You are on page 1of 13

MK : Teknik Pengolahan Daging

Dosen : M. Sriduresta, S.Pt. M.Sc.

Hari, tanggal : Senin, 21 Oktober 2013

Asisten : Waluyo
Fajar.K.P
Aulia.I.F
Nopi Elida
Rayis.U (D14100095)
Sela.P

(D14100007)

Jannaatin (D14100027)

PEMBUATAN INOVASI SOSIS


SOSIS GULUNG
Ahmad Yaher / D14110003

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Daging adalah salah satu sumber protein yang dibutuhkan oleh tubuh
manusia, oleh karena itu jumlah dan mutu daging harus terus ditingkatkan untuk
memenuhi kebutuhan daging bagi konsumen. Daging dapat diolah menjadi berbagai
macam produk olahan yang menjadikannya lebih disukai oleh para konsumen.
Pengolahan daging ini bertujuan untuk meningkatkan daya simpan serta
meningkatkan sifat fisik daging seperti aroma, rasa, juiciness yang banyak digemari
oleh konsumen. Berbagai jenis olahan daging telah banyak beredar dalam masyarakat
seperti bakso, sosis, daging asap dan lain-lain. Variasi yang terus berkembang
mendorong adanya pembuatan alat-alat untuk mendukung proses produksi.
Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang
kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan kedalam pembungkus
buatan, dengan atau tidak dimasak, dengan atau tanpa diasap. Menurut SNI (1995)
sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus
(mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dan dengan
suatu tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan
dan dimasukkan ke dalam selubung sosis.
Sosis pada dasarnya ada 5 kelas yang sudah dikenal yaitu sosis segar, sosis
segar yang diasap, sosis masak, sosis kering dan agak kering serta sosis spesialitas
daging masak. Saat ini telah banyak berbagai jenis inovasi sosis untuk meningkatkan
nilai nutrisi dan mengikuti selera konsumen (Soeparno , 1994).

Tujuan
Praktikum inovasi sosis atau perang sosis ini bertujuan untuk
mempraktekkan cara pembuatan sosis dengan penambahan bahan inovasi yang
berbeda untuk tiap kelompok serta untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis
terhadap produk inovasi yang bersangkutan.

TINJAUAN PUSTAKA

Daging
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005).
Struktur utama daging terdiri dari jaringan otot, jaringan ikat (kolagen, retikulin, dan
elastin), pembuluh darah serta saraf. Komposisi kimia daging terdiri dari air 56-72 %,
protein 15-22 %, lemak 5-34 %, dan substansi bukan protein terlarut 3,5 % yang
meliputi karbohidarat, garam organik, substansi nitrogen terlarut, mineral dan
vitamin.
.
Emulsi Daging
Emulsi adalah dua fase yang terdiri dari suatu dispersi dua cairan atau
senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain atau fase
diskontinyu dan cairan tempat dispersinya globula-globula tersebut disebut fase
kontinyu. Air dan minyak adalah dua fase yang berbeda dan bila dicampur dengan
adanya agen pengemulsi dapat terbentuk suatu kombinasi campuran yang stabil dan
disebut koloidal (Kramlich,1971). Adonan sosis merupakan emulsi minyak dengan
air (oil on water)yang terbentuk dalam suatu fase koloid dengan protein daging yang
bertindak sebagai emulsifier sehingga protein-air dalam adonan sosis akan membuat
matriks yang menyelubungi butiran lemak dan membentuk emulsi yang stabil
(Forrest et.al., 1975).
Saat pembuatan adonan sosis faktor temperatur dan lama pembuatan harus
diperhatikan. Efek yang merugikan dari temperatur dan lama pembuatan yang
berlebihan berhubungan dengan denaturasi protein yang larut, penurunan visikositas
emulsi dan melelehnya pertikel lemak. Denaturasi protein dapat menyebabkan
pecahnya emulsi, penurunan viskositas emulsi yang akan menurunkan stabilitas
emulsi karena partikel-partikel yang terdispersi menjadi berkurang dan cenderung
berpindah ke permukaan sosis. Hasil emulsi yang baik, perpindahan partikel-partikel
lemak ke permukaan terhalang oleh sifat viskus fase kontinyu karena fase kontinyu
menurun pemindahan emulsi meningkat (Forrest et al,1975).
Kenaikan temperatur dapat dikurangi dengan penambahan es selama proses
pencacahan atau pelumatan dan emulsifikasi. Penggunaan daging beku dapat
menurunkan temperatur selama proses emulsifikasi. Partikel lemak yang besar akan
berubah menjadi partikel yang lebih kecil selama emulsifikasi sampai terbentuknya
emulsi. Umumnya untuk membentuk emulsi yang stabil, konversi partikel lemak
membutuhkan proteinterlarut yang lebih besar. Penurunan ukuran partikel lemak akan

meningkatkan total permukaan partikel lemak sampai kira-kira lima kali lipat,
sehingga protein yang larut harus lebih banyak untuk menyelubungi permukaan
permukaan partikel lemak yang lebih kecil. Hasil emulsi yang baik umumnya dapat
diperoleh dengan cara mencacah atau melumatkan daging bersama sama dengan es,
garam, dan bahan curing lalu disimpan beberapa jam untuk memberi kesempatan
ekstraksi protein yang lebih efisien atau dengan cara memproses dengan
menggunakan daging beku (Kramlich, 1971).
Sosis
Badan Standarisasi Nasional mengeluarkan SNI No. 01-3020-1995 tentang
pengertian sosis. Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging
halus ( 75%) dengan penambahan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan
bumbu dan dengan bahan tambahan makanan lainnyayang diizinkan dan dimasukkan
ke dalam selongsong (BSN,1995). Salah satu kriteria mutu sosis yang penting dapat
dilihat dari kandungan gizinya yaitu terdiri dari kadar air, protein, lemak, abu dan
karbohidrat(BSN, 1995). Syarat mutu sosis daging dapat dilihat pada tabel.
Parameter
Satuan
Jumlah
Air
%bb
Maks. 67,0
Protein
%bb
Min. 13,0
Abu
%bb
Maks. 3,0
Lemak
%bb
Maks. 25,0
Karbohidrat
%bb
Maks. 8,0
Sumber : Baadan Standarisasi Nasional (1995)

Sosis yang dikenal oleh masyarakat secara umumadalah produk daging giling
yang dimasukkan ke dalam selongsong sehingga berbentuk bulat panh=jang dengan
berbagai ukuran. Nama sosis di pasaran sering dikaitkan dengan nama tempat asal
sosis tersebut dibuat (Brandly, 1966). Sosis pada umumnya merupkan produk daging
olahan yang berbentuk emulis dimana lemak bertindak sebagai komponen atau zat
yang teremulsi dimana lemak bertindaksebagai komponen atau zat yang teremulsi
serta protein dan air sevagai komponen atau zat pengemulsi.
Selongsong Sosis (Casing)
Menurut Soeparno (2005) selongsong adalah bahan pengemas sosis yang
umumnya berbentuk silindris. Selongsong dapat berfungsi sebagai cetakan selama
pengolahan, pembungkus selama penanganan dan pengangkutan serta sebagai media
display selama diperdagangan. Casing atau selongsong untuk membungkus sosis
dibagi menjadi dua yaitu selongsong alami dan buatan. Selongsong alami terutama
berasal dari saluran pencernaan ternak, misalnya sapi, domba dan kambing.
Selongsong dari ternak dapat berasal dari esofagus, usus kecil, usus besar bagian
tengah, caecum, dan kandung kecil. Selongsong alami pada dasarnya terbuat dari

kolagen. Kelebihan dari selongsong alami adalah rasa yang dihasilkan akan lebih
enak. Sedangkan kekurangan selongsong ini adalah ukurannya yang tidak seragam
(Soeparno, 2005).
Selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu (1) selulosa ,(2) kolagen
yang dapat dimakan, (3) kolagen tidak layak dimakan dan (4) plastik (Bacus,1984).
Selongsong dari plastik tidak dapat ditembus oleh asap dan cairan dan dapat
digunakan oleh sosis yang tidak diasap misalnya sosis segar dan sosis hati atau sosis
yang diproses dengan air panas. Pada saat proses pemanasan dan pengasapan,
selongsong akan mengeras akibat dari proses tersebut. Selanjutnya pemasakan
dengan kelembapan yang tinggi akan melunakkan selongsong dan meningkatkan
keempukan (Bacus,1984).
Bahan-Bahan Pembuatan Sosis
Bahan baku pembuatan sosis umumnya terdiri dari bahan utama dan bahan
tambahan. Bahan utama terdiri dari bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu
dan bahan makanan lain yang fiizinkan (Kramlich,1971).
Lemak atau Minyak
Pada pembuatan sosis lemak atau minyak memiliki fungsi yaitu untuk
memberikan rasa lezat, mempengaruhi keempukan dan juiceness daging dari produk
yang dihasilkan (Kramlich,1971).Penggunaan lemak cair memiliki beberapa
kekurangan yaitu lemak cair akan menghasilkan emulsi yang kurang stabil.
Sedangkan penggunaan lemak hewan akan menghasilkan emulsi yang lebih stabil
daripada lemak cair. Emulsi yang kurang stabil yang dihasilkan oleh lemak cair
disebabkan karena lemak cair mudah membentuk coalescence yaitu bergabungnya
butiran butu=iran lemak kecil yang menjadi butiran besar atau globula. Bentuk
globula menjadi lebih sulit terselubungi dalam pembentukan emulis sehingga emulsi
yang terbentuk mudah pecah sehingga berakibat minyak akan mudah keluar pada saat
pemasakan sosis (Kramlich,1971).
Sodium TriPoli Phospat (STPP)
Menurut Pandisurya (1983), kegunaan Alkali Phospat adalah:(1)
Meningkatkan pH daging dan menyebabkan meningkatnya daya mengikat air,(2)
Phosfat dan garam (NaCl) mempunyai sifat sinergisme sehingga menyebabkan
tingginya daya mengikat air,(3) Phosfat dapat menurunkan penyusutan makanan
karena dapat mengurangi air yang hilang selama pemasakan,(4) Meningkatkan
keempukkan dan memudahkan pengirisan,(5) Menstabilkan warna dan keseragaman,
(6) Menghambat ketengikan karena phosfat mempunyai sifat antioksidan,(7)
Meningkatkan mutu produk daging selain keaktifan Na5P3O10 juga harganya relatif
murah.

Fungsi phosfat dalam memperbaiki mutu produk daging tergantung pada


beberapa faktor yaitu tipe phosfat yang digunakan, pH produk dan penggunaan
konsentrasi NaCl. Penggunaan poliphosfat memiliki pembatas (self limiting) yang
disebabkan karena poliphosfat memiliki rasa agak pahit pada konsentrasi tertentu,
sehingga penggunaan pada umumya sekitar 0,3-0,5% (Ranken, 2000). Menurut
Pandisurya (1983), penambahan STPP sebanyak 0,75% dari bera daging serta
penambahan garam sebanyak 2% dari daging pada adonan bakso, memberikan nilai
penerimaan produk yang terbaik. STPP dan garam merupakan bahan kimia yang
digunakan untuk melarutkan dan mengekstraksi protein larut garam yang berfungsi
sabagai bahan pengikat bila produk dipanaskan.
Es Batu atau Air Es
Es merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso.
Menurut Forrest et al (1975), penambahan es pada pembuatan sosis berfungsi untuk
mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama proses penggilingan dan
pembuatan adonan atau emulsifikasi. Penambahan es dalam adonan akan
mempengaruhi kadar air, WHC (Water Holding Capacity), kekenyalan dan
kekompakan bakso yang dihasilkan (Indarmono, 1987). Jumlah yang ditambahkan
tergantung dari produk akhir yang diinginkan. Penggunaan es semakin banyak maka
akan meningkatkan kadar air, WHC, kekenyalan dan kekompakan produk yang
dihasilkan. Menurut Indarmono (1987), penggunaan es sebanyak 2% dari bera daging
dapat menghasilkan bakso dengan sifat fisik dan organoleptik yang disukai
konsumen.
Fungsi penambahan air es dan es pada pembentukan emulsi daging bertujuan
untuk (1) melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh
bagian masa daging (2) memudahkan ekstarksi protein serabut otot, (3) membantu
pembentukan emulsi (4) mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah akibat
pemanasn mekanis (Kramlich et al.,1973). Penambahan es yang digunakan dalam
pembuatan bakso banyaknya kurang lebih 20 % dari berat daging.
Bawang Putih
Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan
cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa
ditambahkan dalam makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna
meningkatkan selera makan (Buckle et al 1987). Masih menurut Buckle et al,
(1987)menyatakan bahwa bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak
volatile yang mengandung komponen sulfur. Karakteristik bawang putih akan muncul
dengan sendirinya apabila terjadi pemotongan atau perusakan jaringan. Bawang putih
dapat menghasilkan enzim alicin dimana enzim tersebut berperan dalam memberi
aroma bawang putih serta merupakan salah satu zat aktif anti bakteri.

Merica (Lada Putih)


SNI 01-3717-1995 menyatakan bahwa merica atau lada putih bubuk adalah
lada putih (Piper ningrumlinn) yang dihaluskan, mempunyai aroma dan rasa khas
lada. Manfaat penambahan lada yaitu untuk menguatkan rasa yang terdapat pada
makanan terutama rasa pedas. Lada pada konsentrasi lebih dari 3% dapat
menghambat pertumbuhan Listeria monocytogeneses . Komposisi kimia lada putih
per 100 gram terdiri dari 10,5 g air, protein 11,0 g, lemak 3,3 g, abu 4,3 g dan
karbohidrat 64,8 g (Farrel, 1990). Lada (Piper ningrumlinn) memproduksi beberapa
komponen antara lain terpen, hidrat, -felanderen, dipenten dan -kariofilin.
Pala
Pala biasanya digunakan sebagai bumbu dalam sosis fermentasi. Bumbu ini
telah ditemukan dapat menstimulasi pembentukan asam laktat. Hal ini disebabkan
oleh kandungan mangan yang terdapat di dalam pala. Mangan diperlukan oleh bakteri
asam laktat untuk aktivitas-aktivitas enzim termasuk kunci enzim glikolisis dan
fructose-1,6-diphosphate aldolase (Buckle et al., 1987).
Garam
Garam sebagai bahan pembantu sangat berperan untuk menambah cita rasa
produk akhir. Pada konsentrasi rendah (1-3%) garam tidak bersifat membunuh
mikroorganisme (gemisidal) tetapi hanya sebaga bumbu yang memberikan cita rasa
gurih pada bahan pangan yang ditumbuhkan (Buckle et al., 1987). Menurut Ketaren
(1986) dalam proses menggoreng minyak berfungsi membantu pematangan bahan
makanan, memperbaiki cita rasa, membantu memperbaiki tekstur pangan serta
menambah nilai gizi dan kalori pangan.
Garam merupakan bahan yang sangat penting dalam proses pengawetan ikan
maupun daging di Indonesia. Garam berfungsi untuk memberikan citarasa dan
sebagai pengawet. Penggunaan garam bervariasi, umumnya 2-2.5 % . Daya awet
garam disebabkan oleh sifat NaCl yang dapat menimbulkan tekanan osmotik yang
tinggi dan dapat menarik air dari dalam bahan, sekaligus cairan sel mikroba yang
menyebabkan plasmolisis pada mikroba. Penambahan garam dimaksudkan untuk
mempercepat proses pengurangan air, lendir, darah , dan kotoran lain dari daging.
Garam yang digunakan sebaiknya garam dapur yang bersih, putih , dan halusBahan
Pengikat dan Pengisi
Bahan Pengikat dan bahan pengisi adalah bahan-bahan bukan daging yang
ditambahkan ke dalam sosis dengan tujuan meningkatkan stabilitas emulsi,
menurunkan susut masak, memperbaiki sifat irisan, memperbaiki cita rasa dan
menurunkan biaya produksi, untuk menarik air,memberi warna khas dan memberi
tekstur yang padat. Bahan pengikat menurut asalnya dibedakan menjadi bahan
pengikat hewani dan bahan pengikat nabati. Bahan pengikat hewani merupakan
produk produk susu sedangkan produk kedelai merupakan salah satu contoh bahan
pengikat nabati (Kramlich,1971).

METODE
Materi
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalm praktikum kali ini adalah : Alat
food processor, stuffer, casing (selongsong), peralatan dapur (telenan, pisau, baskom
kecil, panci, pengaduk, kompor, sendok dan lain-lain). Sedangkan bahan yang
digunakan adalah daging segar, minyak 10%, skim 10%, tepung tapioka 15%, garam
3%, STTP 0,5%, es batu , bawang putih 1,5%, merica 1%, serta bahan inovasi yaitu
telur dan keju.

Prosedur
Pada praktikum tentang pembuatan sosis, adapun cara-cara yang dilakukan
adalah pertama-tama dipilih daging sapi yang segar dengan kualitas baik dan
dibersihkan terlebih dahulu. Kemudian daging sapi tersebut diiris kecil-kecil hingga
bagian , setelah itu daging yang telah dipotong dengan kecil-kecil di masukan ke
dalam food processor dan ditambahan bahan bahan yang dibutuhkan secara bertahap.
Pertama di tambahkan bahan bahan premix satu seperti garam 3%, STPP 0,5%,
sendawa 0,25% dan es batu, selanjutnya diberikan penambahan bahan premix dua
seperti skim 10%, minyak 10%, bawang putih 1,5%, merica 1 %, dan es batu ,
kemudian bahan lain yang ditambahkan yaitu bahan-bahan premix tiga yaitu tapioka
15% dan es batu, setelah itu adonan dalam alat penggiling dimasukkan dalam
selongsong dan dipadatkan. Apabila sosis sudah dimasukkan, selongsong diikat
sesuai selera dan direbus/dipanaskan selama 30 menit sampai sosis matang. Setelah
sosis matang, sosis di goreng hingga matang dan kemudina diberikan inovasi agar
menambah daya tarik pada saat akan diuji. Sosis siap disajikan untuk di lakukan uji
hedonik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Setelah dilakukan pengujian organoleptik terhadap sosis yang telah disajikan,
didapatkan hasil yang disajikan dalam table, berikut hasil uji organoleptik sosis pada
masing-masing kelompok :
Tabel 1. Hasil Uji Organoleptik Sosis Masing-Masing Kelompok
Kelompok
Parameter
1
2
3
4
Rasa
2.835
2.845
3.065
2.815
Kekenyalan
2.985
2.975
3.355
3.195
Penampilan Umum 2.335
2.98
2.85
2.81
Warna
2.41
2.795
3.21
3.06

5
1.78
1.5
1.995
2.14

6
2.925
2.885
3.295
3.355

Pembahasan
Pengujian organoleptik merupakan pengujian dengan menggunakan indera
pengelihatan, peraba, perasa, dan pembau untuk mengidentifikasi penyakit dan cacat
pada produk. Pengujian ini dapat dilakukan saat daging dalam keadaan post-mortem
(Rahayu 2001). Uji hedonik merupakan pengujian tingkat kesukaan terhadap suatu
produk, sebelum produk tersebut dilepas ke pasar. Pengujian ini umumnya memiliki
sembilan poin skala hedonik atau derajat skala kesukaan. Sembilan poin tersebut
adalah sangat sangat suka, suka sekali, suka, agak suka, antara suka atau tidak suka,
agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka, sangat sangat tidak suka. Sembilan
skala tersebut diciptakan oleh David Peryam untuk menentukan derajat kesukaan dari
produk pangan. Menurut Rahayu (2001), pengujian ini dilakukan dengan menyajikan
sampel ke semua panelis secara serentak dan panelis tersebut diminta untuk
mengindikasikan respon hedonik mereka terhadap sampel dalam bentuk skala.
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap sosis didapatkan beberapa
hasil penilaian diantaranya yaitu Jika dilihat dari hasil tabel diatas nilai terbesar untuk
pengujian organoleptik terhadap rasa adalah kelompok 3 dengan nilai sebesar 3,065
yang artinya penilaian panelis terhadap rasa sosis berada pada kriteria suka dan itu
dapat kita lihat berdasarkan hasil pengujian. Selanjutnya pengujian terhadap
penampilan umum berdasarkan hasil yang didapat dari pengujian nilai penampilan
umum terbesar adalah kelompok 6 yaitu sebesar 3.295, yang menandakan penilaian

panelis terhadap penampilan sosis kelompok 6 adalah suka. Untuk pengujian terhadap
tekstur sosis terhadap parameter tekstur/kekenyalan yang memiliki nilai terbesar
adalah kelompok 3 yaitu sebesar 3.355 yang artinya penilaian panelis terhadap
kekenyalan sosis menyukai tekstur/kekenyalan dari sosis kelompok 3. Warna
merupakan salah satu aspek penting bagi makanan. Warna juga berperan penting
dalam penerimaan makanan, bersamaan dengan parameter bau, rasa dan tekstur.
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap warna sosis, kelompok yang memiliki
nilai terbesar adalah kelompok 6 yang memiliki nilai terbesar yaitu 3.355 yang
artinya penilaian panelis terhadap warna sosis menyukai warna dari kelompok 6.
Bahan baku pembuatan sosis umumnya terdiri dari bahan utama dan bahan
tambahan. Bahan utama terdiri dari bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu
dan bahan makanan lain yang diizinkan. Bahan utamanya adalah daging, sedangkan
bahan tambahannya adalah tepung tapioka, garam, STPP, es batu, merica, dan
bawang putih. Setiap bahan tambahan memiliki fungsi berbeda yang dapat
mempengaruhi sosis tersebut. Bahan tambahan merupakan salah satu faktor yang
mendukung keberhasilan pembuatan sosis dan berfungsi memperbaiki atau
memodifikasi rasa serta daya simpan produk olahan daging (Cross dan Overby,
1988).
Menurut Kramlich (1971) penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi
berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur yang padat,
memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan waktu pemasakan,
memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Penambahan lemak dalam pembuatan sosis
berguna untuk membentuk sosis yang kompak dan empuk serta memperbaiki rasa dan
aroma sosis. Penambahan es atau air es bertujuan untuk melarutkan garam dan
mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian massa daging, memudahkan
ekstraksi protein serabut otot, membantu pembentukan emulsi dan serta
mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembuatan
adonan. Bahan tambahan lainnya yang sering digunakan dalam pembuatan sosis
adalah gula, nitrit atau sendawa dan rempah-rempah. Gula dapat membantu
mempertahankan aroma dan mengurangi efek pengerasan dari garam glukosa. Nitrit
ataupun sendawa ditambahkan pada daging terutama sebagai pembangkit warna khas
kiuring, yaitu warna merah yang stabil. Rempah-rempah yang biasa digunakan antara
lain lada, pala, jahe, dan cengkeh. Ditambahkan dalam bentuk tepung minyak atsiri
dan oleoresin. Sebagai wadah pembentuk sosis, biasa digunakan casing yang terbuat
dari usus binatang atau casing sintesis. Jenis casing (pembungkus) sintetis yang
banyak digunakan dibuat dari selulosa dan kolagen. Garam berfungsi untuk
memberikan cita rasa, mengawetkan dan yang paling penting adalah untuk
melarutkan protein. Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk
meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Pala biasanya digunakan sebagai
bumbu dalam sosis fermentasi. Bumbu ini telah ditemukan dapat menstimulasi
pembentukan asam laktat. Manfaat penambahan lada yaitu untuk menguatkan rasa
yang terdapat pada makanan terutama rasa pedas..
Badan Standarisasi Nasional mengeluarkan SNI No. 01-3020-1995 tentang
pengertian sosis. Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging

halus ( 75%) dengan penambahan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan
bumbu dan dengan bahan tambahan makanan lainnyayang diizinkan dan dimasukkan
ke dalam selongsong (BSN,1995). Salah satu kriteria mutu sosis yang penting dapat
dilihat dari kandungan gizinya yaitu terdiri dari kadar air, protein, lemak, abu dan
karbohidrat(BSN, 1995). Perbedaan antara sosis komersial dengan sosis yang dibuat
praktikan yaitu lebih terlihat dari parameter warna dan rasa. Dari segi rasa, sosis
praktikan lebih enak dibanding sosis komersil karena penambahan tepung sosis
komersil lebih banyak. Sedangkan parameter warna, dengan penambahan nitrit yang
lebih banyak pada sosis komersial mengakibatkan sosis komersial berwarna lebih
merah cerah. Sosis pada umumnya merupakan produk daging olahan yang berbentuk
emulis dimana lemak bertindak sebagai komponen atau zat yang teremulsi dimana
lemak bertindaksebagai komponen atau zat yang teremulsi serta protein dan air
sevagai komponen atau zat pengemulsi.

SIMPULAN
Setelah dilakukan praktikum pembuatan sosis terdapat beberapa faktor yang
sangat menentukan suatu produk dapat diterima atau tidak oleh konsumen
diantaranya adalah rasa, kekenyalan, warna, dan penampilan umum. Dan berdasarkan
praktikum pembuatan sosis, setiap sosis memiliki penilaian uji organoleptik yang
berbeda tiap parameternya yang dapat dilihat dari tabel diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Bacus,J.1984.Utilization of Microorganism in Meat Processing. Research Studies


PZ\ress Ltd, England
Brady, P.L., F.K. McKeith, dan M.E. Hunecke. 1985. Comparison of sensory and
instrumental texture profile techniques for the evaluation of beef and beef-soy
loaves. J. Food Science. 50 : 1537-1539.
Brandly, P.J., Migaki G., Taylor K.E. 1966. Meat Hygiene, 3rdEdit. Lea and Febiger,
Philadelphia
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Food Science. Dalam
Purnomo H, Adiono (penerjemah). Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Cross, H.R, & A.J. Overby. (1988). Meat Science, Milk Science and Technology.
Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo: Elsevier Science Publishers B.V.
Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hendrick, M. D. Judge and R. A. Merkel. 1975.
Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Co., San Fransisco.
Indarmono, T. P. 2007. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta jumlah
es yang ditambahkan ke dalam adonan fisikokimia bakso sapi. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kramlich, J. E. 1971. Sausage Product Technology. In The Science of Meat and Meat
Product. J. E. Price and B. S. Schweigert Edit. W. H. Freeman and
Colletotrichum., perilaku disruptif:485.
Rahayu. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ranken, M.D. 2000. Meat Product Technology. Blackwell Science Ltd., United
Kingdom.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. Syarat Mutu Sosis Daging. SNI 01-38201995. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.
Surya. P. 2003 Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

LAMPIRAN

You might also like