Dokumen tersebut membahas tentang perizinan industri farmasi di Indonesia. Ia menjelaskan jenis permohonan izin seperti persetujuan prinsip, izin industri farmasi, dan perubahan izin. Dokumen ini juga menjelaskan persyaratan dan prosedur permohonan izin serta masa berlaku izin farmasi.
Dokumen tersebut membahas tentang perizinan industri farmasi di Indonesia. Ia menjelaskan jenis permohonan izin seperti persetujuan prinsip, izin industri farmasi, dan perubahan izin. Dokumen ini juga menjelaskan persyaratan dan prosedur permohonan izin serta masa berlaku izin farmasi.
Dokumen tersebut membahas tentang perizinan industri farmasi di Indonesia. Ia menjelaskan jenis permohonan izin seperti persetujuan prinsip, izin industri farmasi, dan perubahan izin. Dokumen ini juga menjelaskan persyaratan dan prosedur permohonan izin serta masa berlaku izin farmasi.
KELOMPOK : 1 ANGGOTA : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 2
DAFTAR ISI
Daftar isi ............................................................................................ 2 Bab I Latar belakang .................................................................... 3 Pengertian .................................................................... 3 Bab II Jenis permohonan izin.................................................................... 5 Masa berlaku izin .................................................................... 5 Pencabutan izin .................................................................... 6 Pelaporan .................................................................... 6 Bab III Persetujuan izin .................................................................... 7 Izin industri farmasi .................................................................... 9 Daftar pustaka ................................................................................ 12
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya, diperlukan produk farmasi yang aman, berkhasiat dan bermutu dan dengan harga yang terjangkau. Ketersediaan dan keterjangkauan produk farmasi, khususnya obat dan bahan baku obat diberikan oleh industri farmasi. Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tanggal 16 Desember 2010 tentang Industri Farmasi dan beberapa peraturan teknis lainnya, menggantikan peraturan yang sebelumnya karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, kondisi dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi terkini. Terbitnya peraturan baru ini, Pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip Clean Goverment dan Good Governance secara universal. Pemerintah wajib melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap produksi dan distribusi obat dan bahan obat, terutama pada era perdagangan bebas dalam rangka melindungi masyarakat dari efek yang tidak diinginkan dan sekaligus dapat memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha.
1.2 PENGERTIAN a. Obat adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi untuk penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan untuk manusia. b. Bahan obat adalah bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi.
4
c. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. d. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan untuk menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, dan pengawasan mutu. e. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.
5
BAB II IZIN INDUSTRI FARMASI
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi untuk meningkatkan mutu pelayanan perizinan industri farmasi. 2.1 JENIS PERMOHONAN IZIN a. Persetujuan Prinsip Persetujuan Prinsip yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan, sebelum pelaku usaha melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan. b. Izin Industri Farmasi Izin yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip, sebelum industri farmasi melakukan kegiatan produksi. c. Perubahan Izin Industri Farmasi Perubahan izin industri farmasi harus dilakukan apabila: Perubahan kapasitas produksi Perubahan fasilitas produksi Perubahan alamat/lokasi Perubahan penanggung jawab Perubahan nama industri d. Perpanjangan Perpanjangan persetujuan prinsip dikarenakan pemohon mengalami kendala yang berkaitan dengan pembangunan sarana produksi, diperpanjang selama 1 (satu) tahun.
2.2 MASA BERLAKU IZIN a. Persetujuan prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun. Dalam hal tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian pembangunan fisik, atas 6
permohonan pemohon, persetujuan prinsip dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun. b. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.3 PENCABUTAN IZIN a. Persetujuan Prinsip batal apabila setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun dan/atau setelah jangka waktu 1 (satu) tahun perpanjangan, pemohon belum menyelesaikan pembangunan fisik. b. Izin produksi industri farmasi dapat dicabut apabila melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
2.4 PELAPORAN a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan; dan b. Sekali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan ketentuan.
7
BAB III PELAYANAN PERIZINAN
3.1 PERSETUJUAN PRINSIP a. Alur Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi
b. Tata cara permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi a. Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala badan dan kepala dinas kesehatan provinsi. b. Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon wajib mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada kepala badan dinas kesehatan. c. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh kepala badan dinas kesehatan dalam bentuk rekomendasi hasil analisis Rencana Induk Pembangunan (RIP) paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan. d. Permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan kelengkapannya. e. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 8
f. Pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini.
c. Persyaratan Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi 1. Surat Permohonan 2. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan 3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Identitas Direksi dan Komisaris Perusahaan 4. Susunan Direksi dan Komisaris 5. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi 6. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah 7. Fotokopi surat izin tempat usaha berdasarkan Undang-undang Gangguan (HO) 8. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan 9. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan 10. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajk (NPWP) 11. Persetujuan Lokasi dari pemerintah daerah Provinsi 12. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari BPOM
9
3.2 IZIN INDUSTRI FARMASI a. Alur Permohonan Izin Industri Farmasi
b. Tata Cara Permohonan Izin Industri Farmasi a. Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. b. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh Direktur Utama dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu diajukan ke Kementerian Kesehatan beserta kelengkapannya. c. Pemohon mengajukan surat permohonan ke Kementerian Kesehatan RI dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. d. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB . e. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administratif. f. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon. 10
g. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan persyaratan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon. h. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi.
c. Persyaratan Permohonan Izin Industri Farmasi 1. Surat Permohonan kepada Kementerian Kesehatan RI yang ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu. 2. Nama Banadan Hukum/PERUM/Koperasi 3. Nama Industri Farmasi 4. Alamat Industri Farmasi 5. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi 6. Surat persetujuan penanaman modal untuk industri farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri 7. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan 8. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya 9. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan / Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 10. Rekomendasi kelengakapan administratif izin Industri Farmasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 11. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari BPOM 12. Daftar buku kepustakaan seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir 13. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing Apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu. 14. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan 11
mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan. 15. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu. 16. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundangundangan di bidang kefarmasian.
Biaya Sesuai peraturan yang berlaku, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kesehatan.
Waktu o Waktu yang diperlukan untuk permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi adalah 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas lengkap. o Waktu yang diperlukan untuk permohonan Izin Industri Farmasi adalah 10 (sepuluh) hari kerja sejak berkas lengkap.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 5063); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kesehatan; 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan RI; 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi.