelijen sempat melemparkan tudingan dan fitnah yang mengaitkan zakat dengan
pembiayaan terorisme di tanah air.
Terlepas dari definisi terorisme yang sangat `debatable' karena adanya perbedaan
kepentingan dalam memaknai istilah tersebut, namun isu ini menjadi cambuk bagi dunia
perzakatan internasional untuk melakukan upaya peningkatan kualitas pengelolaan zakat
secara terus-menerus.
Dalam pertemuan World Zakat Forum di New York akhir Mei 2014 lalu, penulis juga sempat
berdiskusi ringan dengan beberapa pegiat zakat dari negara lain mengenai isu ini.
Kesimpulannya, isu ini bisa sangat kontraproduktif terhadap upaya penguatan kerjasama
zakat lintas negara, apabila tidak diatasi secara sistematis dan terarah.
Untuk itu, ada dua hal yang harus diperhatikan sebagai langkah solusi untuk mengatasi isu ini
dan stigma-stigma negatif lainnya. Pertama, perlunya memiliki core principles atau prinsip-
prinsip utama pengelolaan zakat yang berlaku secara internasional, persis seperti Basel
Principles dalam praktek perbankan dunia. Core principles ini sangat penting sebagai
panduan dan referensi dalam menilai kinerja sistem pengelolaan zakat di suatu negara.
Jika merujuk pada `Basel Standard' yang telah dipraktekkan selama ini, ada dua isu besar
yang menjadi fokus standarisasi ini, yaitu terkait dengan otoritas dan kewenangan untuk
melakukan pengawasan (13 core principles), serta aspek kehati-hatian dalam regulasi dan
kebijakan (16 core principles). Tentu untuk zakat tidak mesti sama, karena karakteristik
sektor perbankan dengan sektor zakat sangat berbeda. Tetapi paling tidak, standar Basel ini
bisa menjadi salah satu sumber referensi yang bisa digunakan sebagai perbandingan.
Untuk itu, BAZNAS bersama dengan Bank Indonesia dan Islamic Research and Training
Institute (IRTI) IDB tengah menggagas upaya untuk merealisasikan suatu forum yang disebut
dengan IWG Z S (International Working Group on Zakat Standardization). Diharapkan
IWGZS ini, bersama-sama dengan World Zakat Forum, bisa menelurkan beragam kebijakan
dan prinsip utama pengelolaan zakat, yaitu Zakat Core Principles (ZCP) yang dapat
diimplementasikan di seluruh dunia.
ZCP ini sekurang-kurangnya harus bisa mengatur aspek kelembagaan, penghimpunan,
pengelolaan, penyaluran, pertanggungjawaban, dan infrastruktur regulasi yang diperlukan. Ini
sangat penting karena pada aspek-aspek inilah sorotan terhadap pengelolaan zakat sering
mengemuka. Dengan kata lain, kuncinya terletak pada `good zakat governance' dan regulasi.
Sebagai contoh, jika ZCP bisa membuat standarisasi aspek penyaluran, dimana kriteria
kelompok penerima zakat dan program penyaluran zakatnya jelas, maka isu terorisme akan
dengan sendirinya dapat ditepis. Demikian pula halnya dengan ZCP pada sisi penghimpunan.
Ketika ZCP pada aspek ini dengan tegas mengatur tentang sumber harta yang menjadi obyek
zakat, beserta persyaratan yang harus dipenuhinya, terutama dari sisi fiqh zakatnya, maka
ZCP ini bisa menjadi alat untuk menepis kemungkinan zakat dijadikan sebagai salah satu
saluran untuk pencucian uang (money laundring).
Selanjutnya, hal kedua yang perlu mendapat perhatian adalah adanya sistem dan mekanisme
untuk mengevaluasi sistem perzakatan secara global. Disinilah peran penting IFSAP (Islamic
Financial Sector Assessment Program) yang tengah dikembangkan IDB dan akan
diujicobakan di Kuwait dan Sudan pada tahun ini, dimana zakat menjadi salah satu
komponennya. IFSAP ini bisa menjadi instrumen yang menjadi alat ukur dan parameter
dalam menilai dan mengevaluasi apakah pembangunan ekonomi dan keuangan syariah di
suatu negara, termasuk pembangunan zakatnya, berhasil atau tidak. Serta, bisa menjadi acuan
bagi langkah-langkah korektif yang diperlukan oleh suatu negara agar pembangunan ekonomi
syariah ini bisa memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Wallahu
a'lam.




















BARACK OBAMA

Ayah yang Jenaka

FATHIA NURUL HAQ




Ia mengaku menikmati hubungan baik dengan dua putrinya dan menjaga komunikasi
di antara mereka.
SAYA ayah yang asyik dan suka berjoget-joget disembarang tempat, demikian pengakuan
orang nomor satu Amerika Serikat, Barack Obama, dalam sebuah wawancara eksklusif
dengan presenter Today Jenna Bush Hager di Gedung Putih, Amerika Serikat, Kamis (12/6).
Wawancara tersebut dilakukan dalam rangka memperingati Hari Ayah.
Ayah Malia, 15, dan Sasha, 13, itu mengakui predikat tersebut dilontarkan pertama kali oleh
kedua putrinya yang tengah beranjak dewasa.
Satu hal yang mereka tahu tentang saya ialah saya mencintai mereka setengah mati,
lanjutnya. Orangtua muda menanyakan rahasia mengapa Malia dan Sasha tumbuh dengan
baik. Saya menjawab, `Well, pertama kali, kamu tahu, nikahilah wanita yang bisa menjadi ibu
yang baik', seperti yang telah saya lakukan. Hal berikutnya, cinta tanpa syarat pastinya
membuat banyak perbedaan.
Presiden ke-44 AS itu mengaku begitu menikmati hubungan baik dan dekat dengan dua
putrinya, serta senantiasa menjaga komunikasi dengan mereka. Sebagai orang nomor satu di
negara adidaya, ia memiliki jadwal yang padat dan ambisi besar. Akan tetapi, sebisa mungkin
ia berusaha tidak melewatkan resital balet, pertandingan sepak bola, atau pertemuan orangtua
murid.
Malia mengatakan saya ayah yang baik dan konyol, tapi saya tetap berusaha untuk ada di
tempat yang benar untuk menjadi asyik, tetapi tidak menyebalkan, ujar pria kelahiran
Honolulu, Hawaii, 4 Agustus 1961 itu.
Ia mengaku terkadang timbul kekhawatiran bahwa dua putrinya akan tumbuh menjadi pribadi
yang kurang menyenangkan di tengah kemewahan dan perlakuan khusus yang mereka terima
sebagai tuan rumah Gedung Putih. Namun, ia cukup berlega hati kepada kekhawatirannya
tidak terjadi.
Mereka tidak menyalahgunakannya. Saya pikir mereka memahami bahwa ini hanya sebuah
momen dalam suatu waktu dan mereka benar-benar berkembang, tutur presiden pertama AS
berkulit hitam itu.
Obama berkisah belakangan ini dirinya tidak perlu mendikte dalam membesarkan putri-
putrinya. Mereka sudah paham untuk melakukan peran mereka dan kami tidak perlu lagi
mengecek pekerjaan rumah atau mendikte mereka tentang banyak hal. Mereka mampu
menyelesaikan urusan mereka sendiri dan kami sangat bangga pada mereka, kisah pria yang
menikahi Michelle Robbin.
Ia juga mensyukuri dua putrinya tumbuh dengan kehidupan yang normal serta dapat
berteman dengan siapa saja.
Obama mengaku kerap mengobrol dengan Malia saat makan malam untuk menjelaskan
alasan di balik manuver politiknya.
Ia juga berterima kasih kepada Hager atas catatan kecil yang dialamatkannya kepada kedua
putrinya menjelang pelantikan dirinya sebagai presiden. Kalian ialah kelompok eksklusif
dari orang-orang yang harus menyikapi omong kosong ini dan tumbuh menjadi wanita
dewasa yang luar biasa. Itu membuat saya sedikit lebih percaya diri dan optimistis mengenai
hal ini ke depannya.
Hager bercerita bahwa catatan tersebut berisikan kiat bersenang-senang meskipun di tengah
pengawalan ketat gedung putih. Anda bisa berterima kasih pada saya nanti.
Menurut Obama, selain Hager dan saudari kembarnya, Barbara, Chelsea Clinton (putri
Presiden Bill Clinton) juga mendekati Malia dan Sasha. Yang terpenting, Obama berpesan
agar para ayah mau terlibat dalam hidup anak-anak mereka. (Today/H-1)




Demam Bola, Bisnis Pengamanan Laris Manis

ANCAMAN keamanan menjadi kendala utama dalam pelaksanaan ajang Piala Dunia yang
dilaksanakan di Brasil kali ini. Namun, itu tidak menjadi halangan bagi para pesohor dunia,
seperti dari kalangan selebritas dan pengusaha, serta pejabat negara, untuk menghadiri pentas
sepak bola akbar empat tahunan tersebut.
Pembukaan Piala Dunia yang dilakukan pada Kamis (12/6) terbukti dihadiri para pesohor
tersebut. Selama satu bulan penyelenggaraan, fan-fan dari kalangan elite tersebut rela
merogoh kocek dalam-dalam hingga ribuan dolar AS untuk menggunakan mobil lapis baja
dan pengawal. Atau, bila dibutuhkan, perlengkapan untuk menyelamatkan diri dengan
helikopter ketika terjadi kekacauan.
Menurut perkiraan, sekitar 30 ribu hingga 60 ribu orang rela menghabiskan uang dalam
kisaran US$10 ribu-US$20 ribu (sekitar Rp110 juta-Rp220 juta) per orang untuk jasa
pengamanan selama Piala Dunia berdasarkan data Ijet, sebuah perusahaan jasa pengamanan
multinasional. Dengan asumsi tersebut, bisnis jasa pengamanan pribadi itu bisa menghasilkan
sebesar US$12 juta.
Kepala Operasional Ijet John Rose mengatakan bukan hanya pesohor, banyak pula eksekutif
datang ke turnamen tersebut untuk urusan bisnis. Piala Dunia disebut sebagai ajang
pemasaran terbesar dan perusahaan-perusahaan mengirimkan jajaran petinggi mereka untuk
menemui klien di turnamen tersebut.
Perusahaan-perusahaan tersebut mengirimkan aset terpenting dan konsumen utama mereka
ke sana (Piala Dunia). Mereka berpikir apa yang harus dilakukan untuk melindungi mereka?
ujar Rose.
Ia menambahkan banyak perusahaan tidak mau pusing memikirkan persiapan menghadapi
risiko keamanan. Kebutuhan perlindungan sangat penting karena perusahaan-perusahaan
tersebut memiliki beberapa klien penting dan ternama untuk dilindungi.
Karena itulah jasa pengamanan yang komprehensif menjadi sangat diminati. Dari situlah Ijet
menangkap peluang. Pelayanan yang ditawarkan mulai pemberian saran terkait dengan
keamanan dan memberikan laporan mengenai potensi demonstrasi yang dapat mengganggu
lalu lintas hingga melakukan ekstraksi.
Ekstraksi membantu klien keluar dari ancaman situasi yang tidak kondusif. Layanan itu
memiliki porsi 20% dari seluruh layanan Ijet. Ijet juga memiliki pengalaman bernegosiasi
dengan penculik.
Brasil merupakan negara dengan risiko penculikan terbesar setelah Meksiko dan Nigeria.
Organisasi kriminal di sana biasa meminta tebusan US$250 ribu hingga US$2 juta (sekitar
Rp23 miliar). Kesempatan lolos dari penculikan masih rendah. Warga asing juga sering
mengalami perampokan sehingga membuat Brasil menjadi semakin rawan.

Namun, menurut Rose, hal terbesar yang harus dikhawatirkan pengunjung Piala Dunia ialah
risiko kekacauan umum akibat demonstrasi. Karena itu, jasa pengamanan pribadi merupakan
hal yang penting untuk pesohor. (Iqbal Musyaffa/CNN Money/E-1)








































Eksklusivitas Berbau tidak Sehat

DANIEL WESLY RUDOLF


Perbankan berharap otoritas mengajak industri berdialog terlebih dahulu dalam
penetapan aturan komisi bancassurance. Bank meminta komisi untuk jangka waktu
tertentu dibayarkan di awal. Dana itu digunakan untuk membangun dan menyesuaikan
infrastruktur informasi teknologi, tenaga pemasaran, serta jaringan lainnya.
SKEMA pembayaran komisi di muka dalam kerja sama pemasaran produk asuransi antara
bank dan perusahaan asuransi (bancassurance) menjadikan bisnis berkembang tidak sehat.
Eksklusivitas kerja sama akan tercipta dengan yang hanya melibatkan perusahaan asuransi
berkekuatan finansial besar.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Dumoli F Pardede mengemukakan hal itu seusai seminar bertajuk Menyingkap Tabir
Bancassurance, di Jakarta, Kamis (12/6).
Pembayaran komisi bancassurance di muka tersebut menjadi salah satu alasan OJK untuk
menyusun aturan baru, yakni sebuah aturan yang diharapkan bisa lebih menyehatkan
persaingan di industri asuransi.
Kalau seperti ini (komisi di muka) sudah enggak sehat. Wewenang OJK (ialah) harus
pelihara aktivitas bisnis yang sehat, ujar Dumoli.
Ia menjelaskan asuransi memiliki produk yang spesifik, seperti produk asuransi konvensional
dan produk berbasis investasi atau unit link. Dalam pemasarannya, industri bekerja sama
dengan perbankan di dalam negeri dengan memanfaatkan jaringan dan basis nasabah
perbankan.
Bank meminta komisi untuk jangka waktu tertentu dibayarkan di awal. Dana itu digunakan
untuk membangun dan menyesuaikan infrastruktur informasi teknologi, tenaga pemasaran,
serta jaringan lainnya.
Skema pembayaran di muka tersebut, menurut Dumoli, memberatkan. Pertimbangannya,
kekuatan finansial tiap-tiap industri tidak merata. Hanya perusahaan-perusahaan asuransi
besar yang akhirnya mendapatkan akses pemasaran ke masyarakat luas melalui perbankan,
cetusnya.
Karena itu, OJK akan mengatur skema pembayaran komisi bancassurance sehingga dapat
diterima seluruh industri keuangan nonbank. Hingga April 2014, terdapat sekitar 1.057 kerja
sama bancassurance. Mengenai aturan detailnya, Dumoli mengaku belum bisa menyebutkan
karena masih perlu berkoordinasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan
Bank Indonesia (BI). Menurutnya, masih perlu ditinjau kembali apakah pemberian komisi di
depan itu memperkuat monopoli dalam persaingan usaha.
Bertahap atau tender
Komisioner KPPU Chandra Setiawan mengusulkan dua cara untuk mengatasi skema komisi
di muka. Pertama, pembayaran disesuaikan dengan kemampuan industri asuransi. Misalnya,
pembayaran secara bertahap. Kedua, cara tender. KPPU merekomendasikan diadakan tender
tiga perusahaan sebelum memilih mitra penyaluran polis secara eksklusif.
Dalam menanggapi persoalan komisi, Head of Insurance Business Bank CIMB Niaga Akhiz
Nasution mengatakan pengaturan skema pembayaran komisi di muka pada bancassurance
untuk memastikan manfaat dalam kerangka kerja sama jangka panjang. Kerja sama ini
bukan hanya 1-2 tahun, melainkan 10 tahun sehingga harus dilihat memberikan kontribusi,
manfaat bagi yang lain.
Ia berharap otoritas mengajak industri berdialog terlebih dahulu dalam penetapan aturan
komisi bancassurance. (E-1) wesly@mediaindonesia.com




























Berhati-hati dalam Implementasi Aturan



PELAKU usaha asuransi merespons positif rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan
menerbitkan aturan terkait kemitraan perusahaan asuransi dengan perbankan untuk
memasarkan produk. Kerja sama yang biasa disebut bancassurance itu telah menjadi salah
satu saluran andalan dalam pengembangan industri asuransi.
Prinsipnya memang harus ada aturan namanya kerja sama antarperbankan dengan
perusahaan asuransi, ujar Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)
Hendrisman Rahim kepada Media Indonesia, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Hendrisman optimistis ketentuan OJK untuk bancassurance akan memberikan nilai tambah
saluran distribusi. Bukan justru menghambat pertumbuhan industri asuransi. Kalau aturan
dibuat untuk `membunuh', bukan ketentuan namanya.
Hendrisman menyatakan ketentuan yang mengatur keterbukaan untuk kemitraan bagi
perusahaan asuransi dan perbankan untuk memasarkan produk perlu diimplementasikan
secara hati-hati. Sebelumnya, OJK telah menyatakan akan mewajibkan perbankan dan
perusahaan asuransi memaparkan komisi bancassurance.
Berdasarkan data AAJI, bancassurance berkontribusi 37,1% terhadap total pendapatan premi
2013 yang mencapai Rp113,93 triliun. Jumlah itu menempatkan program bancassurance di
peringkat kedua untuk kontribusi saluran pemasaran terhadap total premi.
Adapun saluran pemasaran melalui keagenan berkontribusi 45,5% bagi total pendapatan
premi 2013, sedangkan sisanya dari saluran pemasaran alternatif.
Sharia Business Manager Allianz Life Syariah Abdul Chalik mengungkapkan perusahaan
asuransi bersedia merilis data komisi kemitraan dengan perbankan dalam saluran distribusi
bancassurance sesuai rencana OJK.
Kendati Abdul berpendapat ketentuan itu akan berdampak negatif bagi saluran
bancassurance, konsumen akan mengetahui keuntungan atau komisi perbankan dari
penjualan produk asuransi dan menuntut premi lebih murah. (Bow/E-1)









Koalisi Tambun dan Problem Korupsi

RAJA EBEN L


Kultur politik Indonesia harus mulai dibangun dengan tanpa bagi-bagi kekuasaan dan
lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Pemerintah ialah pelayan rakyat dan parpol
bukan penguasa kementerian. Koalisi yang diisi partai penyumbang kader korup akan
menjadi beban bagi pasangan capres-cawapres. Dampaknya, jika koalisi yang menjadi
sarang berkumpulnya kader korup menang, itu akan menyebabkan capres dan
cawapres nantinya bisa menjadi pelindung para koruptor.
PETA Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 sudah gamblang. Ada dua koalisi, yakni yang
mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan Joko Widodo-Jusuf
Kalla yang akan bertarung berebut RI-1 dan RI-2.
Prabowo-Hatta (nomor urut 1) mendapat dukungan Partai Gerindra, PAN, PPP, Partai
Golkar, PKS, dan PBB. Di pihak lain, Jokowi-JK (nomor urut 2) didukung penuh oleh PDIP,
Partai NasDem, PKB, Partai Hanura, dan PKPI.
Tiap koalisi pun harus berebut simpati, salah satunya dengan mengklaim diri sebagai
pendukung pemberantasan korupsi. Hal yang tidak etis untuk menjatuhkan lawan ialah salah
satu kubu menghalalkan segala macam cara seperti menggunakan kampanye hitam yang
bermuatan fitnah.
Terkait dengan korupsi, berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
sepanjang 2005 hingga 2013, kader Partai Golkar menempati urutan teratas melakukan tindak
pidana korupsi yakni sebanyak 40 orang, kemudian diikuti PDIP 27 orang, Partai Demokrat
17 orang, PAN 8 orang, PPP 8 orang, PKB 2 orang, Partai Gerindra 2 orang, PKS 1 orang,
PKPI 1 orang, dan PBB 2 orang.
Dengan demikian, jika dibedah, dalam koalisi Jokowi-JK hanya terdapat 30 orang yang
tersangkut korupsi, sedangkan dalam koalisi Prahara (Prabowo Subianto-Hatta Rajasa)
terdapat 78 orang atau dua setengah kali lebih banyak. Ada pula dua ketua umum di koalisi
Prahara yang menjadi tersangka bahkan sudah divonis bersalah, yaitu Ketum PPP
Suryadharma Ali dan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
Menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan, koalisi yang diisi partai
penyumbang kader korup akan menjadi beban bagi pasangan capres-cawapres. Dampaknya,
jika koalisi yang menjadi sarang berkumpulnya kader korup menang, itu akan menyebabkan
capres dan cawapres nantinya bisa menjadi pelindung para koruptor. Apalagi jika para kader
parpol yang disebut terlibat bahkan pernah menjadi pesakitan merupakan tim sukses capres-
cawapres.
Koalisi itu hanya beretorika semata dengan mendengungkan pemberantasan korupsi, padahal
nyatanya mereka menggunakan tenaga orang bermasalah sebagai tim sukses.
Mereka (parpol dan kader yang terlibat korupsi) bisa jadi beban bagi capres-cawapres jika
terpilih dan membahayakan masa depan bangsa. Makanya lebih baik mereka dieliminasi dari
timses. Jangan sampai capres-cawapres jadi bungker mereka yang korup, tegas Ade Irawan
kepada Media Indonesia di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas pun menegaskan sampai sekarang tidak ada satu partai
politik yang berkomitmen teguh dalam pemberantasan korupsi.
Kita ikuti saja kelakuan parpol-parpol itu apa betul dan jujur. Jangan sampai mengulang
rezim korup yang telah ada dalam Pemilu 2009, obral jargon kerakyatan dan antikorupsi,
faktanya sebaliknya. Yang jelas, sampai sekarang tidak ada satu parpol pun yang menolak
dibahasnya RUU KUHP dan KUHAP yang melemahkan sistem pemberantasan korupsi,
tegas Busyro.
Dia menambahkan beberapa parpol pengusung dua kandidat pada Pilpres 2014 ini memiliki
catatan buruk, yaitu kadernya terlibat dalam kubangan korupsi. Sebaiknya, parpol melakukan
koreksi dan tobat internal agar tidak kembali melakukan korupsi. Sikap menyerang saat
kampanye dengan memanfaatkan isu antikorupsi hanya membuat rakyat mual dengan cara
yang tidak senonoh. Jauh lebih anggun mengubah niat untuk jujur prorakyat dan
propemberantasan korupsi. Hindari klaim-klaim antikorupsi yang hiperbolis, imbuh Busyro.
Koalisi riil
Dengan sistem pemilu yang ada dan banyaknya partai peserta Pemilu 2014 seperti saat ini,
koalisi parpol untuk dapat mengajukan capres-cawapres memang sulit dihindari. Hal tersebut
merupakan konsekuensi politik karena Indonesia menerapkan sistem multipartai dan
pemilihan umum terbuka yang menyebabkan partai politik sulit mendapatkan suara
mayoritas.
Koalisi yang dibentuk karena adanya kesadaran dan pandangan bersama untuk membangun
pemerintahan yang kuat dan bebas dari korupsi ternyata masih belum sepenuhnya disadari
semua parpol. Selimut dan hasrat berkuasa partai masih mendominasi pandangan parpol saat
ini. Platform ideologi, kesamaan visi dan misi untuk membangun Indonesia yang lebih baik,
terabaikan sehingga motivasi koalisi parpol dalam pilpres lebih kentara diwarnai transaksi
politik.
Padahal, sekarang adalah tahun sensitif secara moral politik di saat mayoritas rakyat
semakin terpinggirkan oleh rezim politik yang menjadi industri kekuasaan proasing. Konflik
antarrakyat di beberapa daerah berkausalitas dengan politik yang kumuh, ujar Busyro
mengomentari keberadaan koalisi saat ini.
Menurut Busyro, jika capres-cawapres salah niat dan lemah komitmen, visi, dan kejujuran
serta mengulang praktik buruk selama ini, bisa saja nanti rakyat kehilangan kesabaran.
Rakyat sudah cukup lama kenyang dengan muslihat politik. Parpol-parpol pendukung capres
harus dijaga bersama agar jangan menjadi ajang bancakan mega-ATM (mesin uang parpol)
dengan berebut kementerian dan lembaga negara. Ini memalukan dan njijik'i, sindir Busyro.
Cukup melegakan karena pada saat tuntutan politik transaksional mengemuka, capres yang
diusung PDIP, Partai NasDem, PKB, Partai Hanura, dan PKPI kukuh pada prinsip koalisi
tulus.
Capres Joko Widodo punya alasan kenapa posisinya sekarang tidak mendapat dukungan
banyak parpol. Sebetulnya banyak yang minta berkoalisi, tapi karena banyak yang meminta
imbalan ingin menjadi menteri dan bagi-bagi kekuasaan lebih baik kita tolak karena hal
tersebut tidak sehat untuk perpolitikan nasional, kata dia.
Banyak pemimpin parpol datang minta berkoalisi, tetapi minta jatah menteri 6, minta posisi
menteri sebanyak 11, sehingga ditolak, ujar Jokowi dalam orasinya di Kota Bandung, belum
lama ini.
Tidak salah jika Jokowi menetapkan komitmennya untuk tidak harus berkoalisi dengan
banyak parpol dalam pencalonannya sebagai presiden berdampingan dengan Jusuf Kalla pada
Pilpres 2014 ini.
Ia menegaskan keinginannya memimpin Indonesia hanya untuk bekerja fokus pada rakyat
dan membangun bangsa Indonesia, bukan membagi-bagikan kekuasaan.
Kita sekarang ini bekerja adalah konsentrasi untuk rakyat, untuk masyarakat, bukan ingin
bagi-bagi kursi, bukan ingin transaksi-transaksi, bukan ingin bagi-bagi kekuasaan, tegasnya.
Partai politik yang berkoalisi mendukung Jokowi-JK, kata Jokowi, merupakan partai yang
mau bekerja sama tanpa permintaan atau syarat. Dari situ dia yakin, jika ia terpilih nanti,
kondisi Indonesia ke depan akan lebih baik. (P-2) raja_eben@mediaindonesia.com



































Capres dan Koalisi Harus Bermental Antikorupsi


Saatnya calon pemilih memanfaatkan momentum pilpres untuk mencegah korupsi
dengan menyodorkan kontrak sosial terhadap capres- cawapres sebelum 9 Juli 2014.
KORUPSI dalam konsepsi tema fantasi sudah menjadi musuh bersama. Namun, tampaknya
masyarakat masih menutup mata pada tindakan korupsi yang ajek dilakukan oleh kader-kader
parpol dewasa ini.
Dalam Pilpres 2014, masyarakat lebih melihat figur capres dan cawapres ketimbang partai
yang mengusungnya. Tidak peduli berapa banyak kader partai yang terlibat korupsi saat
duduk dalam birokrasi pemerintahan atau di lembaga legislatif.
Suasana seperti itu diakui Raditya Yoni Ariya, 32, warga Temanggung, Jawa Tengah. Ia
mengetahui informasi dari media bahwa sejumlah nama dalam parpol koalisi pengusung
pasangan capres-cawapres peserta Pilpres 2014 telah tersangkut kasus korupsi. Namun, ia
yakin koalisi parpol hanya merupakan syarat formalitas untuk mengusung capres-cawapres.
Parpol nantinya tidak akan punya kewenangan terlalu besar pada calon yang diusungnya
setelah resmi terpilih dan ditetapkan menjadi presidenwakil presiden. Sebabnya, setelah
menjadi presiden-wapres, mereka milik seluruh rakyat Indonesia, bukan lagi hanya milik
parpol. Benarkah demikian?
Menurut peneliti pada Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM)
Oce Madril, jika partai koalisi menoleransi korupsi, hal itu akan merugikan bangunan
pemerintahan ke depan.
Hal yang saat ini sudah dicapai dalam pemberantasan korupsi bisa makin mundur atau sama
saja dengan pemerintahan sekarang dari segi tingkat kerusakannya atau lebih buruk selama
10 tahun ini, jelas Oce, saat ditanya soal korelasi dan pengaruh koalisi parpol dalam Pilpres
2014.
Untuk itu ia berharap pemerintahan mendatang melanjutkan reformasi birokrasi dan
pengurangan korupsi di sektor birokrasi. Setiap capres harus mempunyai visi yang sangat
kuat untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. Kalau tidak kembali mundur, itu risiko
yang paling buruk, mundur jauh ke belakang atau stagnan, terangnya.
Agar hal itu tidak terjadi, menurutnya, harus dilihat bagaimana komitmen partai koalisi atau
komitmen capres dan cawapres dalam hal pemberantasan korupsi yang sudah mengakar di
negeri ini. Menurut Oce, pemberantasan korupsi harus dipimpin atau diawali dari
presidennya.
Jika kedua pasangan tidak mempunyai visi yang kuat untuk mewujudkan pemerintahan yang
bersih serta tidak ditopang kekuatan politik yang ada di belakangnya, mereka akan ke sulitan
mewujudkan hal itu di bidang pemerintahan. Jadi, sangat bergantung pada pasangan calon
atau partai koalisinya, tambahnya.
Terkait dengan partai koalisi yang di dalamnya terindikasi ada koruptor, Oce berpendapat,
saat ini sulit untuk membedakan partai mana yang bersih atau tidak dari oknum tersebut.
Yang terpenting, ujarnya, sikap partai dan sikap elite politiknya terhadap pemberantasan
korupsi akan berpengaruh langsung terhadap KPK.
Lebih lanjut, ia mengatakan, jika sejak awal partai koalisi tersebut berniat membubarkan
KPK dan tidak pro terhadap pemberantasan korupsi, berarti pemerintahan akan mundur ke
belakang.
Oce sependapat bahwa pemimpin dan sikap partai menjadi ujung tombak dalam memberantas
korupsi. Jika figur pemimpin tegas dan sikap partai pun tidak berada di wilayah abu-abu,
benih korupsi tidak akan menyebar luas.
Sebaliknya jika pemimpin masih setengah hati dan tidak punya komitmen, padahal mereka
yang akan menentukan kebijakan (pemberantasan korupsi), niscaya kebijakan tersebut tidak
akan terlaksana. Premisnya, korupsi akan menyebar luas jika pemimpin dan parpol
berkompromi dalam penyalahgunaan wewenang. Karena itu, Oce berharap bangunan koalisi
yang dibangun para capres benar-benar memegang komitmen untuk membangun
pemerintahan yang bersih.
Sependapat dengan pemikiran tersebut, pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro menambahkan,
kondisi Indonesia bersih dari korupsi mendatang bisa dilihat dari komitmen kedua pasangan
calon pemimpin nasional dalam hal memberantas korupsi. Mengingat koalisi keduanya tidak
bersih, karena itu kita tidak punya pilihan lain selain meminta semacam kontrak sosial atau
kontrak politik kepada siapa pun yang akan menang, jelasnya.
Bentuk komitmen hitam di atas putih nantinya bisa menjadi landasan bagi masyarakat untuk
kembali mengingatkan para pemimpin mengenai komitmen mereka dalam pemberantasan
korupsi. Jadi, masyarakat bisa meneriakkan sekencang-kencangnya jika mereka (pemimpin
terpilih) nanti tidak melakukan apa yang kita minta, ujarnya.
Siti mengusulkan sebaiknya kontrak antikorupsi tersebut sudah dibuat sebelum pelaksanaan
pilpres pada 9 Juli nanti. Kalau mereka tidak bisa menjalankan kontrak politik tersebut, ujar
Siti, kita sebarkan lagi kontrak tersebut ke masyarakat. Hal itu ibarat impeachment atau
pemakzulan dari masyarakat, bukan dari DPR lagi, terhadap pemimpin yang ingkar janji.
(Nur/TS/P-2)



Membersihkan Lantai Kotor dengan Sapu Kotor



BANYAK kalangan menilai praktik korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sedemikian
kronis. Betapa tidak? Korupsi terjadi bukan hanya di level pemerintahan dan birokrasi.
Praktik busuk itu juga melanda parlemen, partai politik, dan bahkan sering kali merongrong
tubuh peradilan. Maka tak jarang, para pesimis akan menganggap bahwa perilaku tersebut
sudah diibaratkan penyakit kanker stadium tiga yang hampir sulit disembuhkan.
Kendati demikian, sebagian kalangan masyarakat masih menganggap korupsi di Indonesia
masih bisa ditanggulangi. Namun, hal tersebut memiliki syarat, yaitu agenda pemberantasan
korupsi harus berasal dari inisiatif pemimpin tertingginya. Pasalnya, tidak mungkin
mengharapkan pegawai atau kader parpol di level bawah tidak korup jika pimpinan atau
elitenya bergelimang harta hasil korupsi.
Untuk korupsi di level pemerintahan, masyarakat saat ini mendapatkan momentum apakah
memilih pemimpin pemerintahan yang serius memberantas korupsi atau justru malah
menyuburkan praktik tersebut. Pada Pilpres 2014 mendatang, masyarakat bisa secara
langsung berpartisipasi menghentikan atau justru menyuburkan.
Lantas bagaimana memastikannya agar tidak terjebak dengan retorika setiap pasangan
mengenai agenda pemberantasan korupsi ini?
Secara kasatmata, setidaknya ada tiga hal yang perlu diwaspadai calon pemilih untuk
menentukan calon pemimpin yang bakal serius memberantas korupsi. Pertama, apakah para
calon tersebut mampu mendeskripsikan langkah apa saja yang bakal dilakukan untuk
memberantas korupsi saat memimpin ke depan. Jika hanya sebatas visi-misi yang tidak
bersifat operasional, dipastikan pasangan bersangkutan hanya mengusung pepesan kosong.
Faktor kedua yakni rekam jejak calon pemimpin saat menduduki jabatan publik. Faktor
tersebut begitu krusial dalam menentukan apakah agenda pemberantasan korupsi yang
dijanjikannya bisa direalisasikan. Tidak mungkin mengharapkan seorang calon pemimpin
yang pernah disebut-sebut terlibat kasus korupsi saat menduduki jabatan publik kemudian
berada di baris terdepan pemberantasan korupsi begitu dirinya memimpin.
Terakhir, yaitu tim sukses atau pun parpol pendukung dari calon pemimpin itu sendiri. Publik
tentu tahu ada satu pasangan calon yang didukung sejumlah parpol yang dihuni oleh elite-
elite yang tersandung kasus korupsi.
Sebut saja dugaan korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama yang menyeret
Ketua Umum PPP Suryadharma Ali sebagai tersangka. Begitu juga dengan berbagai kasus
korupsi seperti impor daging sapi, penyelewengan PON Riau, dan proyek Sistem Komunikasi
Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan. Artinya jika koalisi seperti ini berkuasa,
hampir dapat dipastikan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia hanya ilusi. Tidak
mungkin membersihkan lantai dengan sapu yang kotor. (Che/P-1)















































Marquez Patahkan Rekor Rossi




JUARA dunia 2013 Marc Marquez melanjutkan dominasinya di musim ini dengan menjadi
pembalap termuda yang menjuarai tujuh seri balapan secara beruntun. Kemenangan ketujuh
diraihnya di balapan di Circuit de Catalunya, Barcelona, Spanyol, tadi malam.
Di balapan itu, Rossi nis kedua, disusul Pedrosa di urutan ketiga. Marquez menyelesaikan
lomba dalam 42 menit dan 56,914 detik disusul Rossi 0,512 detik dan Pedrosa 1,834 detik
kemudian.
Perebutan posisi pertama sempat panas di lap-lap akhir. Pedrosa sempat menyusul Marquez.
Namun, itu tak berlangsung lama.
(Balapan) ini sangat menyenangkan, terutama di lap terakhir. Saya mencoba di awal tetapi
saya melakukan kesalahan besar. Tadi begitu banyak risiko, tapi saya berusaha kembali
kencang. Di putaran terakhir kami betul-betul bersaing ketat. Saya betul-betul bahagia
dengan kemenangan ini, ujar Marquez.
Marquez, 21, yang mengendarai Honda dan start dari posisi ketiga, melewati Valentino Rossi
di lap ke-18 dan mematahkan perlawanan rekan setimnya, Dani Pedrosa, untuk memecahkan
rekor yang sebelumnya dipegang Rossi.
Pedrosa memang tercepat di saat latihan, tetapi membuat start buruk sehingga Jorge Lorenzo
mampu menggesernya dari pemimpin lomba sebelum akhirnya diambil Rossi di lap ketiga.
Memasuki lap keempat, Rossi dan Marquez saling mengejar dengan persaingan ketat.
Keduanya saling menyalip sambil mengejar Pedrosa. Di putaran ketujuh, Marquez dan
Pedrosa berhasil melewati Rossi. Saat itu, hujan mulai turun dan para pembalap masuk pit
demi menyiapkan ban untuk lintasan basah.
Rossi juga mengaku senang meski hanya nis sebagai runner-up. Saya sangat senang karena
menjalani persaingan menarik. Saya lebih kuat di sesi pemanasan. Saya pikir ini balapan
terbaik bagi saya tahun ini. Saya punya langkah yang baik, saya di depan. Sebetulnya
memalukan saya bisa lebih unggul tapi akhirnya Honda sedikit lebih unggul. Saya tidak
100% senang, tapi tadi balapan yang menyenangkan, ungkap Rossi.
Kemenangan ketujuh ini menambah koleksi poin Marquez menjadi 175 poin, sedangkan Rosi
mengemas 117 poin. Pedrosa menduduki posisi ketiga dengan 112 poin. (Crash.net/Mag/R-3)


































Inggris belum Kiamat

ACHMAD MAULANA
Dari Brasil

Kemenangan telak atas Uruguay membuat Kosta Rika menjadi salah satu kandidat
wakil grup ke babak 16 besar.
WAJAH-WAJAH lesu tampak menghiasi para suporter Inggris yang menyaksikan
pertandingan secara langsung di Fan Fest, Anhangabau, Sao Paulo, kemarin. Mereka seperti
belum bisa menerima kekalahan 1-2 Tiga Singa dari Italia pada laga pertama babak
penyisihan Grup D yang berlangsung di Arena Amazonia, Manaus, kemarin.
Mario Balotelli menjadi penentu kemenangan Italia melalui gol sundulan di menit ke-50,
sedangkan gol pertama Italia dihasilkan Claudio Marchisio (35). Sementara itu, gol balasan
Inggris dihasilkan Daniel Sturridge (37).
Tiga poin dalam laga tersebut membuat langkah Italia menuju babak 16 besar terbuka sangat
lebar. Bagi Inggris, kemenangan di dua laga selanjutnya menghadapi Uruguay dan Kosta
Rika menjadi hal wajib jika tidak ingin pulang lebih awal.
Kekalahan dari Italia disambut kecewa pendukung Inggris. Padahal, mereka begitu yakin
Wayne Rooney dan kawan-kawan bakal memenangi laga. Apalagi jika melihat penampilan
mereka sepanjang pertandingan. Tidak seharusnya kami kalah dalam laga itu, tukas
Jansenn Blake yang berasal dari Manchester.
Saya pikir kami hanya sial. Namun, dunia belum kiamat. Kami harus bangkit di laga-laga
selanjutnya, timpal rekannya, Joachim.
Sebaliknya, rona gembira menghiasi wajah para pendukung Italia. Mereka berteriak-teriak
bahwa Gli Azzurri bakal terus maju ke babak-babak selanjutnya dan juara. Viva Italia. Italia
akan jadi juara, tukas seorang fan Silvio Brenda, di Sao Paulo.
Meski gagal melewati ujian pertama, pelatih Inggris Roy Hodgson masih yakin timnya bisa
lolos dari Grup D untuk bersaing di babak 16 besar.
Ya, tentu saja kami masih bisa lolos, tapi memang kekalahan ini sangat menyakitkan, ujar
Hodgson.
Di sisi lain, pelatih Italia Cesare Prandelli mengatakan kemenangan atas Inggris didapat
karena taktik yang diterapkan berjalan mulus. Ia mengakui Inggris lebih punya kekuatan,
tetapi secara teknik Italia lebih baik serta mampu menguasai jalannya pertandingan.
Dalam situasi ini, kami melakukan banyak penggantian pemain sehingga lebih bisa punya
tenaga. Kami juga memperkuat lini tengah dengan Pirlo, De Rossi, dan Marco Verratti untuk
menahan serangan Inggris, jelasnya.
Kejutan Kosta Rika
Di pertandingan lain, Kosta Rika di luar dugaan mampu membekap Uruguay yang lebih
diunggulkan, dengan kemenangan 3-1. Hasil itu membawa Kosta Rika memuncaki klasemen
dengan poin 3, mengungguli Italia karena unggul jumlah gol. Sementara itu, Uruguay berada
di posisi juru kunci.
Tertinggal lebih dulu melalui penalti Edinson Cavani (24), Kosta Rika mampu membalikkan
keadaan dengan mencetak tiga gol di babak kedua, yakni Joel Campbell (54), Oscar Duarte
(57), dan Marco Urena (84).
Kami siap menghadapi perang. Hari ini kami tertinggal lebih dulu, tetapi pemain mampu
bangkit dan meraih kemenangan, ujar pelatih Kosta Rika Jorge Luis Pinto.
Meraih kemenangan setelah lebih dulu tertinggal juga didapat Pantai Gading saat
menghadapi Jepang. Dalam laga di Grup C, gol Wilfried Bony (64) dan Gervinho (66)
membuat gol Keisuke Honda (17) menjadi tidak berarti bagi tim Samurai Biru yang
akhirnya menyerah 1-2. (R-2)
























TENDANGAN BEBAS

Ledakan Generasi Emas

ABDUL KOHAR Wartawan Media Indonesia



MASA adalah penentu sejarah, the makers of history!

Kutipan pidato Bung Karno di Semarang, pada 29 Juli 1956, tersebut menjelaskan betapa
pentingnya suatu masa, sebuah era. Pernyataan sang proklamator tersebut seolah
diterjemahkan secara pas oleh Belgia di Piala Dunia 2014 yang riuh nan gemerlap.
Ya. Belgia kini menjelma menjadi tim tangguh, juga unggulan Piala Dunia 2014 yang pantas
diperhitungkan. Bahkan ada yang berani memprediksi laju menuju seminal bukan hal
mustahil bagi anak asuh Marc Wilmots tersebut.
Itu bukan tanpa sebab. Setelah lebih dari satu dekade terlempar dalam persaingan kelas atas
sepak bola Eropa, Belgia melenggang ke putaran nal Piala Dunia di Brasil dengan hasil
nyaris sempurna. Tetangga Belanda tersebut lolos dengan menjuarai Grup A setelah
menumbangkan Kroasia, Serbia, Skotlandia, Wales, dan Masedonia.
Dari 10 laga penyisihan, Belgia tidak pernah kalah dengan mengantongi 8 kali kemenangan
serta 2 kali seri.
Mereka tampil dengan pemain-pemain terbaik di semua lini. Jika empat tahun silam Belgia
merosot hingga peringkat 68 dunia, kini, dengan diperkuat pemain-pemain papan atas,
mereka sudah menduduki peringkat 11 dunia.
Dalam beberapa tahun, klub asal Belgia juga tidak terlalu mencuri perhatian di kompetisi
Liga Champions jika dibandingkan dengan negara-negara kuda hitam seperti Swiss dengan
FC Basel, atau Rumania dengan CFR Cluj.
Jangankan prestasi mereka sebagai sebuah tim sepak bola, dari level individu pun nyaris tidak
ada pemain yang bisa dikatakan familier di kalangan publik sepak bola dalam kurun waktu 10
tahun terakhir.
Kini, generasi emas, demikian media-media di Eropa menyebut tim Belgia itu, telah hadir.
Sebutan itu tidak berlebihan jika melihat nama-nama populer dalam daftar pemain tim asuhan
Marc Wilmots tersebut.
Di bawah mistar, ada penjaga gawang Thibaut Courtois, pemain Chelsea yang dipinjamkan
ke klub Spanyol Atletico Madrid, finalis Liga Champions 2014. Di lini belakang, ada Vincent
Kompany (Manchester City), Thomas Vermaelen (Arsenal), dan Daniel van Buyten (Bayern
Muenchen) yang merupakan starter di klub masing-masing.
Di tengah, ada Eden Hazard (Chelsea) yang sudah 43 kali memperkuat skuat tim nasional
kendati baru berumur 23 tahun. Lini tengah Belgia diharapkan bisa mengulang kesuksesan di
era Eric Gerets dan kawan-kawan yang membawa tim kuda hitam itu mencapai semifinal
Piala Dunia 1986.
Hazard didukung sejumlah nama tenar seperti Marouane Fellaini (Manchester United),
Mousa Dembele (Tottenham Hotspur), Kevin Mirallas (Everton), Lukaku (Everton), juga
Adnan Januzajj (pemain belia MU yang sempat menjadi rebutan Belgia dan Inggris).
Kemajuan pesat Belgia tidak lepas dari kepiawaian Marc Wilmots yang bisa meramu talenta-
talenta yang ada menjadi sebuah tim dengan generasi emas yang menakjubkan dan
menakutkan. Padahal, kemampuannya sempat diragukan untuk mengembalikan era kejayaan
Belgia era 1980-an.
Ketika memulai tugas sebagai pelatih pada 2012, media setempat menilainya kurang
berpengalaman ketimbang Eric Gerets. Setelah dua tahun bekerja dan hasilnya terlihat,
Wilmots, 45, kini mulai mendapat kepercayaan dari publik Belgia. Bahkan pada April lalu ia
kembali menandatangani perpanjangan kontrak empat tahun.
Dengan pemain-pemain yang rata-rata berusia 26 tahun ke bawah, generasi emas Belgia pun
siap meledak. Lalu, kapan kita menuai berkah generasi emas laiknya Belgia? Padahal,
negeri ini tak kekurangan generasi, tak kurang pula cemeti.
Seperti yang juga digaungkan Bung Karno, Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu
orang pemuda dapat mengubah dunia. Mampukah? Sebaiknya kita lihat dulu generasi emas
Belgia berlaga, baru kita boleh berharap mengubah dunia dengan mula-mula merevolusi
mental kita. (R-2)

You might also like