Bismillahirrohmanirrohim, Alhamdulillahi robbil alamiin wa bihi nastain wa ala umurid dunya waddin, was sholaatu was salaamu ala Sayyidina Muhammadin wa ala alihi wa Shohbihi ajmain, Amma badu :
Saudara saudari se islam dan se iman, catatan atau artikel ini adalah bentuk prihatin kami sekaligus jawaban yg jauh lebih ilmiyah tentang berbagai hujatan terhadap Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali beserta karya monumentalnya yaitu Kitab Ihya Ulumiddin yang sudah banyak di sebar di blog website/situs-situs internet oleh segelintir aliran sempalan (baca salafy wahabi). Bahkan sudah ada yg membentuk E-book, selengkapnya bisa anda lihat di sini salah satunya : http://ibnumajjah.wordpress.com/2010/01/03/kitab-ihya- ulumuddin-dalam-pandangan-ulama/ Dan di sini : http://cafe- islamicculture.blogspot.com/2011/07/kupas-tuntas-kitab-ihya- ulumuddin.html?showComment=1353676582014
Sebelum membaca langsung kitab Ihya' Ulumuddin ini ingin kami nasihatkan kepada siapa yang ingin membenci dengan kitab Ihya Ulumuddin itu supaya jangan meneruskan usaha anda itu. Jangan termakan hasutan yang membenci ilmu tasawwuf dan kitab Ihya tersebut, Kepada yang sudah khatam, pasti kita dapat melihat betapa unggulnya kitab masterpiece Imam Al-Ghazali tersebut. Jangan takut untuk membacanya. BIOGRAFI HUJJATUL ISLAM IMAM AL-GHOZALY
Imam Ghazali telah sampai ke derajat Hujjatul Islam, sedangkan Hujjatul Islam berarti telah hafal 300.000 (tiga ratus ribu) hadits berikut sanad dan hukum matannya. Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al Ghazaly At-Thuusiy Rahimahullah.
Berikut kami kutipkan dari kitab Al Bidayah wan Nihayah juz XVI halaman 214
. " "
.
: : .
Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghozali, Beliau lahir pada tahun 450 H. Beliau mempelajari ilmu fiqih kepada Imam Haramain. Beliau mahir dengan banyak ilmu. Beliau mempunyai banyak karangan dari berbagai disiplin ilmu. Maka beliau termasuk salah seorang cendekiawan dunia disetiap apa yang dibahas. Beliau sudah menjadi pemimpin sejak usia muda, dimana beliau mengajar di An-Nidhamiyyah di Baghdad dalam usia beliau 34 tahun, dan dihadiri pembesar-pembesar ulama. Diantara yang hadir ialah Ibn Aqil dan Abul Khaththab yang mana keduanya adalah pembesar madzhab Hanbali. Mereka takjub dengan kefasihan dan pengetahuan beliau. Beliau pindah ke Syam, dan beliau mukim disana. Dan (beliau juga mukim) di Baitul Maqdis dalam satu masa. Beliau mengarang kitabnya Ihya Ulumiddin dalam masa ini. Ihya adalah sebuah kitab yang mengagumkan. Kitab tersebut memuat ilmu syara yang bermacam-macam, dicampur dengan hal-hal yang lembut dari tasawwuf dan amaliyah hati, akan tetapi didalam Ihya terhadapat banyak hadits yang gharib, munkar bahkan diantaranya ada yang maudhu sebagaimana ditemukan didalam kitab lainnya dari kitab-kitab Furu yang mana hadits-hadits tersebut dijadikan sebagai dalil untuk halal dan haram. Kitab yang dikarang untuk RAQAA`IQ (menghaluskan hati), TARGHIB (menyemangatkan) dan TARHIB (menjadikan takut) adalah perkara yang lebih dipermudah dari yang lainnya. Kemudian beliau pulang ke negaranya, Thus. Dan beliau mukim disana. Beliau membangun ribath. Beliau membuat rumah yang bagus. Beliau disana membikin taman yang indah, Beliau menetapi/menekuni tilawatil Quran dan menghafal hadits-hadits shahih. Dan Beliau wafat pada hari Senin tanggal 24 Hijriyah bulan Jumadil akhir tahun ini (505 H). Beliau dimakamkan di Thus, semoga Allah Taala merahmati beliau Sebagian kawan beliau memintanya, dalam keadaan beliau masih naza, dia berkata: Wasiatilah aku, maka beliau berkata: Tetaplah kamu dengan ikhlas, kalimat tersebut beliau ulang-ulang sampai beliau wafat, Semoga Allah merahmatinya.
SEKELUMIT PUJIAN KIBARUL ULAMA KEPADA IMAM AL-GHOZALY Al Hafizh Adz Dzahabi (673-748 H) dalam kitabnya Siyar A'lam an Nubala juz XIX halaman 232, memulai biografi Imam Ghazali dengan ucapan beliau : -
Al-Ghazali, Syaikh, Imam, Lautan, Hujjatul Islam, keajaiban zaman, Zainuddin Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad, At-thusi, Asy-syafi'i, al Ghazali, orang yang mempunyai banyak karangan dan orang yang sangat cerdas Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali Qoddasallohu Sirroh, beliau adalah seorang tokoh ilmuwan yang melaut, dan pemuka hati yang gemilang yang Tak pernah di dapatkan baik di kalangan Syafi'iyyah ataupun lainnya di akhir zaman ini, yang seperti beliau dan seperti kitab kitab karangan beliau. Dialah keindahan zamannya yang besar kadarnya selaku pensyarah kitabullah dari sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Beliau diakui oleh banyak sekali para Hujjatul Islam lainnya, diantaranya Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Astqalany, beliau banyak sekali mengambil ucapan Imam Ghazali pada kitabnya Fathul Bari beliau banyak merujuk fatwa Imam Ghazali dari kitabnya Ihya Ulumuddin, demikian pula Hujjatul Islam Imam Nawawi, demikian pula Al Hafizh Imam Qurtubiy, Al Hafizh Imam Assuyuthiy, (Al Hafizh adalah gelar bagi mereka yg telah hafal 100.000 (seratus ribu hadits) berikut sanad dan hukum matannya. ~ 1 17 Hampir saja posisi Ihy menandingi al-Quran. Sanjungan tersebut disampaikan oleh tokoh karismatik `Ulamul-islm al-Imm al-Faqh al-Hfizh Ab Zakariya Muhyiddn an-Nawawi atau lebih dikenal dengan sebutan Imm Nawawi Shhibul-majm`, yang hidup dua abad pasca Imm Ghzali. Quthbil-auliy as-Sayyid Abdullh al-`Aydrus berpesan kepada segenap umat Islam untuk selalu berpegang teguh pada al-Quran dan Sunnah. Sedangkan penjelasan keduanya, menurut beliau, telah termuat dalam kitab Ihy Ulmiddn karya Imm Ghzali. Dua komentar ulama tadi telah membuktikan keagungan kitab ini dan besarnya anugerah yang diraih oleh Imm Ghzali. Sampai-sampai kritikus dan peneliti Hadits Ihy, al-Imm al-Faqh al-Hfzh Abl Fadhl al-`Irqi, turut memberikan apreseasi positif terhadap kitab yang ditakhrijnya itu. Beliau menempatkan Ihy sebagai salah satu kitab teragung di tengah-tengah khazanah keilmuan Islam yang lain. Sungguh agung sanjungan ulama-ulama tersebut terhadap kitab Ihy dan al- Ghzali. Karenanya, tidak berlebihan bila Syrih (komentator) kitab tersebut, Murtadh az-Zabdi, memunculkan sebuah image andaikan masih ada nabi setelah Nabi Muhammad niscaya al-Ghzali orangnya. Imm Ghzali telah mengkonsep materi yang ditulisnya dalam empat klasifikasi kajian pokok. Dari masing-masing klasifikasi tersebut terdapat sepuluh pokok sub pembahasan utama (kitab). Secara global, isi keseluruhan kitabnya telah mencakup tiga sendi utama pengetahuan Islam, yakni Syar`at, Tharqat, dan Haqqat. Imm Ghzali juga telah mengkoneksikan ketiganya dengan praktis dan mudah ditangkap oleh nalar pembaca. Sehingga, as-Sayyid Abdullh al-`Aydrus memberikan sebuah kesimpulan bahwa dengan memahami kitab Ihy seseorang telah cukup untuk meraih tiga sendi agama Islam tersebut. Telah berkata Sayyid Bakri dalam Kifayatul Atqiyaa waminhajul Asyfiyaa halaman 98 :
.
Dan tidak ada yang membantah Ihya Ulumiddin itu melainkan orang yang sesat lagi menyesatkan, bahkan berkata sebagian arifin; "Demi Allah, jika sekiranya Allah bangkitkan orang mati niscaya tidaklah mereka berpesan terhadap mereka yang hidup, melainkan dengan apa yang ada dalam kitab Ihya Ulumiddin, dan di dalamnya ada manfa'at pelajar pemula, tinggi, dan tawassuth (sedang/tengah2) karna di dalamnya disebutkan perkara yang patut untuk tiga golongan tersebut
Tetaplah kalian dengan melazimkan Kitab Ihya Ulumuddin, karna dia itu tempat pandangan Allah dan keridloan-Nya. maka barangsiapa yang mencintainya dan menelaahnya serta mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya, maka sesungguhnya Ia telah berhak memperoleh kecintaan Allah dan kecintaan Rosul- Nya, kecintaan malaikat malaikat-Nya, kecintaan para Nabi-Nya, kecintaan para Wali-Nya, dan berarti Ia telah menjadikan antara Syari'at, Thoriqot, dan Hakikat di dunia dan Akhirat.dan jadilah Ia orang yang Aalim di alam malakut Di samping karena cakupan materi yang tersaji di dalamnya, kitab ini juga ditopang oleh jurnalistik yang sistematis. Sistematika penulisan yang begitu rapi menjadikan Ihy lebih menarik dan mudah dibaca oleh berbagai kalangan; sederhana, berbobot, dan tidak terlalu meluas dalam penyajian. Lagi pula istilah- istilah rumit juga jarang ditemui dalam pembendaharaan kata yang terpakai.
Inilah dibeberapa alasan kenapa kitab ini sangat digemari oleh banyak kalangan. Oleh fuqaha, Ihya dijadikan sebagai rujukan standar dalam bidang fikih. Oleh para sufi, kitab ini menjadi materi pokok yang tidak boleh ditinggalkan. Kedua studi ilmu tersebut telah tercover dalam karya momumental Imm Ghzali ini. Sebenarnya, tidak hanya dua kelompok ini yang banyak mereferensi Ihya, Para teolog Islam juga menganggap penting untuk menempatkan Ihya sebagai bahan dasar kajian. Paradigma bertauhid yang disajikan Imm Ghzali di awal pembahasan kitab Ihya sangat membantu pada pencerahan akal dalam proses peng Esaan Allah. Imm Ghzali mampu mengarahkan logika pembaca pada sebuah kesimpulan yang benar dalam bertauhid dengan nalar berfikir yang tepat dan berdiri kokoh di atas dalil-dalil naqli. KOREKSI ATAS IHYA ULUMIDDIN Meskipun posisi Ihya di tengah-tengah keilmuan Islam sangat tinggi, bukan berarti kitab ini terlepas sepenuhnya dari koreksi dan kritik. Banyak sekali komentar negatif dan bantahan yang ditujukan kepada Imm Ghozali atas karya momumentalnya ini, utamanya dalam studi Hadits yang beliau sajikan. Hadits-hadits Ihy ditengarai banyak bermasalah oleh beberapa kritikus Hadits. Keberadaannya menjadi sorotan utama dan sebagai bahan pokok kritikan para rival al-Ghozali, semisal al-Hafizh Abul Faraj Abdurrahmn Ibnu al-Jauzi. Ibnul Jauzi yang dikenal anti Ihya, beliau banyak memvonis palsu pada hadits-hadits yang ditulis Imm Ghozali dalam kitab tersebut.
Dinamika inilah yang selanjutnya diangkat kepermukaan oleh kelompok ekstrimis dan orentalis untuk menolak sepenuhnya isi kitab Ihya Ulumiddn. Lebih-lebih, kelompok ini tanpa malu-malu menyebut al-Ghozali sebagai pemalsu hadits.
MELURUSKAN IHYA' ULUMUDDIN Benarkah Imam al-Ghozali pemalsu hadits? Atau memang beliau tidak membidangi studi ini? Dan apakah kitab Ihya banyak memuat Hadits palsu sehingga tidak layak untuk dipelajari? Berikut sebagai bahan pertimbangan ilmiah sebelum pembaca ikut mengiyakan tuduhan tersebut. Pertama, apabila dikatakan bahwa kitab Ihya banyak memuat Hadits-hadits palsu dan tidak terdapat landasan ilmiah dalam pembelaannya, maka tuduhan ini terlalu tergesa-gesa. Terhitung, hanya tiga redaksi Hadits yang diklaim maudhu` oleh al-Hafizh al- `Iraqi ketika mentakhrij lebih dari empat ribu lima ratus hadis yang ditampilkan Imm Ghzali dalam kitab Ihya-nya. Bilangan tersebut sangatlah kecil tutur al- `Irqi. Lebih-lebih, apabila kita memandang jumlah Hadits yang ditampilkan oleh Imm Ghzali secara keseluruhan. Setidaknya, kuantitas hadits Imam Ghazali dalam kitab Ihy-nya telah setingkat dengan beberapa kitab sunan, semisal Sunan Ab Dwud, Sunan Nasi, dan bahkan dapat dikatakan melebihi bilangan hadits yang terdapat dalam Sunan Ibnu Mjah.
Dalam kitab: Tariful Ahya bi fadhooil Ihya karya Syaikh 'Abdul Qaadir al 'Aiydarus Ba 'Alawi :
. Lebih lanjut, al-`Irqi juga memberikan sebuah pembelaan bahwa sebagaian dari Hadits maudh` tadi disampaikan tanpa memakai shghat riwayat. Sehingga, dalam studi methodologi Hadits, Imm Ghzali tidak dapat diposisikan sebagai perawi yang mendapat ancaman dari baginda nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wasallam. Kedua, perlu dipahami bahwa ketiga Hadits tadi bukanlah refensi utama Imm Ghzali, malainkan sekedar tambahan dari dall shahh yang mendasari ijtihadnya. Imm Ghzali selalu mendahulukan landasan ijtihadnya dengan dasar yang shahh dari Al-Qur'an sebelum kemudian menampilkan dalil lain yang selevel atau di bawahnya.
Bahkan Imam Al-Ghozali sendiri pun sudah memberi peringatan kelirunya orang yang memperbolehkan memalsukan hadits dalam fadlaail a'amaal. Berikut teks aslinya dalam Ihya Ulumiddin juz III halaman 136, cetakan Daar Ihyaa al Kutub al 'Arabi, 'Iisaa al Baabi al Halabi wa Syirkaah. Dan sekali lagi, bilangan tersebut sangatlah kecil. Tentu sangat naif bila bagian kecil dari kekeliruan (untuk tidak mengatakan kesalahan karena keduanya memiliki perbedaan makna yang signifikan) tersebut dapat menghapus pada seluruh kebenaran yang terkandung dalam kitab Ihy. Generalisasi seperti ini merupakan salah satu bentuk paralogis yang biasa dipakai oleh teroris intelektual ketika menghantam lawan pemikirannya tanpa memandang esensi kebenaran lain yang lebih berharga. Ketiga, apabila dikatakan bahwa Imm Ghzali tidak kapabel dalam studi Hadits maka sangat keliru sekali. Al-Mustashf karya al-Ghzali di bidang Usul Fiqh cukup kiranya untuk membuktikan kapabilitas beliau dalam bidang kajian Hadits. Dalam kitab tersebut, tepatnya pada entri pembahasan sunnah, Imm Ghzali telah panjang lebar menuturkan konsep dan perdebatan ulama mengenai dinamika kajian Hadits, utamanya yang berkenaan dalam proses istinbtul- ahkm. Bahkan, al-Ghzali juga sempat memberikan tarjih ketika terjadi perselisihan alot antara ulama, baik itu yang muncul dari kalangan ushliyyin atau muhadditsn. Keempat, ancaman Rasulullah kepada para pemalsu Hadits hanya tertuju kepada pemalsu yang sengaja berspekulatif. Hal tersebut terbukti dari tambahan redaksi `amdan atau muta`ammidan (Sengaja) dalam beberapa riwyat shahh dari kutubis-sittah. Husnudz-zhan kita, kesengajaan dalam pemalsuan Hadits tidak akan terjadi pada ulama sekaliber al-Ghzali. Terlalu rendah intelektualisme al-Ghzali bila harus memalsukan Hadits untuk menopang pemikirannya. Imm Ghzali sendiri telah meletakkan sebuah prinsip bahwa pemalsuan Hadits dengan alasan apapun tidak diperkenankan. Pernyataan tersebut sebagai penangkis terhadap dugaan bolehnya memalsukan Hadits untuk fadhilul-a`ml atau pencegah tindakan tercela. Menurut al-Ghzali keberadaan ayat dan Hadits sahih telah cukup untuk memenuhi tujuan tersebut. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa penulisan Hadits palsu dalam literatur Imm Ghzali muncul dari unsur ketidak sengajaan atau keliru. Dalam pembendaharaan kata arab istilah yang dipakai untuk menyatakan makna ini adalah kata khatha bukan ghalath. Ab Hill al-Hasan Abdullh bin Sahal al- `Askari membedakan antara keduanya dengan menitiktekankan terhadap ada dan tidaknya unsur kesengajan. Jika memang sengaja maka disebut ghalath dan khata apabila sebaliknya. Kemudian, kesimpulan ini dihadapkan pada sabda Nabi rufi`a `an ummati al- khata, yakni diantara perbuatan umat Islam yang dimaklumi (dimaafkan) adalah tindakan yang muncul tanpa adanya unsur kesengajaan (khatha); bukan yang memang bertujuan salah (ghalath). Karenanya, tiada dosa bagi tindakan yang muncul tanpa disengaja. Al-Hfizh Ibnu Hajar al-`Asqalni telah mengutip adanya konsesus ulama akan hal ini, termasuk keliru dalam meriwayatkan Hadits. Lalu, akankah kita menghukumi al-Ghzali sebagai pendosa dan pendusta ? Kelima, apabila kita bercermin pada takhrj al-Hafizh al-Irqi, maka tidak akan ditemukan lebih dari tiga Hadits yang disepakati kepalsuannya. Namun, berbeda apabila kita mengacu pada komentar al-Hfizh Ibnu al-Jauzi. Terdapat sekitar dua puluh lima Hadits yang diklaim maudh` olehnya. Ibnul Jauzi memang dikenal sebagai ulama yang sembrono dalam memfonis palsu sebuah Hadits. Sikap kontroversi Ibnul Jauzi ini banyak mendapat sorotan kritis dari para muhadditsn. Sehingga, banyak klaim yang dilontarkan Ibnul Jauzi justru mendapat bantahan balik. Al-Hfizh al-`Irqi dan al-Hfizh Ibnu Hajar al-`Asqalni memberikan sanggahan khusus terhadap tuduhan palsu Ibnul Jauzi akan kesahihan beberapa riwayat Imm Ahmad. Sedangkan al-Hfizh Jalluddn as-Suythi menulis Al-Qaul al- Hasan fdz-Dzabbi `anis-Sunnan yang secara umum membantah segenap tuduhan palsu Ibnul Jauzi terhadap riwayat Imm Bukhri, Muslim, Ahmad, Dwud, Turmuzi, Nasi, Ibnu Mjah, Mustadrak al-Hkim, dan beberapa Hadits lagi di berbagai literatur yang lain. Ringkasnya, sebagaimana yang telah disimpulakan oleh as-Syaikh Muhammad Mahfzh bin Abdullh at-Turmsi, mayoritas Hadits yang diklaim palsu oleh Ibnul Jauzi dalam beberapa karya kritisnya, semisal Al-Maudh`at dan Al-`Ilal al- Mutanhiyah, adalah hadits shahh, hasan atau juga dha`f. Kesimpulan ini diperkuat dengan adanya pernyataan Ibnu Shalh bahwa Ibnul Jauzi memang banyak memvonis palsu terhadap Hadits dha`f tanpa ada dasar kepalsuan. Fakta lain berbicara mengejutkan ketika kita menyimak berbagai karya Ibnul Jauzi; tidak hanya kedua kitab di atas, utamanya di bidang maw`izh dan tasawuf, semisal Bahrud-Dum` dan Al-Waf f Ahwlil-Mushtaf. Kedua kitab ini banyak memuat Hadits palsu lebih dari isi kitab yang ia kritisi. Sampai-sampai, Dr. Ibrhm Bjis bin Abdul Majid dan Dr. Mushtaf Abdul Qadr `Ath terkejut akan kenyataan ini. Sosok Ibnul Jauzi yang terbilang berlebihan dalam kritik Hadits dan keras menentang cerita-cerita aneh, justru karya-karyanya dipenuhi oleh kedua hal tersebut. Ibnul Atsir sejarawan abad VII juga menyatakan keterkejutan serupa dalam Al-Kmil f at-Trkh-nya. Untuk itu tidak salah apabila al-Imm al-Hfizh Ibnu Hajar al-`Asqalni memberikan sebuah kritik pedas bahwa mayoritas riwayat yang termuat dalam karya-karya Ibnul Jauzi (selain kitab kritik haditsnya) adalah maudh. Riwayat yang perlu dikritisi lebih banyak daripada yang tidak. Bahkan Ibnul Jauzi tidak segan untuk mengutip sebuah riwayat dari karya yang pernah dikritisinya, atau sekedar menukil Hadits-hadits yang telah di vonis palsu dalam kitab Al- Maudh`t-nya. Namun, bukan berarti menyerang balik terhadap sebuah kenyataan yang sama pahitnya. Menyimak fakta ini, kita juga perlu bersikap bijak tanpa mengesampingkan etika intelektualitas melalui sisi pandang kebenaran yang lain. Keenam, mengenai perselisihan dalam status hukum maudh` yang muncul dari penilaian Imam Hadits selain Ibnul Jauzi, cukup kiranya diketahui bahwa hal tersebut masih dalam ranah ijtihdi yang tidak perlu dielukan. Penilaian muhaddits dalam studi kritiknya memang cenderung beragam, karena vonis palsu dalam kritik Hadits hanyalah aplikasi dari sebuah praduga yang tidak menutup adanya kemungkinan keliru. Lebih-lebih, apabila kritik diarahkan pada mata rantai periwayatan. Dan lagi, jumlah yang diperselisihkan itu terbilang sangat sedikit; tidak lebih dari tiga redaksi Hadits. Diantaranya adalah Hadits yang menyebutkan keutamaan membaca Ftihatul-Kitb dan dua ayat dari surat Ali `Imrn yang diklaim palsu oleh Imm Ibnu Hibbn. Di dalam rangkaian sanad Hadits tersebut terdapat Al- Haris bin `Amr yang menurut Ibnu Hibbn sebagai sosok periwayat Hadits palsu. Namun, tuduhan ini dibantah oleh al-Hfizh al-`Irqi. Al-Hfizh melandasi bantahannya pada label tsiqqah yang telah diberikan oleh Hammd bin Zaid, Ibnu Mu`in, Ab Zar`ah, Ab Htim, dan Imam Nasi kepada Al-Haris bin `Amr. Wal hasil, sebesar apapun kritikan terhadap Ihy Ulmiddn secara khusus dan literatur-literatur salaf yang lain secara umum tidak akan mengurangi nilai kebesaran yang telah diraihnya. Pembuktian secara ilmiyah dan obyektif telah memberikan bantahan nyata terhadap kritik dan tuduhan yang tidak berdasar itu. Sejarah juga turut menjadi bukti akan kebesaran mereka.
Dikutip dari beberapa sumber ___________________________________________
TANBIH (TAMBAHAN RIWAYAT SHOHIH)
:
. Syaikh Abdullah bin As'ad Al-Yafi' Rahmatullah alaih berkata: seorang wali qutub yaman yg faqih adalah Syekh Isma'il bin Muhammad Al-Hadlromy, kemudian di tanyakan kpd faqih dari yaman tentang beberapa karya Imam Ghozali, maka di jawab oleh beliau (Syaikh Ismail bin Muhammad Al-Hadlromy) : Muhammad bin Abdullah (Rasulullah) adalah sayyidil anbiya', dan Muhammad bin Idris As-Syafi'I (Imam Syafi'i) adalah sayyidil aimmah, dan Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali adalah sayyidil Mushonnifin.
Dan Imam Al-Yafi'i juga mengatakan, bahwasanya Imam besar Abul Hasan Ali bin Hirzihim, seorang Faqih yang terkenal di Maghribi (maroko) dia dulu sangat mengingkari kitab Ihya ulumuddin, dan beliau adalah orang yang ditaati dan di dengar ucapannya. kemudian beliau memerintahkan untuk mengumpulkan semua yang didapat daripada naskah kitab Ihya dan ingin membakarnya di masjid jami' pada hari jum'at.
:
Kemudian pada malam jum'atnya beliau bermimpi seakan-akan masuk kedalam masjid jami', ternyata didalam masjid itu ada Nabi saw. dan bersama Nabi Sayyidina Abu bakar dan Umar Radhiyallahu anhuma, serta Imam Ghozaly berdiri di hadapan Nabi saw. ketika Ibnu hirzihim menghadap, Imam ghozali berkata: ini musuhku Ya Rasulullah, jika perkara yg terjadi sebagaimana yang dia sangka, maka aku bertaubat kepada Allah, dan jika sesuatu yang aku dapat itu dari keberkahanmu dan mengikuti sunnahmu, maka ambilkanlah untuku haqku dari musuhku ini.
: . :
Kemudian diberikan kepada Nabi kitab Ihya, lalu Nabi membukanya selembar demi selembar dari awal kitab hingga akhir, kemudian Nabi bersabda: demi Allah sesungguhnya ini sesuatu (kitab) yang bagus, kemudian diberikan kepada Ash- Shiddiq ra. Maka beliau melihatnya dan menganggap baik kitab tersebut, kemudian beliau berkata: Benar, Demi Dzat yang mengutusmu dengan haq, sesungguhnya ini sesuatu (kitab) yang baik, kemudian diberikan kepada Sayyidina Umar ra. dan beliau melihat isi kitab itu, dan beliaupun memuji kitab itu sebagaimana yang dikatakan oleh Ash-Shiddiq.
. :
Maka Nabi memerintahkan untuk mencabuk faqih Ali Ibnu hirzihim di atas gamis, dan dicambuk serta di had dengan hadnya pembuat kebohongan, Lalu beliaupun di cambuk dan dipukul. ketika telah dicambuk lima kali, Sayidina Abu bakar memintakan ma'af untuknya, dan beliau berkata: Ya Rasulullah, mungkin dia menyangka apa yang ada didalam kitab Ihya menyalahi sunnahmu, kemudian dia salah didalam sangkaannya, dan Imam ghozali menerima, maka Rasulullah pun menerima permintaan maafnya Ash-Shiddiq.
. Kemudian Bangunlah Ibnu hirzihim sedang bekas cambukan masih ada dipunggungnya, lalu beliau memberitahukan teman-temannya (mengenai mimpi tsb) dan bertaubat kepada Allah atas pengingkarannya kepada Imam Ghozali dan beristighfar, akan tetapi masih tersisah rasa sakit cambuk tersebut dalam waktu yang lama, dan dia terus memohon kepada Allah dan meminta syafa'at kepada Rasulullah, hingga beliau bermimpi Nabi, dan mengusap punggung Ibnu hirzihim dengan tangan beliau yang mulia, kemudian beliau sembuh dengan izin Allah, kemudian beliau selalu melazimkan mempelajari kitab Ihya ulumuddin, maka Allah membukakan (hijab/ilmu) untuknya dan mendapatkan karunia ma'rifat billah, maka jadilah beliau Pembesar Ulama, Ahli ilmu bathin dan Dhohir. semoga Allah merahmatinya.
:
: : . Dan Imam al-yafi'i berkata: telah meriwayatkan kepada kami cerita ini dengan sanad yang sohih, dan telah mengabarkan kepadaku mengenai hal ini Wali Allah dari Wali Allah dari Wali Allah Asy-syeikh Al-Kabir Al-Quthub Syihabuddin Ahmad bin Al-maliiq Asy-Syadzili, dari gurunya Syaikh Kabir Al-Arif Billah Yaquut Asy-Syadzili, dari gurunya As-Syaikh Al-Arif billah Abil Abbas Al-Mursiy, dari gurunya As-Syaikh Kabir, gurunya para guru Abil Hasan Asy-Syadziliy: dan telah meninggal Asy-Syaikh Abul Hasan ibnu Hirzihim Rahimahullah, sedangkan di hari wafatnya bekas cambuk masih nampak dipunggungnya. Sumber : . Wallahu alam.