You are on page 1of 9

1

Presentasi Kasus
Kasus-I V
Isi Slide
Judul : Urtikaria
Nama Presentan : dr. Indah Nurmaya Sari Daulay
Pendahuluan
Ini merupakan kasus asli.
Alasan mengapa kasus ini diajukan : Karena angka kejadian penyakit ini tinggi.
Alasan klinis pembuatan laporan kasus: Varisella merupakan penyakit yang paling
banyak ditemui dalam praktek klinik.
Yang menarik dari kasus ini : Karakteristik gejala dari penyakit Varisella.
Fokus Pembicaraan : Etiologi, gambaran klinis, diagnosis serta penatalaksanaan
Varisella.
Masalah pada kasus ini : Timbul bintil-bintil merah berisi air di seluruh tubuh.
Tujuan Presentasi ini : Untuk mengetahui lebih dalam cara menegakkan diagnosis
serta penatalaksanaan pada pasien dengan Varisella.
Data Administrasi Pasien
Nama : An. R
Status : Belum Menikah
Usia : 5 Tahun
Data Demografis
Alamat : Muara Bungo
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Jenis Kelamin : Laki-laki
Data Biologik
Berat Badan : 15 kg
Habitus : Atletikus
Data Klinis
Anamnesis terfokus diagnosis
2

Timbul benjol-benjol kemerahan di punggung (+),
Benjol terasa gatal dan perih (+).
benjol terasa lebih gatal pada cuaca dingin seperti pada malam hari dan pagi hari,
(+)
Gatal berkurang pada siang hari dan benjol menghilang pada siang hari
Anamnesis Penyingkir DD
Riwayat Asma disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat disgigit serangga disangkal
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
Pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun cair, handuk dipakai sendiri, air yang
digunakan berasal dari air sumur dan pakaian dalam diganti 2 kali sehari.
Pemeriksaan Jasmani
Tanda Vital
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6
o
C
Pemeriksaan Fisik pada kulit:
Region brachii et trunkus
Effloresensi : Urtika eritematosa, berbatas tegas, bentuk dari bulat hingga plakat,
ukuran bervariasi dengan diameter 0,5cm hinga 3cm, distribusi diskret.
Diagnosis
Urtikaria
Diagnosis Banding
Angioedema
Dermatitis Atopi
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
Tes Fisik
Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi
pada suhu tertentu
3

Hasil yang diperoleh atau prakiraan data yang akan diperoleh: Belum didapatkan hasil
Pemeriksaan Penunjang lain: Tidak diperlukan
Diagnosis
Urtikaria
Alasannya adalah:
Dari Anamnesis:
Timbul benjol-benjol kemerahan di punggung (+),
Benjol terasa gatal dan perih (+).
benjol terasa lebih gatal pada cuaca dingin seperti pada malam hari dan pagi hari,
(+)
Gatal berkurang pada siang hari dan benjol menghilang pada siang hari
Riwayat Asma disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat disgigit serangga disangkal
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
Pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun cair, handuk dipakai sendiri, air yang
digunakan berasal dari air sumur dan pakaian dalam diganti 2 kali sehari.
Pemeriksaan Fisik pada kulit:
Region brachii et trunkus
Effloresensi : Urtika eritematosa, berbatas tegas, bentuk dari bulat hingga plakat,
ukuran bervariasi dengan diameter 0,5cm hinga 3cm, distribusi diskret
Diagnostik Klinis
Urtikaria
Strategi penanganan masalah
Non medikamentosa:
Menganjurkan kepada keluarga pola hidup bersih dan sehat, dan makan makanan
bergizi.
Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak
mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika
penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.
4

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol,
dan agen fisik.
Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.
Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.
Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau 2%.
Medikamentosa:
CTM 4 mg tab 1 x tab
Deksametason tab 3 x tab
Alasan konsultasi dan rujukan jika diperlukan: -
Penjelasan untuk pasien dan keluarganya
Sinonim atau nama lain Urtikaria dalah Aligato.


Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai 15-25%
populasi semasa hidupnya. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik. Urtikaria akut
adalah gangguan umum yang sering mendorong pasien untuk mencari pengobatan di unit
gawat darurat (UGD). Bahkan, urtikaria akut adalah penyakit kulit paling umum yang
dirawat di UGD. Urtikaria kronik yang terjadi setiap hari selama lebih dari 6 minggu dapat
mengganggu kualitas hidup seseorang. Etiologi urtikaria pada penyelidikan ternyata hampir
80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain,
obat Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun
non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan urtikaria
secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung
merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras. Makanan,
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi
imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang,
coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka. Gigitan atau sengatan serangga
Bahan fotosenzitiser, bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid,
bahan kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria. Inhalan, Inhalan berupa
serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang, dan aerosol, kontaktan,
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur
binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect repellent
5

(penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Trauma Fisik, trauma fisik dapat diakibatkan
oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan, dan emosi Infeksi dan infestasi bermacam-
macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, maupun
infestasi parasit. Psikis, tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler . Genetik Faktor genetik juga berperan
penting pada urtikaria.
Gejala klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang
bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.
Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory distress,
stridor, dan gastrointestinal distress.
Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, second-line
therapy, dan third-line therapy. First-line therapy terdiri dari, edukasi kepada pasien Pasien
harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak mengancam nyawa,
namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika penyebab urtikaria terkadang
tidak dapat ditemukan. Langkah non medis secara umum, meliputi, menghindari faktor-
faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol, dan agen fisik. Menghindari
penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor. Menghindari agen lain yang
diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria. Menggunakan cooling antipruritic lotion.
Peran pasien dan keluarganya dalam penanganan masalah:
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa hal utama yang berperan dalam pencegahan dari
Urtikaria adalah dengan menghindari factor yang memperberat keluhan.
Identifikasi resiko dan pencegahan
Pada pasien dengan Urtikaria, resiko untuk berulang sangatlah mungkin.
Ilmu dasar kedokteran
Urtikaria pertama kali digambarkan dalam sastra Inggris pada tahun 1772, walaupun
sebenarnya penyakit telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria ditandai dengan onset edema
setempat pada kulit yang berhubungan dengan rasa gatal dan terbakar yang disebabkan oleh
bermacam-macam sebab. Urtikaria juga kadang dikenal sebagai hives, nettle rash,
biduran,kaligata. Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai 15-
25% populasi semasa hidupnya. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik. Urtikaria
akut adalah gangguan umum yang sering mendorong pasien untuk mencari pengobatan di
6

unit gawat darurat (UGD). Bahkan, urtikaria akut adalah penyakit kulit paling umum yang
dirawat di UGD. Urtikaria kronik yang terjadi setiap hari selama lebih dari 6 minggu dapat
mengganggu kualitas hidup seseorang. Etiologi urtikaria pada penyelidikan ternyata hampir
80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain,
obat Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun
non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan urtikaria
secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung
merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras. Makanan,
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi
imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang,
coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka. Gigitan atau sengatan serangga,
gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih banyak
diperantarai oleh IgE ( tipe I ) dan tipe seluler ( tipe IV ). Bahan fotosenzitiser, bahan
semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan sabun
germisid sering menimbulkan urtikaria. Inhalan, Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen),
spora jamur, debu, asap, bulu binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan
urtikaria alergik (tipe I). Kontaktan, Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu
binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia,
misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Trauma Fisik, trauma
fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan, dan emosi
menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik. Dapat timbul
urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian.
Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena. Infeksi dan infestasi bermacam-macam
infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri,
virus, jamur, maupun infestasi parasit. Psikis, tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau
langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler . Genetik Faktor
genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang menunjukkan penurunan
autosomal dominant. Gejala klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan
kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular, lentikular,
numular, dan plakat. Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi,
respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress. Jika ada lesi yang gatal, dapat
7

dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan, maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis
yang dapat meninggalkan perubahan pigmentasi. Pemeriksaan untuk dermographism dengan
cara kulit digores dengan objek tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema
dalam 5-15 menit. Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.
Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, second-line
therapy, dan third-line therapy. First-line therapy terdiri dari, edukasi kepada pasien Pasien
harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak mengancam nyawa,
namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika penyebab urtikaria terkadang
tidak dapat ditemukan. Langkah non medis secara umum, meliputi, menghindari faktor-
faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol, dan agen fisik. Menghindari
penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor. Menghindari agen lain yang
diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria. Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti
krim menthol 1% atau 2%. Antagonis reseptor histamine Antagonis reseptor histamin H1
dapat diberikan jika gejalanya menetap. Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria
sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu menghambat
histamin pada reseptor-reseptornya. Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan
angioedema dipercayakan pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor H1 namun
efektifitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping farmakologik yaitu sedasi.
Dalam perkembangannya terdapat antihistamin yang baru yang berkhasiat yang berkhasiat
terhadap reseptor H1 tetapi nonsedasi golongan ini
disebut sebagai antihistamin nonklasik. Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik
contohnya adalah terfenadin, aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini
diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih
lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin) sedangkan
aztemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama
dibandingkan dengan AH1 yang klasik bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah
pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai
antihistamin yang long acting. Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai
efek sedasi karena tidak dapat menembus sawar darah otak. Antagonis reseptor H2 dapat
berperan jika dikombinasikan dengan pada beberapa kasus urtikaria karena 15% reseptor
histamin pada kulit adalah tipe H2.
8

Antagonis reseptor H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri karena efeknya yang minimal pada
pruritus. Contoh obat antagonis reseptor H2 adalah cimetidine, ranitidine, nizatidine, dan
famotidine. Second-line therapy, Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin
saja, second-line therapy harus dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan non-
farmakologi. Photochemotherapy Hasil fototerapi dengan sinar UV atau
photochemotherapy, psoralen plus UVA (PUVA) telah disimpulkan, meskipun beberapa
penelitian menunjukkan peningkatan efektivitas PUVA hanya dalam mengelola urtikaria
fisik tapi tidak untuk urtikaria kronis. Antidepresan, Antidepresan trisiklik doxepin telah
terbukti dapat sebagai antagonis reseptor H1dan H2 dan menjadi lebih efektif dan lebih
sedikit mempunyai efek sedasi daripada diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria
kronik. Doxepin dapat sangat berguna pada pasien dengan urtikaria kronik yang bersamaan
dengan depresi. Dosis doxepin untuk pengobatan depresi dapat bervariasi antara 25-150
mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari yang dianjurkan untuk urtikaria kronis. Mirtazapine
adalah antidepresan yang menunjukkan efek signifikan pada reseptor H1 dan memiliki
aktivitas antipruritus. Telah dilaporkan untuk membantu dalam beberapa kasus urtikaria fisik
dan delayed-pressure urticaria pada dosis 30 mg/hari. Kortikosteroid dalam beberapa kasus
urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau
mungkin efek samping bermasalah. Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya
respon dengan menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka pertimbangkan
kemungkinan proses penyakit lain (misalnya, keganasan, mastocytosis, vaskulitis).
Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam urticarial vasculitis, yang biasanya tidak respon
dengan antihistamin. Sebuah kursus singkat dari kortikosteroid oral (diberikan setiap hari
selama 5-7 hari, dengan atau tanpa tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid dapat
membantu ketika digunakan untuk episode urtikaria akut yang tidak respon terhadap
antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari pada penggunaan jangka panjang pengobatan
urtikaria kronis karena efek samping kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis,
ulkus peptikum, dan hipertensi .
Ilmu kedokteran komunitas
Edukasi pada pasien dengan menjelaskan hal-hal yang dapat dicegah agar tidak berulangnya
penyakit Urtikaria, yaitu:
Menganjurkan kepada keluarga pola hidup bersih dan sehat, dan makan makanan
9

bergizi.
Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak
mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika
penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.
Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol,
dan agen fisik.
Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.
Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.
Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau 2%.

You might also like