You are on page 1of 18

ANALISIS POTENSI EKONOMI DAERAH

Jakarta, 20 Oktober 2005

ANALISIS POTENSI EKONOMI DAERAH

Metodologi dasar yang biasa digunakan dalam analisa tentang


pembangunan ekonomi daerah untuk mengetahui potensi dan sektor
strategis dalam perekonomian daerah adalah analisa sektor basis
(dengan

menggunakan

model

Location

Quotient

/LQ),

analisa

spesialisasi regional (dengan menggunakan Indeks Krugman), dan


analisa shift-share.

1. Analisa Location Quotient (LQ)


Pada dasarnya sektor-sektor dalam perekonomian dapat dibagi ke
dalam dua sektor besar, yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis
adalah sektor-sektor yang mampu memenuhi atau melayani kebutuhan
atau pasar di daerah sendiri, bahkan dapat mengekspor barang dan
jasanya ke luar daerah yang bersangkutan. Sedangkan sektor non basis
adalah sektor-sektor yang hanya mampu memenuhi atau melayani
kebutuhan atau pasar daerahnya sendiri, bahkan harus mengimpor dari
luar daerah yang bersangkutan.
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menentukan
sektor-sektor basis ini adalah pendekatan Location Quotient atau sering
disingkat LQ . LQ merupakan indikator awal untuk menentukan posisi
surplus/defisit suatu daerah dalam hal konsumsi/produksi tertentu.
Analisa LQ merupakan suatu metode statistik yang menggunakan
karakteristik

output/nilai

menganalisis

dan menentukan keberagaman dari basis ekonomi

masyarakat

daerah.

tambah

Basis

atau

ekonomi

kesempatan

dicirikan

oleh

kerja

untuk

karakteristik

pendapatan dan kesempatan kerja. Analisis LQ memberikan kerangka


pengertian tentang stabilitas dan fleksibilitas perekonomian masyarakat
untuk merubah kondisi melalui penyelidikan terhadap derajat sektorsektor yang ada di lingkungan masyarakat (Heilbrun, 1987).

Asumsi

yang

digunakan

pada

saat

menganalisis

dengan

menggunakan analisis LQ antara lain adalah:


-

Semua penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan


yang

sama

dengan

referensinya),

pola

kondisi

ini

permintaan

nasional

mengasumsikan

(daerah

bahwa

pola

pengeluaran secara geografis adalah sama


-

Produktivitas tenaga kerja di seluruh daerah adalah sama

Setiap sektor dalam perekonomian menghasilkan output atau


produk yang homogen
Kegunaan utama dengan menggunakan analisis LQ adalah:

Untuk mengestimasi jumlah/kapaistas ekspor baik barang/jasa


atau tenaga kerja yang terjadi di masyarakat atau daerah
dengan

mudah

dan

murah,

dibandingkan

apabila

harus

melakukan survey secara langsung ke lapangan


-

Melihat

seberapa

besar

suatu

sektor

mampu

memenuhi

kebutuhannya sendiri (self sufficient) dalam produksi atau tenaga


kerja
-

Untuk melihat stabilitas perekonmomian suatu daerah secara


keseluruhan, dimana kestabilan ini selalu dikaitkan dengan
keragaman pada basis ekonomi yaitu bahwa output atau tenaga
kerja tidak terkonsentrasi pada beberapa sektor saja. Basis
ekonomi seharuisnya tersebuar pada beberapa sektor dengan
tujuan agar masyarakat dapat menikmati pelayanan yang lebih
baik dari pemerintah daerahnya dan dapat terhindar dari kondisi
buruk apabila terdapat atau muncul gangguan terhadap sektorsektor basis tersebut
Analisis

LQ

pada

suatu

sektor

tertentu

dilakukan

dengan

membandingkan share sektor tertentu - bisa dengan menggunakan


nilai output atau jumlah tenaga kerja terhadap totalnya pada tingkat
daerah/lokal dengan share sektor yang sama tersebut terhadap
totalnya pada tingkat nasional (sering disebut juga wilayah referensi,
3

yaitu wilayah yang lebih luas dari daerah/lokal yang dianalisa atau
supra-daerah). Dimana jika nilai share sektor di daerah lebih besar dari
pada share sektor pada tingkat nasional maka porsi kelebihannya
tersebut dapat menjelaskan tentang besarnya nilai ekspor (dikirim ke
daerah lain) yang terjadi.
Jadi, dalam prakteknya, data yang digunakan untuk analisis LQ
bisa bermacam-macam, tergantung pada keperluannya. Data nilai
output atau nilai tambah dari suatu sektor tertentu dapat digunakan
apabila

analisa

dimaksudkan

untuk

mengatahui

tentang

aspek

perekonomian atau pendapatan daerah, sedangkan data jumlah tenaga


kerja setiap sektor dapat digunakan untuk mengatahui tentang aspek
kesempatan kerja di daerah. Pada dasarnya data yang dibutuhkan
untuk analisis LQ hanya berupa data di suatu (satu) tahun tertentu, baik
data daerah maupun nasionalnya. Data time series (runtun waktu) juga
dapat digunakan, tetapi metode perhitungannya dilakukan dengan cara
yang sama, yaitu setiap tahun. Analisa dengan menggunakan data time
series dilakukan dengan maksud untuk mengetahui arah (trend)
perkembangan

dari

waktu

ke

waktu

dari

sektor-sektor

dalam

perekonomian suatu daerah. Perhitungan dengan menggunakan data


time series juga berguna untuk memonitor keberagaman ekonomi
masyarakat yang dihubungkan dengan tingkat kestabilan ekonomi
masyarakat daerah.
Formula LQ , sebagai contoh dengan menggunakan nilai output,
adalah sebagai berikut :
SiR
LQ

SiN

SR
SN

dimana:
SiR : jumlah PDRB sektor i pada daerah R
S R : jumlah total PDRB pada daerah R
SiN

: jumlah PDB sektor i pada wilayah nasional

SN

: jumlah total PDB pada wilayah nasional

Ada tiga kondisi yang dapat dicirikan dalam perhitungan dengan


metode LQ pada suatu wilayah, yaitu:

Jika nilai LQ > 1, menunjukkan sektor tersebut disamping dapat


memenuhi kebutuhannya sendiri, juga memberikan peluang
untuk diekspor ke wilayah lainnya. Dapat dikatakan pula bahwa
wilayah tersebut terspesialisasi pada sektor yang bersangkutan
(sektor tersebut merupakan sektor basis).

Jika nilai LQ = 1, menunjukkan sektor tersebut hanya dapat


memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri. Atau dengan kata lain,
sektor yang bersangkutan di daerah tersebut memiliki tingkat
spesialisasi yang sama dibandingkan dengan sektor yang sama
pada wilayah nasional.

Jika nilai LQ < 1, menunjukkan bahwa sektor tersebut tidak


cukup memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri, sehingga wilayah
tersebut harus mengimpor dari wilayah lain. Dapat dikatakan juga
bahwa wilayah tersebut tidak terspesialisasi pada sektor yang
bersangkutan (sektor tersebut merupakan sektor non basis)

2. Analisa Spesialisasi Regional


Penggunaan alat analisis indeks spesialisasi regional adalah untuk
mengetahui

tingkat

spesialisasi

antar

daerah

di

suatu

sistem

perekonomian. Analisis indeks spesialisasi regional dilakukan dengan


menggunakan Indeks Krugman sebagaimana yang ditetapkan oleh Kim
(1995 : 881-908), untuk menganalisis spesialisasi regioanl di wilayah
Amerika Serikat.
5

Rumus perhitungan Indeks Krugman adalah :

Dimana :
SIjk : Indeks Spesialisasi Daerah j dan k
Ejk : PDRB Sektor i pada Daerah j
Ej

: Total PDRB Daerah j

Eik : PDRB Sektor i pada Daerah k


Ek

: Total PDRB Daerah k

Kriteria pengukurannya menurut Kim (1995: 883) adalah bahwa


bila indeks spesialisasi regional mendekati nilai nol, maka kedua daerah
j dan k tidak memiliki spesialisasi, dan bila indeks spesialisasi regional
mendekati nilai dua maka kedua daerah j dan k memiliki spesialisasi.
Batas tengah antara angka nol dan dua tersebut adalah satu, dan oleh
karena itu bila suatu sektor memiliki nilai indeks spesialisasi regional
yang lebih besar dari satu maka sektor tersebut dapat dianggap
sebagai

sektor

yang

memiliki

spesialisasi.

Untuk

melihat

tinggi

rendahnya tingkat spesialisasi suatu daerah terhadap daerah lainnya,


dipergunakan nilai rata-rata indeks spesialisasi regional dari seluruh
daerah sebagai pembanding. Bila dalam analisanya menggunakan
datanya time series, maka kenaikan nilai indeks spesialisasi regional
menunjukkan semakin terspesialisasinya suatu sektor/lapangan usaha
antar daerah yang bersangkutan.

3. Analisa Shift- Share


Potensi ekonomi suatu wilayah dapat dilihat dari kapasitas
kemampuan pertumbuhan output/produksi jika dibandingkan dengan
kapasitas

perekonomian

sekitarnya,

misalnya

saja

perekonomian

nasional. Setiap daerah seharusnya memiliki strategi pembangunan


sektoral yang dapat berbeda sesuai dengan karakteristik daerah dan

keunggulan komparatif yang dimiliki. Jika suatu daerah mengalami


pertumbuhan ekonomi di bawah pertumbuhan ekonomi nasional,
berarti kapasitas pertumbuhan ekonomi belum tercapai secara optimal.
Salah satu cara untuk mencapai kapasitas yang optimal yaitu dengan
mendorong masuknya investasi di sektor yang menjadi prioritas
pembangunan. Analisis shift-share merupakan salah satu model yang
memiliki kelebihan dalam melihat pola pertumbuhan daerah dan
besarnya angka pertumbuhan yang seharusnya dapat dicapai atau
terjadi.
Analisis shift-share adalah suatu teknik yang digunakan untuk
menganalisa data statistik regional, baik berupa pendapatan per kapita,
output, tenaga kerja maupun data lainnya. Dalam analisis ini, akan
diperlihatkan bagaimana keadaan pertumbuhan di daerah dengan
dibandingkan pada pertumbuhan nasional. Tujuan dari analisis shiftshare adalah untuk melihat dan menentukan kinerja atau produktivitas
kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan wilayah
yang lebih luas (wilayah referensi). Dengan demikian, analisis ini akan
memberikan hasil perhitungan yang dapat menentukan posisi, baik
berupa kelemahan maupun kekuatan, dari suatu sektor-sektor dalam
perekonomian di daerah dibandingkan dengan sektor-sektor yang sama
di tingkatan wilayah referensinya.
Analisis

shift-share tidak

dapat menjelaskan mengapa dan

bagaimana proses perubahan di setiap sektor tersebut terjadi. Analisis


ini hanya memberikan gambaran bagi para pengambil keputusan untuk
menentukan mengapa suatu sektor tertentu dalam perekonomian
memiliki kekuatan yang lebih baik dibandingkan dengan sektor yang
sama di wilayah referensinya, dan sektor yang lainnya tidak.
Asumsi

yang

digunakan

pada

analisis

shift-share

adalah

bahwasanya pertumbuhan perekonomian suatu daerah dapat dibagi


menjadi tiga komponen, yaitu: (1) komponen pertumbuhan regional
(regional share), yaitu pertumbuhan daerah dibandingkan dengan
pertumbuhan

nasional;

(2)

komponen

pertumbuhan

proporsional

(proportional shift), yaitu perbedaan antara pertumbuhan daerah


dengan

menggunakan

pertumbuhan

nasional

sektoral

dengan

pertumbuhan daerah dengan menggunakan pertumbuhan nasional


total;

dan

(3)

komponen

pergeseran

pertumbuhan

diferensial

(differential shift), yaitu perbedaan antara pertumbuhan daerah secara


aktual dengan pertumbuhan daerah jika menggunakan pertumbuhan
sektoral nasional.
Berdasarkan asumsi di atas, maka dibuat perumusan shift-share
secara kuantitatif, yaitu:

G R S p Sd
dimana:
G = Perubahan total di daerah

R = Regional share
S p = Proporsional shift
Sd = Differential shift

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan daerah


pada dasarnya dipengaruhi oleh regional share, proportional shift, dan
differential shift. Regional share suatu daerah diukur dengan cara
menganalisis

perubahan

dibandingkan

dengan

agregat

perubahan

secara
pada

sektoral

sektor

yang

di

daerah
sama

di

perekonomian wilayah referensinya (dalam hal ini nasional). Jika suatu


wilayah tumbuh dengan tingkat yang sama dengan pertumbuhan
nasionalnya maka wilayah daerah tersebut akan mempertahankan
kontribusinya

terhadap

perekonomian

nasional.

Proportional

shift

mengukur perubahan reltif, tumbuh lebih cepat atau lebih lambat,


suatu sektor di daerah dibandingkan dengan perekonomian wilayah
referensinya

(nasional).

Pengukuran

ini

memungkinkan

untuk

mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada sektorsektor yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan perekonomian

nasionalnya. Pertumbuhan sektoral yang berbeda dengan nasionalnya


bisa disebabkan karena komposisi awal ekonominya yang dikaitkan
dengan bauran sektoralnya (component mix). Sedangkan differential
shift membantu dalam menentukan seberapa jauh daya saing sektoral
suatu daerah dibandingkan dengan perekonomian yang dijadikan
referensi (nasional). Oleh sebeb itu, jika differential shift dari suatu
sektor bernilai positif, maka sektor tersebut memiliki daya saing yang
lebih tinggi dibandingkan dengan sektor yang sama pada perekonomian
nasional, dan sebaliknya. Komponen ini biasanya dikaitkan dengan
adanya keunggulan atau ketidakunggulan kompetitif suatu daerah
dibandingkan dengan wilayah nasional. Hal tersebut dapat terjadi
karena adanya lingkungan sekitar yang kondusif atau tidak kondusif
terutama dalam mendukung pertumbuhan setiap sektoralnya.
Adapun perumusan dari ketiga variabel, yaitu regional share,
proportional shift, dan differential shift adalah:

dimana :
X menunjukkan data statistik yang digunakan.
n menunjukkan simbol nasional.
r menunjukkan simbol regional
i menunjukkan simbol sektor.
t menunjukkan simbol tahun observasi yang terakhir.
0 menunjukkan simbol tahun observasi awal.

Dari

perumusan

tersebut,

untuk

menentukan

keunggulan

komoditas, komponen S p dan Sd merupakan kriteria kinerja komoditas


pada tahap pertama. Komponen S p yang positif menunjukkan bahwa

komposisi industri sudah relatif baik dibandingkan dengan nasional dan


nilai S p yang negatif menunjukkan yang sebaliknya. Komponen Sd yang
positif menunjukkan keunggulan komoditas tertentu dibandingkan
dengan komoditas serupa di daerah lain.
Analisis shift-share juga merupakan salah satu model yang
memiliki kelebihan dalam melihat pola pertumbuhan daerah dan
besarnya angka pertumbuhan yang seharusnya dapat dicapai atau
terjadi. Analisis shift-share dalam penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan

perekonomian

daerah

(propinsi)

terhadap

perekonomian nasional.

4. Studi Kasus: Perekonomian Propinsi Jawa Barat


Kondisi perekonomian Jawa Barat dari waktu ke waktu mengalami
perkembangan yang cukup bagus dan membuktikan telah terjadinya
proses transformasi struktural dalam perekonomian daerahnya, yaitu
dari perekonomian yang berbasiskan sumber daya alam (resources
base) atau sektor primer menuju perekonomian yang berbasiskan
sektor sekunder dan tersier. Walaupun demikian, sektor primer (sektor
pertanian

dan

sektor

pertambangan

dan

penggalian)

masih

berkontribusi besar dalam perekonomian, meskipun peranannya makin


menurun.
Hal tersebut dapat terlihat dari perkembangan nilai dan distribusi
pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Jawa Barat di tahun 1999
dan 2003 dalam Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1
Pendapatan Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Barat
Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993
Tahun 1999 dan 2003
No

Lapangan Usaha

Nilai Output (Rp. Juta) Distribusi (%)


1999

2003

1999

2003

1 Pertanian

7,454,610.87 7,908,906.31

14.01

12.50

2 Pertambangan dan Penggalian


3 Industri Pengolahan

3,534,283.41 3,005,026.27
20,951,080.1 24,528,735.0

6.64
39.37

4.75
38.78

10

8
2
1,626,739.53 2,124,092.22
1,816,529.80 2,182,379.61
10,855,948.6

3.06
3.41

3.36
3.45

6 Perdagangan. Hotel dan Restoran


7 Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa

8,495,511.02
8
2,567,222.45 3,495,539.06

15.96
4.82

17.16
5.53

8 Perushn
9 Jasa-jasa

2,083,220.55 3,007,163.16
4,686,988.06 6,142,134.06

3.91
8.81

4.75
9.71

4 Listrik, Gas dan Air Bersih


5 Bangunan

Produk Domestik Regional


Bruto

53,216,185 63,249,924
.88

.39 100.00 100.00

Sumber : Jawa Barat Dalam Angka tahun 1999-2003, BPS

Berdasarkan Tabel 1 di atas, terlihat bahwa perekonomian Jawa


Barat terdiri dari 9 (sembilan) sektor/lapangan usaha, seperti kondisi
perekonomian nasional. Secara umum, menurut harga konstan 1993,
sektor yang mendominasi perekonomian Jawa Barat di tahun 1999 dan
2003 adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel,
dan restoran, dan sektor pertanian. Sementara itu sektor yang
peranannya paling kecil, adalah sektor listrik, gas dan air bersih.
Terlihat dari nilai output dan distribusinya, berdasarkan harga
konstan 1993, pada tahun 1999, sektor industri pengolahan merupakan
penyumbang terbesar terhadap PDRB Jawa Barat, yakni sebesar Rp.
20,95 trilyun (39,37%), diikuti dengan sektor perdagangan, hotel, dan
restoran sebesar Rp. 8,5 trilyun (15,96%) dan sektor pertanian sebesar
Rp. 7,45 trilyun (14,01%). Pola yang sama terjadi pada tahun 2003,
dimana sektor industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar
terhadap PDRB Jawa Barat. Secara umum, peranan sektor pertanian
terlihat

semakin menurun, walaupun nilai outputnya

meningkat.

Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian, selain peranannya


menurun, nilai outputnya juga menurun dalam periode tahun 1999 dan
2003. Sedangkan sektor sekunder dan tersier, mengalami peningkatan,
baik dalam peranan maupun nilai outputnya.
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat
penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang

11

terjadi pada suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh


mana

aktivitas

perekonomian

akan

menghasilkan

tambahan

pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada


dasrnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan
faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada
gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor
produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan
ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemiliki
faktor produksi juga akan turut meningkat.
Berdasarkan perkembangan nilai PDRB atas dasar harga konstan
1993, perekonomian Jawa Barat secara umum mengalami pertumbuhan
yang positif, dan semenjak tahun 2000 selalu mengalami pertumbuhan
di atas 4%. Pada tahun 2003 , perekonomian Jawa Barat mengalami
pertumbuhan sebesar 4,38%. Angka tersebut mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun 2000 yang sebesar 4,79%.
Bila dilihat dari pertumbuhan sektoralnya pada tahun 2003,
sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor jasa-jasa
dan disusul oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
Sektor yang terkecil pertumbuhannya adalah sektor pertambangan dan
penggalian dan disusul oleh sektor pertanian, bahkan menurut harga
konstan sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang negatif.
Untuk lebih rincinya mengenai pertumbuhan sektoral PDRB Jawa
Barat dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2
Pertumbuhan PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 1993
Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999-2003
(Dalam %)
199 200 200 200 200
No.

Lapangan Usaha

Pertanian

8.57 4.95 3.11 -0.49 -1.72

Pertambangan dan Penggalian

-3.16 -1.34 -6.14 -4.44 -3.93

3
4
5

Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan

1.47 4.04 4.92 3.16 3.80


8.24 9.63 6.61 8.02 2.47
-4.07 4.64 -1.56 8.37 7.39

12

6
7

Perdagangan. Hotel dan Restoran

4.00 7.05 3.93 9.64 4.23


11.8

Pengangkutan dan Komunikasi

0.63 5.22 6.70

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perushn

Jasa-jasa

Produk Domestik Regional Bruto

5 8.14
15.9 10.5

-0.31 2.41 9.92

5
15.5

1.67 0.64 6.54 5.78

2.58 4.71 4.06 4.79 4.38

Sumber : Jawa Barat Dalam Angka tahun 1999-2003, BPS

4.1. Analisa Shift-Share


Potensi pertumbuhan ekonomi sektoral dapat dianalisa dengan
menggunakan

metode

dekomposisi

analisa

shift-share,

dimana

petumbuhan merupakan fungsi identitas dari regional share (R),


proportional shift (Sp) dan differential shift (Sd). Analisis shift-share
merupakan salah satu model yang memiliki kelebihan dalam melihat
pola pertumbuhan daerah dan besarnya angka pertumbuhan yang
seharusnya dapat dicapai atau terjadi.
Analisa

shift-share

Jawa

Barat

dilakukan

dengan

membandingkannya terhadap perekonomian nasional. Berikut ini,


adalah metode dan hasil perhitungan analisa shift-share perekonomian
Jawa Barat dengan rentang waktu antara tahun 1999 dan 2003.
Tabel 3
PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 1993
Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999 dan 2003
Tahun
Lapangan Usaha

1999
Rp. Juta

Perubaha
n

Tahun
2003
Rp. Juta

Pertanian
Pertambangan dan Penggalian

7,454,610.87
3,534,283.41
20,951,080.1

1.06
0.85

7,908,906.31
3,005,026.27
24,528,735.0

Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan

8
1,626,739.53
1,816,529.80

1.17
1.31
1.20

2
2,124,092.22
2,182,379.61
10,855,948.6

Perdagangan. Hotel dan Restoran


Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perushn

8,495,511.02
2,567,222.45

1.28
1.36

8
3,495,539.06

2,083,220.55

1.44

3,007,163.16

13

Jasa-jasa

Produk Domestik Regional


Bruto

4,686,988.06

1.31

53,216,18
5.88

1.19

6,142,134.06

63,249,924
.39

Sumber : Jawa Barat Dalam Angka tahun 1999-2003, BPS

Tabel 4
PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 1993
Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999 dan 2003
Tahun
Lapangan Usaha

1999

Pertambangan dan Penggalian


Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan. Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perushn
Jasa-jasa

2003

Rp. Milyar

Pertanian

Tahun

Perubaha

Rp. Milyar

64,985.30
36,865.80
99,058.50
6,112.90
22,035.60
60,093.70
26,772.10

1.08
1.10
1.17
1.32
1.23
1.18
1.40

70,374.40
40,590.80
115,900.70
8,052.20
27,196.20
70,891.30
37,475.50

26,244.60
37,184.00

1.24
1.11

32,512.50
41,459.90

1.17

444,453.50

Produk Domestik Regional

379,352.5

Bruto

Sumber : BPS, Statistik Indonesia, 2002

Tabel 5
Hasil Analisis Shift-Share Jawa Barat Tahun 1999 2003
(Rp. Juta)
Growth

G=

10,033,738.51

Regional
Share
Shift

9,132,474.20

:R=

901,264.31

:S=

No

Sektor

Pertanian

Pertambangan dan Penggalian

Sp

Sd

1,279,292.
- 454,295.44
01 661,096.1 163,900.4
5
2
606,521.33
- -529,257.14
249,409.7 886,368.7
1
7

14

Industri Pengolahan

Listrik, Gas dan Air Bersih

Bangunan

Perdagangan. Hotel dan Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi

Keuangan, Persewaan dan Jasa


Perushn

Jasa-jasa

3,595,432.
40 33,271.84
279,166.13 236,912.3
2
311,736.20 113,683.7
4
1,457,921. 68,546.57
76
440,563.19 585,804.1
4
357,503.22 140,024.5
8
804,337.94
265,367.0
9

15,494.27 3,577,654.84
- 497,352.69
18,725.76
- 365,849.81
59,570.14
833,969.3 2,360,437.66
3
- 928,316.61
98,050.72
426,414.8 923,942.61
1
916,175.1 1,455,146.00
4

9,132,474.
- 965,437.7 10,033,738.5
20 64,173.43
5
1
Sumber: Jawa Barat Dalam Angka dan Statistik Indonesia, diolah.

Dari analisis, didapatkan hasil bahwa pertumbuhan (Growth = G)


Jawa Barat adalah sebesar 10,033,738.51 sejak pasca krisis ekonomi
(1999) hingga tahun 2003, dengan menggunakan kedua tahun tersebut
sebagai titik tahun. Perubahan itu secara umum memiliki persentase
yang hampir sama (walaupun lebih besar sedikit) dengan pertumbuhan
ekonomi nasional dalam periode yang sama.
Apabila Jawa Barat tumbuh seperti nasional (Indonesia) maka
regional share (R) Jawa Barat sebesar 9,132,474.20. Sedangkan selisih
antara pertumbuhan aktual dengan pertumbuhan nasional sebesar
901,264.31 menunjukkan bahwa Jawa Barat tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan nasional.
Nilai proportional shift (Sp) sebesar -64,173.43 menunjukkan
bahwa Jawa Barat menyumbangkan distribusi yang kecil untuk sektorsektor yang tumbuh secara cepat di tingkat nasional. Dapat dikatakan
bahwa strategi pembangunan Jawa Barat dengan nasional berbeda
secara sektoral. Dengan kata lain, komposisi sektor yang diandalkan
oleh Jawa Barat berbeda dengan komposisi sektor yang diandalkan oleh
nasional.
Nilai differential shift (Sd) sebesar 965,437.75 menunjukkan
bahwa sektor-sektor ekonomi di Jawa Barat secara umum mengalami
15

kemajuan dibandingkan dengan nasional. Sektor-sektor yang mampu


mengungguli daerah lain dalam peranannya terhadap perekonomian
nasional adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel,
dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan
sektor jasa-jasa .

4.2. Analisa Sektor Basis


Pembahasan mengenai model basis ekonomi diarahkan untuk
memahami bagaimana suatu wilayah sebagai bagian dari suatu wilayah
yang lain dapat terbentuk, dan berbagai aktifitas yang menyertai dari
pembentukan dan pengisian kota. Analisis tersebut dapat juga dijadikan
sebagai landasan bagi analisis pengembangan potensi sektor ekonomi
di suatu wilayah.
Analisis

LQ

pada

Jawa

Barat

diterapkan

dengan

membandingkannya dengan dan terhadap wilayah nasional (Indonesia).


Hal tersebut dikarenakan Jawa Barat merupakan bagian integral dari
sistem perekonomian nasional dengan propinsi-propinsi yang lain. Tabel
6 berikut merupakan hasil perhitungan besaran nilai LQ per sektor
dalam perekonomian Jawa Barat untuk tahun 1999 dan 2003 :
Tabel 6
Hasil Perhitungan Model LQ Jawa Barat
Tahun 1999 dan 2003
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nilai LQ
1999
2003

Sektor

Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Transportasi dan Komunikasi
Keuangan,
Persewaan
dan
Perusahaan
Jasa-jasa

0.82
0.68
1.51
1.90
0.59
1.01
0.68

0.79
0.52
1.49
1.85
0.56
1.08
0.66

0.57
0.90

0.65
1.04

Jasa

Sumber: Jawa Barat Dalam Angka dan Statistik Indonesia, diolah.

16

Dari Tabel 6 di atas terlihat dari nilai LQ-nya, dapat ditunjukkan


bahwa pada tahun 1999, Jawa Barat hanya memiliki 3 (tiga) sektor
andalan (basis) bila dibandingkan dengan wilayah nasional yang lain,
yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, dan
sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sampai pada tahun 2003,
sektor yang menjadi andalan Jawa Barat dibandingkan dengan wilayah
nasional yang lain meningkat menjadi 4 (empat) sektor, yaitu selain
ketiga

sektor

andalan

sebelumnya

yang

masih

tetap

bertahan,

ditambah dengan sektor jasa-jasa.

4.3. Analisa Spesialisasi Regional


Analisa spesialisasi regional yang diukur dengan menggunakan
Indeks Krugman

dilakukan untuk mengatahui tingkat spesialisasi

daerah dalam perekonomian sektoralnya. Bila nilai indeks spesialisasi


regional mendekati nol, maka antara kedua daerah tidak memiliki
spesialisasi, dan bila indeks spesialisasi regional mendekati nilai dua,
maka kedua daerah masing-masing memiliki spesialisasi.
Berdasarkan hasil perhitungan, dengan menggunakan Jawa Barat
dan DKI Jakarta sebagai contoh perhitungan untuk tahun 1999 dan
2003, maka terlihat bahwa antara Jawa Barat dan DKI Jakarta tidak
terdapat spesialisasi khusus di masing-masing daerah. Hal itu terlihat
dari nilai Indeks Krugman yang nilainya kurang dari satu. Dan bila
dilihat dari perkembangannya (dari tahun 1999 ke tahun 2003), nilai
indeks masing-masing sektoralnya dan total nilai Indeks Krugman
mengalami penurunan.
Nilai indeks yang lebih kecil dari satu menunjukan bahwa struktur
dan pola spesialisasi perekonomian di Jawa Barat dan DKI Jakarta tidak
jauh berbeda. Sedangkan nilai

indeks yang semakin menurun

menunjukan bahwa semakin terdiversifikasinya sektor-sektor lapangan


usaha antara Jawa Barat dan DKI Jakarta.

17

Tabel 7 berikut adalah hasil perhitungan analisa spesialisasi


regional dengan menggunakan Indeks Krugman, untuk Jawa Barat dan
DKI Jakarta pada tahun 1999 dan 2003 :
Tabel 7
Indeks Krugman Jawa Barat dan DKI Jakarta Tahun 1999 dan
2003
No.

Lapangan Usaha

Nilai Indeks Sektoral


1999
2003

Pertanian

0.1380

0.1234

Pertambangan dan Penggalian

0.0664

0.0475

3
4
5
6
7

Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan. Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa

0.1771

0.1768

0.0103
0.0778
0.0772
0.0462

0.0120
0.0707
0.0716
0.0459

8
9

Perusahaan
Jasa-jasa

0.1825

0.1750

0.0082

0.0035

0.7837

0.7265

Total Indeks Krugman

Sumber: Jawa Barat dan DKI Jakarta Dalam Angka, diolah.

18

You might also like