You are on page 1of 16

TUGAS KMB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN TETANUS

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 4

NAMA ANGGOTA KELOMPOK


1.
2.
3.
4.

HUMAIDI
IRAWATI ATMAJA
JOHRATUL DIANA
KHAIRUL ANAM

6. LAILATUNNAPIS
7. LISOFI ZUBAEDAH
8. M. HARDI JULIADI

AKADEMI PERAWAT KESEHATAN


PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
TAHUN AKADEMIK
2013/2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas izinnya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tetanus
dengan baik walaupun ada sedikit kekurangan mohon di maklumi.
Ucapan trima kasih kita berikan kepada teman-teman yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini. Tanpa ada kerjasama yang baik, kami mungkin tidak dapat menyelesaikan makalah
ini.
Semoga makalah kami ini bermanfaat walaupun masih banyak kekukarangan yang
memerlukan perbaikan dari masukan dosen serta rekan-rekan mahasiswa.

Sakra, 25 Februari 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN..
I.

Latar Belakang..

II.

Rumusan Masalah.

III.

Tujuan

BAB II PEMBAHASAN....
1. Tinjauan Teori..
1.2 Definis.
1.3 Etiologi....
1.4 Patofisiologi....
1.5 Manifestasi klinis & Komplikasi
1.6 Pemeriksaan Diagnostik & Penatalaksanaan Medis
2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian..
2.2 Diagnosa Keperawatan..
2.3 Intervensi Keperawatan.
2.4 Implementasi Keperawatan..
2.5 Evaluasi.
BAB III PENUTUP
I & II Kesimpulan & Saran

DAFTAR PUSTAKA.

BAB I
PENDAHULUAN

I.

Latar Belakang
Di Negara berkembang, tetanus tetap menjadi penyebab kematian yang penting. yang di

sebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang perawatan luka. Bila tidak memiliki imunisasi
aktif, seorang pasien dengan usia berapapun dapat mengalami tetanus melalui luka yang
terkontaminasi oleh tanah yuang mengandung spora.
Dari itulah imunisasi anti serum di berikan sedini mungkin untuk mencegahnya. Tetanus
adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan
kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
Pada makalah ini akan di bahas secara lugas semua yang berhubungan dengan penyakit
tetanus mulai dari pengertian sampai pengobatan dan perawatan.

II.

Rumusan Masalah

Apa pengertian, etiologi, dan manifestasi klinis, serta bagaimana patofiologi, pengobatan,
dan asuhan keperawatan pada klien dengan tetanus?

III.

Tujuan

Untuk mengetahui Apa pengertian, etiologi, dan manifestasi klinis, serta bagaimana
patofiologi, pengobatan, dan asuhan keperawatan pada klien dengan tetanus

BAB II
PEMBAHASAN
1.
1.2

TINJAUAN TEORI
Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa

disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
1.3

Etiologi
Penyebab dari tetanus adalah bakteri clostridium tetani, suatu basil anaerob Gram-positif

pembentuk spora, yang terdapat dalam usus berbagai hewan herbivora dan terdistribusi luas
dalam tanah.
Sering kali tempat masuk kuman sukar diketahui tetapi suasana anaerob seperti pada luka
tusuk, luka kotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan carries
gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan eksotoksin.
1.4

Patofisiologi
Pada luka yang terkontaminasi oleh tanah yang mengandung spora, kondisi anaerobik

yang disebabkan oleh benda asing dan jaringan mati mendorong pertumbuhan vegetative aktif
Clostridium tetani menhasilkan eksotoksin. Kemudian eksotoksin memproduksi tetano spasmin
dan tetano lisin, dimana tetano spasmin dampaknya pada spasme otot dan tetano lisin
dampaknya tidak tampak.
Toksin tetano spasmin yang di produksi oleh eksotoksin berjalan ke arah proksimal di
sepanjang saraf tepi untuk mencapai system saraf pusat dengan memblokade pelepasan
asetilkolin pada sinaps mioneural dan dengan melawan pengaruh inhibisi pada lengkung refleks
otot. Hal ini yang menimbulkan kekakuan dan spasme otot. Setelah terfiksasi pada medulla
spinalis, toksin tidak dapat di netralisasi lagi oleh antitoksin atau anti tetanus serum.
Setelah clostridium tetani melewati masa inkubasi selama 2-10 hari dan 5-14 hari pada
anak-anak. Pada dewasa maka akan timbul gejala infeksi seperti adanya kenaikan suhu tubuh.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15
% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15

% dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot
dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
1.5

Manifestasi Klinis
-

Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut
(trismus)

- Diikuti gejala risus sardonikus (wajah menyeringai), kekauan otot dinding perut dan
ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
-

Spasme otot laring dan otot pernafasan menyebabkan gagal nafas


Spasme terjadi secara spontan dapat dipicu oleh bising, gerakan, dan batuk.
Kaku kuduk (opistotonus)

Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :


1) ringan ; hanya trismus dan kejang lokal
2) sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata,
opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.
3) Berat : dapat terjadi kejang spontan yang makin lama makin seinrg dan lama, gangguan
saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya
hipoksia yang berat
1.6

1.7

Komplikasi
a. Kaku otot
b. Asfiksia
c. Atelektasis
d. Fraktur oklusi
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan fisik : Menemukan dimana ada luka dan ketegangan otot
b. Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000

1.8

Penatalaksanaan Medik
Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :
A. Eliminasi kuman atau bakteri

a) debridement
Untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak,
membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires
gigi. Cairan yang digunakan untuk membersihkan luka yaitu H2CO2 (pehidrol).
b) antibiotika
Penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain
ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
B. Netralisasi toksin

Toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.
Dapat diberikan ATS 20.000 UI secara IM.
C. perawatan suporatif
Perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :
1) Nutrisi dan cairan
pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti

sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.


beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral
bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian

2)

3)

makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.


menjaga agar nafas tetap efisien
pemebrsihan jalan nafas dari lendir
pemberian zat asam tambahan
bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)
mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
anti konvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama),
pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan
pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.

Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua
diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya

bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan
pelumpuhan obat secara totol dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)

D. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :


Semua pakaian ketat dibuka
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen
Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS
2.1 Pengkajian
a. Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2. Keluhan utama kejang
3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
-

Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.


Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk
pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila

kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan
kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai
dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera
sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi),
gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, luka kotor, adanya benda asing dalam
luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman
yang menghasilkan endotoksin.
Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.
4. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
- Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
- Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
-

pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?


Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang
diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan

pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Pola Eliminasi :
b. Data Obyektif
Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi
dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran
setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
a. Pemeriksaan Fisik
- Kepala
- Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut
-

jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.

Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus

cranial
Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan.
Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
-

Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan
dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
-

Hidung

Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar
sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
-

Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis?
Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
-

Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans
-

Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama,
kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
-

Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah
bradicardi atau tachycardia ?
-

Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan
peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
-

Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema,
hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?

Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada
daerah akral ?
-

Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?


c. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
Glukosa Darah

: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)

BUN

: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.


Elektrolit

: K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang


Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
2. Skull Ray
3. EEG :

:
Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh

untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.


4. Analisa dan Sintesa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi,
mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data,
membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil
analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang berulang.
Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan sekunder dari depresi
pernafasan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan
pad ajalan nafas atas.

Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan


keterbatasan informasi yang ditandai
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin
2.4 Intervensi
Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang
berulang
Tujuan

: Klien tidak mengalami cedera selama perawatan

Kriteria hasil

1.

Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang

2.

klien tidur dengan tempat tidur pengaman

3.

Tidak terjadi serangan kejang ulang.

4.

Suhu 36 37,5 C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit

5.

Kesadaran composmentis

Rencana Tindakan :
INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi dan hindari faktor 1. Penemuan faktor pencetus untuk
pencetus

memutuskan rantai penyebaran toksin


tetanus.

2. tempatkan klien pada tempat 2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat
tidur yang memakai pengaman di mengurangi stimuli atau rangsangan yang
ruang yang tenang dan nyaman

dapat menimbulkan kejang

3. anjurkan klien istirahat

3. efektivitas energi yang dibutuhkan


untuk metabolisme.

4. sediakan disamping tempat tidur 4. lidah jatung dapat menimbulkan


tongue spatel dan gudel untuk obstruksi jalan nafas.
mencegah lidah jatuh ke belakng
apabila klien kejang
5. lindungi klien pada saat kejang 5. tindakan untuk mengurangi atau
dengan :
-

longgarakn pakaian

posisi miring ke satu sisi

mencegah terjadinya cedera fisik.

jauhkan klien dari alat yang

dapat melukainya
-

kencangkan pengaman tempat

tidur
-

lakukan suction bila banyak

sekret
6.

catat

kejang,

penyebab
proses

mulainya 6. dokumentasi untuk pedoman dalam

berapa

lama, penaganan berikutnya.

adanya sianosis dan inkontinesia,


deviasi dari mata dan gejalahgejala lainnya yang timbul.
7. sesudah kejang observasi TTV 7. tanda-tanda vital indikator terhadap
setiap 15-30 menit dan obseervasi perkembangan

penyakitnya

dan

keadaan klien sampai benar-benar gambaran status umum klien.


pulih dari kejang
8. observasi efek samping dan 8. efek samping dan efektifnya obat
keefektifan obat

diperlukan motitoring untuk tindakan


lanjut.

9.

observasi

adanya

depresi Nomor 9 dan 10 kompliksi kejang dapat

pernafasan dan gangguan irama terjadi depresi pernafasan dan kelainan


jantung
10.lakukan

irama jantung.
pemeriksaan

neurologis setelah kejang


11. kerja sama dengan tim :
-

pemberian obat antikonvulsan berulang

dosis tinggi
-

11. untuk mengantisipasi kejang, kejang

pemeberian

dengan

menggunakan

obat

antikonvulsan baik berupa bolus, syringe


antikonvulsan pump.

(valium, dilantin, phenobarbital)


-

pemberian oksigen tambahan

pemberian cairan parenteral

pembuatan CT scan

Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan


penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan

: Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat

meningkat.
Kriteria Hasil
-

Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya


klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penjelasan dna pendidikan kesehatan
yang diberikan.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi tingkat pengetahuan 1. Tingkat pengetahuan penting untuk
klien dan keluarga
2.

Hindari

modifikasi proses pembelajaran orang

proteksi

yang dewasa.

berlebihan terhadap klien , biarkan 2. tidak memanipulasi klien sehingga ada


klien melakukan aktivitas sesuai proses kemandirian yang terbatas.
dengan kemampuannya.
3. ajarkan pada klein dan keluarga 3. kerja sama yang baik akanmembantu
tentang peraawatan yang harus dalam proses penyembuhannnya
dilakukan sema kejang
4.

jelaskan

pentingnya 4. status kesehatan yang baik membawa

mempertahankan status kesehatan damapak pertahanan tubuh baik sehingga


yang optimal dengan diit, istirahat, tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.
dan

aktivitas

yang

dapat

menimbulkan kelelahan.

5. efek samping yang ditemukan secara

5. jelasakan tentang efek samping dini lebih aman dalam penaganannya.


obat

(gangguan

penglihatan,

nausea, vomiting, kemerahan pada 6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik
kulit, synkope dan konvusion)

merupakan dasar salah satu pencegahan

6. jaga kebersihan mulut dan gigi terjadinya infeksi berulang.


secara teratur

2.4 Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa.
NI, 1989;162 )
2.5 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau
belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).

BAB III
PENUTUP

I.

Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa

disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani. Toksin
Tetanus berjalan ke arah proksimal di sepanjang saraf untuk mencapai system saraf dengan
memblokade pelepasan asetilkolin pada sinaps mioneural dan dengan melawan pengaruh inhibisi
pada lengkung refleks otot. Hal ini yang menimbulkan kekakuan dan spasme otot. Setelah
terfiksasi pada medulla spinalis, toksin tidak dapat di netralisasi lagi oleh antitoksin.
Tetanus perlu penanganan yang intensif agar tidak berakibat fatal. Di mulai dari
pemberian anti serum tetanus dan anti konvulsan jika terjadi kejang. Bahaya-bayaha yang bisa
menyebabkan cedera pada saat kejang harus di hindarkan.
II.

Saran

Sebagai perawat yang akan menangani banyak kasus perlu banyak pengetahuan terutamaaa
pada penyakit tetanus agar bisa menangani dengan tepat dalam perawatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica
Ester, EGC : Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made. EGC:
Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI : Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
B.K.Mandal, E.G.L.Wilkins, E.M.Dunbar, R.T.Mayon-White.2008. Lecture Notes Penyakit
Infeksi. Penerjemah dr. Juwita Surapsari. Penerbit Erlangga: jakarta

You might also like