You are on page 1of 36

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat akan kayu sangat tinggi sedangkan kemampuan hutan

alam dalam menghasilkan kayu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Sehingga, setiap tahunya terjadi kekurangan kebutuhan kayu. Dampak langsung dari

situasi ini adalah adanya penebangan ilegal yang dilakukan masyarakat diberbagai

daerah, baik di hutan produksi maupun hutan konservasi dan mengakibatkan

kerusakan hutan.

Dalam mengatasi hal ini, pemerintah khususnya Balai Penelitian Kehutanan

Palembang saat ini mencanangkan program revitalisasi sektor kehutanan yang salah

satu poin pentingnya adalah pembangunan dan pengambangan hutan tanaman dan

dan hutan rakyat untuk penyediaan bahan baku dalam memenuhi kebutuhan

konsumsi masyarakat domestik maupun global. Program ini sesuai dengan misi

Balai Penelitian Kehutanan Palembang, yaitu merencanakan dan melaksanakan

penelitian yang berkualitas sesuai dengan prioritas penanganan masalah dan

kebutuhan ilmu dan teknologi untuk mendukung pembanguana kehutanan serta

meningkatkan nilai tambah hasil penelitian.

Kerja praktek yang dilaksanakan di Balai Penelitian Kehutanan Palembang ini

perlu dilaksanakan untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari

perkuliahan sehingga dapat menambah pengalaman dan juga untuk mengetahui dan

memperdalam wawasan dalam bidang penelitian kahutanan. Kerja praktek ini juga

bertujuan untuk menjalin hubungan baik antara Universitas Sriwijaya dengan Balai

Penelitian Kehutanan Palembang.


2

Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara

yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

merupakan persekutuan hidup alam hayati besertta lingkungan yang pemilikannya

berada pada rakyat (Ditjen RRL Departemen Kehutanan 1996 : 1).

Salah satu unsur penting dalam pengembangan hutan rakyat adalah pemilihan

jenis pohon yang akan dikembangkan. Beberapa pertimbangan yang harus

diperhatikan dalam pemilihan jenis pohon antara lain kesesuaian tempat tumbuh

tanaman dengan lokasi penanaman, tujuan pengusahaan yang diharapkan

penguasaan teknik silvikultur, nilai ekonomi produk, ketersediaan bahan tanaman

dan pertimbangan teknis lainnya yang akan turut menentukan peluang keberhasilan

dari upaya tersebut.

Menurut Herdiana (2007 : 164) dalam pemilihan jenis tanaman yang akan

dikembangkan dalam hutan rakyat harus memperhatikan upaya pemberdayaan lahan

dan masyarakat sebagai unit produksi yang potensial, sehingga seyogyanya harus

mempertimbangkan beberapa aspek, antara lain : aspek kesesuaian tempat tumbuh

dengan persyaratan tumbuh yang dibutuhkan oleh jenis tanaman yang akan

dikembangkan dan dikaitkan dengan kondisi tempat tumbuh (biofisik) daerah

pengembangannya. Aspek teknis yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek teknik

silvikultur untuk jenis tanaman yang akan dikembangkan sebagian besar harus telah

dikuasai dan telah didukung oleh berbagai hasil penelitian. Aspek yang perlu

dipertimbangkan terakhir adalah aspek ekonomi dan sosial, dimana jenis tanaman

yang akan dikembangkan memiliki nilai ekonomi yang cukup baik dan secara sosial

dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat.


3

Salah satu jenis tanaman yang bisa dipertimbangkan dalam upaya

pemberdayaan lahan dan masyarakat sebagai unit yang potensial adalah kepuh,

karena jenis ini mempunyai kisaran tempat tumbuh yang cukup luas walaupun lebih

cocok untuk daerah pesisir.

Kepuh (Sterculia foetida Linn.) merupakan tanaman umum di indonesia dan

Malaysia dan termasuk jenis cepat tumbuh (fast growing species). Di Sumatera

Selatan, khususnya di Kabupaten OKI dikenal dengan nama kayu agung. Menurut

Heyne (1987 : 1353) kepuh merupakan salah satu jenis substitusi yang paling baik

bagi jenis ramin (Gonystylus bancanus) yang pada saat ini ini sudah semakin sukar

didapatkan karena sudah langka dan telah masuk jenis yang dilindungi. Kayu jenis

ini juga kemungkinan dapat digunakan untuk bahan baku pulp dan kertas. Beberapa

bagian dari tanaman ini baik kulit batang, daun, biji maupun yang lainnya

mempunyai potensi sebagai bahan baku obat dan masyarakat lokal sudah sejak dulu

menggunakannya untuk pembuatan obat tradisional atau jamu.

Berdasarkan beberapa keunggulan itu, kegiatan perbenihan kepuh merupakan

langkah awal dalam menyediakan bibit untuk kegiatan penanaman. Kualitas bibit

yang dihasilkan maupun waktu yang dibutuhkan untuk produksi bibit sangat

ditentukan oleh bagaimana proses penanganan benih yang dilakukan. Penanganan

benih yang tepat akan menghasilkan bibit yang berkualitas dalam waktu yang lebih

cepat.

Hasil suatu penanaman hutan sangat bergantung pada asal benih. Dengan

demikian bahwa pada sebuah persemaian harus dilakukan pemilihan asal benih

dengan hati-hati. Benih merupakan biji tanaman yang digunakan untuk tujuan

pertanaman. Benih yang bermutu tinggi dapat berasal dari varietas yang baik dan
4

dapat menentukan tinggi rendahnya produksi tanaman. Benih yang bagus, baik yang

kering maupun basah, harus memilki sifat-sifat daya tumbuh tinggi, tampak sesuai

dengan jenis atau varietas yang asli dan cukup murni, kesehatan baik dan berukuran

sedang (Aak 1985 : 186).

Benih akan tetap mempunyai daya hidup selama beberapa waktu yang

bervariasi antara beberapa hari sampai beberapa tahun. Sebelum pemakaian atau

penyimpanan benih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : jenis, tempat

asal, berat, tanggal peneriamaan, tanggal pengumpulan, kemurnian, kandungan air

benih, persentase perkecambahan, dan kecepatan berkecambah

(Mantyla 1993 : 100).

Bagi seorang pengusaha benih, perkecambahan biji terjadi ketika radikula

muncul dari kulit biji dalam kondisi baku suatu uji perkecambahan. Bagi seorang

petani, perkecambahan terjadi ketika bibit muncul dari tanah. Tetapi, pakar fisiologi

memandang perkecambahan sebagai proses yang menyebabkan suatu biji yang tak

aktif mengalami perkembangan sedemikian rupa sehingga akan memunculkan suatu

semai. Ini meliputi pengambilan air, yang disebut imbibisi, mobilisasi persediaan

cadangan makanan di dalam biji dan berlangsunganya kembali pertumbuhan dan

perkembangan embrio untuk membentuk struktur tunas dan akar semai

(Fisher 1989 : 157).

Menurut Herdiana (2005 : 139), benih kepuh terletak dalam buah yang berkulit

tebal dan kadang-kadang kalau masak tidak terbuka kulit buahnya, sehingga tingkat

perkecambahannya menjadi rendah. Benih kepuh diduga memiliki dormansi kulit

yang menyebabkan benih tidak akan segera berkecambah walaupun kondisi

lingkungan sudah optium untuk berlangsungnya proses perkecambahan, sehingga


5

untuk mempercepat perkecambahannya memerlukan perlakuan pendahuluan.

Beberapa perlakuan pendahuluan yang dapat diterapkan untuk pematahan dormansi

benih kepuh ini antara lain dengan cara mengurangi ketebalan kulit benih

(skarifikasi), atau menggunakan zat kimia seperti asam sulfat, tetapi teknik

pematahan dormansi yang tepat untuk jenis ini belum ada yang menelitinya.

Dalam melakukan pembibitan kepuh di persemaian ada dua hal yang

memegang peranan penting, yaitu meliputi penggunaan media tabur dan penciptaan

kondisi ruang melakukan perkecambahan yang memenuhi persyaratan dilihat dari

ketersediaan air, cahaya, temperatur dan kelembaban udara. Di lapangan, benih yang

sudah mendapat perlakuan pendahuluan dapat langsung dikecambahkan pada media

tabur berupa campuran tanah : pasir (1 : 1) dengan cara menanam ¾ bagian benih

dalam media tabur tersebut. Penyapihan dilakukan pada saat kecambah sudah

mempunyai 2 daun atau tinggi kecambah mencapai 5 cm.

1.2 Permasalahan

Kepuh (Sterculia foetida L.) merupakan salah satu spesies yang mempunyai

beberapa keunggulan dintaranya adalah kayunya dapat digunakan sebagai pengganti

dari jenis ramin, berpotensi dalam pembuatan pulp dan kertas serta bagian kulit

kayu, daun maupun bijinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan

obat. Dalam upaya pengembangannya maka dibutuhkan berbagai informasi terkait

dengan teknih budidayanya, termasuk pembibitannya. Informasi pembibitan untuk

jenis ini belum banyak diketahui. Sehingga, permasalahan yang akan dibahas adalah

“Bagaimana jenis media tabur yang baik untuk proses perkecambahan benih kepuh

(Sterculia foetida L.) ?”


6

1.3 Tujuan

1. Kegiatan Kerja Praktek bertujuan untuk meningkatkan keterampilan,

kemampuan kerjasama, kemandirian, dan wawasan mahasiswa melalui

pengalamam kerja pada Instansi dan Lembaga yang relevan dengn bidang

Biologi.

2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis media tabur terbaik

untuk proses perkecambahan benih kepuh (Sterculia foetida).

1.4 Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

mendapatkan jenis media tabur terbaik untuk proses perkecambahan kepuh

(Sterculia foetida L.).


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Balai Penelitian Kehutanan Palembang

2.1.1 Sejarah Balai Penelitian Kehutanan Palembang

Pembentukan Balai Teknologi Reboisasi (BTR) Benakat merupakan

peningkatan dari proyek kerjasama teknik “Trial Plantation Project in Benakat,

South Sumatera, ATA – 186” tahun 1979/1980, berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kehutanan No.099/ Kpts-II/1984, tanggal 12 Mei 1984. Balai Teknologi

Reboisasi Benakat merupakan Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal

Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan.

Pada tahun 1991 sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.169/Kpts-

II/1991, tanggal 23 Maret 1991 BTR Benakat menjadi Unit Pelaksana Teknis

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kemudian pada tahun 1993

dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.642/Kpts-II/1993, tanggal 12

Oktober 1993 namanya dan kedudukanya berubah dari BTR yang berkedudukan

di Benakat, Muara Enim, menjadi BTR Palembang yang berkedudukan di

Palembang.

2.1.2 Wilayah Kerja

Balai Penelitian Kehutanan Palembang memiliki wilayah kerja meliputi 5

(lima) provinsi yaitu Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung dan

Kepulauan Bangka Belitung (Permenhut No. P.42/Menhut-II/2006).

2.1.3 Rencana Strategis, Visi dan Misi

Rencana strategis Balai Penelitian Kehutanan Palembang adalah untuk

menerapkan penelitian secara integrative yang berorientasi pada hasil dan upaya
8

peningkatan kesejahteraan masyarakat atau pengguna. Balai Penelitian Kehutanan

Palembang bertanggungjawab untuk memberikan masukan dibidang penelitian

dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan.

Visi dari Balai Penelitian Kehutanan Palembang adalah “menjadi lembaga

penyedia ilmu dan teknologi kehutanan yang terkemuka dalam mewujudkan

pengelolaan sumber daya hutan lestari bagi peningkatan kesejahteraan

masyarakat”.

Untuk mencapai visi tersebut maka Balai Penelitian Kehutanan Palembang

menetapkan misi sebagai berikut :

1. Merencanakan penelitian dibidang pengelolaan kehutanan yang komprehensif.

2. Melaksanakan penelitian yang berkualitas sesuai prioritas penanganan masalah

dan kebutuhan ilmu dan teknologi untuk mendukung pembangunan kehutanan.

3. Meningkatkan nilai tambah hasil penelitian dan menyediakan informasi dalam

bentuk tepat saji dan cepat serap serta menyebarluaskan hasil-hasil litbang.

2.1.4 Landasan Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi

Landasan organisasi Balai Penelitian Kehutanan Palembang diamtaranya :

1. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 187/M Tahun 2004 tentang

Pembentukan Kebinet Bersatu; sebagaimana telah diubah dengan Keputusan

Presiden No. 8/M Tahun 2004.

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.10 Tahun 2005 tentang Unit

Organisasi dan Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana

telah diubah ketiga kalinya dengan Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2005.
9

4. Peraturan Kementerian Kehutanan No. P.13/Menhut-II/2007 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Departeman Kehutanan, sebagimana telah diubah

beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutan No. P.71/Menhut-

II/2006.

5. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.42/Menhut-II/2006 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Balai Penelitian Kehutanan Palembang.

Balai Penelitian Kehutanan Palembang mempunyai tugas melaksanakan

penelitian dibidang hutan dan konservasi alam, hutan tanaman, hasil hutan, sosial

budaya, ekonomi dan lingkungan kehutanan.

Dalam melaksanakan tugas, Balai Penelitian Kahutanan Palembang

melaksanakan fungsi sebagai berikut :

1. Penyusunan rencana dan program kerja serta anggaran penelitian dibidang

hutan dan konservasi alam, hutan tanaman, hasil hutan, sosial budaya,

ekonomi dan lingkungan kehutanan.

2. Pelaksanaan kerja sama penelitian dibidang hutan dan konservasi alam, hutan

tanaman, hasil hutan, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan kehutanan.

3. Pelaksanaan penelitian di bidang hutan dan konservasi alam, hutan tanaman,

hasil hutan, sosial budaya, ekonimi dan lingkungan kehutanan.

4. Pelaksanaan pelayanan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),

hasil-hasil penelitian, hasil hutan, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan

kehutanan.

5. Pelaksanaan pengelolaan sarana dan prasarana penelitian dibidang hutan dan

konservasi alam, hutan tanaman, hasil hutan, sosial budaya, ekonomi dan

lingkungan kehutanan.
10

6. Pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus.

7. Palaksanaan evaluasi dan pelaporan penelitian di bidang hutan dan konservasi

alam, hutan tanaman, hasil hutan, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan

kehutanan.

8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga balai.

2.1.5 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Berdasarkan peraturan Menteri Kehutanan No. P.42/Menhut-II/2006 tanggal

2 Juni 2006, disebutkan bahwa Balai Penelitian Kehutanan Palembang terdidi dari

Subbagian Tata Usaha, Seksi Progran dan Anggaran, Seksi Pelayanan dan Sarana

Prasarana, Seksi Evaluasi dan Pelaporan dan Kelompok Jabatan Fungsional.

Sumber daya manusia (SDM) yang tersedia pada Balai Penelitian Kehutanan

Palembang dipilah menjadi :

1. Pegawai Administrasi yang terdiri dari pejabat struktursl dan non struktural.

2. Pegawai fungsional yang terdiri atas peneliti dan teknisi penelitian dan

rekayasa.

Pegawai Balai Penelitian Kehutanan Palembang berjumlah 90 orang, terdiri

dari struktural sebanyak 5 orang, non struktural sebanyak 43 orang, fungsional

peneliti dan teknisi sebanyak 38 orang, dan tenaga honorer/kontrak kerja sebanyak

4 orang.

2.1.6 Sarana/Prasarana Kerja dan Sumber Pembiayaan

Kondisi sarana dan prasarana pada Balai Penelitian Kehutanan Palembang

terbagi dalam 4 (empat) bagian yakni : gedung dan bangunan (kantor dan

laboratorium), peralatan dan mesin (alat berat dan kendaraan roda 2/4), jalan
11

irigasi dan jaringan serta aset tetap lainnya (kepustakaan, hutan penelitian) dimana

berguna untuk mendukung tugas rutin dibidang penelitian.

Pembiayaan Balai Penelitian Kehutanan Palembang bersumber dari : Daftar

Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Bagian Anggaran 29 untuk kegiatan rutin dan

pembangunan.

2.1.7 Hubungan Kerja dengan Instansi Kehutanan

Hubungan kerja antar instansi disesuaikan dengan jenis kegiatan yang

sedang dilaksanakan atau jenis permasalahan yang sedng dihadapi oleh instansi

terkait.

Struktur hubungan kerja Balai Penelitian Kehutanan Palembang adalah

seperti tersaji dalam gambar 1.

KOOR WIL DINAS KEHUTANAN


PROPINSI SUMSEL

BALAI PENELITIAN DINAS KEHUTANAN


KEHUTANAN
KABUPATEN/KOTA
PALEMBANG

Keterangan : = Konsultasi

-------- = Koordinasi

Gambar 1. Struktur hubungan kerja Balai Penelitian Palembang

2.2 Tinjauan Sterculia foetida Linn.

2.2.1 Deskripsi Botanis dan Morfologis

Sterculia foetida Linn. (kepuh) merupakan tumbuhan berupa pohon dengan

tinggi mencapai 40 m dan diameter antara 90-120 cm. Menurut Herdiana

(2005 : 138), kepuh mempunyai bentuk pohon yang tinggi, lurus, bercabang
12

banyak dan bentuk percabangannya simpodial seperti halnya karakter dari genus-

genus pohon tropis lainnya. Susunan percabangan kepuh mirip dengan

percabangan terminalia yang bertingkat. Kepuh mempunyai ranting yang banyak,

berdaun majemuk yang berbentuk spiral dan berkumpul pada pangkal ranting,

sederhana dan menyeluruh ke pusat atau berkumpul seperti palma.

Suku Sterculiaceae biasanya mempunyai bunga banci atau berkelamin

tunggal, berumah 1, aktinomorf, jarang dengan berkedudukan terminal, seringkali

pada batang atau kauliflor (Tjitrosoepomo 2004 : 274). Menurut Tantra (1976

dalam Herdiana 2005 : 138), bunganya bewarna merah dan terdapat pada tangkai

dengan dengan bentuk yang sederhana dan muncul diantara daun-daunnya. Dalam

hal pembuahan dibantu oleh serangga, seperti lalat atau kumbang, karena secara

umum jenis sterculia mengeluarkan bau harum, sedangkan kepuh mengeluarkan

bau yang busuk.

Buah Kepuh mempunyai ukuran yang relatif besar, buah yang masih muda

berwarna hijau dan setelah matang berubah menjadi merah dan kadang-kadang

menjadi hitam dan membuka, ukuran buahnya dapat mencapai diameter 7 mm

atau lebih, mempunyai pericarp yang tebal (7 – 8 mm), berkayu dan folikelnya

berbentuk orbikular. Tingkat kematangan buah tergantung spesiesnya, tetapi

biasanya memerlukan waktu 4 – 6 bulan. Bijinya berbentuk elipsoid atau elipsoid-

oblong, dengan ukuran panjang ± 2 cm, berwarna hitam, licin dan mengkilat

dengan hilum yang berwarna putih serta karpelnya berwarna merah atau merah tua

(Herdiana 2005 : 138).


13

2.2.2 Taksonomi

Kepuh (Stercualia foetida Linn.) di tiap daerah dikenal dengan nama yang

berbeda-beda, di antaranya: Kelumpang (Malaysia), Kabu-kabu (Batak), Kepuh

(Medan), Kepoh, Kepuh, Kepok (Jawa), Kalumpang (Madura), Galumpang,

Kalumpang (Sumbawa), Kajumbang (Waingapu), Wuhak Keppo (Solor),

Kalumea (Tolalaki, Kendari), Wuhak (Sulawesi Tenggara), Kailupa Furu

(Ternate) Kailipa Buru (Tidore) dan Plani (Wetar). Termasuk dalam famili

sterculiaceae yang mempunyai jenis sebanyak ± 2000 jenis yang tersebar

diseluruh Indonesia. Kepuh mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Family : Sterculiaceae

Genus : Sterculia

Species : Sterculia foetida L.

2.2.3 Penyebaran dan Tempat Tumbuh

Sterculia foetida L. merupakan salah satu jenis dari Sterculia yang memiliki

wilayah penyebaran paling luas di asia tenggara. Jenis ini tersebar di seluruh

Nusantara (meliputi Sumatera, Jawa, Bali Lombok, Sumbawa, Flores, Timor,

Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya), Malaysia, Philipina, Afrika

Timur, India, Srilanka, Thailand, Australia Utara dan Kepulauan Hawaii.


14

Penyebaran kepuh di seluruh dunia terbatas pada daerah tropis dan sub tropis

(pada 30° LU - 35° LS), kecuali itu juga dapat ditemui di padang pasir dan pulau-

pulau di Lautan Pasifik. Di Australia dan kepulauan Pasifik Barat jenis ini hanya

sedikit, sedangkan daerah yang paling banyak jenisnya (termasuk jenis yang

endemik) adalah di Kalimantan dan Irian Barat. Di Jawa kepuh dapat ditemui pada

daerah yang mempunyai ketinggian di bawah 500 mdpl dan terletak di bagian

timur pulau ini (Heyne 1987 : 1353).

Sementara di Malaysia, hampir semua spesies yang ada penyebarannya

terbatas pada hutan hujan di tanah kering dan rawa-rawa, yaitu pada ketinggian

sekitar 0 – 1.400 mdpl, sementara Sterculia foetida dapat tumbuh pada ketinggian

mulai dari 0 – 1000 mdpl (Herdiana 2005 : 138).

2.2.4 Kegunaan

Kayu kepuh merupakan jenis substitusi yang paling baik untuk mengantikan

kayu ramin, sehingga beberapa perusahaan di Purbalingga sudah berusaha untuk

mencoba membudidayakannya. Kayu kepuh mempunyai warna yang hampir sama

dengan ramin, berat jenisnya sekitar 0,64, kelas kuat antara II – III dan kelas

awetnya III. Sedangkan berat jenis ramin adalah sekitar 0,63, kelas kuat II – III

dan kelas awet V (Herdiana 2005 : 138).

Menurut Heyne (1987 : 1353), kepuh mempunyai kayu yang berwarna putih

keruh, kasar lagi ringan sehingga cepat termakan serangga dan meskipun agak

mudah diperoleh dalam ukuran dan jumlah besar. Namun, tidak dipergunakan

dalam pembuatan bangunan karena kekuatan dan keawetannya demikian rendah,

akan tetapi dipakai untuk pembuatan biduk dan juga peti kemas. Di Ambon tidak

semua kepuh rapuh, pada beberapa tempat tertentu dapat dijumpai pohon kepuh
15

yang sudah tua dan besar serta memiliki kayu teras yang bergaris-garis kuning

sehingga dapat dibuat papan. Di Jawa bijinya dipergunakan sebagi obat, namun

dalam pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan kaguguran (abortus).

Seduhan biji kepuh dengan kemukus dipakai terhadap batuk dan minyaknya

diurapkan pada borok. Daunnya digunakan untuk mengobati tangan yang patah

ataupun sendi-sendi yang terkilir dan untuk luka dalam yang disebabkan karena

jatuh dengan cara melumatkan daunnya.

2.3 Media Tabur

Media atau dengan kata lain media pertumbuhan, potting mix atau soil mix

merupakan satu persyaratan untuk memproduksi bibit yang berkualitas baik.

Menurut Tinus dan McDonald (1979 dalam Mantyla 1993 : 84), media yang baik

sebaiknya mempunyai sifat sebagai berikut :

1. Media sebaiknya cukup kuat dan rapat untuk menahan benih, kecambah atau

stek selama proses perkecambahan atau pengakaran.

2. Media sebaiknya dapat menahan air sehingga pengairan atau penyiraman tidak

terlalu sering dilakukan (daya pegang air tinggi).

3. Media tersebut cukup porous untuk dapat melewatkan air keluar dengan aerase

yang cukup (kapasitas udara).

4. Mengandung unsur hara yang seimbang.

5. Tingkat keasaman normal.

6. Bebas dari benih tanaman pengganggu dan cukup ringan.

Struktur media lebih penting daripada kandungan hara dan keasaman, karena

struktur tanah bersifat pemanen. Karakteristik yang paling penting dari struktur

media adalah berat kering dan sifat porousnya.


16

Pada media tabur untuk perkecambahan digunakan media campuran antara

pasir dan tanah lapisan atas (top soil), ini dikarenakan pasir memiliki butur-butir

yang beraneka bentuknya sehingga menyebabkan terdapat pori-pori pada tanah yang

berpasir. Pori ini juga yang menyebabkan peredaran air dan udara di dalam media

menjadi baik, begitu pula suhunya (Aak 1985 : 48).

Untuk tanah lapisan atas yang mempunyai ketebalan solum (medium bagi

pertumbuhan tanaman) sekitar 20-35 cm yang merupakan tanah yang relatif subur.

Tanah lapisan atas (top soil) memiliki kandungan unsur hara yang tinggi serta

tingkat kelembaban tanahnya yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman sehingga merupakan media utama bagi perkembangan akar

tanaman yang kita budidayakan (Sutedjo dan Kartasapoetra 2002 : 25).

2.4 Perkecambahan Benih

Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari

perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Menurut Sutopo

(1998 : 21) terdapat dua tipe pertumbuhan dari suatu kecambah tanaman, yaitu :

1. Tipe epigeal, di mana munculnya radikal diikuti dengan memanjangnya

hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas

permukaan tanah.

2. Tipe hipogeal, dimana munculnya radikel diikuti dengan pemanjangan plumula,

hipokotil tidak memanjang keatas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap

berada didalam kulit biji di bawah.

Menurut Abidin (1988 : 33), perkecambahan dipengaruhi oleh faktor internal

dan eksternal, faktor internal dapat berupa kematangan biji. Sedangkan faktor

eksternal atau lingkungan yang berpengaruh dalam proses perkecambahan, yaitu :


17

1. Air merupakan faktor lingkungan yang diperlukan untuk

perkecambahan, kehadiran air sangat penting untuk aktivitas enzim serta

penguraiannya, translokasi dan untuk aktivitas enzim.

2. Udara, kehadiran oksigen dalam proses respirasi pada perkecambahan

sangat menentukan sekali.

3. Temperatur, perkecambahan memerlukan temperatur yang optimum,

yaitu temperatur yang mengakibatkan persentase perkecambahan yang tinggi

dalam waktu yang relatif singkat.

4. Cahaya, dari hasil penelitian Flint (1936) pada biji letucce terbukti

bahwa radiasi yang mendukung perkecambahan yaitu sekitar 5250-7000 Å.


18

BAB III
METODOLOGI KERJA PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan kerja praktek ini dilakukan pada bulan Juli 2009 sampai dengan

bulan Agustus 2009, bertempat di rumah kaca Balai Penelitian Kehutanan

Palembang, Sumatera Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penentuan uji media perkecambahan adalah bak

kecambah, ember plastik, fungisida berbahan aktif, gembor, label, dan sprayer.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah buah kepuh (Sterculia foetida Linn.) yang

berasal dari Kayu Agung Kabupaten OKI yang telah diunduh, dan media tabur

berupa pasir serta tanah.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Ekstraksi Benih

Buah kepuh yang diunduh umumnya telah terbuka, sehingga benihnya dapat

dengan mudah dikeluarkan dari polongnya. Selanjutnya direndam dalam air yang

telah dicampur dengan fungsida berbahan aktif selama 24 jam untuk

menghilangkan lapisan yang menyerupai daging buah yang melapisi benihnya.

3.3.2 Seleksi Benih

Benih kepuh yang telah didapatkan dari proses ekstraksi benih kemudian

diseleksi lagi benih untuk proses perkecambahan. Benih yang dipakai adalah

benih yang mempunyai ukuran yang seragam dan mempunyai warna hitam yang

menunjukkan benih telah masak serta pada saat perendaman biji tersebut berada

pada posisi tenggelam.


19

3.3.3 Persiapan Media tabur

Media tabur berupa pasir dan tanah yang akan dipakai terlebih dahulu

dibersihkan dengan cara diayak. Jenis media tabur yang terdiri dari pasir dan tanah

dibagi menjadi berbagai komposisi, yaitu :

M0 : Komposisi Pasir : Tanah = 100 : 0 (v/v)

M1 : Komposisi Pasir : Tanah = 90 : 10 (v/v)

M2 : Komposisi Pasir : Tanah = 80 : 20 (v/v)

M3 : Komposisi Pasir : Tanah = 70 : 30 (v/v)

M4 : Komposisi Pasir : Tanah = 60 : 40 (v/v)

M5 : Komposisi Pasir : Tanah = 50 : 50 (v/v)

Lalu media tabur dimasukkan ke dalam bak perkecambahan dan diletakkan pada

rumah kaca.

3.3.4 Penaburan Benih

Perkecambahan benih dilakukan dengan sistem larikan, benih diletakkan

pada tiap larikan yang dibuat dengan posisi bekas tangkai menghadap keatas

sedalam ± ¾ bagian benih tenggelam, kemudian ditutup dengan media tabur tipis.

Untuk pengamatan dilakukan 3 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 25

benih. Sehingga total benih yang ditabur adalah 6 x 3 x 25 = 450 benih.

3.4 Analisis data

Untuk mengetahui pengaruh media tabur terhadap perkecambahan benih


kepuh, pengujian ini dianalisis dengan menggunakan rancangan acak lengkap.
model umum rancangan ini adalah sebagai berikut :
Yij = µ + α i + ε ij

Di mana :
Yij : Nilai setiap pengamatan
20

µ : Nilai rata-rata umum


α i : Pengaruh perlakuan ke i
ε ij : Kesalahan percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati, maka

dilakukan uji beda nilai tengah dengan uji jarak berganda duncan dengan

menggunakan program SAS.

3.5 Variabel Pengamatan

Respon pengamatan yang diukur adalah jumlah kecambah yang tumbuh per

hari pengamatan. Namun, variabel yang diamati adalah daya berkecambah,

kecepatan berkecambah dan keserempakan tumbuh.

3.5.1 Daya Berkecambah

Daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase benih yang

berkecambah normal terhadap banyaknya benih yang ditabur, dihitung

berdasarkan rumus :

DB (%) =
∑ kecambah normal yang tumbuh x 100%
(Herdiana et. al., 2005)
∑ benih yang ditabur
3.5.2 Kecepatan Berkecambah

Kecepatan berkecambah dihitung berdasarkan jumlah penambahan

kecambah setiap hari, dihitung berdasarkan rumus :

n1 h1 + n 2 h2 + ..... ni hi (Herdiana et. al., 2005)


KcB ( hari ) =
n1 + n 2 + .... ni

Di mana :

ni : Σ benih yang berkecambah pada hari ke-i

hi : Σ hari yang diperlukan untuk mencapai jumlah kecambah ke-i


21

3.5.3 Keserempakan Tumbuh

Penentuan keserempakan tumbuh dilakukan dengan cara menghitung

persentase jumlah kecambah yang muncul selama satu mingu pada saat puncak

perkecambahan terjadi dan dilakukan pada saat sudah terbentuk kecambah normal

(Herdiana et. al., 2005)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
22

4.1 Hasil

Dari penelitian kerja praktek yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai

berikut :

Tabel 1. Pengaruh jenis media tabur terhadap daya berkecambah, kecepatan


berkecambah, dan keserempakan tumbuh benih kepuh
Kecepatan Keserempakan
Daya Berkecambah
No. Jenis Media Berkecambah Tumbuh
(%)
(Hari) (%)
1 M0 41,33 a 9,98 c 34,67
2 M1 41,33 a 10,97 c 33,33
3 M2 48,00 ab 12,36 b 32,00
4 M3 50,67 b 12,74 ab 32,00
5 M4 61,33 c 13,67 ab 32,00
6 M5 70,67 d 15,48 a 29,33
Keterangan : Nilai pada tiap baris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf 1 % berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan

Tabel 2. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam daya berkecambah, kecepatan


berkecambah dan keserempakan tumbuh benih kepuh pada berbagai
jenis media tabur.
No. Parameter Pengukuran Kuadrat Tengah F- hitung
1 Daya Berkecambah 408,35555556 17,67 **
2 Kecepatan Berkecambah 11,99354494 15,05 *
3 Keserempakan Tumbuh 9,42222222 0,71 tn

70 70.67
61.33
60
Daya Berkecambah

50 48 50.67
41.33 41.33
40
30
20
10
0
M0 M1 M2 M3 M4 M5
Je n is Me dia
23

Gambar 2. Histogram Parameter Pengamatan Daya Berkecambah Benih Kepuh dengan


Perbedaan Jenis Media

16 15.48
14 13.67
12.36 12.74
Kecepatan Berkecambah

12 10.97
10 9.98
(hari)

8
6
4
2
0
M0 M1 M2 M3 M4 M5
Je nis Me dia

Gambar 3. Histogram Parameter Pengamatan Kecepatan Berkecambah Benih Kepuh


dengan Perbedaan Jenis Media

35 34.67 33.33
32 32 32
30 29.33
Keserempakan Tumbuh (%)

25
20
15
10
5
0
M0 M1 M2 M3 M4 M5
Je nis Me dia

Gambar 4. Histogram Parameter Pengamatan Keserempakan Tumbuh Benih Kepuh


dengan Perbedaan Jenis Media

4.2 Pembahasan

Hasil analisis sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan perlakuan jenis media

berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah

benih kepuh, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap keserempakan. Hasil dari tabel

1, gambar 2 dan gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tanah


24

pada media tabur yang digunakan, maka daya berkecambah dan kecepatan

berkecambah akan semakin tinggi, namun untuk parameter keserempakan tumbuh

(gambar 4) terjadi sebaliknya.

Daya berkecambah tertinggi diperoleh pada media M5 (komposisi pasir : tanah

= 50 : 50 v/v) sebesar 70, 67%, sedangkan daya berkecambah terendah diperoleh

pada media M0 (pasir 100%) dan media M1 (komposisi pasir : tanah = 90 : 10 v/v)

masing-masing sebesar 41,33%. Berdasarkan data kecepatan berkecambah benih

kepuh, pada media M5 (komposisi pasir : tanah = 50 : 50 v/v) mencapai 15,48 hari

dan yang tercepat pada media M0 (pasir 100%) dan M1 (komposisi pasir : tanah =

90 : 10 v/v) yaitu selama 9,98 hari dan 10,97 hari. Pada keserempakan tumbuh

media tabur M0 (pasir 100%) mempunyai persentase tertinggi, yaitu 34,67%.

Sedangkan media tabur M5 (komposisi pasir : tanah = 50 : 50 v/v) mempunyai

keserempakan tumbuh terendah, yaitu 29,33%.

Tingginya daya berkecambah pada media M5 (komposisi pasir : tanah = 50 :

50 v/v) diduga disebabkan karena tanah yang terkandung didalam media tabur ini

mempunyai daya pegang air yang tinggi, sehingga dapat menjaga kelembaban dan

proses imbibisi dan difusi air kedalam benih dapat berjalan dengan baik. Menurut

Sutopo (1998 : 21), proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian

kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap awal

dari proses perkecambahan benih adalah proses penyerapan air oleh benih yang

selanjutnya adalah pelunakan kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Dalam

proses penyerapan air, hal yang paling penting disamping sifat permeabilitas kulit

benih adalah ketersediaan air dalam media tabur.


25

Kecepatan berkecambah menunjukkan lamanya waktu yang diperlukan benih

untuk berkecambah, semakin kecil nilai kecepatan berkecambah maka semakin

cepat benih berkecambah. Pada media M0 (pasir 100%) diperoleh kecepatan

berkecambah sebesar 9,98 hari dan paling lama pada media M5 (komposisi pasir :

tanah = 50 : 50 v/v) yaitu 15,48 hari. Walaupun kecepatan berkecambah pada media

M5 (komposisi pasir : tanah = 50 : 50 v/v) lebih lama, tetapi selisih kecepatan

berkecambah dengan media M0 (pasir 100%) tidak begitu besar, yaitu sekitar 5 hari

atau mulai berkecambah kurang dari 20 hari. Kecepatan berkecambah pada media

M5 (komposisi pasir : tanah = 50 : 50 v/v) ini masih lebih baik jika dibandingkan

dengan tanaman hutan lainnya. Herdiana et. al. (2005) melaporkan kecepatan

berkecambah yang diperoleh untuk benih Bambang Lanang (Maduca aspera)

mencapai 24 – 31 hari dengan menggunakan beberapa jenis media tabur yaitu pasir,

komposisi pasir dan tanah, serta tanah, dimana jenis media tabur ini menyerupai

media tabur yang digunakan untuk pengujian perkecambahan benih kepuh.

Media tabur yang digunakan akan berpengaruh dalam kecepatan berkecambah.

Menurut Hamzah (1984 : 32), media pasir relatif lebih cepat menyerap panas dan

menguapkan air sehingga mampu menjaga kondisi media pada suhu yang relatif

tinggi yang kemungkinan dibutuhkan untuk mempercepat perkecambahan benih.

Perbedaan ukuran, bobot benih dan tingkat kemasakan fisiologis benih

berpengaruh terhadap keserempakan perkecambahan. Berdasarkan hasil analisis

sidik ragam, keserempakan berkecambah pada pengamatan ini tidak berbeda nyata,

yaitu yang paling rendah adalah 29,33% dan paling tinggi adalah 34,67%,

keserempakan berkecambah yang tergolong rendah ini diduga karena perlakuan

pendahuluan yang digunakan yang kurang tepat yaitu dengan perlakuan perendaman
26

dalam air selama 24 jam, sehingga menyebabkan masih adanya benih yang dalam

keadaan dorman. Menurut Sudrajat dan Nurhasybi (2008 : 10), bahwa tingginya

keserempakan berkecambah pada benih-benih yang mengalami dormansi adalah

tergantung dari perlakuan pendahuluan yang diterimanya. Perlakuan pendahuluan

yang sering dilakukan pada beberapa jenis benih tanaman hutan adalah dengan

perendaman dalam larutan H2SO4, perendaman dalam air dingin selama 24 jam,

perendaman dalam air panas dan dibiarkan dingin selama 24 jam, perendaman

dalam KNO3 0,2% selama 30 menit, dan dapat juga dengan perlakuan jemur –

rendam selama 3 – 6 hari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2005 :

1), dimana keserempakan berkecambah dapat mencapai 74,22 % pada benih selada

dengan perlakuan pendahuluan dengan menginkubasi benih selama 24, 48 dan 72

jam.

Penambahan media tanah pada media tabur tidak menunjukkan pengaruh yang

nyata terhadap keserempakan tumbuhnya, tetapi terlihat adanya kecenderungan

rendahnya keserempakan tumbuh dengan makin tingginya kandungan tanah dalam

media tabur. Perbedaan keserempakan tumbuh juga dapat terkait dengan kondisi

fisik media perkecambahan yang diuji. Menurut Herdiana (2005 : 10) walaupun

kandungan tanah akan berpengaruh dalam penyediaan air yang dibutuhkan selama

proses perkecambahan, tetapi kandungan tanah yang sangat tinggi akan berpengaruh

pada struktur media (keremahan media).

Hasil pengujian ini menunjukkan jenis media tabur yang paling baik untuk

perkecambahan benih kepuh, dalam hal ini memberikan daya berkecambah paling

besar adalah media M5 (komposisi pasir : tanah = 50 : 50 v/v) dan M4 (komposisi

pasir : tanah = 60 : 40 v/v) meskipun memiliki kecepatan dan keserempakan tumbuh


27

yang rendah. Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1990 : 112) daya berkecambah

benih memberikan informasi tentang kemampuan benih tumbuh normal menjadi

tanaman yang secara keadaan biofisik lapangan serba optimum. Pengujian daya

tumbuh ialah untuk mendapatkan gambaran pertumbuhan benih yang diuji

mendekati kenyataan di lapangan.

Pada penelitian ini, media M5 (komposisi pasir : tanah = 50 : 50 v/v)

mempunyai daya berkecambah yang tinggi namun untuk kecepatan dan

keserempakan berkecambah mempunyai nilai yang rendah. Ini menunjukkan

bahawa kandungan pasir yang berbeda pada masing-masing jenis media akan

berpengaruh terhadap perbedaan kemampuan media dalam menyediakan air untuk

mendukung proses perkecambahan, namun media pasir akan mempercepat

terjadinya perkecambahan. Menurut Anonim (2008 : 1), bahwa struktur atau kondisi

fisik medium tabur sangat berperan penting dalam menentukan terjadinya proses

perkecambahan dan perkembangan semai. Porousitas menjamin kontinuitas suplai

air dan aerasi untuk respirasi akar, serta mempermudah penetrasi akar. Medium

yang terlalu kompak dapat menghambat perkecambahan, sedangkan medium yang

terlalu porous akan menyulitkan semai untuk dapat berkembang dengan baik.

BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Dari kerja praktek yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan sebagai

berikut:
28

1. Perlakuan penambahan tanah pada media perkecambahan berpengaruh sangat

nyata terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih kepuh,

sedangkan keserempakan tumbuh tidak berbeda nyata.

2. Jenis media yang sesuai untuk perkecambahan benih kepuh adalah media M5

(komposisi pasir : tanah = 50 : 50 v/v).

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah melakukan kerja praktek ini adalah untuk

penelitian perkecambahan benih kepuh selanjutnya menggunakan media

perkecambahan alternatif yang berpotensi lebih sesuai untuk perkecambahan benih

kepuh dan metode uji perkecambahan lainnya seperti panjang axis embrio (cm),

panjang akar (cm) dan vigor (%), serta untuk mendapatkan keserempakan tumbuh

yang lebih baik perlu dilakukan perbaikan pada perlakuan pendahuluannya,

misalnya dengan penambahan waktu perendaman menjadi 36 – 72 jam.

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1985. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Anonim. 2008. Aplikasi Manipulasi Lingkungan. http://elisa.ugm.ac.id/


yeni_wn_ratna/DGVN5o6N/II-kualitas%20dan%20prod-peningk.doc. Diakses
tanggal 2 Oktober 2009.

Abidin, Z. 1988. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Penerbit Angkasa. Bandung.


29

Ditjen RRL Departemen Kehutanan. 1996. Hutan Rakyat dan Perannya dalam
Pembangunan Daerah. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Fisher, N.M. 1989. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Hamzah, Z. 1984. Ilmu Tanah Hutan. Pusat Pendidikan Kehutanan Cepu, Direksi
Perum Perhutani. Jakarta

Herdiana, N. 2005. Potensi Budidaya Kepuh (Sterculia foetida Linn.). Prosiding


Seminar Hasil-Hasil Penelitian Hutan Tanaman, Baturaja 5 Desember 2005.

Herdiana, N., H. Siahaan. dan T. Rahman. 2005. Pengaruh Jenis Media Tabur Terhadap
Perkecambahan Bambang Lanang (Maduca aspera). Prosiding Seminar Hasil-
Hasil Penelitian Hutan Tanaman, Baturaja 5 Desember 2005.

Herdiana, N. 2007. Potensi Budidaya Jenis Lokal untuk Pembangunan Hutan Rakyat.
Prosiding Workshop Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman, Bogor 18
Desember 2007.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta.

Islami, T. dan Wani H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP
Press. Semarang.

Mantyla, J. 1993. Proyek Pembangunan Pusat Persemaian : Manual Persemaian.


Departemen Kehutanan. Jakarta.

Mugnisjah, W.Q. dan A. Setiawan. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali press.
Jakarta.

Sudrajat, D.J. dan Nurhasybi. 2008. Pengembangan Standar Pengujian Kadar Air dan
Perkecambahan Benih Beberapa Jenis Tanaman Hutan Untuk Menunjang
Program Penanaman Hutan di Daerah. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.
Bogor.
Susilawati, E. 2005. Invigurasi Benih Selada (Lactuca Sativa L.) Kadaluarsa Dengan
Perlakuan Benih Sebelum Tanam Melalui Priming.
http//www.dlib_unsyiah@yahoo.com. Diakses tanggal 2 Oktober 2009.

Sutedjo, M. M. dan A.G. Kartasapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah : Terbentuknya


Tanah dan Tanah Pertanian. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Sutopo, L. 1998. Teknologi Benih. P.T. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan : Spermatophyta. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.
30

LAMPIRAN

Tabel 3. Jumlah Kecambah Benih Kepuh (Sterculia foetida Linn.)


M0 M1 M2 M3 M4 M5
Hari
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
ke-
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 1 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 4 4 2 4 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0
8 4 4 2 4 2 4 2 1 2 1 2 2 1 2 2 0 2 0
9 6 6 3 5 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 2 3 2
10 7 7 3 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 3
11 8 8 5 9 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 5 5 4
12 10 9 7 9 7 7 7 6 6 6 6 6 6 6 6 5 6 6
13 10 9 7 9 8 8 7 7 6 7 7 7 7 6 8 7 6 7
14 10 9 8 10 8 8 8 8 8 9 7 8 8 8 9 7 7 8
31

15 10 10 9 10 8 8 8 10 8 9 8 8 9 10 11 8 10 9
16 10 10 11 10 10 10 10 10 11 10 10 11 10 10 12 10 10 10
17 10 10 11 10 10 11 10 12 11 11 10 11 11 12 12 11 11 10
18 10 10 11 10 10 11 11 13 12 13 11 13 13 13 14 13 12 12
19 10 10 11 10 10 11 11 13 12 13 11 14 13 15 15 15 13 13
20 10 10 11 10 10 11 11 13 12 13 11 14 14 15 17 16 14 14
21 10 10 11 10 10 11 11 13 12 13 11 14 14 15 17 16 15 15
22 10 10 11 10 10 11 11 13 12 13 11 14 14 15 17 16 16 16
23 10 10 11 10 10 11 11 13 12 13 11 14 14 15 17 16 17 17
24 10 10 11 10 10 11 11 13 12 13 11 14 14 15 17 16 18 19
25 10 10 11 10 10 11 11 13 12 13 11 14 14 15 17 16 18 19

Tabel 4. Penambahan Jumlah Kecambah untuk Menentukan Daya Berkecambah dan


Keserempakan Tumbuh Benih Kepuh (Sterculia foetida Linn.)
Hari M0 M1 M2 M3 M4 M5
ke-
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 1 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 1 3 0 3 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0
8 3 0 0 0 1 3 2 1 1 1 2 2 1 2 2 0 1 0
9 0 2 1 1 2 0 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2
10 2 1 0 0 0 1 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1
11 1 1 2 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
12 2 1 2 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2
13 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 2 2 0 1
14 0 0 1 1 0 0 1 1 2 2 0 1 1 2 1 0 1 1
15 0 1 1 0 0 0 0 2 0 0 1 0 1 2 2 1 3 1
16 0 0 2 0 2 2 2 0 3 1 2 3 1 0 1 2 0 1
17 0 0 0 0 0 1 0 2 0 1 0 0 1 2 0 1 1 0
18 0 0 0 0 0 0 1 1 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 1 2 1 1
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 1 1 1
21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
SUM 10 10 11 10 10 11 11 13 12 13 11 14 14 15 17 16 18 19
DB
40 40 44 40 40 44 44 52 48 52 44 56 56 60 68 64 72 76
(%)
10 9 7 9 8 8 8 8 8 9 7 8 8 7 9 8 7 7
KST
40 36 28 36 32 32 32 32 32 36 28 32 32 28 36 32 28 28
(%)
32

Tabel 5. Perhitungan Kecepatan Berkecambah Benih Kepuh (Sterculia foetida Linn.)


M0 M1 M2 M3 M4 M5
Hari
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
ke-
niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi niXhi
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 6 6 12 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 21 20 0 21 7 7 0 0 7 0 0 0 0 0 0 0 7 0
8 0 0 0 0 8 24 16 8 8 8 16 16 8 16 16 0 8 0
9 18 18 9 9 18 0 18 18 9 18 18 9 18 18 9 18 9 18
10 10 10 0 0 0 10 10 20 20 20 10 20 20 10 10 20 10 10
11 11 11 22 44 22 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
12 24 12 24 0 12 12 12 0 0 0 0 0 13 0 12 0 12 24
13 0 0 0 0 13 13 0 13 0 13 13 13 14 0 26 26 0 13
14 0 0 14 14 0 0 14 14 28 28 0 14 15 28 14 0 14 14
15 0 15 15 0 0 0 0 30 0 0 15 0 16 30 30 15 45 15
16 0 0 32 0 32 32 32 0 48 16 32 48 17 0 16 32 0 16
17 0 0 0 0 0 17 0 34 0 17 0 0 36 34 0 17 17 0
18 0 0 0 0 0 0 18 18 18 36 18 36 0 18 36 36 18 36
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19 20 38 19 38 19 19
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 40 20 20 20
21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 21 21
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22 22
23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 23 23
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 24 48
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
SUM 90 93 128 94 112 126 131 166 149 167 133 186 188 203 239 233 280 310
KCT 9 9.3 11.64 9.4 11.2 11.45 11.91 12.77 12.42 12.85 12.09 13.29 13.43 13.53 14.06 14.56 15.56 16.32

LAMPIRAN
33

Gambar 5. Perendaman Biji Kepuh (Sterculia foetida Linn.)

Gambar 6. Pengelupasan Kulit Biji Kepuh (Sterculia foetida Linn.)

Gambar 7. Persemaian Biji Kepuh (Sterculia foetida Linn.)


34

Gambar 8. Tempat Penanaman Biji Kepuh (Sterculia foetida Linn.)

Gambar 9. Perkecambahan Biji Kepuh (Sterculia foetida Linn.)

PERKECAMBAHAN KEPUH (Sterculia foetida)


The SAS System
Analysis of Variance Procedure
Class Level Information
35

Class Levels Values


M 6 M0 M1 M2 M3 M4 M5
ULANGAN 3 1 2 3
Number of observations in data set = 18

Dependent Variable: Daya Berkecambah (DB)


Source DF Sum of squares Mean Square F Values Pr > F
M 5 2041.77777778 408.35555556 17.67 0.0001
Error 12 277.33333333 23.11111111
Corrected Total 17 2319.11111111

R-Square C.V. Root MSE DB Mean


0.880414 9.205663 4.80740170 52.22222222

Dependent Variable: Kecepatan Berkecambah (KCT)


Source DF Sum of squares Mean Square F Values Pr > F
M 5 59.96772472 11.99354494 15.05 0.0002
Error 12 9.56121553 0.79676796
Corrected Total 17 69.52894025

R-Square C.V. Root MSE KCT Mean


0.862486 7.148195 0.89261860 12.48732794

Dependent Variable: Keserempakan Tumbuh (KST)


Source DF Sum of squares Mean Square F Values Pr > F
M 5 47.1111111 9.42222222 0.71 0.6296
Error 12 160.0000000 13.33333333
Corrected Total 17 207.1111111

R-Square C.V. Root MSE KST Mean


0.227468 11.33219 3.65148372 32.2222222

Duncan’s Multiple Range Test for Variable: DB

Alpha= 0.05 df= 12 MSE= 23.11111


Numbers of Means 2 3 4 5 6
Critical Range 8.552 8.952 9.194 9.354 9.465

Duncan grouping Mean N M


A 70.667 3 M5
B 61.333 3 M4
C 50.667 3 M3
D C 48.000 3 M2
D 41.333 3 M0
D 41.333 3 M1
Duncan’s Multiple Range Test for Variable: KCT

Alpha= 0.05 df= 12 MSE= 0.79676796


Numbers of Means 2 3 4 5 6
36

Critical Range 1.473 1.542 1.584 1.611 1.631

Duncan grouping Mean N M


A 15.4865 3 M5
B A 13.6736 3 M4
B A 12.7409 3 M3
B 12.3650 3 M2
C 10.6848 3 M1
C 9.9788 3 M0

Duncan’s Multiple Range Test for Variable: KST

Alpha= 0.05 df= 12 MSE= 13.333


Numbers of Means 2 3 4 5 6
Critical Range 6.496 6.799 6.983 7.105 7.189

Duncan grouping Mean N M


A 34.667 3 M0
A 33.333 3 M1
A 32.000 3 M2
A 32.000 3 M3
A 32.000 3 M4
A 29.333 3 M5

You might also like