You are on page 1of 11

Entamoeba Histolytica

Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Lsch (tahun 1875) dari tinja
disentri seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Lssch menemukan
E.histolytica bentuk trofozoit dalam ulkus usus besar, tetapi ia tidak mengalami hubungan
kausal

antar

parasit

ini

dengan

kelainan

ulkus

tersebut.

Pada tahun 1893 Quinche dan Roos menemukan E.histolytica bentuk kista, sedangkan
Schaudin (1903) memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan
ameba

yang

juga

hidup

dalam

usus

besar

yaitu

Entamoeba

coli.

Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di Filiphina membuktikan dengan eksperimen
pada sukarelawan bahwa E.histolytica merupakan penyebab kolitis amebik dan E.coli
merupakan parasit komensal dalam usus besar.
Entamoeba histolytica adalah suatu parasit yang sering ditemukan dalam usus besar
manusia, primatra tingkat tinggi tertentu, dan beberapa binatang jinak rumahan dan
komersial. Sebagian besar kasus asimptomatik kecuali pada manusia atau diantara binatang
yang hidup dalam keadaan tertekan atau dalam keadaan yang tidak alamiah (misalnya pada
primata yang ada di kebun binatang).

Entamoeba Histolytica

Distribusi geografik
Amebiasis terdapat di seluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah tropik dan daerah
beriklim sedang.

Penyakit yang disebabkan


Amebiasis.

Hospes
Manusia.
Morfologi dan identifikasi
A. Sifat organisasi :
Dalam siklusnya terdapat tiga bentuk yaitu:
Bentuk histolitika, minuta dan kista. Bentuk histolitika dan bentuk minuta adalah
bentuk trofozoit.
Bentuk histolitika :
Besarnya 20-40 mikron, inti Entamoeba ada satu dengan kariosom letak sentral,
endoplasma dengan vakuol-vakuol (berbutir halus) biasanya tidak mengandung
bakteri atau sisa makanan, tetapi mengandung sel darah merah, ada eritrosit,
ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel membentuk pseudopodium
yang dapat dilihat dengan nyata. Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma,
besar dan lebar seperti daun, dibentuk dengan mendadak, pergerakannya cepat.
Bentuk histolitika ini patogen dan dapat hidup dalam jaringan usus besar, hati,
paru, otak, kulit dan vagina. Bentuk ini berkembangbiak secara belah pasang di
jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut, sesuai dengan nama spesiesnya
Entamoeba histolytica (histo = jaringan, lysis = hancur).
Bentuk minuta :
Bentuk minuta adalah bentuk pokok (esensial); tanpa bentuk minuta daur hidup
tidak dapat berlangsung; Besarnya 10-20 mikron, mempunyai satu inti Entamoeba
dengan kariosom letak sentral, endoplasma dengan vakuol-vakuol (berbutir-butir)
yang tidak mengandung sel darah merah tetapi mengandung bakteri dan sisa
makanan, tanpa eritrosit, ektoplasma tidak nyata dan hanya tampak jika
membentuk pseudopodium. Pseudopodium dibentuk perlahan-lahan sehingga
pergerakannya lambat.
Bentuk kista :
Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar; Besarnya 10-20 mikron, berbentuk
bulat atau lonjong, mempunyai dinding kista, mempunyai satu atau empat inti,

terlihat benda kromatoid besar menyerupai lisong, terdapat vakuol glikogen.


Benda kromatoid dan vakuol glikogen dianggap sebagai makanan cadangan,
karena itu terdapat pada kista muda. Pada kista matang, benda kromatoid dan
vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi. Bentuk kista ini tidak patogen, tetapi
dapat merupakan bentuk infektif.
Jadi, E. Histolytica tidak selalu menyebabkan penyakit. Bila tidak menyebabkan
penyakit, ameba ini hidup sebagai bentuk minuta yang bersifat komensal di
rongga usus besar, berkembangbiak secara belah pasang. Kemudian bentuk
minuta dapat membentuk dinding dan berubah menjadi bentuk kista. Kista
dikeluarkan bersama tinja.Dengan adanya dinding kista, bentuk kista dapat
bertahan terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia.Bila kista matang
tertelan, kista tersebut sampai di lambung masih dalam keadaan utuh karena
dinding kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga usus halus dinding kista
dicernakan, terjadi ekskistasi dan keluarlah bentuk-bentuk minuta yang masuk ke
rongga usus besar. Bentuk minuta dapat berubah menjadi bentuk histolitika yang
patogen dan hidup di mukosa usus besar dan dapat menimbulkan gejala. Dengan
aliran darah, bentuk histolitika dapat tersebar ke jaringan hati, paru dan otak.
Infeksi terjadi dengan menelan kista matang.

B. Biakan :
Trofozoit dengan mudah diperiksa dalam biakan; enkistasi (pemebentukan selubung
kista) dan eksistansi (keluar dari selubung kista) keduanya dapat diawasi.

C. Kebutuhan pertumbuhan
Pertumbuhan paling hebat pada berbagai perbenihan kompleks yang kaya dibawah
anaerob sebagian pada 37oC dan pH 7,0-disertai campuran flora atau paling tidak satu
speisies yang hidup bersama. Pertumbuhan dalam biakan jaringan juga terbaik
dibawah anaerob sebagian.

D. Variasi :
Variasi pada ukuran kista disebakan karena perbedaan nutrisi, kemungkinan efek tuan
rumah, atau adanya bentuk tidak patogen yang kecil, E hartmanni. Kemungkinan

perubahan sifat antara bentuk komensal yang umumnya tidak invasif dengan fase
infasif dari populasi yang sama umumnya di anggap jarang terjadi, walaupun
penggunaan obat kortikosteroid atau pengobatan imunosupresan lain, infeksi
konkomitan, atau gangguan lain pada kekebalan seperti AIDS, dapat membangkitkan
secara tiba-tiba pertumbuhan strain virulen.

Patogenesis, Patologi, dan Gambaran Klinik


Multiplikasi di antara trofozoit terjadi dengan pembelahan biner. Trofozoit keluar dari
krista yang termakan (metekista) setelah pengaktifan proses eksistensi dalam lambung dan
duodenum. Metakista membelah dengan cepat, menghasilkan 4 amoeba (satu untuk setiap
inti kista), masing-masing membelah lagi menghasilkan 8 trofozoit kecil perkista infektif. Ini
menuju ke sekum dan menghasilkan populasi trofozoit yang mengisi lumen, penyakit timbul
bila trofozoit menyerang epitel usus. Invasi selaput lendir oleh amoeba dengan bantuan enzim
proteolitik terjadi melalui kripti lieberkuhn, membentuk tukak yang tersebar dengan bagian
tengah sebesar kepala jarum pentul dan tepi yang menonjol, dari ma ledir, sel nekrotik, dan
amoeba lewat. Perubahan patologik selalu disebabkan oleh trofozoit; kista E histolytica tidak
dihasilkan dalam jaringan. Amoeba berbiak dengan cepat dan tertimbun diatas muskularis
mukosa, sering menyebar ke lateral. Penyembuhan dapat terjadi spotan disertai sedikit erosi
jaringan bila regenerasi berlangsung lebih cepat daripada destruksi, atau trofozoit amoeba
dapat menerobos melalui muskularis ke dalam submukosa. Terjadi penyebaran ke lateral
yang cepat dari amuba yang membelah, menggali selaput lendir dan menimbulkan tukak
bentuk labu yang khas dari amubiasis primer: tempat masuk kecil, melalui leher sempit
selaput lendir ke dalam daerah nekrotik yang meluas dalam submukosa. Invasi kuman
biasanya tidak terjadi pada saat ini, reaksi selular terbatas, dan kerusakan disebabkan karena
nekrosa litik. Penyebaran selanjutnya dapat menggabungkan koloni amoeba dan menggali
daerah luas pada permukaan selaput lendir. Trofozoit dapat menembus selubung oto dan
kadang-kadang serosa, mengakbatkan perforasi ke dalam rongga peritoneal. Pembesaran
daerah nekrotik selanjutnya mengakibatkan perubahan besar pada tukak, yang pinggirnya
dapt menjadi panjang bergantungan, invasi kuman sekunder, dan penumpukan lekosit
netrofil.
Faktor yang menetukan invasi amoeba adalah jumlah amoeba yang dimakan,
kemampuan patogenik strain parasit, keadaan tuan rumah (seperti pergerakam usus,

kemempuan kekebalan, lingkungan, tingkah laku, dan keadaan epidemologi lain yang
berkaitan dengan kontak), adanya kuman enterik yang cocok (yang menimbulkan potensial
redoks rendah yang dibutuhkan pada tempat

masuk dan kemungkinan menghasilkan

kebutuhan metabolik), dan riwayat perpindahan amoeba (pengeluaran yang cepat waktu
epidemi memperbesar virulensi). Amoeba yang dimakan dalam jumlah besar dapat
mempunyai kesempatan untuk invasi

untuk melawan daya tahan tuan rumah normal.

Sejumlah kecil amoeba yang patogenitasnya tinggi atau virulen dapat mengakibatkan
penyakit aktif walaupun tuan rumah yang sehat, tahan amoeba. Akan tetapi, sebagian besar
orang terkena infeksi tidak sakit tetapi menyimpan amoeba yang mendiami lumen dan bentuk
krista yang dikeluarkan dalam tinja. Trofozoit, khususnya dengan sel darah merah yang ada
di dalam sitoplasmanya, diteukan dalan tinja cair atau setengah padat adalah
patognomonik.tinja padat biasanya hanya mengandung krista, sedangkan kasus-kasus aktif
(dengan tinja berbercak darah dan utas lendir yang mengandung banyak amoeba) hanya dapat
mengeluarkan trofozoit saja. Gejala sangat tergantung pada tempat dan intenstas lesi yang
dihasilakan. Nyeri abdomen yang sangat, disentri yang menyolok, dehidrasi, dan kelemahan
yang terjadi pada kasus besar usus besar yang luas. Pada penyakit yang kurang akut,
timbulnya gejala-gejala secara bertahan merupakan kebiasaan, disertai episode diare, kejang
abdomen, nausea dan muntah-muntah, dan keinginan keras untuk defekasi. Terjadinya kejang
abdomen selama berminggu-minggu, perasaan tidak enak, kehilangan nafsu makan,
penurunan berat bada, dan perasaan sakit di seluruh tubuh. Timbul dalam 4 hari dan dapat
terjadi 1 tahun kemudian, setelah invasi lambat dinding usus. Orang dapat tetap asimptomatik
selama bertahun-tahun, dan membentuk kekebalan asli.
Patologi Klinis
E. histolytica adalah spesies amoeba yang paling unik dan berbahaya diantara spesies amoeba
lainnya yang menginfeksi orang. Hal tersebut karena protozoa ini mempunyai kemampuan
untuk menghidrolisis jaringan hospes (histo=jaringan, lytic=lysis). Sekali amoeba ini
berkontak dengan mukosa, parasit ini mensekresi enzim proteolytic/ cystein proteinase yang
disebut histolisin, sehingga organisme ini dapat berpenetrasi ke dalam epithelium kemudian
ke jaringan yang lebih dalam.Kemudian bentuk histolitika memasuki submukosa dengan
menembus lapisan muskularis mukosa, bersarang di submukosa dan membuat kerusakan
yang lebih luas daripada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang disebut ulkus ameba,
Dibedakan atas:
(a) Intestinal: akut dan kronik.

(b) Ekstra intestinal: hati, paru, kulit, vagina, penis, dan otak. Terjadi karena metastasis dari
jaringan hati. Di mana semua kasus terjadi berasal dari absces jaringan hati. Ada ulkus ameba
di bagian mukosa. Bentuk histolitika ditemukan di dasar dan dinding ulkus. Tinja bercampur
lendir dan darah. Predileksi di daerah sekum, rektum, dan signoid.
Bentuk klinis yang dikenal adalah :
a. Amebiasis intestinal (amebiasis usus, amebiasis kolon)
Dasar penyakit ialah radang usus besar dengan ulkus-ulkus (borok) yang menggaung,
disebut juga kolitis ulserosa amebik. Terjadi pertama di daerah caecum, appendix,
colon ascenden dan berkembang ke colon lainnya. Bila sejumlah parasit ini
menyerang mukosa akan menimbulkan ulcus(borok), yang mempercepat kerusakan
mukosa. Lapisan muskularis usus biasanya lebih tahan. Biasanya lesi akan terhenti
didaerah membran basal dari muskularis mukosa dan kemudian terjadi erosi lateral
dan berkembang menjadi nekrosis. Jaringan tersebut akan cepat sembuh bila parasit
tersebut dihancurkan (mati). Pada lesi awal biasanya tidak terjadi komplikasi dengan
bakteri. Pada lesi yang lama (kronis) akan diikuti infeksi sekunder oleh bakteri dan
dapat merusak muskularis mukosa, infiltrasi ke submukosa dan bahkan berpenetrasi
ke lapisan muskularis dan serosa.Terjadinya kasus trophozoit terbawa aliran darah
dan limfe ke lokasi lain dari tubuh, menyebabkan terjadinya lesi pada organ lain.
Tingginya angka kematian karena penyakit ini disebabkan oleh robeknya colon
bersamaan dengan terjadinya peritonitis.

Amebiasis intestinal terdiri atas :

Amebiasis kolon akut,


Bila gejalanya berlangsung kurang dari 1 bulan. Amebiasis kolon akut atau
disentri ameba (dysentria amoebica) mempunyai gejala yang jelas yaitu
sindrom disentri yang merupakan kumpulan gejala terdiri atas diare (berakberak encer) dengan tinja yang berlendir dan berdarah serta tenesmus anus
(nyeri pada anus waktu buang air besar). Terdapat juga rasa tidak enak di perut
dan mules. Bila tinja segar diperiksa, bentuk histolitika dapat ditemukan
dengan mudah

Amebiasis kolon menahun,


Bila gejalanya berlangsung lebih dari 1 bulan atau bila terjadi gejala yang
ringan, diikuti oleh reaktivasi gejala akut secara periodik. Amebiasis kolon
menahun mempunyai gejala yang tidak begitu jelas. Biasanya terdapat gejala
sus yang ringan, antara lain rasa tidak enak di perut, diare yang diselingi
dengan obstipasi (sembelit). Pada pemeriksaan tinja segar, bentuk histolitika
sulit ditemukan, tetapi bentuk ini harus ditemukan untuk menetapkan
diagnosis. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan tinja yang berulang. Di
sekitar ulkus yang disertai peradangan, dapat terjadi penebalan dinding usus,
terutama di daerah sekum, kadang-kadang di sigmoid. Penebalan ini
merupakan suatu granuloma, disebut juga ameboma. Gambaran histologi
menunjukkan jaringan kolagen dan fibroblas dengan tanda peradangan
menahun disertai granula

b. Amebiasis Ekstra-Intestinal
Amebiasis kolon bila tidak diobati akan menjalar keluar dari usus dan menyebabkan
amebiasis ekstra-intestinal. Hal ini dapat terjadi secara :

Hematogen (melalui aliran darah),


Cara hematogen terjadi bila ameba telah masuk di submukosa dibawa oleh aliran darah
melalui venaporta ke hati kemudian memasuki kapiler darah menuju sinusoid hati dan
menimbulkan abses hati. Kebanyakan abses terbentuk di lobus kanan hati, biasanya soliter.
Abses berisi nanah yang berwarna coklat. Besarnya absces cukup bervariasi dari bentuk titik
yang kemudian membesar sampai seperti buah anggur. Di tengah absces akan terlihat adanya
cairan nekrosis, ditengahnya ada sel stroma hati dan bagian luarnya terlihat jaringan hati yang
ditempeli oleh ameba. Bilamana absces pecah serpihan absces akan tersebar dan menginfeksi
jaringan lainnya

Per kontinuitatum (secara langsung).


Cara per kontinuitatum terjadi bila abses hati tidak diobati sehingga abses pecah. Ameba
yang keluar dapat menembus diafragma, masuk ke rongga pleura dan paru, menimbulkan
abses paru. Abses hati dapat juga pecah ke dalam rongga perut dan menyebabkan peritonitis
atau pecah ke dalam dinding perut, menembus dinding perut sampai ke kulit dan
menimbulkan amebiasis kulit dinding perut. Amebiasis rektum bila tidak diobati dapat
menyebar ke kulit di sekitar anus, menyebabkan amebiasis perianal; dapat juga menyebar ke

perineum, menyebabkan amebiasis perineal atau ke vagina, menyebabkan amebiasis vagina.


Di kulit dan vagina ameba ini menimbulkan ulkus.

Gejala klinis Entamoeba Histolytika


1. Gejalanya terkadang sama-samar
2. Kebanyakan penderita yang tinggal di iklim sedang
3. Gejala sangat tergantung pada tempat dan intensitas lesi yang dihasilkan
4. Gejala bisa berupa diare dan sembelit yang hilang timbul
5. Banyak buang gas dan kram perut
6. Demam
7. Tinja mengandung darah serta lendir
8. Nausea dan muntah-muntah.
9. Terjadinya kejang abdomen selama berminggu-minggu
10. Perasaan tidak enak
11. Kehilangan nafsu makan
12. Penurunan berat badan
13. Perasaan sakit di seluruh tubuh.

Terapi
Beberapa obat cukup baik untuk membunuh koloni amebiasis yaitu:
- Asam arsanilik dan derivatnya
- iodichlor hydroxyquinolines

1. Emetin hidroklorida (Parenteral),


Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian emetin ini hanya efektif bila
diberikan secara parental, karena pada pemberian secara oral absorpsinya tidak sempurna.
Toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot jantung. Dosis maksimum untuk orang
dewasa adalah 65 mg sehari, sedangkan untuk anak di bawah 8 tahun, 10 mg sehari. Lama
pengobatan 4 sampai 6 hari. Pada orang tua dan orang sakit berat, dosis harus dikurangi.
Emetin tidak dianjurkan pada wanita hamil, pada penderita dengan gangguan jantung dan
ginjal. Dehidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin dan dapat diberikan
secara oral. Dosis maksimum adalah 0,1 gram sehari, diberikan selama 4 sampai 6 hari.

Emetin dan dehidroemetin efektif untuk pengobatan abses hati (amebiasis hati).

2. Klorokuin/ Chloroquine phosphat


Obat ini merupakan amebisid jaringan, berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Efek samping
dan efek toksiknya bersifat ringan, antara lain mual, muntah, diare, sakit kepala. Dosis untuk
orang dewasa adalah 1 gram sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari selama 2 sampai 3
minggu. Obat ini juga efektif terhadap amebiasis hati.

3. Tetrasiklin dan eritromisin


Bekerja secara tidak langsung sebagai amebisid dengan mempengaruhi flora usus.
Paramomisin bekerja langsung pada ameba. Dosis yang dianjurkan adalah 25 mg/kg berat
badan/hari selama 5 hari, diberikan secara terbagi. Tetracycline, cukup baik, tetapi kurang
baik untuk infeksi ectopic.

4. Niridazole,
Cukup efisien

5. Metronidazol (Nitroimidazol)
Merupakan obat pilihan, karena efektif terhadap bentuk histolitika dan bentuk kista. Efek
sampingnya ringan, antara lain mual, muntah, dan pusing. Dosis untuk orang dewasa adalah 2
gram sehari selama 3 hari berturut-turut, diberikan secara terbagi. Metronidazole efektif
terhadap amebiasis extra intestinal dan infeksi koloni (dosis 2g/hari, selama 3 hari).
Metronidazol tablet 250 mg dan 500 mg dosis oral 3 X 750 mg/hari selama 5-10 hari

Pencegahan
Pencegahan penyakit amebiasis terutama ditujukan kepada kebersihan perorangan (personal
hygiene) dan kebersihan lingkungan (environmental sanitation). Kebersihan perorangan
antara lain adalah mencuci tangan dengan bersih sesudah mencuci anus dan sebelum makan.
Kebersihan lingkungan meliputi: memasakn air minum sampai mendidih sebelum diminum,
mencuci sayuran sampai bersih atau memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di
jamban, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, menutup dengan baik makanan yang
dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas, membuang sampah di
tempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat.

Sumber:
Shadily, Hassan. Ensiklopedi Indonesia. Ichtiar Baru-Van Hoeve dan Elsevier Publishing
Projects. Jakarta, 1984. Hal. 2585
ditochan.wordpress.com/2009/04/17/entamoeba-histolytica/
Jawetz,E. JL Melnick &E.A.Adelber. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan Edisi 16 hal.634.
Jakarta: EGC(1986)

Gambar :

You might also like