You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh
mengalami kelainan fungsi. Otak memberikan respon terhadap kadar gula darah
yang rendah dan melalui sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal untuk
melepaskan epinefrin (adrenalin). Otak merupakan organ yang sangat peka
terhadap kadar gula darah yang rendah karena glukosa merupakan sumber energi
otak yang utama. Jika kadar gula turun, maka akan terjadi gangguan sistem saraf
pusat, gangguan kognisi, dan koma (Soemaji, 2007).
Hipoglikemia berdampak serius pada morbiditas, mortalitas, dan kualitas
hidup. The Diabetes Control an Complication Trial (DCCI) melaporkan terjadi
peningkatan tiga kali lipat hipoglikemia berat dan koma pada pasien yang
ditangani secara intensif dibandingkan pasien yang dirawat secara konvensional.
Seorang individu dengan diabetes tipe 1 yang ditangani secara intensif dapat
mengalami sampai sepuluh episode hipoglikemia setiap minggu dan gejala
hipoglikemia berat yang dapat membuat tidak dapat beraktivitas sementara
minimal sekali dalam setahun.
Dapat diperkirakan sekitar 2-4% kematian orang dengan diabetes tipe 1
berkaitan dengan hipoglikemia. Hipoglikemia juga umum terjadi pada diabetes
tipe 2, dengan tingkat prevalensi 70-80% dalam uji klinis menggunakan insulin
untuk mencapai kontrol metabolik yang baik. Hipoglikemia merupakan salah satu
faktor penghambat untuk mencapai kendali glikemia yang optimal pada pasien
diabetes (Perkeni, 2011).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dL,
atau kadar glukosa darah <80 mg/dL dengan gejala klinis (Rani, 2006).

B. Etiologi
Hipoglikemia umum terjadi pada pasien DM yang sedang mengkonsumsi
obat anti diabetes atau insulin. Selain itu, hipoglikemia juga disebabkan oleh
beberapa penyakit seperti insulinoma, penyakit kritis disertai gagal organ,
sepsis, defisiensi hormon, penyakit metabolik turunan, dan operasi prior
gastric (Setyohadi, 2012).
Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
1.

Kelebihan obat/dosis obat terutama insulin atau obat hipoglikemik oral.

2.

Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun karena gagal ginjal
kronik dan pasca persalinan.

3.

Asupan makan tidak adekuat karena jumlah kalori atau waktu makan
tidak tepat.

4.

Kegiatan jasmani berlebihan (Rani, 2006).


Etiologi hipoglikemia dibagi berdasarkan penyebab hipoglikemia puasa

dan hipoglikemia reaktif :


1.

Hipoglikemia puasa (pasca absorbs)

2.

Obat-obatan

3.

a.

Sering

: insulin, sulfonilurea, alkohol

b.

Kadang : quinine, pentamidine

c.

Jarang

: salisilat, sulfonamid

Penyakit kritis
a.

Gagal hati

b.

Gagal ginjal

c.

Gagal jantung

4.

d.

Sepsis

e.

Koma

Defisiensi hormon
a.

Kortisol, growth hormone, atau keduanya

b.

Glukagon dan epinefrin (pada diabetes dengan defisiensi insulin)

5.

Tumor non sel-

6.

Hiperinsulin endogen

7.

a.

Insulinoma

b.

Penyakit sel lainnya

c.

Insulin secretague (sulfonilurea dan lainnya)

d.

Autoimun

e.

Sekresi insulin ektopik

Penyakit pada neonatus dan balita


a.

Transient intolerance of fasting

b.

Hiperinsulin congenital

c.

Defisiensi enzim turunan

8.

Hipoglikemia reaktif (postpandrial)

9.

Alimentory (postgastrektomi)

10. Noninsulioma pancreatogenous


11. Penyebab lain dari hiperinsulin endogen
12. Intoleransi fruktosa bawaan, galaktose
13. Idiopatik (Setyohadi, 2012).

C. Klasifikasi
Hipoglokemia di klasifikasikan sesuai dengan gejala klinisnya.
Hipoglikemia akut menunjukan gejala dan Triad Whipple sebagai acuan
klasifikasi. Triad Whipple meliputi :
1.

Keluhan yang menunjukan adanya kadar glukosa plasma yang rendah.

2.

Kadar glukosa darah yang rendah (<55 mg%).

3.

Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat (Rani, 2006).

Namun seperti dikatakan sebelumnya bahwa pada pada penderita


diabetes atau insulinoma, dapat ditemukan hilangnya tanda-tanda dini
hipoglikemia, oleh karena itu dengan menambahkan kriteria klinis
hipoglikemia dibagi menjadi :
1.

Ringan
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas
sehari-hari yang nyata.

2.

Sedang
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menyebabkan gangguan seharihari yang nyata.

3.

Berat
a.

Sering (tidak selalu) tidak simtomatik, karena gangguan kognitif,


pasien tidak dapat mengatasi sendiri.

b.

Membutuhkan pihak ke tiga tetapi tidak memerluka terapi parenteral.

c.

Membutuhkan terapi parenteral (glukagon IM atau glukosa IV).

d.

Disertai dengan koma atau kejang (Setyohadi, 2012).

D. Faktor Predisposisi
1.

Kadar insulin yang berlebihan


a.

Dosis berlebihan
Kesalahan dokter, farmasi, pasien; ketidak sesuaian dengan
kebutuhan dan gaya hidup pasien; deliberate overdose (factitious
hipoglikemia).

b.

Peningkatan biovailibilitas insulin


Absorbsi yang lebih cepat (aktivitas jasmani), suntik di perut,
perubahan ke human insulin, antibodi insulin, gagal ginjal (clearence
insulin berkurang).

2.

Peningkatan sensitivitas insulin


a.

Defisiensi hormon counter regulatory


Penyakit Addison, hipopituitarisme

3.

4.

b.

Penurunan berat badan

c.

Latihan jasmani

Asupan karbohidrat berkurang


a.

Makan tertunda atau porsi berkurang

b.

Diet slimming, anorexia nervosa

c.

Muntah, gastroparesis

d.

Menyusui

Lain-lain
a.

Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot

b.

Alkohol

c.

Obat
Salisilat, sulfonamid meningkatkan kerja sulfonilurea; beta
blocker non-selektif; pentamidin (Soemadji, 2007).

E. Gejala Klinis
Gejala dan tanda hipoglikemia pada umumnya disebabkan oleh 2 hal,
yaitu gejala karena berkurangnya asupan glukosa oleh otak dan gejala karena
pelepasan epinefrin.
Tanda dan gejala umum hipoglikemia :
1.

Gejala adrenergic
a. Pucat
b. Keringat dingin
c. Takikardi
d. Gemetaran
e. Lapar
f. Cemas
g. Gelisah
h. Sakit kepala
i. Mengantuk

2.

Tanda neuroglikopenik
a. Bingung
b. Bicara tidak jelas
c. Perubahan sikap perilaku
d. Lemah
e. Disorientasi
f. Penurunan kesadaran
g. Kejang
h. Mata sembap
i. Penurunan respons terhadap stimulus (Setyohadi, 2012).

F. Diagnosis
1.

Anamnesis
a.

Penggunaan preparat insulin atau hipoglikemik oral : dosis terakhir,


waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis.

2.

b.

Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi.

c.

Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya.

d.

Lama menderita DM, komplikasi DM.

e.

Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll.

f.

Penggunaan obat : penghambat adrenergik , dll (Rani, 2006).

Pemeriksaan fisik
Pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien (Rani, 2006).

3.

Gejala dan tanda klinis


a.

Stadium parasimpatik

: lapar, mual, tekanan darah turun

b.

Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan


menghitung sementara

c.

Stadium simpatik

: keringat dingin pada muka, bibir,


atau tangan gemetar

d.

Stadium gangguan otak berat

: tidak sadar, dengan atau tanpa


kejang (Setyohadi, 2012).

4.

Pemeriksaan penunjang
Kadar glukosa darah, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide
(Rani, 2006).

G. Diagnosis Banding
Hipoglikemi karena :
1.

2.

Obat
d.

Sering

: insulin, sulfonilurea, alkohol

e.

Kadang : quinine, pentamidine

f.

Jarang

: salisilat, sulfonamid

Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, kelainan sel jenis lain,


sekretagogue (sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik.

3.

Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis, koma.

4.

Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin.

5.

Tumor non sel : sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukimia,


limfoma, melanoma.

6.

Pasca prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol (Rani,


2006).

H. Penatalaksanaan
1.

Terapi non farmakologik


Penatalaksaan

utama

pada

hipoglikemik

adalah

mengatasi

hipoglikemia dan mencari penyebabnya, penilaian keadaan pasien yang


meliputi keadaan umum pasien, tingkat kesadaran, tanda vital (tekanan
darah, frekuensi pernafasan, frekuensi nadi, dan suhu), pengukuran
konsentrasi glukosa darah, pemasangan jalur intravena, riwayat
penggunaan insulin dan obat antidiabetik oral (waktu dan jumlah yang
diberikan), dan penilaian riwayat nutrisi yang diberikan kepada pasien
serta tatalaksana sesuai dengan alur pengelolaan hipoglikemia harus
segera dilakukan. Terapi insulin atau obat antidiabetik lainnya yang
menyebabkan hipoglikemia segera dihentikan.

Jika pasien masih sadar dapat menggunakan terapi yang paling


sederhana yaitu menggunakan larutan glukosa murni 20-30 gram. Bila
pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat,
pemberian gel glukosa lewat mukosa rongga mulut dapat dicoba
(Setyohadi, 2012).
2.

Terapi farmakologik
Jika pasien tidak sadar atau tidak dapat mengkonsumsi apapun
melalui oral, jalur intravena harus terpasang. Pemberian 50 cc dektrosa
40% secara bolus merupakan terapi awal yang dianjurkan. Terapi ini
diteruskan setiap 10-20 menit jika pasien belum sadar sampai pasien
sadar. Selain itu diberikan cairan dektrosa 10% per infus 6 jam per kolf
untuk mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau di atas
normal diserta pemantauan glukosa darah.
Apabila pasien tetap tidak sadar tetapi glukosa darah dalam batas
normal maka dilakukan pemberian hidrokortison 100 mg per 4 jam
selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus, dilanjutkan 2 mg tiap
6 jam dan manitol IV 1,5-2 gr/kgBB setiap 6-8 jam. Selanjutnya cari
penyebab lain dari hipoglikemia.
Yang perlu ditekankan pada terapi hipoglikemia yaitu mencegah
timbulnya hipoglikemia berulang. Oleh karena itu, setiap selesai
menatalaksana pasien DM dengan hipoglikemia, perlu dilakukan
pencairan penyebab timbulnya hipoglikemia, atasi penyebab tersebut dan
jika terdapat indikasi, dapat dilakukan evaluasi dosis dan waktu
pemberian insulin atau obat antidiabetik oral. Selain itu perlu
diperhatikan jumlah dan waktu pemberian nutrisi dan olahraga pada
pasien (Setyohadi, 2012).
Stadium permulaan (sadar)
a.

Berikan glukosa murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirup/permen


glukosa murni (bukan pemanis pengganti glukosa atau glukosa
diet/glukosa diabetes) dan makanan mengandung hidrat arang.

b.

Stop obat hipoglikemik sementara.

c.

Periksa glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam.

d.

Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar).

e.

Cari penyebab (Rani, 2006).


Stadium lanjut (koma hipoglikemia)

a.

Penanganan harus cepat.

b.

Berikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon melalui vena


setiap 10-20 menit hingga pasien sadar.

c.

Berikan cairan dekstrosa 10% per infus 6 jam per kolf untuk
mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau diatas
normal disertai pemantauan glukosa darah.

d.

Periksa

gula

darah

sewaktu,

kalau

memungkinkan

dengan

glukometer

e.

1.

Bila GDS <50 mg/dL bolus dekstrosa 40% 50 mL IV

2.

Bila GDS <100 mg/dL bolus dekstrosa 40% 25 mL IV

Periksa gula darah sewaktu setiap 1 jam setelah pemberian dekstrosa


40%
1.

Bila GDS <50 mg/dL bolus dekstrosa 40% 50 mL IV

2.

Bila GDS <100 mg/dL bolus dekstrosa 40% 25 mL IV

3.

Bila GDS 100-200 mg/dL tanpa bolus dektrosa 40%

4.

Bila GDS >200 mg/dL pertimbangkan menurunkan


kecepatan drip dekstrosa 10%

f.

Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan


GDS setiap 2 jam, dengan protokol sesuai diatas.

g.

Bila GDS >200 mg/dL pertimbangkan mengganti infus dengan


dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.

h.

Bila hipoglikemia belum teratasi, berikan antagonis seperti


adrenalin, kortison dosis tinggi (Rani, 2006).
Sebelum dipulangkan, pasien harus mendapat edukasi baik secara

verbal, maupun tulisan mengenai hal-hal yang harus dilakukan untuk


menunjang terapi DM dan mencegah komplikasi DM terutama

hipoglikemia berulang. Selain itu perlu dibuat rujukan ke pusat-pusat


diabetes untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
Penatalaksanaan hipoglikemia pada pasien yang bukan DM
disesuaikan dengan penyakit penyebab. Bila disebabkan oleh insulinome
maka pendekatan bedah yang dipilih. Sedangkan pada gangguan fungsi
ginjal dan hati yang berat, maka asupan karbohidrat adekuat yang rutin
mutlak diperlukan. Pada defisiensi hormon adrenal, maka terapi penyakit
penyebab dan pemberian glukokortikoid dapat mengatasi gejala
hipoglikemia (Setyohadi, 2012).

I.

Komplikasi
Kerusakan otak, koma, kematian (Setyohadi, 2012).

J.

Prognosis
Dubia (Setyohadi, 2012).

10

Curiga/Tampak Hipoglikemia

Diabetes

1.
2.
3.

Ditatalaksana dengan :
Insulin
Sulfonilurea
Secretagogue lain

Penyesuaian Regimen

Catat perbaikan dan


pemantauan

Bukan Diabetes

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gambaran Klinis
Obat-obatan
Kegagalan organ
Sepsis
Defisiensi hormon
Tumor non sel
Operasi gaster sebelumnya

Tampak sehat

Glukosa puasa

55 mg/dL

<55 mg/dL

Sediakan glukosa adekuat,


tatalaksana penyebab dasar

Riwayat

Kuat

Lemah

Puasa berkepanjangan

Glukosa

Insulin, Trias Whipple

IC peptide

Insulinoma

Autoimun

<55 mg/dL

IC-peptide

Sulfonilurea

Insulin
eksogen

Sangat dicurigai

11

55 mg/dL

Makanan kombinasi

Trias Whipple

Bukan Trias Whipple

Hipoglikemia
reaktif

Hipoglikemia
disingkirkan

HIPOGLIKEMIA

1.
2.

3.
4.
5.
6.

SADAR
Beri larutan glukosa murni 20-30 gr
Minum glukosa (bukan pemanis
pengganti glukosa atau glukosa
diet/glukosa diabetes)
Obat DM dihentikan sementara
Pantau glukosa darah setiap 1-2 jam
Pertahankan glukosa -200 mg/dL
(apabila sebelumnya tidak sadar)
Cari penyebab

2.
3.

TIDAK SADAR
Suntik 50 cc D40% bolus (atau glukosa
0,5-1 mg IV/IM, bila penyebab insulin)
Infus D10% 6 jam/kolf
Pantau glukosa darah setiap jam

1.
2.
3.

BELUM SADAR
Glukosa darah masih <100 mg/dL
Ulangi suntik 50 ml D40%
Pantau glukosa darah setiap jam

1.
2.

BELUM SADAR
Ulangi suntik 50 ml D40%
Pantau glukosa darah setiap jam

1.

1.

2.

12

BELUM SADAR
GLUKOSA DARAH -200 mg/dL
Suntik hidrokortison 100 mg per 4 jam
selama 12 jam atau deksametason 10 mg
IV bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan
manitol IV 1-2 gr/kgBB setiap 6-8 jam
Cari penyebab lain penurunan kesadaran

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dL,


atau kadar glukosa darah <80 mg/dL dengan gejala klinis.

2. Hipoglikemia merupakan salah satu faktor penghambat untuk mencapai


kendali glikemia yang optimal pada pasien diabetes.
3.

Hipoglikemia akut harus segera diterapi dengan pemberian glukosa oral


20-30 gram.

4.

Jika pemberian oral tidak dapat dilakukan, pemberian 50 cc dektrosa


40% secara bolus merupakan terapi awal yang dianjurkan.

B. Saran
1.

Kemampuan pasien dan keluarga dalam mengenali gejala dini


hipoglikemia penting untuk mencegah kejadian hipoglikemia yang lebih
berat.

2.

Pemberian dosis insulin dan obat hiperglikemi oral yang sesuai.

13

DAFTAR PUSTAKA

Perkeni, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


di Indonesia. Jakarta : PB Perkeni.
Rani A., Soegondo S., Uyainah A., Nafrialdi, Mansjoer A., 2006. Panduan
Pelayanan Medik. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Setyohadi B., Arsana P., Suryanto A., Soeroto A., Abdullah M., 2012. EIMED
PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
Soemadji, D., 2007. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

14

You might also like