You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya terminologi tindak kekerasan atau child abuse berasal dari
dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, seorang radiologist Caffey (dalam Ibnu
Anshori, 2007) melaporkan kasus berupa gejala-gejala klinik seperti patah
tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi
disertai pendarahan tanpa diketahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam
dunia kedokteran, kasus ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh
dalam Anshori, 2007).
Lebih dari 2,5 juta kasus child abuse anak dan pengabaian (neglect)
dilaporkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. 35% diantaranya
melibatkan penganiayaan fisik, 15% melibatkan penganiayaan seksual, dan
50% melibatkan neglect. Berdasarkan dari hasil studi satu dari 20 anak anak
secara umum mengalami penganiayaan fisik physical abuse setiap tahun.
Penganiayaan fisik melibatkan melukai/ merusak badan anak dengan
membakar, memukul dan mematahkan tulang anak. Adanya suatu memar
menunjukkan ada jaringan tubuh yang rusak dan pembuluh darah sudah
memerah. Penerapan metode disiplin dari orang tua ke anak dengan cara
kekerasan seperti menjewer, menampar, dan mencubit hingga meninggalkan
luka atau tanda memar adalah cara yang tidak tepat (American Academy of
Pediatrics, 2007).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan tugas pembuatan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Child Abuse, diharapkan dapat memahami tentang Child Abuse.

2. Tujuan khusus
a. Memahami definisi Child Abuse
b. Mengetahui klasifikasi Child Abuse
c. Mengetahui etiologi terjadinya Child Abuse
d. Mengetahui dampak dari Child Abuse
e. Mengetahui komplikasi dari Child Abuse
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Child Abuse
g. Merumuskan Asuhan keperawatan pada anak dengan Child Abuse
meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, dan intervensi keperawatan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Menurut Sutanto (2006),

kekerasan

anak

adalah

perlakuan

orang

dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya


terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung
jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau
kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik
dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Wikipedia Indonesia (2006) memberikan pengertian bahwa kekerasan
merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan,
pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain. Istilah kekerasan juga berkonotasi
kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.
Menurut Andez (2006) kekerasan pada anak adalah segala bentuk
tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk
hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk
eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli anak.
Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak
yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak
tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya
dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Nadia (2004) mengartikan kekerasan terhadap anak sebagai bentuk
penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakantindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik
pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua

tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Alva menambahkan bahwa


penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh
yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan
berkembang.
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau
orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental
maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara
umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and
Wolfare memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental,
kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang
dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.
B. Klasifikasi Child Abuse
Macam macam Child Abuse :
1. Emotional Abuse.
Perlakuan yang dilakukan oleh orang tua seperti menolak anak, meneror,
mengabaikan anak, atau mengisolasi anak. Hal tersebut akan membuat anak
merasa dirinya tidak dicintai, atau merasa buruk atau tidak bernilai. Hal ini
akan menyebabkan kerusakan mental fisik, sosial, mental dan emosional
anak.
Indikator fisik kelainan bicara, gangguan pertumbuhan fisik dan
perkembangan. Indikator perilaku
mengigit, atau memukul-mukul ).

kelainan kebiasaan ( menghisap,

2. Physical Abuse
Cedera yang dialami oleh seorang anak bukan karena kecelakaan atau
tindakan yang dapat menyebabkan cedera serius pada anak, atau dapat juga
diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pengasuh sehingga
mencederai anak. Biasanya berupa luka memar, luka bakar atau cedera di
kepala atau lengan.
Indikator fisik luka memar, gigitan manusia, patah tulang, rambut
yang tercabut, cakaran. Indikator perilaku waspada saat bertemu degan
orang dewasa, berperilaku ekstrem seerti agresif atau menyendiri, takut pada
orang tua, takut untuk pulang ke rumah, menipu, berbohong, mencuri.
3. Neglect
Kegagalan orang tua untuk memberikan kebutuhan yang sesuai bagi
anak, seperti tidak memberikan rumah yang aman, makanan, pakaian,
pengobatan, atau meninggalkan anak sendirian atau dengan seseorang yang
tidak dapat merawatnya.
Indikator fisikkelaparan, kebersihan diri yang rendah, selalu
mengantuk, kurangnya perhatian, masalah kesehatan yang tidak ditangani.
Indikator kebiasaan. Meminta atau mencuri makanan, sering tidur,
kurangnya perhatian pada masalah kesehatan, masalah kesehatan yang tidak
ditangani, pakaian yang kurang memadai ( pada musim dingin ),
ditinggalkan.
4. Sexual Abuse
Termasuk menggunakan anak untuk tindakan sexual, mengambil
gambar pornografi anak-anak, atau aktifitas sexual lainnya kepada anak.
Indikator fisik , kesulitan untuk berjalan atau duduk, adanya noda atau darah

di baju dalam, nyeri atau gatal di area genital, memar atau perdarahan di
area genital / rektal, berpenyakit kelamin.
Indikator kebiasaan pengetahuan tentang seksual atau sentuhan
seksual yang tidak sesuai dengan usia, perubahan pada penampilan, kurang
bergaul dengan teman sebaya, tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan fisik,
berperilaku permisif / berperilaku yang menggairahkan, penurunan
keinginan untuk sekolah, gangguan tidur, perilaku regressif.
C. Etiologi
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan
child abuse, yaitu:
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang
memiliki kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain, atau
orang tua tidak memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka
memiliki harapan yang tidak sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga orang
tua terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau karena letak
rumah yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak ada orang lain
yang dapat memberikan support kepadanya.
2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini
dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak
direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain
yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak
dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada anak BBLR saat bayi dilahirkan,
mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada beberapa hari
inilah normal bonding akan terjalin.
3. Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak terlalu
berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag sering
terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak yang
sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa pengaruh yang

lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan dirinya di sekitarnya
Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang mempunyai tingkat
sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child abuse dapat terjadi
pada semua tingkatan.
Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan kekerasan pada
anak, karena wanita merupakan pemberi perawatan anak yang utama.
Sedangkan laki-laki lebih banyak melakukan sex abuse, ayah tiri mempunyai
kemungkinan 5 sampai 8 kali lebih besar untuk melakukannya daripada ayah
kandung (Smith dan Maurer).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik
kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
1. Stress yang berasal dari anak.
a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik
anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah
anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda
dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga
anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi
dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung
mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang
memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang
memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan
dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan
bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.

e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar


disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati
dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada
hubungan emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.
2. Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor
terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua
faktor ini berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga
apapun akan dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi
kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab
lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk
kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan
kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya
perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.
3. Stress berasal dari orang tua,
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan
kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu
mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama
terhadap orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas
kejadian yang pernah dialaminya.

c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan
membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu
memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan
anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan
kekerasan.
D. Dampak Child Abuse
Ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak (child
abuse ), antara lain;
1. Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang
tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan
berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anakanak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang
menjadi agresif. Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa
semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk
yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang
berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan
cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga
menyebabkan korban meninggal dunia;
2. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang
sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung
meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa
(memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia
(takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan
bunuh diri. Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar diidentifikasi
atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti
penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi
yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa
percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik

diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun


kecenderungan bunuh diri;
3. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003)
diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah,
merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka
sudah dewasa atau bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang
dialami semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab
keterlibatan dalam prostitusi. Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang
masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan antara lain dari yang biasanya
tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola
tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit
perut atau adanya masalah kulit, dll (dalam Nadia, 1991);
4. Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak
mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua
terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang
dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal
mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah
penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
5. Dampak yang lainnya (dalam Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam
mendapatkan pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat anak
dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam
mendidik

anak

mampu

berinteraksi

dengan

lingkungannya

gagal

menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga


sehingga anak terpaksa putus sekolah.
E. Komplikasi
1. Mengalami keterlambatan dan keterbelakangan mental
2. Kejang-kejang
3. Hidrocepalus
4. Ataksia
5. Kenakalan remaja
10

6. Depresi dan percobaan bunuh diri


7. Gangguan Stress post traumatic
8. Gangguan makan
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakukan skrining perdarahan pada
penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan.
a. Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa, dalam 72 jam setelah
penganiayaan seksual.
b. Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk gonokokus.
c. Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B.
d. Analisa rambut pubis.
2. Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah
pada anak, yaitu untuk:
a. Identifikasi fokus dari bekas
b. Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia dua tahun sebaiknya
dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak di atas 4-5 tahun
hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam
pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multipel dengan
tingkat penyembuhan yang berbeda, merupakan suatu kemungkinan
adanya penganiayaan fisik. Ultrasonografi (USG) digunakan untuk
mendiagnosis adanya lesi viseral. CTscan lebih sensitif dan spesifik
untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada

11

penganiayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala


yang berat.
G. Pencegahan Dan Penanggulangan Penganiayaan Pada Anak
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak
adalah melalui:
1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang
ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
a. Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
1) Individu
Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan
masyarakat
Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
Pelayanan referensi perawatan jiwa
Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku
kekerasan.
2) Keluarga
Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di
masyarakat
Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut
(follow up)

12

Pelayanan sosial untuk keluarga


3) Komunitas
Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
Mengurangi media yang berisi kekerasan
Mengembangkan
pelayanan

krisis,

pelayanan
tempat

dukungan

masyarakat,

penampungan

seperti:

anak/keluarga/usia

lanjut/wanita yang dianiaya


Kontrol pemegang senjata api dan tajam
b. Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang
stress
1) Individu
Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada
keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan
perlindungan
Tempat perawatan atau Foster home untuk korban
2) Keluarga
Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group).
Misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera
Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang memberikan
pelayanan pada korban.
3) Komunitas

13

Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada


korban dengan standar prosedur dalam menolong korban
Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon,
melaporkan,

pelayanan

kasus,

koordinasi

dengan

penegak

hukum/dinas sosial untuk pelayanan segera.


Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya bayi dan
anak.
Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah
setempat.
Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi
Kontrol pemegang senjata api dan tajam
c. Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan
kekerasan
1) Individu
Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban
Konseling profesional pada individu
2) Keluarga
Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
Konseling profesional bagi keluarga
Self-help-group (kelompok peduli)
3) Komunitas
Foster home, tempat perlindungan
Peran serta pemerintah
follow up pada kasus penganiayaan dan kekerasan
Kontrol pemegang senjata api dan tajam

14

2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan
yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran
biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan
harud dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu
meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak
juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat
membantu mendeteksi tanda2 aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada
anak.
3. Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat
ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua
bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa
anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
secara wajar.
4. Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti
oleh artikel2 pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik
jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program
pencegahan lebih ditekankan.

15

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.

Riwayat keluarga dari penganiayaan anak yang lalu.

2.

Kecelakaan yang berulang-ulang, dengan fraktur/memar/jaringan yang


berbeda waktu sembuhnya.

3.

Orang tua yang lambat mencari pertolongan medis.

4.

Orang tua yang mengaku tidak mengetahui bagaimana jelas tersebut


terjadi.

5.

Riwayat kecelakaan dari orangtua berbeda atau berubah-ubah pada


anamnesis.

6.

Keterangan yang tidak sesuai dengan penyebab jejas yang tampak atau
stadium perkembangan anak.

7.

Orang tua yang mengabaikan jejas utama yang hanya membicarakan


masalah kecil yang terus-menerus.

8.

Orangtua berpindah dari satu dokter ke dokter yang lain sampai satu saat
akhir bercerita bahwa ada sesuatu yang salah dengan anak mereka.

9.

Penyakit anak yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

10. Anak yang gagal tumbuh tanpa alasan yang jelas.


11. Anak wanita yang tiba-tiba berubah tingkah lakunya, menyendiri atau
sangat takut dengan orang asing, harus diwaspadai kemungkinan
terjadinya penganiayaan seksual.
12. Pada anak yang lebih tua, mungkin dapat menceritakan jejasnya, tetapi
kemudian mengubah uraiannya karena rasa takut akan pembalasan atau
untuk mencegah pembalasan orangtua.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko trauma berhubungan dengan karakteristik anak, pemberian asuhan
dan lingkungan.
16

2. Cemas berhubungan dengan perlakuan salah yang berulang-ulang,


ketidakberdayaan dan potensial kehilangan orang tua.
3. Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua / anak / bayi berhubungan
dengan perlakuan kekerasan
4. Risiko cidera berhubungan dengan kekerasan fisik (kekerasan orang tua)
5. Ketakutan berhubungan dengan kondisi fisik / social
6. Resiko keterlamnbatan perkembangan berhubungan dengan perilaku
kekerasan
(Nanda, 2012)
C. Intervensi
1. Dx 1 : Resiko trauma berhubungan dengan karakteristik anak, pemberian
asuhan dan lingkungan.
Tujuan: setelah dialakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi
trauma pada anak
NOC : Abuse Protection
Kriteria hasil :
a. Keselamatan tempat tinggal
b. Rencana dalam menghindari kekerasan/ perlakuan yang salah
c. Rencanakan tindakan untuk menghindari perlakuan yang salah
d. Keselamatan diri sendiri
e. Keselamatan anak
NIC: Enviromental Mangemen: safety
Intervensi
a. Identifikasi kebutuhan rasa aman pasien berdasarkan tingkat fisik, fungsi
kognitif dan perilaku masa lalu

17

b. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko


c. Monitor lingkungan dalam perubahan status keamanan
d. Bantu pasien dalam menyiapkan lingkungan yang aman
e. Ajarkan resiko tinggi individu dan kelompok tentang bahaya lingkungan
f. kolaborasi dengan agen lain untuk mengmbangkan keamanan lingkungan
2. Dx 2 : Cemas berhubungan dengan perlakuan salah yang berulang-ulang
ketidakberdayaan dan potensial kehilangan orang tua.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatandiharapkan rasa cemas
anak dapat berkurang / hilang
NOC

: Kontrol cemas

Kriteria hasil :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Menyingkirkan tanda kecemasan
c. Menurunkan stimulasi lingkuangan ketika cemas
d. Mencari informasi untuk menurunkan cemas
e. Menggunakan strategi koping efektif
NIC

: Penurunan cemas

Intervensi
a. Tenangkan klien
b. Berusaha memahami keadaan klien
c. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa takut
d. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi-situasi yang menciptakan
cemas
e. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri dengan cara yang tepat
f. kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan

18

3. Dx 3 : Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua / anak / bayi


berhubungan dengan perlakuan kekerasaN
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tidak terjadi kerusakan kedekatan orang tua / anak /
bayi
NOC : Parenting
Kriteria hasil :
a. Menyediakan kebutuhan fisik anak
b. Merangsang perkembangan kognitif
c. Merangsang perkembangan emosi
d. Merangsang perkembangan spiritual
e. Menggunakan masyarakat dan sumber lain yang tepat
f. Gunakan interaksi yang tepat untuk perkembangan emosi anak
NIC

: Anticipatory guidance

Intervensi
a. Kaji

pasien

situasional

untuk

mengidentifikasi

perkembangan

dan

krisis

selanjutnya dalam efek dari krisis yang ada pada kehidupan

individu dan keluarga.


b. Instruksikan perkembangan dan perilaku yang tepat
c. sediakan informasi yang realistic yang berhubungan dengan perilaku
pasien
d. tentukan kebiasaan pasien dalam mengatasi masalah
e. Bantu pasien dalam memutuskan bagaimana dalam memutuskan masalah
f. Bantu pasien berpartisipasi dalam mengantisipasi perubahan peraturan
4. Dx 4 : Risiko cidera berhubungan dengan kekerasan fisik (kekerasan
orangtua)
19

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi


cidera
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil:
a. Pantau factor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
b. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
c. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
d. Menghindari cidera fisik
e. Orang tua akan mengenali resiko dan membantu kekerasan.
NIC

: Manajemen lingkungan: keselamatan

Intervensi:
a. Monitor lingkungan untuk perubahan status
b. Identifikasi keselamatan yang dibutuhkan pasien, fungsi kognitif dan
level fisik
c. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko
d. Gunakan alat-alat pelindung untuk mobilitas fisik yang sakit
e. Catat agen-agen berwenang untuk melindungi lingkungan
5. Dx 5 : Ketakutan berhubungan dengan kondisi fisik / social
Tujuan : Pasien tidak merasa takut.
NOC : Kontrol ketakutan
Kriteria hasil:
a. Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
b. Menghindari sumber ketakutan bila mungkin

20

c. Mengendalikan respon ketakutan


d. Mempertahan penampilan peran dan hubungan social
NIC 1 : Pengurangan Ansietas
Intervensi:
a. Sering berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku
yang dapat menurunkan / mengurangi takut
b. Tetap bersama pasien selama dalam situasi baru
c. Gendong / ayun-ayun anak
d. Sering berikan penguatan verbal / non verbal yang dapat membantu
menurunkan ketakutan pasien
NIC 2 : Peningkatan koping
Intervensi:
a. Gunakan pendekatan yang tenang, meyakinkan
b. Bantu pasien dalam membangun penilaian yang objektif terhadap suatu
peristiwa
c. Tidak membuat keputusan pada saat pasien berada dalam stress berat
d. Dukung untuk menyatukan perasaan, persepsi dan ketakutan secara
verbal
e. Kurangi stimulasi dalam lingkungan yang dapat disalah interprestasikan
sebagai ancaman
6. Dx 6: Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan perilaku
kekerasan
Tujuan : Tidak terjadi keterlambatan perkembangan
NOC : Abusive behavior self-control

21

Kriteria hasil:
a. Hindari perilaku kekerasan fisik
b. Hindari perilaku kekerasan emosi
c. Hindari perilaku kekerasan seksual
d. Gunakan alternative mekanisme koping untuk mengurangi stress
e. Identifikasi factor yang dapat menyebabkan perilaku kekerasan
NIC

: Family terapi

Intervensi:
a. Tentukan terapi dengan keluarga
b. Rencanakanstrategi terminasi dan evaluasi
c. Tentukan ketidakmampuan spesifik dalam harapan peran
d. Gunakan komunikasi dalam berhubungan dengan keluarga
e. Berikan penghargaan yang positif pada anggota keluarga

22

BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Child abuse adalah seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang
keras, dimana termasuk malnutrisi dan mentelantarkan anak sebagai stadium
awal dari indrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium
akhir yang paling berat dari spectrum perlakuan salah oleh orang tuanya/
pengasuh.
Child Abuse adalah tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak
sehingga tidak optimal lagi.

23

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Delsboro. 1993. Keperawatan Pediatric, Jakarta : EGC
Budi Keliat, Anna. 1998. Penganiayaan Dan Kekerasan Pada Anak. Jakarta:
FKUI
Gordon et all. 2002. Nanda Nursing Diagnoses. Definition and classification
20012002. Phildelpia : NANDA
Johnson, Fontana, dkk. 1998. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes
Classifition (NOC), Second Edition. USA : Mosby
Mccloskey, Gill D.dkk. 1998. IOWA Intervention Project Nursing Intervention
Classifition (NOC), Second Edition. USA : Mosby
Nelson, Synder.2000. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Whaleys and Wong. 1995. Clinic Manual of Pediatric Nursing,4th Edition. USA
Potter A Patricia.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan,edisi 4.Jakarta :EGC
NANDA. 2005. Nursing Diagnoses: Definitions

& Classification 2005-2006.

Philadelphia: NANDA International.


NICNOC. 2008, Diagnosa Nanda NIC & NOC, Jakarta: Prima Medika.
American Academy of Pediatrics, 2007. Soft Drinks in Schools: Committee on School
Health.

Available

from:http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;
/113/1/152.htm. [Accessed 14 April 2013].

24

Soegijianto, Soegeng.2002.Ilmu Penyakit Anak.Jakarta: Salemba Medika.


Hidayat, A. 2008, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (2 Edition), Jakarta:Salemba
Medika.

25

You might also like