You are on page 1of 27

1

Inkontinensia urin, Osteoartritis dan Depresi pada Pasien Geriatri












Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061



Pendahuluan
Dengan bertambahnya usia, terjadi berbagai perubahan fisiologis yang tidak hanya
berpengaruh pada penampilan fisik tetapi juga tehadap fungsi dan tanggapan pada kehidupan
sehari-hari. Dan semakin bertambahnya usia juga meningkatkan kemungkinan seseorang untuk
terserang penyakit-penyakit akibat degenerasi serta penurunan fungsi organ-organ dalam tubuh
manusia (age linked disease). Salah satu permasalahan yang kerap kali timbul dan dialami oleh
para lansia ialah inkontinensia, baik inkontenensia alvi maupun inkontinensia urin. Yang
dimaksudkan dengan inkontinensia adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat menahan urine
maupun feses dalam jumlah tertentu sehingga menimbulkan gangguan baik dari segi kesehatan
maupun sosial. Kondisi ini tentu saja memerlukan perawatan yang intensif dan bila ditangani
dengan cermat, maka kemungkinan akan timbul berbagai macam komplikasi seperti infeksi
2

saluran kemih, ulkus dekubitus, urosepsis hingga gagal ginjal yang dapat berujung pada
meningkatnya mortalitas. Selain itu, akibat menurunnya fungsi fisiologis tubuh, seseorang lebih
rentan terkena suatu penyakit. Seperti kasus yang ada pada skenario, dimana seorang pasien
berusia 70 tahun tidak hanya mengalami inkontinensia urin, tetapi juga osteoartritis dan juga
depresi.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang inkontinensia, khususnya tentang
inkontinensia urin dan juga osteoartritis dan depresi pada lanjut usia.
Anamnesis
Seorang pasien perempuan bernama nyonya A datang dengan keluhan tidak dapat
menahan untuk buang air kecil sehingga sering ngompol sebelum sampai WC, jalan tidak bisa
cepat dikarenakan nyeri pada sendi lutut ketika berjalan dan takut jatuh karena sebelumnya
pernah jatuh. Ditanyakan apakah mengeluarkan urin secara tidak sengaja terus menerus?Apakah
mengeluarkan urin secara tidak sengaja ketika batuk atau tertawa? Ketika tertawa dan batuk,
pasien juga mengeluarkan urin.Keluhan lainnya, akibat tidak dapat menahan untuk buang air
kecil, ibu tersebut menjadi tidak nyaman, malu sehingga tidak mau keluar rumah, padahal
sebelumnya adalah orang yang aktif dalam pergaulan.Ditanyakan tentang riwayat penyakit
dahulu. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, darah tinggi dan kencing manis.

Pemeriksaan Fisik
Pada prinsipnya tidak diperlukan pemeriksaan fisik yang lebih lanjut karena dari
anamnesis kita sudah bisa menyimpulkan terjadinya inkontinensia serta jenis inkontinensia yang
terjadi.
Pemeriksaan fisik yang mungkin dapat dilakukan ialah palpasi dan perkusi untuk
menentukan batas bawah abdomen dan batas atas rongga pelvis untuk mengetahui posisi vesika
urinaria.
1
Sedangkan untuk osteoartritis, pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu adanya
hambatan gerakan, krepitasi, pembengkakan sendi yang seringkali asimetris, tanda-tanda
peradangan, deformitas sendi yang permanen dan perubahan gaya berjalan.
3

Pada pemeriksaan sesuai kasus pada skenario didapatkan: keadaan umum tampak sakit
ringan, kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/80, denyut nadi 85x/menit, suhu 37
0
C, RR
20x/menit, tinggi badan 150 kg dan berat badan 60 kg.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita meliputi
urinalisis yaitu untuk mengetahui apakah ada bakteriuria, hematuria, glukosuria, pyuria,
proteinuria, pemeriksaan residu urin pasca miksi baik dengan kateter maupun ultrosonografi
dimana dapat membantu menentukan ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Bila volume residu
urin sekitar 50 ml, menunjukkan gambaran inkontinensia tipe stress, sedangkan volume residu
urin lebih dari 200 cc menunjukkan kelemahan detrusor atau obstruksi, tes kadar gula darah yaitu
untuk membedakan antara diabetes insipidus atau inkontinensia urin, pemeriksaan ginekologik
yaitu untuk mengetahui ada tidaknya hubungan penyakit saluran kemih dengan sistem
reproduksi, pemeriksaan urologik yaitu untuk mengetahui kondisi saluran kemih, kultur urin
untuk menyingkirkan infeksi, IVU untuk menilai saluran bagian atas dan obtruksi atau fistula,
urodinamik meliputi uroflowmetri untuk mengukur kecepatan aliran, sistometri untuk
menggambarkan kontraktur detrusor, sistometri video untuk menunjukkan kebocoran urin saat
mengedan pada pasien dengan inkontinensia stress dan kandung kemih saat istirahat dan selama
berkemih. Sistokopi jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma kandung kemih. Pemeriksaan
speculum vagina sistogram jika dicurigai terdapat fistula vesikovagina.
2,3

Definisi
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan
kartilago sendi. OA didefiniskan sebagai berbagai kelompok kondisi yang menyebabkan gejala
dan tanda sendi yang berhubungan dengan kerusakan integritas kartilagi aurikular selain
perubahan pada tulang yang mendasarinya.
4

Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh
proses mental (berpikir, berperasaan, ber perilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara
dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Depresi juga
merupakan jenis perasaan atau emosi dengan komponen psikologis, rasa susah, murung, sedih,
putus asa dan komponen somatik misalnya anoreksia, konstipasi, keringat dingin. Depresi dapat
4

juga diartikan sebagai gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik( kehilangan
kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-gejala lain seperti gangguan tidur dan menurunnya
selera makan.
5

Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga menimbulkan
masalah higienis dan sosial. Inkontinensia urin merupakan masalah yang sering dijumpai pada
orang usia lanjut dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti dekubitus, jatuh,
depresi, dan isolasi dari lingkungan sosial.
6

Working Diagnosis
Inkontinensia Stress
Kelainan ini, yang menempati urutan nomor dua di antara penyebab inkontinensia
permanen yang paling sering ditemukan pada perempuan lanjut-usia (inkontinensia stress jarang
dijumpai pada laki laki lanjut-usia), ditandai dengan gejala dan peristiwa yang membuktikkan
adanya kebocoran urin yang langsung terjadi begitu dapat tekanan (stress).Kebocoran tampak
paling parah atau terjadi pada siang hari kecuali bila terdapat pula abnormalities lainnya
(misalnya, aktivitas otot detrusor yang berlebihan). Pada pemeriksaan, dalam keadaan kandung
kemih penuh dan perineum yang melemas (relaksasi), gejala kebocoran seketika pada saat batuk
sangat sugestif ke arah kemungkinan inkontinensia stress, khususnya jika keadaan tersebut
menimbulkan gejala itu kembali atau bila kemungkinan retensi urin dapat disingkirkan dengan
pengukuran sisa urin setelah urinasi : kelambatan pengosongan kandung kemih selama waktu
beberapa detik menunjukkan kebocoran urin lebih disebabkan oleh kontraksi kandung kemih
tanpa hambatan yang terjadi akibat batuk.
7

Pembedahan merupakan terapi yang paling efektif dengan angka kesembuhan kurang
lebih 85%.Untuk pasien perempuan yang dapat mematuhi instruksi dokter, latihan otot otot
panggul merupakan terapi pilihan untuk mengatasi inkontinensia stress yang ringan hingga
sedang; jika tidak terdapat kontraindikasi, preparat agonis alfaadrenergik (misalnya
fenilpropanolamin) juga membantu dalam menanggulangi kasus semacam itu, khususnya bila
pemberian preparat tersebut dikombinasikan dengan estrogen. Kadang kadang, pemasangan
pesarium atau bahkan tampon (bagi perempuan yang menderita stenosis vagina) dapat
memberikan kesembuhan.
7

5

Inkontinensia Kombinasi
Orang sering kali mengeluh gejala kombinasi stress dan urgensi, yang disebut
inkontinensia kombinasi. Inkontinensia kombinasi terutama sering dialami oleh wanita
pascamenopause. Aspek terpentung pada jenis inkontinensia ini adalah mengindentifikasi gejala
yang paling mengganggu, yang selanjutnya dijadikan target pengobatan.
7

Osteoatritis
Osteoatritis (OA) didefinisikan sebagai berbagai kelompok yang menyebabkan gejala dan
tanda sendi yang berhubungan dengan kerusakan integritas kartilago articular selain perubahan
pada tulang yang mendasarinya.Osteoatritis primer bersifat idiopatik dan dapat bersifat general
atau local.Osteoatritis sekunder terjadi akibat adanya faktor risiko yang teridentifikasi atau
adanya penyebab seperti trauma sendi, abnormalitas anatomis, infeksi, neuropati, perubahan
metabolic pada kartilago (hemokromatosis), atau perubahan tulang subkondral (akromegali,
penyakit pagel).
8

Osteoarthritis adalah suatu gangguan persendian dimana terjadi perubahan berkurangnya
tulang rawan sendi dan terjadi hipertropi tulang hingga terbentuk tonjolan tulang pada
permukaan sendi (osteopit).Keluhan sakit sendi biasanya hilang hilang timbul dan menyerang
hanya beberapa persendian.Pada tahap awal, nyeri sendi timbul bila selesai latihan fisik yang
berat kemudian hilang setelah istirahat. Keluhan kemudian berlanjut menjadi kekakuan sendi
sewaktu bangun pagi yang hilang dalam waktu 15 30 menit dan makin berkurang setelah
digerakkan.
9

Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia di atas 50 tahun. Di Amerika, dialporkan bahwa
terdapat lebih dari 60.000.000 penderita osteoarthritis, sampai penyakit ini disebut sebagai
penyakit pasca pensiun. Sekitar 300.000 penderita menjalani operasi tulang panggul, terutama
karena menderita osteoarthritis. Sebagian besar penderita osteoarthritis kelihatannya menderita
obesitas, perempuan lebih banyak menderita osteoarthritis daripada lelaki dan terutama pada usia
lanut. Sendi yang sering dikenai osteoarthritis adalah : sendi lutut, panggul dan beberapa sendi
kecil di tangan dan kaki.
9

6

Penderita osteoarthritis panggul biasanya menderita kelainan kongenital yang disebut
kongenital dysplasia atau mengalami pergeseran sendi pangkal paha atau pengakit Legg Calve
Perthes)peradangan tulang dan tulang rawan = ostochondrosis). Penderita osteoarthritis
kelihatannya dipengaruhi oleh faktor keluarga. Sendi yang seing menderita adalah ujung ujung
jari terutama jempol, persendian tulang leher, pinggang, lutut, dan pinggul. Beberapa faktor
lainnya yang mempengaruhi terjadinya osteoarthritis , antara lain proses ketuaan, trauma pada
sendi, stress sendi (karena terlalu banyak dipakai atau beban terlalu berat) dan aktivitas olahraga
yang berlebihan.
9

Depresi
Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering pada pasien berusia di atas 60
tahun dan merupakan contoh penyakit yang paling umum dengan tampilan gejala yang tidak
spesifik/ tidak khas pada populasi geriatri.
10

Terdapat beberapa faktor biologis, fisis, psikologis, dan sosial yang membuat seorang
berusia lanjut rentan terhadap depresi. Perubahan pada sistem saraf pusat seperti meningkatnya
aktivitas monoamine oksidase dan berkurangnya konsentrasi neurotransmitter (terutama
neurotransmitter katekolaminergik) dapat berperan dalam terjadinya depresi pada usia lanjut.
Pasien geriatric yang menderita depresi juga sering memiliki komorbid penyakit vascular dengan
lesi di daerah ganglia basalis dan prefrontal otak. Pasien pasien ini sering memperlihatkan
kemunduran fungsi motoric, kurangnya kemampuan penilaian (judgement), dan terganggunya
fungsi eksekusi.
10

Faktor faktor psikososial juga berperan sebagai faktor predisposisi depresi.Orang tua
seringkali mengalami periode kehilangan orang orang yang dikasihinya, faktor kehilangan fisik
juga meningkatkan kerentanan terhadap depresi dengan berkurangnya kemauan merawat diri
serta hilangnya kemandirian. Berkurangnya kapasitas sensoris (terutama penglihatan dan
pendengaran) akan mengakibatkan penderita terisolasi dan berujung pada sepresi. Berkurangnya
kemampuan daya ingat dan fungsi intelektual sering dikaitkan dengan depresi. Kehilangan
pekerjaan, penghasilan, dan dukungan sosial sejalan dengan bertambahnya usia turut menjadi
faktor predisposisi seorang berusia lanjut untuk menderita depresi.
10

7

Depresi pada pasien geriatri adalah masalah besar yang mempunyai konsekuensi medis,
sosial, dan ekonomi penting. Hal ini menyebabkan penderitaan bagi pasien dan keluarganya,
memperburuk kondisi medis dan membutuhkan sistem pendukung yang mahal.
10

Depresi geriatri sulit diidentifikasi sehingga tidak/terlambat diterapi, mungkin karena
perbedaan pola gejala tiap kelompok umur. Selain itu, depresi pada geriatri sering tidak diakui
pasien dan tidak dikenali dokter karena gejala yang tumpang tindih, sering kormobiditas dengan
penyakit medis lain sehingga lebih menonjolkan gejala somatik daripada gejala depresinya.
10

Differential Diagnosis
Inkontinensia Urin
Inkontenensia Urgensi
Kandung kemih overaktif adalah diagnosis simtomatik yang meliputi gejala sering
berkemih (lebih dari delapan kali dalam 24 jam) dan keinginan berkemih dengan atau tanpa
inkontenensia urgensi terjadi baik tunggal maupun dalam kombinasi, kandung kemih overaktif
adalah kondisi kronik yang diketahui melalui pemeriksaan urosinamika sebagai aktivitas
berlebihan dari detrusor dan ditandai oleh kontraksi kandung kemih involunter selama fase
pengisian siklus berkemih. Kontraksi tersebut merupakan penyebab tersering inkontinensia urin
pada lansia.
11


Inkontinensia Overflow
Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan pengeluaran urin involunter akibat detensi
berlebihan kandung kemih.Kondisi ini dapat disebabkan berbagai kondisi termasuk obstruksi
saluran keluar kandung kemih atau obstruksi uretra yang paling sering terjadi pada pria yang
mengalami hyperplasia prostat.Jenis inkontinensia ini lebih jarang terjadi pada wanita, tetapi
dapat terjadi sebagai komplikasi setelah pembedahan untuk mengoreksi inkontinensia atau
prolapse organ panggul berat.Otot detrusos yang tidak aktif atau tidak kontraktil juga dapat
menyebabkan distensi dan alira berlebihan. Penyebabnya meliputi gangguan neurologis, seperti
8

stroke atau sclerosis multiple, diabetes, dan efek samping pengobatan. Kondisi ini idiopatik pada
beberapa individu.
11

Inefisiensi Berkemih
Inenfisiensi berkemih berarti kegagalan pengosongan kandung kemih secara sempurna,
yang menyebabkan pengeluaran urine involunter akibat distensu berlebihan.Inefisiensi berkemih
adalah masalah umum pada individu yang mengalami masalah neurologis, seperti sclerosis
multiple atau penyakit Parkinson, atau individu yang pernah mengalami serangan
stroke.Penyandang diabetes juga dapat mengalami inefisiensi berkemih akibat neuropati otonom.
Hyperplasia prostat jinak pada pria dapat menyebabkan obstruksi yang dapat menyebabkan
inefisiensi berkemih, dan wanita dapat mengalami obstruksi yang disebabkan oleh prolapse
organ panggul.
11
Nokturia dan Enuresis Nokturna
Individu yang bangun satu kali atau lebih pada malam hari untuk berkemih menujukka bahwa ia
mengalami nokturia. Enuresis nokturna terjadi jika mengompol pada malam hari.Nokturia dapat
merupakan peristiwa normal pada lansia karena kapasitas kandung kemih yang kecil dan
penurunan eskresi hormone antidiuretic di malam hari.Selain itu, gagal jantung juga dapat
menyebabkan peningkatan diuresis di malam hari karena cairan di dalam jaringan kembali ke
sirkulasi data cairan tersebut meningkat dan dikeluarkan di malam hari.Enuresis nokturna terjadi
paling sering pada anak anak, namun kadang kala kebiasaan ini berlanjut hingga dewasa.
Selain itu, individu yang memiliki kandung kemih overaktif dapat mengompol di malam hari jika
mereka pergi tidur saat keinginan berkemih muncul.
11

Inkontinensia Alvi
Dampak inkontinensia alvi merefleksikan dan memperkuat dampak inkontinensia urine
yang dideskripsikan sebelumnya.Prevalensi inkontinensia alvi sering diremehkan karena pasien
enggan mengakui gejala ini. Pasien cenderung merasa bahwa inkontinensia alvi merupakan topic
yang tidak disukai untuk didiskusikan kondisi ini merupakan topic yang tabu untuk dibicarakan
sehingga sering kali disembunyikan oleh pasien.
11

9

Inkontinensia alvi lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.Selain itu, kondisi
ini lebih sering terjadi pada orang dewaasa akhir. Akan tetapi, kondisi ini bukan bagian normal
proses penuaan. Inkontinensia alvi dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti kerusakan otot
sfingter anus, kerusakan saraf otot sfingter anus atau rectum, kehilangan kemampuan
penyimpanan di dalam rectum, disfungsi dasar panggul dan konstipasi.
11

Osteoarthritis
Gout
Suatu pengumpulan Kristal di jaringan bawah kulit sejak mula terlihat pada pemeriksaan
rontgen sendi, yang kemudian berbentuk benjolan di bawah kulit.Pada pH urine, Kristal asam
urat bisa berkumpul membentuk piringan, atau batu yang menyumbat saluran
urine.Hiperuricaemia biasanya disokong oleh penurunan klirens asam urat, terutama pada
penderita yang mendapat pengobatan diuretic. Misalnya pada penderita penyakit ginjal yang
terjadi penurunan fungsi glomerulus.
9

Pada gejala gout akut, timbul gejala tanpa ada tanda/keluhan peringatan sebelumnya.
Gejala yang timbul mungkin berawal dari trauma kecil dan terlalu banyak makan kesukaan,
makanan yang mengandung banyak asam urat, minum alcohol, operasi, kecapaian, stress, infeksi
dan sumbatan pembuluh darah, tiba tiba timbul keluhan sakit pada satu persendian biasanya
awal sakitterjadi malam hari. Penyakit ini makin hari makin berat dan menyiksa
penderitanya.Sendi antara jari kaki dan telapak kaki sering diserang sakit Gout dan
podagra.Tetapi bisa saja sendi yang diserang lutut, tumit, pergelangan tangan, dan siku. Sakit
sendi tersebut disertai gejala antara lain demam, menggigil, denyut jantung cepat, badan lemah,
jumlah sel darah putih meningkat (leukositosis).
9

Pada minggu pertama serangan biasanya mengenai satu sendi, dan berakhir dalam
beberapa hari.Tetapi lama kelamaan menyerang beberapa sendi bersamaan. Mungkin serangan
ini bisa berlalu dalam beberapa minggu dengan gejala local berkurang dan sendi mulat tidak
sakit serta bisa digerakkan kembali, meskipun tanpa pengobatan.
9
Depresi
10

Gangguan skizofrenia: terutama katonik. Adanya penyesuaian premorbid yang buruk,
gangguan proses pikir formal dengan waham yang tersusun baik dan halusinasi yang kompleks,
tidak ada riwayat siklik, dan tidak ada riwayat keluarga yang mengalami gangguan afektif,
menyokong dugaan suatu skizofrenia.
Gangguan skizoafektif; suatu gangguan psikotik yang memenuhi kriteria skizofrenia,
tetapi beberapa saat bertumpang tindih dengan gejala-gejala mood mayor.
Gangguan cemas menyeluruh; terlihat anxietas yang sangat menonjol.
Alkolholisme dan ketergantungan zat; alkoholisme dan depresi sering terlihat bersama-sama.
Gangguan obsesif-kompulsif, gangguan kepribadian ambang dan histrionik.
Demensia; pseudodepresi sering terjadi dan sulit membedakannya terutama pada orang tua.
Periksa gangguan memori dan disorientasi.
12
Etiologi
Etiologi dan Patofisiologis Depresi
Berbagai teori mengenai etiologi dan pathogenesis diajukan para ahli tentang gangguan
usia lanjut namun pada banyak kasus jelas berhubungan dengan polifarmasi yang berkaitan erat
dengan multipatologi. Beberapa penyebab lain adalah kondisi medik seperti stroke dan
hipotiroidisme.
10

Faktor faktor lain yang memperberat depresi perlu pula diperhatikan, antara lain
kehilangan (pasangan hidup, perpisahan teman dekat dan anggota keluarga, taraf kesehatan yang
menurun, kehilangan rasa aman, kekuasaan/jabatan dan kebebasan), serta pemiskinan sosial dan
lingkungan.
10

Beberapa teori tentang etiologi depresi antara lain teori neurobiology yang menyebutkan
bahwa faktor genetic berperan. Kemungkinan terjadinya depresi pada saudara kembar monozigot
adalah 60-80% sedangkan pada saudata heterozigot adalah 25-35%.
10

Menurut teori Erikson , kepribadian terus berkembang dan terus tumbuh dengan
perjalanan kehidupan. Perkembangan ini melalui beberapa tahapan psikososial seperti melalu
11

konflik konflik yang terselesaikan oleh individu teresebut yang dipengaruhi oleh maturitas
kepribadian pada fase perkembangan sebelumnya, dukungan lingkungan terdekatnya dan
tekanan hidup yang dihadapinya, erikson menyebutkan adalah krisis integrity versus despair
yaitu individu yang sukses melampaui tahapan tadi akan dapat beradaptasi dengan baik,
menerima segala perubahan yang terjadi dengan tulus dan memandang kehidupan dengan rasa
damai dan bijaksana. Contoh resolusi yang berhasil dari krisis dicirikan dengan perasaan
individu tersebut yang hidup dengan baik dan nyaman. Sebaiknya resolusi yang kurang berhasil
akan dicirikan dengan perasaan bahwa hidup ini terlalu pendek, dengan perasaan tidak memiliki,
pemberontakan, rasa marah, putus asa dan juga dengan kegetiran bahwa ia tidak akan mau hdiup
lagi jika diberi kesempatan. Kondisi ini akan menyebabkan orang usia lanjut rentan terhadap
depresi.
10

Penelitian akhir akhir ini juga mengatakan bahwa integritas versus despair berhasil baik
pada usia lanjut yang lebih muda dibanding usia lanjut yang lebih tua.Teori Heinz Kohut
menekankan pada aspek hilangnya rasa kecintaan pada diri sendiri akibat proses penuaan
ditambah dengan rasa harga diri dan kepuasan diri yang kurang, juga dukungan sosial yang tidak
terpenuhi akan menyebabkan usia lanjut tidak mampu lagi memelihara dan mempertahankan
harga diri. Mereka sering merasa tegang dan tut, cemas, murung, kecewa, dan tidak merasa
sejahtera di usia senja.
10

Patofisiologi Osteoarthritis
Komponen kartilago mengalami disorganisasi dan degradasi pada OA.Faktor mekanis
yang menyebabkan pelepasan enzim (kolagenase dan stromelysin) menyebabkan pemecahan
proteoglikan dan gangguan kolagen tipe II.Terdapat kehilangan matriks kartilago, terutama pada
permukaan medial kartilago.Sitokin inflamasi (interleukin 1 [IL-1], prostaglandin [PGE 2],
faktor nekrosis tumor [TNF ], interleukin-6 [IL-6], oksida nitrat) meningkatkan inflamasi
sendi dan degradasi kartilago. Kondrosit menjadi tidak responsive terhadap faktor pertumbuhan,
seperti transforming growth faktor- dan insulin-like growth factor, dan tidak mampu
sepenuhnya mengompensasi kehilangan matriks. Ketidakseimbangan antara sintesis dan
degradasi kartilago terjadi dengan abrasi, cekungan dan fisura pada permukaan
articular.Kartilago articular menjadi overdehidrasi dan membengkak.Degradasi matriks dan
overdehidrasi mengakibatkan kehilangan kakakuan dan elastisitas kompresif pada transmisi yang
12

memberikan tekanan mekanis besar ke tulang subkondral.Tulang trabekular subkondral rusak
dan kehilangan peredaman benturan hidraulitik normalnya; kista tulang dapat terbentuk akibat
tekanan tulang subkondral yang berlebihan ini. Mekanisme perbaikan pada tepi permukaan
articular (interfase tulang kartilago) mengakibatkan peningkatan sintesis kartilago dan
pembentukkan tulang berlebihan yang dinamakan osteofit.
8

Beberapa pasien ditemukan memiliki berbagai Kristal kalsium yang terkonsentrasi dalam
kartilago articular yang rusak.Pathogenesis deposisi Kristal belum jelas, tetapi berhubungan
dengan lebih cepatnya progresi penyakit pada pasien tersebut.Kartilago articular memerlukan
beban berat fisiologis dan gerakan untuk memungkinkan penetrasi nutrient yang memadai dari
cairan synovial ke dalam kartilago; beban non fisiologis (baik berlebihan maupun kurangh)
mengakibatkan buruknya nutrisi kartilago.Sendi manusia memerlukan mobilitas maksimal saat
menghindari cedera jaringan articular.Terdapat hipotesis bahwa terdapat reflex muscular
protektif yang mencegah sendi mendapatkan beban yang lebih besar dari kisaran eksrusi
normalnya.Dipostulasikan bahwa gangguan aktivitas muscular mungkin berperan dalam
pathogenesis OA.Instabilitas sendi berhubungan dengan resiko tinggi OA.Meningkatkan
kekuatan otot yang menjembatani melintasi sebuah sendi dapat memperbaiki stabilitas sendi,
mengurangi beban sendi, dan mengurangi tekanan mekanis.Jadi olahraga dapat mengurangi
gejala dan memperbaiki fungsi sendi, meskipun hanya terjadi sedikit perbaikan dari pemeriksaan
radiologis. Nyeri OA dipercaya diakibatkan oleh tiga penyebab mayor : nyeri akibat gerakan dari
faktor mekanis, nyeri saat istirahat akibat inflamasi synovial, dan nyeri malam hari akibat
hipertensi intraoseus.
8



Inkontinensia Urin
Patofisologi Berkemih
Secara normal proses berkemih merupakan proses dinamik yang memerlukan rangkaian
koordinasi proses fisiologik yang berurutan. Secara umum terdapat 2 fase yaitu fase
penyimpanan dan fase pengosongan. Diperlukan keutuhan struktur dan fungsi komponen saluran
kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi dan lingkungan.

13

Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali. Sfingter
uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah kontrol volunteer dan disuplai oleh saraf
pudendal, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah
kontrol sistem saraf otonom, yang mungkin dimodulasi oleh korteks otak.
Vesika urinaria terdiri atas 4 lapisan, yaitu lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan
submukosa dan lapisan mukosa. Saat otot detrusor berelaksasi terjadi pengisian kandung kemih,
dan bila otot ini mengalami kontraksi maka urine yang telah tertampung didalamnya akan
dikeluarkan. Proses kontraksi ini berlangsung akibat kerja saraf parasimpatis, sedangkan
penutupan sfingter vesika urinaria agar dapat menampung urin dikerjakan oleh saraf simpatis
yang dipicu oleh noradrenalin.
Otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung
kemih.Mekanisme kerja pada otot detrusor melibatkan kerja otot itu sendiri, saraf pelvis, medula
spinalis dan sistem saraf pusat yang mengontrol jalannya proses berkemih. Ketika kandung
kemih seseorang mulai terisi urin, rangsang saraf diteruskan melalui saraf pelvis dan medulla
spinalis ke pusat saraf kortikal dam subkortikal.Pusat subkortikal (pada ganglia basal dan
serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisi tanpa
menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih.Ketika pengisian ini berlanjut, rasa
penggembungan kandung kemih disadari dan pusat kortikal (pada lobus frontal), bekerja
menghambat pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikal dan subkortikal karena obat atau
penyakit dapat mengurangi kemampuan untuk menunda pengeluaran urin. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa aktivitas relaksasi yang menyebabkan pengisian urin ditimbulkan oleh pusat
yang lebih tinggi yaitu korteks serebri atau dengan kata lain bersifat menghambat proses miksi.
Sedangkan pusat yang lebih rendah yaitu batang otak dan saraf supra spinal memfasilitasi proses
miksi dengan mendukung proses kontraksi otot yang terjadi. Gangguan yang mungkin terjadi
pada kedua bagian otak ini yang dapat menyebabkan pengurangan kemampuan penundaan
pengeluaran urin.
Ketika terjadi desakan untuk berkemih, maka rangsang saraf dari daerah korteks akan
disalurkan melalui medula spinalis ke saraf pelvis. Aksi kolinergik dari saraf pelvis kemudian
menyebabkan otot detrusor berkontraksi sehingga terjadi pengosongan kandung
kemih.Interferensi aktivitas kolinergik saraf pelvis menyebabkan pengurangan kontraktilitas otot.
Namun kontraksi ini tidak hanya semata-mata hanya tergantung kepada aktivitas saraf yang
14

bersifat kolinergik. Otot detrusor juga memiliki reseptor prostaglandin. Obat-obat yang
menyebabkan inhibisi pada prostaglandin tentu saja akan mempengaruhi kontraksi ototdetrusor.
Selain itu kontaksi otot detrusor juga bergantung pada calcium-channel. Oleh karena itu bila
pemberian calcium channel blocker seperti pada pasien hipertensi dapat menyebabkan terjadinya
gangguan kontraksi kandung kemih.

Selain faktor dari kandung kemih, juga harus diperhatikan sfingter uretra baik yang
interna dan eksterna. Proses kontraksi pada sfingter uretra dipengaruhi oleh aktivitas dari
adrenergik -alfa. Pengobatan yang sifatnya agonis terhadap adrenergik alfa (pseudoefedrin) dapat
memperkuat kontraksi dari sfingter sehingga menahan urin secara berkelanjutan. Sedangkan obat
alpha-blocking dapat mengganggu penutupan sfingter. Persarafan adrenergik beta dapat
menyebabkan relaksasi pada sfingter uretra. Obat yang bersifat beta-adrenergic blocking dapat
mengganggu karena menyebabkan relaksasi uretra dan melepaskan aktivitas kontraktil
adrenergik alfa.
Komponen penting lainnya dalam mekanisme sfingter adalah hubungan uretra dengan
kandung kemih dan rongga perut.Mekanisme sfingter berkemih memerlukan angulasi yang tepat
antara uretra dan kandung kemih.Fungsi sfingter uretra normal juga tergantung pada posisi yang
tepat dari uretra sehingga dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen secara efektif
ditransmisikan ke uretra. Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidak akan keluar pada saat
terdapat tekanan atau batuk yang meningkatkan tekanan intra-abdomen.
Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh refleks-refleks yang berpusat di medulla
spinalis segmen sacral yang dikenal sebagai pusat berkemih. Pada fase pengisian (penyimpanan)
kandung kemih, tejadi peningkatan aktivitas saraf otonom simpatis yang mengakibatkan
penutupan leher kandung kemih, relaksasi dinding kandung kemih, serta penghambatan aktivitas
parasimpatis dan mempertahankan inervasi somatic pada otot dasar panggul.Pada fase
pengosongan, aktivitas simpatik dan somatic menurun, sedangkan parasimpatis meningkat
sehingga terjadi kontraksi otot detrusor dan pembukaan leher kandung kemih. Proses refleks ini
dipengaruhi oleh sistem saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak, korteks serebri, dan serebelum.
Perlu diperhatikan bahwa meskipun inkontinensia urin kebanyakan dialami pada lansia,
sindrom ini bukanlah kondisi yang normal pada usia lanjut. Namun dapat dikatakan bahwa usia
lanjut dapat menjadi faktor predesposisi (faktor pendukung) terjadinya inkontinensia urin. Proses
menua akan menyebabkan perubahan anatomis dan fisiologis pada sistem urogenital bagian
15

bawah. Perubahan ini memiliki kaitan erat dengan menurunnya kadar estrogen pada wanita dan
kadar androgen pada laki-laki. Perubahan yang terjadi meliputi penumpukan fibrosis dan kolagen
pada dinding kandung kemih sehingga menyebabkan penurunan efektivitas fungsi kontraksi dan
memudahkan terbentuknya trabekula maupun divertikula.

Atrofi pada mukosa, perubahan vaskularisasi pada daerah submukosa dan menipisnya
lapisan otot uretra menyebabkan penurunan pada tekanan penutupan uretra dan tekanan outflow.
Selain itu pada laki-laki terjadi pembesaran prostat dan pengecilan testis sedangkan pada wanita
terjadi penipisan dinding vagina dengan timbulnya eritema atau ptekie, pemendekan dan
penyempitan ruang vagina serta peningkatan pH lingkungan vagina akibatnya kurangnya
lubrikasi.
Melemahnya fungsi otot dasar panggul yang disebabkan oleh berbagai macam operasi,
denervasi dan gangguan neurologik dapat menyebabkan prolaps pada kandung kemih sehingga
melemahkan tekanan akhir kemih keluar. Hal ini dapat memicu terjadinya
inkontinensia.
3,10,13,14,15



Gambar 1. Refleks berkemih
16

Epidemiologi
16

Osteoarthritis
OA adalah bentuk penyakit sendi tersering di dunia.
mengenai sekitar 7% populasi di Amerika Serikat; mengenai 60% sampai 70% orang
berusia lebih dari 65 tahun.
terdapat peningkatan resiko seiring dengan pertambahan usia; prevalensi meningkat
dengan cepat pada populasi lansia.
pola penurunan autosomal dominan telah teridentifikasi pada kelompok osteoarthritis
tertentu:
- OA general primer berhubungan dengan antigen limfosit manusia
(humanlymphocyte antigen, HLA)A1 B8 tipe haploid
- kondrokalsinosis familial (deposisi kristal pada sendi)
- kondrodisplasia
beberapa gen dikaitkan dengan berbagai perubahan dalam komponen kartilago
(misalnya mutasi pada kromosom 12 [COL2A1] terkait dengan abnormalitas kolagen tipe
II)
faktor resiko OA primer meliputi peningkatan usia, obesitas, penggunaan sendi yang
berlebihan berulang kali, imobilisasi, dan peningkatan densitas tulang.
17
Inkontinensia urin
Kasus inkontinensia urin cenderung tidak dilaporkan, karena penderita merasa malu dan
menganggap tidak ada yang dapat dilakukan untuk menolongnya. Penderita juga mendapat
benturan sosial yaitu kondisi masyarakat sekitar yang akan menjauhinya bila ia diketahui
menderita penyakit ini. Penelitian epidemiologi terhadap penyakit ini pun sulit untuk dilakukan
karena beragamnya subjek penelitian, metode kuisioner dan definisi inkontinensia yang
digunakan. Namun secara umum prevalensinya meningkat sesuai dengan pertambahan umur.
Sekitar 50% lansia di instalasi perawatan kronis dan 11-30% di masyarakat mengalami
inkontinensia urin. Sedangkan berdasarkan gender, penyakit ini cenderung lebih sering dialami
oleh wanita dengan perbandingan 1,5 : 1 terhadap pria.
6,18

Survei inkontinensia urin yang dilakukan oleh Divis Geriatri bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo pada 208 orang usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan
Keluarga (PUSAKA) di jakarta (2002) mendapatkan angka kejadian inkontinensia urin tipe
17

stress sebesar 32,2 %. Sedangkan survei yang dilakukan di Poliklinik Geriatri RSUPN Dr. Cipto
mangunkusumo (2003) terhadap 179 pasien geriatri didapatkan angka kejadian inkontinensia
urin stress pada laki-laki sebesar 20,5% dan pada perempuan sebesar 32,5%. Penelitian di poli
geriatri RS Dr.Sardjito mendapatkan angka prevalensi inkontinensia urin 14,74%.
KKH terjadi pada 16,5% populasi di Amerika Serikat dengan 6,1% disertai inkoninensia
(KKH basah) dan 10,4% tanpa inkontinensia (KKH kering). National Overactive Bladder
Evaluation (NOBLE), pogram yang meneliti inkontinensia urin pada 5204 orang dewasa di
Amerika Serikat memperkirakan jumlah perempuan di negara tersebut yang mengalami
inkontinensia urin sebesar 14,8 juta orang, sepertiga di antaranya merupakan inkontinensia urin
tipe campuran (34,4%). Penelitian lain yang dilakukan Diokno dkk, pada perempuan usia lanjut
di atas 60 tahun mendapatkan dari 1150 subyek yang dipilih secara random, 434 orang di
antaranya mengalami inkontinensia urin. Dari mereka yang mengalami inkontinensia urin 55,5%
merupakan inkontinensia urin tipe campuran, 26,7% dengan inkontinensia urin tipe stress saja,
9% dengan inkontinensia urin tipe urgensi saja, dan 8,8% dengan diagnosis lain.

Faktor resiko
Prevalensi inkontinensia urin meningkat seiring meningkatnya usia. Inkontinensia urin
lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.Usia lanjut seringkali memiliki
kodisi medik yang dapat mengganggu proses berkemih yang secara langsung mempengaruhi
fungsi saluran berkemih, perubahan status volume dan ekskresi urin, atau gangguan kemampuan
untuk ke jamban.
18
Pada orang usia lanjut di masyarakat, inkontinensia urin dikaitkan dengan depresi,
transient ischemic attacks dan stroke, gagal jantung kongestif, konstipasi dan inkontinensia
feses, obesitas, penyakit paru obstruktif kronik, batuk kronik dan gangguan mobilitas. Pada
orang usia lanjut di panti, inkontinensia urin dikaitkan dengan terdapatnya gangguan mobilitas,
demensia, depresi, stroke, diabetes dan parkinson.
Resiko inkontinensia urin meningkat pada perempuan dengan nilai indeks massa tubuh
yang lebih besar, dengan riwayat histerektomi, infeksi urin dan trauma perineal. Melahirkan per
vaginam akan meningkatkan resiko inkontinensia urin tipe stress dan tipe campuran.
18

Penelitian terhadap 5418 usia lanjut di luar negeri mendapatkan tiga faktor resiko yang
dapat dimodifikasi dan berhubungan secara bermakna dengan inkontinensia urin, yaitu infeksi
saluran kemih, keterbatasan aktivitas, dan faktor gangguan lingkungan.
Penatalaksanaan
Non Medikamentosa Inkontinensia Urin
Intervensi perilaku yang merupakan tatalaksana non farmakologis memiliki risiko rendah
dengan sedikit efek samping, namun memerlukan motivasi dan kerjasama yang baik dari pasien.
`

Intervensi perilaku meliputi:
- Bladder Training
Blader Training merupakan salah satu terapi yang efektif diantara terapi non
medikamentosa lainnya.Tujuan terapi ini adalah memperpanjang interval berkemih yang
normal dengan teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya
6-7 kali perhari atau 3-4 jam sekali.Pasien diharapkan dapat utuk menahan sensasi
berkemih.Pasien diinstruksikan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula
setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai pasien ingin berkemih setiap
2-3 jam. Teknik ini terbukti bermanfaat pada inkontinensia urgensi dan stres, namun
untuk itu diperlukan motivasi yang kuat dari pasien untuk berlatih menahan keluarnya
urin dan hanya berkemih pada interval waktu tertentu saja.
2

- Latihan Otot Dasar Panggul
Merupakan terapi yang efektif untuk inkontinensia tipe stres atau campuran dan tipe
urgensi. Latihan yang dilakukan 3-5 kali sehari dengan 15 kontraksi dan menahan hingga
10 detik.Latihan dilakukan dengan membuat kontraksi berulang-ulang pada otot dasar
panggul.Dengan memperkuat otot tersebut, latihan ini diharapkan dapatmeningkatkan
kekuatan uretra untuk menutup secara sempurna. Sebelum pasien menjalani latihan, harus
dilakukan lebih dahulu pemeriksaan vagina atau rektum untuk menetapkan apakah
mereka dapat mengkontraksikan otot dasar panggulnya.
2

- Habit Training
Habit training memerlukan penjadwalan waktu berkemih.Diupayakan agar jadwal
berkemih sesuai dengan pola berkemih pasien sendiri. Sebaiknya teknik ini digunakan
19

pada inkontinensia tipe fungsional dan membutuhkan keterlibatan petugas kesehatan atau
pengasuh pasien.
2
- Prompt Voiding
Dilakukan dengan cara pasien mengajari pasien mengenali kondisi atau status
kontinensia mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin
berkemih. Teknik ini digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi kognitif.
2

- Terapi Biofeedback
Teknik ini bertujuan agar pasien mampu mengontrol/menahan kontraksi involunter
otot detrusor kandung kemihnya. Cara biofeedback mempunyai kendala karena penderita
perlu mempunyai intelegensia yang cukup untuk dapat mengikuti petunjuk pelatihnya,
sementara pelatihnya sendiri harus mempunyai kesadaran dan motivasi yang tinggi
karena waktu yang diperlukan untuk dapat mendidik satu orang pasien dengan cara ini
cukup lama.
2
Non Medikamentosa Osteoarthritis
Untuk Osteoarthritis dilakukan penerangan yaitu supaya pasien mengetahui sedikit seluk
beluk tentang penyakitnya dan bagaimana menjaga agar penyakitnya tidak bertambah parah serta
persediannya tetap dapat dipakai. Lalu dilakukan terapi fisik dan rehabilitasi untuk melatih
persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit serta
lakukan penurunan berat badan bagi pasien yang memiliki berat badan berlebih karena berat
badan berlebih merupakan faktor yang dapat memperberat penyakit OA.
19


olahraga mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien yanng
mengalami OA ringan sampai sedang.
terapi fisik, meliputi rentang pergerakan pasif dan latihan air, dapat memperbaiki
fungsi
terapi okupasional dapat membantu aktivitas hidup sehari-hari dengan alat bantu
aplikasi panas, stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS), dan akupuntur dapat
dipertimbangkan
diet untuk menurunkan berat badan bila diperlukan
peningkatan asupan vitamin C berhubungan dengan pengurangan progresi dan nyeri
20

Ultrasound (diatermi) memfasilitasi ekstensibilitas tendon, melemaskan otot, dan
mengurangi nyeri.
17
Non Medikamentosa Depresi
Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah relaps, rekurens dan kronisitas. Depresi pada
geriatric dapat lebih efektif diobati dengan kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai
pendekatan interdisiplin yang menyeluruh.Terapi harus diberikan dengan memperhatikan secara
individual harapan harapan pasien, martabat (dignity) dan otonomi /kemandirian pasien.
Problem problem fisis yang ada bersama sama dengan penyakit mental harus diobati. Semua
teknik psikoterapi (psikodinamik,kognitif, perilaku,dll) dapat dipergunakan. Intervensi terapeutik
untuk memacu kemandirian seperti melatih keterampilan sehari hari dan peningkatan
keamanan di rumah, tetapi okupasi dan berbagai program rehabilitasi yang p-raktis serta
pemberian informasi jangan dilupakan.
10

Penanganan depresi pada usia lanjut memerlukan perhatian ekstra, segala kesulitan dan
keluhan perlu didengarkan dengan sabar. Karena ketidaksabaran terapis dianggap sebagai
penolakan (empati terapis sangat diperlukan karena penghormatan dan perhatian dapat
mengembalikan harga diri pasien). Startegi praktis pada terapi individu adalah menyusun jawal
pertemuan untuk menjaga kepatuhan dan komitmen, mengetengahkan topic pembicaraan rentang
kehidupan sosial yang umum untuk membangun hubungan dokter pasien yang baik. Secara
terfokus membicarakan masalah dan menetapkan saran realistis yang dapat dicapai untuk
memberikan arah yang pasti bagi pasien, mendorong pasien terlibat dalam kegiatan yang berarti
dan berguna untuk meningkatkan kemampuan menikmati yang menyenangkan, menujukkan
kepedulian melalui sentuhan fisi yang wajar, meninjau kembali apa yang telah dicapai masa lalu
untuk membangkitkan rasa mampu dan harga diri. Pendekatan aspek sosial dalam penanganan
pasiem sepresi meliputi antara lain diikutkan dalam lembaga sosial kemasyarakatan yang
berperan dalam mendukung sosialisasi dan mengatasi beberapa masalah sosial ekonomi.
10

Faktor faktor yang memperberat depresi perlu diperhatikan, antara lain penyakit fisis,
penyakit neurologis (didapat sekitar 50% depresi pasca strok yang timbulnya dapat tertunda
sampa 12 bulan, 30-50% penderita Alzheimer menderita depresi), obat obatan, kehilangan
21

keluarga, taraf kesehatan yang menurun, kehilangan rasa aman, kekuasaan/jabatan, dan
kebebasan), serta kemiskinan sosial dan lingkungan.
10

Pelayanan kesehatan asuhan rumah bagi usia lanjut adalah salah satu unsur pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk kesehatan perorangan atau kesehatan keluarga di tempat tinggal
mereka dalam segi promotif, rehabilitatif, kuratif, dalam upaya mempertahankan kemampuan
individu untuk mandiri secara optimal selama mungkin. Asuhan rumah bagi para usia lanjut
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perawatan dalam menghadapi kondisi tubuh yang
makin rapuh atau sakit kronik. Upaya penyelenggaraan asuhan rumah yang dikoordinasikan oleh
rumah sakit merupakan upaya yang secara ekonomis layak sebagai alternative land perawatan di
RS sejauh pertimbangan pertimbangan medis, lingkungan sosial dan aspek aspek psikologik
dapat terjaga secara cocok dan serasi. Kunjungan rumah oleh seorang dokter dan atau paramedic
sebagai satu tim amat bermanfaat bagi penderita karena dapat meningkatkan pemahaman
menyeluruh penderita dan akan dapat memberikan pilihan terbaik untuk penderita yang dirawat,
selain dapat meningkatkan kepuasan penderita yang akhirnya akan mempercepat proses
perbaikan.
10


Medikamentosa
Inkontinensia Urin
Terapi medikamentosa telah dibuktikan memiliki efek yang baik terhadap inkontinensia
urin tipe urgensi dan stres. Obat-obat yang dipergunakan dapat digolongkan menjadi:
antikolinergik-antispasmodik, agonis adrenergik , estrogen topical, dan antagonis adrenergik
.Pada semua obat yang digunakan untuk terapi inkontinensia urin, efek samping harus
diperhatikan apabila dipergunakan pada pasien geriatrik, seperti mulut kering, mata kabur,
peningkatan tekanan bola mata, konstipasi, dan delirium. Sementara obat yang lain dapat
menimbulkan hipotensi postural, bradikardia, sakit kepala, dan lain-lain.
2

Tabel 2. Obat-Obat yang Dipakai Untuk Inkontinensia Urin
2

22


Dilakukan pemasangan kateter untuk inkontinensia akut tipe overflow. Sedangkan untuk
inkontinensia kronik tipe overflow tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter secara menetap
karena dapat beresiko terjadi infeksi saluran kemih, pembentukan batu, dan abses. Oleh karena
itu harus dilakukan tindakan operatif.
Pembedahan merupakan pilihan terakhir untuk masalah inkontinensia yang tidak berhasil
diatasi dengan teknik latihan perilaku, obat-obatan atau pun dengan memanfaatkan alat-alat
bantu untuk meminimalkan problem inkontinensia. Dapat juga merupakan pilihan penderita
sendiri, walaupun hampir semua penderita tidak menyukai tindakan pembedahan.
20

Osteoartritis
The American College of Rheumatology Guidelines untuk penatalaksanaan OA
menganjurkan memulai terapi dengan modalitas non farmakologis dahulu, ditambah
asetaminofen (sampai 1 gram empat kali sehari) dan dilanjutkan dengan obat anti-inflamasi non-
steroid dosis rendah kemudian dosis tinggi bila gejala tetap sulit dihilangkan.
17

Farmakologis
gunakan capsaicin sebagai analgesik topikal (mengurangi substansi neuronal P,
suatu neurotransmitter yang berpengaruh pada nyeri artritis)
23

asetaminofen mengurangi nyeri OA ringan sampai moderat sebagai obat anti-
inflamasi non-steroid (NSAID)
injeksi steroid atau asam hialurodinase per-intra-artikular selama kumat
inflamasi akut dapat meredakan nyeri dengan cepat.Frekuensi injeksi steroid lebih
dari 3 sampai 4 kali per tahun dapat berhubungan dengan penurunan perbaikan
kartilago.

Lain-lain
pembedahan ortopedi , seperti debrimen sendi, artroplasti abrasi, pengikisan
kondral, dan penggantian sendi, dapat digunakan pada pasien tertentu
implantasi kondrosit autologus telah digunakan pada beberapa pasien dengan
penyakit berat.
terapi gen dengan memasukkan gen kondroprotektif ke dalam kondrosit (masih
diteliti)
Depresi
Antidepresi generasi baru bekerja pada reseptor susunan saraf otak, bersifat lebih selektif
dan spesifik sehingga profil efek sampingnya lebih baik. Termasuk dalam kelompok ini adalah
Serotonin Selective Reuptake Inhibitor(SSRI) (fluoxetine. Setralin, paroksetin, fluvoksamin,
sitalopram), Serotonin Enhancer (tianeptin), Reversible MAOIs (mocobemide).Antidepresi
lainnya (tradozone, nefazodone, mirtazepin, venlafaksin).Profil efek samping yang baik akan
mengurangi risiko komplikasi dan memperbaiki kepatuhan pasien. Oleh sebab itu saat ini
pemilihan antidepresi ini pertama untuk pasien geriatri mulai bergeser ke generasi baru.
10

Dalam mengelola pasien depresi perlu diingat beberapa hal berkaitan dengan edukasi,
yakni pasien jangan menghentikan obat tanpa instruksi dokter, ada jarak waktu untuk sembuh
(membutuhkan waktu) sekitar 1-2 minggu sesudah obat diminum, terangkan tentang efek
samping yang mungkin terjadi, dan olahraga dan psikoterapi adalah hal yang sangat menunjang
kesembuhan.
10

Pencegahan
24

Tidak ada yang dapat dilakukan mencegah proses penuaan, karena penuaan itu pasti akan
terjadi. Tetapi ada beberapa beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencapai kondisi menua
yang sukses dan sehat (succesfull aging).
1. Upayakan fisik dan mental selalu sehat.
Olahraga cukup dan teratur, istirahat yang cukup, dan hubungan sosial yang baik.
2
2. Upayakan nutrisi yang baik.
Makanan harus bersih dan bergizi.Kombinasi jenis makanan (karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral, dan serat) yang memenuhi gizi seimbang.Porsinya juga cukup (tidak
kebanyakan atau kekurangan).
Pemenuhan kebutuhan nutrisi tidak semata-mata terbatas pada jenis dan jumlah makanan,
tetapi yang tidak kalah penting adalah aktivitas makan yang tentu melibatkan hubungan
sosial dan rekreasi yang manfaatnya juga akan dirasakan.
2

3. Tingkatkan kesejahteraan material.
Walaupun kekayaan akan material bukanlah hal yang paling penting dalam kehidupan,
namun kemampuan pemenuhan kebutuhan material baik untuk diri sendiri maupun keluarga
berdampak pada tingkat kesehatan fisik, mental, maupun sosial.
2
4. Tingkatkan vitalitas spiritual.
Larry Dossey, seorang peneliti, dokter, dan penulis buku terkemuka, setelah mengamati
berbagai studi menyimpulkan bahwa: Terdapat paling tidak 250 studi yang menunjukan
bahwa mereka yang taat menjalankan ajaran agamanya lebih sehat selama kehidupannya
disbanding yang tidak. Mereka lebih jarang ke dokter.Mereka lebih sedikit membelanjakan
uang untuk biaya kesehatan.Dan mereka lebih jarang sakit.
2
Komplikasi
Dari segi medis, komplikasi yang timbul dapat meliputi ulkus dekubitus, infeksi saluran
kemih, urosepsis hingga gagal ginjal. Hal ini perlu diperhatikan saat melakukan pemeriksaan,
apakah telah timbul komplikasi dari gejala awal inkontinensia.
2
Pada penggunaan kateterisasi yang menetap juga dapat timbul komplikasi seperti infeksi,
batu kandung kemih, abses ginjal dan bahkan proses keganasan pada saluran kemih.
Prognosis
25

Inkontinensia Urin
Prognosis inkontinensia urin cukup baik bila diketahui secara cepat dan tepat
penyebabnya sehingga dapat diberikan terapi yang baik. Jarang ada kasus inkontinensia urin
yang berujung pada komplikasi seperti gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
21
Terapi sangat penting dalam mengatasi hal ini terutama terapi non-farmakologis sebagai
sarana lapis pertama untuk mengatasi inkontinensia urin yang terjadi.
Depresi
Depresi pada geriatrik sering berlanjut kronis dan kambuh kambuhan, ini berhubungan
dengan komorbiditas medis, kemunduran kognitif dan faktor faktor psikososial. Kemungkinan
kambuh cukup tinggi pada pasien dengan riwayat episode berulang, awitan pada usia lebih tua,
riwayat distimia, sakit medis yang sedang terjadi, kian beratnya depresi dan kronisitas depresi.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah malnutrisi dan pneumonia (akibat imobilitas atau berbaring
terus menerus) serta akibat sampingan dari pemberian obat antidepresi. Pasien yang depresi
mempunyai risiko lebih tinggi untuk bunuh diri dari populasi lain. Sepertiga pasien usia lanjut
melaporkan kesepian sebagai alasan utama untuk bunuh diri, sepuluh persen karena masalah
keluarga. Kira kira 60% yang melakukan bunuh diri dalah laki laki dan 75% yang mencoba
bunuh diri adalah perempuan.
10


Kesimpulan
Hipotesis diterima. Wanita lebih rentan terhadap inkontinensia urin dibandingkan pria.
Hal ini dikarenakan berbagai resiko yang dialami wanita seperti melemahnya otot dasar panggul
akibat terlalu sering melahirkan. Selain itu seiring lanjutnya usia maka fungsi fisiologis tubuh
makin berkurang yang berakibat rentannya seseorang yang lanjut usia untuk terkena suatu
penyakit.
Wanita berusia 70 tahun pada skenario menderita inkontinensia urin campuran dan
osteoartritis. Hal ini menyebabkan pasien tersebut menjadi depresi sehingga tidak mau keluar
rumah.

Daftar Pustaka
26

1. Baradero M, Siswati Y. Asuhan keperawatan klien gangguan ginjal. Jakarta: EGC;
2009.h. 92-101.
2. Setiati S, Pramantara IDP. Inkontinensia urin dan kandung kemih hiperaktif. Buku ajar
ilmu penyakit dalam edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal 1392-98.
3. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta : Erlangga, 2006.h. 181.
4. Safitri A, Ed. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2006.h. 374-6
5. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga; 2004.h. 273-9
6. Asdie A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2002.h. 42-5
7. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Prinsip prinsip ilmu penyakit
dalam. Jilid 1. Edisi ke 13. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,2005.h.43.
8. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi. Edisi ke 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2008.h.351-2.
9. Yatim F. Penyakit tulang dan persendian. Edisi ke 1. Jakarta : Pustaka Populer Obor,
2006.h. 34 40.
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi L, Simadribata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid 1. Edisi ke-5. Jakarta: Internapublishing, 2009.h. 845-75.
11. Brooker C. Ensiklopedia keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2005.h.224-8.
12. Tomb D. Buku saku psikiatri. Jakarta: EGC; 2004.h. 60
13. Martono HH, Pranaka K. Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Edisi ke-4 .Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009.
14. Abrams WB, Berkow R. The merck manual of geriatrics. Jilid 1. Jakarta : Binarupa
Aksara, 1997.h.137-62.
15. Graber MA, Toth PP, Herting RL. Buku saku dokter keluarga. Edisi ke-3. Jakarta : EGC,
2006.h. 549-52.
16. Refleks berkemih. Diunduh dari eri08tirtayasa.blogspot.com pada tanggal 14 Desember
2013.
17. Yulianti D. Aplikasi klinis patofisiologi: pemeriksaan & manajemen edisi 2. Jakarta:
EGC;2008.h. 351-5.
27

18. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam
edisi 5 jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h. 865-875.
19. Maryam RS, Ekasari MF, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan
perawatannya. Jakarta: Salemba Media; 2008.
20. Pranarka K. Geriatri. Inkontinensia. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
21. Brockelhurst JC, Allen SC. Urinary incontinence. Geriatric Medicine for students 3
rd
ed.
London: Churchill Livingstone; 2003.h.73-91.

You might also like