You are on page 1of 17

Referat

KANDIDIASIS

Disusun oleh:
Gian Oktavianto (11.2013.124)
Pembimbing:
dr. Wong Hendra

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT FAMILY MEDICAL CENTER, BOGOR
PERIODE 17 NOVEMBER 20 DESEMBER 2014
PENDAHULUAN
1

Infeksi jamur dewasa ini semakin sering terjadi seiring dengan


meningkatnya penggunaan antibiotika berspektrum luas, steroid, obat-obat
sitostatika, penyakit kronik, keganasan, bayi- bayi dengan berat badan lahir
rendah dan penderita-penderita dengan penurunan daya tahan tubuh. Antara
tahun 1980-1990 dari data rumah sakit di Amerika Serikat yang melakukan
surveillance terhadap patogen nosokomial didapati 7,9% (22,200

kasus)

disebabkan oleh infeksi jamur, sekitar 79% infeksi jamur ini disebabkan oleh
spesies kandida. Sekitar 8,8% bayi prematur (berat kurang dari 1500 gram)
yang dirawat di NICU, Universitas Gottingen, dan pemeriksaan mukokutaneus
didapati adanya kotoni jamur kandida.
Spesies

jamur

yang

paling

sering

dijumpai

pada

penderita

immunokompromi yaitu infeksi kandida. Jamur kandida merupakan flora


mikrobial normal rongga mulut, saluran pencernaan dan vagina, bersifat
invasif/patogen bila daya tahan host (pejamu) terganggu. Infeksi jamur ini
umumnya terjadi di daerah mukokutaneus, tetapi dapat pula terjadi pada
organ- organ lain di dalam tubuh seperti esofagus, ginjal, hati, jantung, mata,
otak dan paru
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang sangat umum. Jamur ini biasa
hidup dalam tubuh. Kandidiasis juga merupakan infeksi oportunistik yang
sangat umum pada orang terinfeksi HIV. Jamur ini, semacam ragi, ditemukan
di tubuh kebanyakan orang. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
mengendalikan

jamur

ini.

Cara

terbaik

untuk

menghindari

jangkitan

kandidiasis adalah dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh melalaui


penggunaan terapi antiretroviral. Sebagian besar penyakit kandidiasis dapat
diobati secara mudah dengan terapi lokal. Pada orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah, penyakit ini menjadi lebih menetap.
DEFINISI
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut
disebabkan oleh jamur intermediate Candida sp., biasanya oleh spesies
Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki atau
2

paru, dengan berbagai manifestasi klinisnya yang bisa berlangsung akut,


kronis atau episodik, kadang-kadang dapat menyebabkan septicemia,
endokarditis atau meningitis.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur,
baik laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang
sehat sebagai saprofit. Gambaran klinisnya bermacam-macam sehingga
tidak diketahui data-data penyebarannya dengan tepat.
ETIOLOGI
Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat
diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal.
Sebagai

penyebab

endokarditis

kandidiasis

ialah

C.

parapsilosis

dan

penyebab kandidiasis septicemia adalah C. tropikalis.


Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval.
Jumlahnya sekitar 80 spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia.
Dari semua spesies yang ditemukan pada manusia, C.albicans lah yang
paling pathogen. Candida sp. memperbanyak diri dengan membentuk
blastospora

(budding

cell). Blastospora

akan

saling bersambung dan

bertambah panjang sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa


lebih virulen dan invasif daripada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa
berukuran lebih besar sehingga lebih sulit difagositosis oleh makrofag. Selain
itu, pseudohifa mempunyai titik-titik blastokonidia multipel pada satu
filamennya sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.
Sel jamur kandida berbentuk bulat, lonjong, dengan ukuran 25 x 36
hingga 25 x 528,5 Spesies-spesies kandida dapat dibedakan berdasarkan
kemampuan fermentasi dan asimilasi terhadap larutan glukosa, maltosa,
sakarosa, galaktosa dan laktosa. Jamur kandida dapat hidup sebagai saprofit
tanpa menyebabkan kelainan apapun di dalam berbagai alat tubuh baik
manusia maupun hewan.
3

Candida albicans merupakan spesies jamur kandida yang paling sering


menyebabkan kandidiasis pada manusia, baik kandidiasis superfisialis
maupun sistemik. Pada media agar khusus akan terlihat struktur hyphae,
pseudohyphae dan ragi.

Gambar 1: Candida albicans


KLASIFIKASI
Berdasarkan tempat yang terkena CONANT dkk. (1971), mambaginya
sebagai berikut:
1. Kandidiasis selaput lendir
a. Kandidiasis oral (thrush)
b. Perleche
c. Vulvovaginitis
d. Balanitis atau balanopostitis
e. Kandidiasis mukokutan kronik
f. Kandidiasis bronkopulmonar dan paru
2. Kandidiasis kutis
a. Lokalisata

daerah intertriginosa

daerah perianal
4

b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidiasis kutis granulomatosa
3. Kandidiasis sistemik
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia
4. Reaksi id (kandidid)
PATOGENESIS
Kandida di dalam tubuh manusia dapat bersifat 2 macam. Kandida
sebagai saprofit terdapat dalam tubuh manusia tanpa menimbulkan gejala
apapun, baik subyektif maupun obyektif. Dapat dijumpai di kulit, selaput
lendir mulut, saluran pencernaan, saluran pernafasan, vagina dan kuku.
Kandida sebagai jamur dapat menimbulkan infeksi primer maupun sekunder
dari kelainan yang telah ada. Beberapa faktor predisposisi dapat mengubah
sifat saprofit kandida menjadi patogen.
Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik
endogen maupun eksogen.
1. Faktor endogen
a. Perubahan fisiologik:

Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina


Kondisi

vagina

selama

masa

kehamilan

menunjukkan

kepekaan yang tinggi terhadap infeksi kandida, hal ini tampak


dengan ditemukannya kolonisasi candida spp yang tinggi pada
masa ini sejalan dengan tingginya simtomatik vaginitis.
Keluhan ini paling sering timbul pada usia kehamilan trimester
ketiga. Bagaimana mekanisme hormon-hormon reproduksi
dapat

meningkatkan

kepekaan

vagina

terhadap

infeksi

kandida masih belum jelas.


5

Kegemukan, karena banyak keringat

Debilitas

Iatrogenik

Endokrinopati, gangguan gula darah pada kulit


Pada penderita diabetes mellitus juga ditemukan kolonisasi
candida spp dalam vagina mungkin karena peningkatan kadar
glukosa

dalam

darah,

jaringan

dan

urin.

Akan

tetapi

mekanismenya juga tidak diketahui.

Penyakit kronik: tuberkulosis, lupus eritematosus dengan


keadaan umum yang buruk.

b. Umur
Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.
c. Imunologik: penyakit genetik.
2. Faktor eksogen
a. Iklim,

panas,

dan

kelembaban

menyebabkan

perspirasi

meningkat.
b. Kebersihan kulit
c. Kebiasaan

berendam

kaki

dalam

air

yang

terlalu

lama

menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur.


d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.
GEJALA KLINIS
Kandidiasis selaput lendir
1. Thrush
Biasanya mengenai bayi, tampak pseudomembran putih coklat
muda kelabu yang menutup lidah, palatum mole, pipi bagian dalam,
dan permukaan rongga mulut yang lain. Lesi dapat terpisah-pisah, dan
tampak seperti kepala susu pada rongga mulut. Bila pseudomembran
terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah dan merah.
6

Pada glositis kronik, lidah tampak halus dengan papila yang


atrofik atau lesi berwarna putih di tepi atau di bawah permukaan lidah.
Bercak putih tidak tampak jelas bila penderita sering merokok.

Gambar 2: Oral Thrush


2. Perleche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi,
erosi, basah, dan dasarnya eritematosa. Faktor predisposisnya ialah
defisiensi riboflavin.

Gambaer 3: Perleche
3. Vulvovaginitis

Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes mellitus karena


kadar gula darah dan urin yang tinggi dan pada wanita hamil karena
penimbunan glikogen dalam epitel vagina.
Keluhan yang paling sering adalah rasa gatal pada daerah vulva
dan adanya duh tubuh. Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti
air sampai tebal dan homogen dengan noda seperti keju. Kadangkadang sekret tampak seperti susu yang disertai gumpalan-gumpalan
putih sehingga tampak seperti susu basi/pecah dan tidak berbau. Akan
tetapi lebih sering sekret hanya minimal saja. Pada yang berat terdapat
pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispaneuria.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan
pada labia dan vulva, juga dapat ditemukan lesi papulopustular di
sekitarnya. Pada pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia di labia
menora, introitus vagina, dan vagina terutamanya 1/3 bagian bawah.
Servik tampak normal sedangkan mukosa vagina tampak kemerahan.
Sering

pula

terdapat

kelainan

yang

khas

bercak-bercak

putih

kekuningan. Bila ditemukan keluhan dan tanda-tanda vaginitis serta pH


vagina < 4,5 dapat diduga adanya infeksi kandida.
Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia
menora dan ulkus-ulkus yang dangkal pada labia menora dan sekitar
introitus vaginal.
Fluor albus pada kandidosis vagina bewarna kekuningan. Tanda
yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu
bewarna putih kekuningan. Gumpalan tersebut berasal dari massa
yang terlepas dari dinding vulva atau vagina terdiri atas bahan
nekrotik, sel-sel epitel, dan jamur.

Gambaer 4: Kandidiasis Vulvovaginitis


4. Balanitis atau balanopostitis
Penderita mendapat infeksi karena kontak seksual dengan
wanitanya yang menderita vulvovaginitis, lesi berupa erosi, pustula
dengan dindingnya yang tipis, terdapat pada glans penis dan sulkus
koronarius glandis.

Gambar 5: Kandidasis Balanitis


5. Kandidiasis mukokutan kronik
Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan fungsi leukosit
atau sistem hormonal, biasanya terdapat pada penderita dengan
bermacam-macam defisiensi yang bersifat genetik, umumnya terdapat

pada anak-anak. Gambaran klinisnya mirip penderita dengan defek


poliendokrin.
Kandidiasis kutis
1. Kandidiasis intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat
payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus,
berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa.
Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah
yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi
primer.

Gambaer 6: Kandidiasis Intertriginosa


2. Kandidiasis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah.
Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.

10

Gambaer 7: Kandidiasis Perianal


3. Kandidiasis kutis generalisata
Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara,
intergluteal, dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan
paronikia.
Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustulpustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya
menderita

kandidosis

vagina

atau

mungkin

karena

gangguan

imunologik.

4. Paronikia dan Onikomikosis


Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaanya berhubungan
dengan air, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa kemerahan,
pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras
dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang bewarna kecoklatan, tidak rapuh,
tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti
pada tinea unguium.
5. Diaper-rash

11

Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan


jarang diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering
diderita neonatus sebagai gejala sisa dermatisis oral dan perianal.

Gambar 8: Diaper-rash
6. Kandidiasis granulomatosa
HOUSER dan ROTHMAN melaporkan bahawa penyakit ini sering
menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta
tebal bewarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya.
Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya
sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai dan farings.

Kandidiasis sistemik
1. Endokarditis
Sering

terdapat

pada

penderita

morfinis

sebagai

akibat

komplikasi penyuntikan yang dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh


penderita sesudah operasi jantung.
2. Meningitis
Terjadi karena penyebaran hematogen jamur, gejalanya sama
dengan meningitis tuberkulosis atau karena bakteri lain.
12

Reaksi id (kandidid)
Reaksi id terjadi karena adanya metabolit kandida, klinisnya berupa
vesikel-vesikel yang bergerombol, terdapat pada sela jari tangan atau bagian
badan yang lain, mirip dermatofitid. Di tempat tersebut tidak ada elemen
jamur. Bila lesi kandidosis diobati, kandidid akan menyembuh. Jika dilakukan
uji kulit dengan kandidin (antigen kandida) memberi hasil positif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis klinis kandidiasis dibuat berdasarkan keluhan penderita,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah maupun
gram dan pemeriksaan biakan jamur, selain itu juga pemeriksaan pH cairan
vagina untuk kandidiasis vulvovaginalis.
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH
10% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau
hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol)
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam
suhu kamar atau lemari suhu 37C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam,
berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan
dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.
3. Pemeriksaan pH vagina
Pada kandidiasis vulvovaginalis pH vagina normal berkisar antara 4,04,5 bila ditemukan pH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanya
bakterial vaginosis, trikhomoniasis atau adanya infeksi campuran.
DIAGNOSIS BANDING
13

Kandidiasis kutis lokalisata

Eritrasma : lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak
ada satelit, pemeriksaan dengan sinar Wood positif bewarna merah
bata.

Dermatitis intertriginosa

Dermatofitosis (tinea)

Kandidiasis kuku

Tinea unguium

Kandidiasis vulvovaginitis

Trikomoniasis vaginalis

Gonore akut

Leukoplakia

Liken planus

PENATALAKSANAAN
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian
secara topikal maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis akut maupun
kronik. Kecenderungan saat ini adalah pemakaian regimen antimikosis oral
maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi. Antimikosis untuk
pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya krim,
lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam
pemilihan bentuk obat topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan
dengan penderita sebelum memilih bentuk yang lebih nyaman untuk pasien.
Untuk keradangan pada vulva yang ekstensi mungkin lebih baik dipilih
aplikasi

lokal

bentuk

krim.

Hendaklah

mengingatkan

pasien

untuk

menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.


Topikal:

14

Larutan ungu gentian - 1 % untuk selaput lendir, 1-2 % untuk kulit,


dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.

Nistatin: berupa krim, salap, emulsi

Amfoterisin B

Grup azol antara lain:


i.

Mikonazol 2% berupa krim atau bedak

ii.

Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim

iii.

Tiokonazol, bufonazol, isokonazol

iv.

Siklopiroksolamin 1% larutan, krim

v.

Antimikotik yang lain yang berspektrum luas

Sistemik:

Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna,


obat ini tidak diserap usus.

Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik

Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per


vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200
mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal
atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.

Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk


orang dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3 hari.

PROGNOSIS
Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.

Daftar pustaka

15

1. Unandar B. Kandidosis. dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S.


(eds), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5 th ed, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.2007: 106-9.
2. Siregar, R.S. Kandidiasis. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2005 : 31 4.
3. Madani, F. Infeksi Jamur Kulit, dalam Harahap, M. (ed), Ilmu Penyakit
Kulit, Penerbit Hipokrates, Jakarta.2000: 73 87.
4. Kandidiasis

vulvovaginal.

Edisi

2010.

Diunduh

dari

http://www.scribd.com/doc/34699247/Kandidiasis-Vulvovagina-,

03

Agustus 2010.
5. Setiabudy R, Bahry B. Obat jamur. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007: 571-83.

16

17

You might also like