You are on page 1of 12

MANAJEMEN KEUANGAN DAN PASAR MODAL

_________________________________________

STRUKTUR MODAL
____________________________________________


Oleh:

Ice Maria U
I Nyoman Agatha
Renawati







PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN & PASCA SARJANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014

STRUKTUR MODAL
Pendahuluan
Modal memiliki peranan yang penting dalam operasional perusahaan. Hal ini dikarenakan
modal merupakan sumber pendanaan utama bagi perusahaan. Sumber pendanaan yang dapat
digunakan oleh perusahaan sangatlah beragam yang dikelompok menjadi kelompok hutang dan
ekuitas. Oleh karena itu pemahaman akan struktur modal sangat penting bagi perusahaan.
Hutang merupakan salah satu struktur modal yang banyak digunakan oleh perusahaan.
Sehingga banyak teori telah dikembangkan untuk menjelaskan variasi rasio hutang pada masing-
masing perusahaan. Titman dan Wessels (1988) dalam Wiwit (tanpa Tahun) menyatakan bahwa
perusahaan memilih struktur pendanaan berdasar atribut yang menentukan berbagai manfaat dan
biaya yang berhubungan dengan pendanaan hutang dan ekuitas. Sedangkan Christianti (2006)
dalam Wiwit (Tanpa Tahun) berpendapat bahwa seorang manajer keuangan dalam mengambil
keputusan pendanaan harus mempertimbangkan secara teliti mengenai sifat dan biaya dari
sumber dana yang akan dipilih.
Pemahaman mengenai struktur modal akan membantu manajemen dalam pengambilan
keputusan struktur modal yang akan digunakan oleh perusahaan. Apalagi diera globalisasi
seperti sekarang ini. Dalam menghadapi persaingan bisnis, suatu perusahaan haruslah benar-
benar memperhatikan hal yang sangat fundamental yaitu berkenaan dengan permodalan. Suatu
perusahaan diharapkan dapat proaktif dalam menghadapi persaingan yang ada.

Pembahasan
Pengertian Struktur Modal
Manajer keuangan perusahaan memiliki tugas untuk berusaha mencari keseimbangan
finansial neraca yang dibutuhkan serta mencari susunan kualitatif neraca tersebut dengan
sebaik - baiknya. Riyanto (1984) dalam Linna (2013) menyatakan :
" pemilihan susunan kualitatif pada sisi assets akan menentukan struktur kekayaan
perusahaan, sedangkan pemilihan susunan kualitatif dari sisi lialibilities dan equities
akan menentukan struktur keuangan dan struktur modal perusahaan ".
Wasis ( 1981 ) dalam Linna (2013) menyatakan bahwa struktur modal harus dapat
dibedakan dengan struktur keuangan. Struktur keuangan menyatakan dengan bagaimana
harta perusahaan dibiayai. Oleh karena itu struktur keuangan adalah keseluruhan yang
terdapat di dalam neraca sebelah kredit. Jadi struktur keuangan mencakup semua
pembelanjaan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sebaliknya struktur modal hanya
menyangkut pembelanjaan jangka panjang saja, tidak termasuk pembelanjaan jangka
pendek.
Weston dan Copeland ( 1992 ) dalam Linna (2013) memberikan definisi struktur modal
sebagai pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan
modal pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa,
modal disetor atau surplus modal dan akumulasi modal ditahan. Bila perusahaan memiliki
saham preferen, maka saham tersebut akan ditambahkan pada modal pemegang saham.
Menurut Riyanto (1997) dalam Wiwit (Tanpa Tahun) struktur modal adalah
pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara utang
jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal menunjukan proporsi atas penggunaan
utang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal investor
dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya.
Menurut Lawrence, Gitman (2000) dalam Linna (2013), definisi struktur modal adalah
perbandingan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan oleh
perusahaan. ada 2 macam tipe modal menurutnya yaitu modal hutang ( debt capital ) dan
modal sendiri ( equity capital ).
Dari ketika pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa struktur modal adalah
perbandingan antara hutang jangka panjang dan ekuitas yang digunakan oleh perusahaan
untuk membiayai investasi perusahaan.
Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko
Besarnya hutang yang dimiliki perusahaan akan berpengaruh terhadao return dan risiko
yang ingin diterima perusahaan. Utang yang lebih besar memberikan risiko yang lebih besar
kepada pemberi pinjaman, sehingga biaya utang yang dimintanya juga menjadi lebih besar.
Biaya utang yang besar merupakan monitoring cost bagi manajemen. Karena biaya bunga
sifatnya tetap, biaya yang tinggi tersebut memuat para manager akan berusaha untuk
menggunakan dana tersebut untuk investasi yang benar.
Investasi yang benar tersebut diharapkan akan memberikan return yang besar juga bagi
perusahaan, sehingga perusahaan dapat dapat menutupi biaya utang yang besar tersebut.
Static Trade Off
Static Tradeoff Theory yang dikemukakan oleh Stiglitz (1969) menjelaskan bahwa suatu
perusahaan mempunyai tingkat hutang yang optimal dan berusaha untuk menyesuaikan
tingkat hutang ke arah titik optimal tersebut ketika perusahaan tersebut berada pada tingkat
hutang yang terlalu tinggi (overlevered) atau terlalu rendah (underlevered). Pada kondisi
yang stabil, perusahaan akan menyesuaikan tingkat hutangnya kepada tingkat rata-rata
hutangnya dalam jangka panjang. Oleh karena itu, teori ini disebut juga mean reverting
theory.
Titik optimal ini terjadi karena adanya pajak, sebagai faktor yang mendorong perusahaan
meningkatkan hutangnya dan biaya kebangkrutan yang mendorong perusahaan untuk
membatasi tingkat hutangnya. Tingkat keuntungan dan pajak suatu perusahan mempunyai
hubungan yang positif, sehingga perusahaan tersebut memilki motivasi untuk mengurangi
pajak perusahaan, yang antara lain dapat dilakukan dengan meningkatkan hutangnya. Dalam
hal ini hutang bertindak sebagai tax shields, karena dapat mengurangi pajak yang harus
dibayarkan oleh perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga kepada pihak yang
memberikan hutang.
a. Modigliani-Miller Model
Franco Modiglani dan Merton Miller adalah bapak dari teori struktur. Pada tahun
1958, dalam American Economic Review 48 ( 1958, June ) yang berjudul The Cost of
Capital, Corporate Finance and The Theory of Investment, mereka mengemukakan teori
struktur modal dengan berbagai asumsi yang tidak mungkin terjadi, akan tetapi sangat
membantu dalam memahami bagaimana perusahaan menentukan gabungan pendanaan
yang berasal dari hutang dan ekuitas secara benar (Linna, 2013). Terdapat beberapa
teori yang dibuat oleh Franco Modiglani dan Merton Miller :


Modigliani-Miller Model 1 ( MM Model without corporate taxes )
Dalam teori Modigliani- Miller Model 1 digunakan asumsi sebagai berikut :
Semua aktiva berwujud dimiliki oleh perusahaan.
Pasar modal sempurna ( tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi dan tidak ada
biaya kebangkrutan.
Perusahaan hanya dapat menerbitkan dua macam sekuritas yakni ekuitas yang
beresiko dan hutang bebas ( tanpa ) resiko.
Individu atau perusahaan dapat meminjam atau meminjamkan uang dengan
tingkat suku bunga bebas resiko.
Para investor mempunyai ekspektasi yang sama ( homogen ) terhadap
keuntungan perusahaan dimasa mendatang.
Semua perusahaan tidak mengalami pertumbuhan ( arus kas diasumsikan
konstandan perpetual dan semua laba dibagikan dalam bentuk deviden ).
Semua perusahaan dapat dikelompokkan dalam satu kelompok kembalian dan
kembalian saham dari semua perusahaan dalam kelompok tersebut adalah
proporsional.
Berdasarkan asumsi - asumsi tersebut, maka nilai perusahaan yang tidak
menggunakan hutang ( unlevered firm ) sama persis dengan perusahaan yang
menggunakan hutang ( levered firm ). Apabila nilai perusahaan yang tidak
menggunakan hutang diberi notasi VU dan nilai perusahaan yang menggunakan
hutang diberi notasi VL, maka :
VU = VL.
Atau
Rs = Ro + ( Ro - Rd ) B
SL
Rs = Kembalian ( return ) saham unlevered firm
Rd = Suku bunga hutang
B = Nilai hutang levered firm
Ro = Kembalian ( return ) saham levered firm
SL = Nilai saham levered firm

Dalam situasi tanpa pajak, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur
modal, Jadi, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh jumlah hutang, sehingga WACC
juga tidak dipengaruhi oleh struktur modal. Kecenderungan perusahaan yang makin
banyak menggunakan hutang akan lebih beresiko, sebab harus membayar biaya
bunga yang lebih banyak pula. Perusahaan tidak dapat mengabaikan pembayaran
biaya bunga, sehingga pemegang saham " menuntut " kembalian yang lebih tinggi
yang tercermin pada biaya ekuitas yang lebih tinggi. Dalam kondisi demikian,
perusahaan memperoleh " penghematan " yang makin banyak dengan menggunakan
hutang yang lebih banyak karena lebih murah dari pada ekuitas. Meskipun demikian,
biaya ekuitas akan meningkat sesuai dengan penambahan hutang. "Penghematan"
yang dihasilkan dari penggunaan hutang otomatis akan meningkatkan biaya ekuitas,
sehingga WACC tidak berubah.
Modigliani-Miller Model 2 ( MM Model with corporate taxes )
Pada tahun 1963 Modigliani dan Miller mempublikasikan sebuah artikel dalam
American Economic Review 53 ( 1963, June ) yang berjudul Corporate Income
Taxes and the Cost of Capital : A Correction, untuk memperbaiki model awal
mereka dengan memperhitungkan adanya pajak perseroan (Tc), akan tetapi tetap
mengabaikan pajak perorangan . Dengan Rumus :
Vi = Vu + TcB
Atau
) ( ) 1 (
0 0 B C
L
S
R R T
S
B
R R







Dengan adanya pajak perseroan, diperoleh dua manfaat penggunaan hutang yakni
: hutang merupakan sumber modal yang lebih murah dari pada ekuitas dan biaya
bunga menjadi elemen pengurang pajak. Dari model MM-1, diketahui bahwa
penghematan dari penggunaan hutang yang lebih murah sepenuhnya digantikan oleh
peningkatan biaya penggunaan ekuitas. Meskipun demikian, dalam situasi dengan
adanya pajak perseroan, keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penggunaan
hutang lebih besar dari pada peningkatan biaya ekuitas. Dengan demikian, biaya
ekuitas dari levered firm dalam situasi ada pajak perseroan pertambahannya lebih
lamban daripada bila situasinya tanpa pajak perseroan. Dengan kata lain, pemegang
saham memeperoleh kompensasi untuk resiko keuangan yang lebih kecil dalam
situasi ada pajak perseroan. " Penghematan " dari penggunaan hutang yang lebih
besar dari pada peningkatan biaya ekuitas, menghasilkan WACC yang makin kecil
seiring dengan bertambahnya hutang.
Miller Model with Personal Taxes
Model MM-2 yang dipublikasikan tahun 1963 memperlihatkan situasi perpajakan
yang dihadapi perusahaan dengan lebih baik, akan tetapi belum memperlihatkan
situasi perpajakan yang dihadapi oleh para investor. Pada tahun 1977, dalam journal
of finance vol. 32 no. 2 tahun 1977 dengan judul Debt and Taxes, Miller
mengemukakan sebuah model yang memperhitungkan pajak perorangan ( Odgen,
Jen, and O'Connor, 2003:172 dalam Linna (2013)). Dalam model tersebut, investor
dihadapkan pada dua kemungkinan jenis pajak : pajak perorangan atas ekuitas atau
pendapatan deviden ( Ts ) dan pajak perorangan atas hutang atau pendapatan bunga
(Td).
Vi = VU + C x( 1 (( 1 - TC ) x ( 1 - Ts) / ( 1 TdSS` ))
Atau
) ( )) TD - 1 ( / TZ) - 1 ( x ) TC - 1 ((
0 0 B
L
S
R R
S
B
R R






Dengan adanya pajak personal, akan membuat hutang menjadi sumber modal
yang lebih murah lagi jika dibandingkan dengan MM model 1 dam MM model 2.
Kritik terhadap model MM dan Miller berkaitan dengan relevansi dari asumsi
asumsi yang digunakan dalam model. Beberapa kritik terhadap model - model tersebut
dapat di ungkapkan sebagai berikut ( Siaw, 1999 dan Brigham and Ehrhardt, 2005 : 595 -
597 dalam Linna (2013)) :
Proporsi model didasarkan pada konsep arbitrase dengan asumsi bahwa beban
keuangan perusahaan kondisinya sama persis dengan beban keuangan yang dialami
oleh investor secara individu. Asumsi ini benar, bila arbitrase personal tanpa resiko,
karena investor bertanggung jawab atas investasi awal dan peminjaman dana (
hutang ) yang ditentukan untuk dirinya sendiri.
Asumsi bahwa tidak ada biaya transaksi adalah tidak benar dalam berbagai situasi,
khususnya untuk investor dalam menentukan struktur modal individual secara
bersama -sama.
Asumsi bahwa perorangan maupun perusahaan dapat meminjam uang dengan tingkat
suku bunga yang sama adalah tidak benar, karena seringkali suku bunga bagi
perusahaan lebih rendah daripada perorangan.
Model tersebut tidak memperhitungkan adanya perbedaan struktur pajak yang
(mungkin) dihadapi oleh perusahaan berkaitan dengan hasil penjualan dan perolehan
laba. Dengan kata lain, pajak perseroan yang ditanggung perusahaan dapat berubah
seturut dengan perubahan laba yang diperoleh, dan tentunya akan berpengaruh
terhadap manfaat pajak yang diperoleh.
Dalam Model MM dan Miller, manfaat pajak ( dari pengurangan pajak perseroan
atas biaya bunga ) meningkat seturut dengan peningkatan jumlah hutang. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa biaya hutang tidak berubah dan perusahaan dapat
menggunakan pembayaran biaya bunga untuk mengurangi pajak dengan presentase
yang sama. Keadaan semacam itu tidak benar sebab :
Perusahaan tidak dapat 100% didanai dengan hutang. Kreditur biasanya
menginginkan perusahaan menanamkan sejumlah uang terlebih dahulu. Sebagai
contoh adalah kredit mobil; pihak penjual pada umumnya meminta sejumlah
uang muka.
Direktorat pajak memandang bahwa hutang 100% merupakan cara perusahaan
untuk memperoleh pengurangan pajak. Dalam hal ini direktorat Pajak
menentukan batas maksimum hutang yang dianggap layak bagi suatu perusahaan,
sehingga jumlah hutang yang melampaui batas tersebut akan diperhitungkan
sebagai ekuitas.
b. Financial Distress
financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam
keadaan tidak sehat atau sedang krisis. Dengan kata lain financial distress merupakan
suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan untuk memenuhi
kewajiban-kewajibannya. Sedangkan kesulitan keuangan merupakan kesulitan likuiditas
sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan kegiatan operasinya dengan baik.
Indikasi terjadinya kesulitan keuangan atau financial distress dapat diketahui dari kinerja
keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan dapat diperoleh dari informasi akuntansi
yang berasal dari laporan keuangan.
Analisis rasio keuangan merupakan teknik analisa untuk membantu mengevaluasi
laporan keuangan perusahaan dengan menggabung-gabungkan angka-angka didalam
atau antara laba-rugi dan neraca. Analisis terhadap rasio keuangan perusahaan dapat
memberikan informasi mengenai kondisi keuangan secara sistematis dan memberikan
proses penilaian yang bertujuan untuk mengevaluasi posisi keuangan dan hasil-hasil
operasi perusahaan pada masa lalu dan saat sekarang.
Dalam financial distress, terdapat biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan,
yakni :
o Biaya keuangan
Perusahaan memang dapat menikmati bertambahnya penghematan pajak yang
diperoleh dari bertambahnya hutang, akan tetapi yang berasal dari hutang juga dapat
meningkatkan kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan
karenabertambahnya beban bunga. Perusahaan bisa menangguhkan ( mengabaikan )
pembayaran deviden, tetapi pembayaran bunga tetap harus dipenuhi tepat waktu dan
jumlahnya. Kegagalan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran bunga
disebabkan oleh kas yang dimiliki tidak cukup dan dapat mengakibatkan perusahaan
menanggung beban keuangan, dan wujud beban keuangan yang paling berat adalah
kebangkrutan. Beban biaya keuangan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :
o Biaya beban keuangan langsung
Biaya beban keuangan langsung yang ditanggung perusahaan adalah biaya
pengesahan ecara hukum ( legal ) dan biaya administrsi yang berkaitan dengan
kebangkrutan atau reorganisasi.
o Biaya beban keuangan tidak langsung
Biaya ini biasanya bersifat implisit yang ditanggung oleh perusahaan dealoam
situasi yang sangat berat ( tetapi tidak bangkrut ) antara lain : biaya modal lebih
tinggi, penurunan penjualan dan hilangnya kepercayaan pelanggan, manajer dan
pekerja melakukan tindakan - tindakan drastis (mengurangi kapasitas, menekan
biaya secara drastis atau menjual aktiva). yang dapat menyusutkan nilai
perusahaan dan perusahaan tidak dapat mempertahankan keberadaan manajer -
manajer dan para pekerjanya yang berkualitas.
o Biaya Keagenan
Teori yang memperhitungkan biaya keagenan pertama kali dikemukakan oleh
Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976. Teori tersebut
menegaskan bahwa struktur keuangan di pengaruhi oleh insentif dan prilaku dari
pembuat keputusan atau pihak manajemen (Linna,2013). Jensen dan Meckling
mengemukakan adanya dua potensi konflik yaitu :
o Konflik antara pemegang saham dengan kreditur
Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan ( bunga hutang),
sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba
perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan
perusahaan untuk membayar kembali hutangnya dan pemegang saham lebih
memperhatikan kemampuan perusahaan dalam meraih laba yang banyak.
Cara perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukan
investasi pada proyek proyek yang beresiko. Apabila pelaksanaan proyek yang
beresiko itu berhasil, kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapi
bila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian
akibat dari ketidak mampuan pemegang saham memenuhi kewajibannya. Untuk
mengantisipasi kemungkinan rugi, kreditur mengenakan biaya keagenan hutang (
Agency cost of debt ) dalam bentuk pembatasan penggunaan hutang oleh
manajer. Salah satu pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang
untuk investasi dalam proyek baru (seperti capital rationing).
o Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen
Pihak manajemen tidak selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan
pemegang saham, tetapi agak mengarah kepada kepentingan dirinya sendiri.
Akibatnya, pemegang saham menanggung biaya keagenan ekuitas untuk
memantau kegiatan pihak manajemen. Salah satu biaya keagenan adalah
kompensasi bagi akuntan publik untuk mengaudit perusahaan.
Kedua macam biaya keagenan mempunyai sfat berlawanan. Tindakan pihak
manajemen mengarah pada pemenuhan kepentingan dirinya sendiri, bila
kepemilikannya atas perusahaan mengecil. Untuk mengatasi hal itu, kepemilikkan
manajerial dapat ditingkatkan dengan cara mengubah sebagian ekuitas perusahaan
yang dimiliki oleh pemegang saham menjadi hutang. Tindakan tersebut tentunya
akan meningkatkan resiko kreditur karena perusahaan harus menanggung beban
biaya bunga yang lebih banyak, yang berarti biaya keagenan hutang meningkat.
Teori Packing Order
Tony S (2012) secara singkat menyatakan bahwa inti dari teori Packing Order adalah
sebagai berikut :
a. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan
berwujud laba ditahan)
b. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan
obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi
konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target ratio, karena ada dua jenis modal sendiri,
yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai
daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan.
Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu
membuka diri lagi dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang
diperlukan tanpa memperoleh sorotan dan publisitas publik sebagai akibat penerbitan
saham baru. Menurut Suad Husnan (1996) dalam Toni S (2012) Dana eksternal lebih disukai
dalam bentuk utang daripada modal sendiri karena dua alasan. Yakni :
o Pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham
baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham
lama.
o Manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh
pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal inidisebabkan antara lain oleh
kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak
pemodal.
Teori Signaling
Adanya perbedaan dalam akses informasi antara manajemen dan pemegang saham. Para
pemegang saham memiliki akses yang terbatas terhadap informasi yang ada diperusahaan,
oleh karena itu, pemegang saham harus memahami maksud dari informasi yang dikeluarkan
oleh manajemen, dengan kata lain pemegang saham harus mengeri signal-signal yang
ditunjukkan oleh manajemen.
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) dalam S Toni (2012) adalah
suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor
tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Brigham dan Houston
(2001) dalam s Toni (2012) menjelaskan bahwa perusahaan dengan prospek yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap
modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang
melebihi target struktur modal yang normal.
Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual
sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu
isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila
suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga
sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif
yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
Model Market Timing
Model Market timing merupakan satu model yang menjelaskan mengenai waktu untuk
membuat keputusan membeli atau menjual instrumen investasi dengan menggunakan
mekanisme strategi . Model Market Timing bertujuan untuk :
o Menjaga modal sehingga selalu medapatkan keuntungan ketika bertransaksi
(menjual dan membeli)
o Membuat tingkat pengembailan investasi investor lebih tinggi dari strategi buy and hold.

Referensi
Ismawati, Linna. 2013. Struktur Modal. diunduh dari http://eprints.undip.ac.id pada tanggal 5
Oktober 2014
S, Toni. 2012. Modal dan Struktur Modal. unduh dari http://eprints.uny.ac.id pada tanggal 5
Oktober 2014
Sulistyowati, Wiwit Apit. (Tanpa Tahun). Penentuan Kebijakan Struktur Modal Pada
Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia. Diunduh dari
http://eprints.undip.ac.id pada tanggal 5 Oktober 2014

You might also like