You are on page 1of 22

REFERAT NEUROLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI


PSPD PERIODE 27 OKTOBER 2014 - 28 NOVEMBER 2014

STROKE NONHEMORAGIK

Angga Haditya
030.09.022

Pembimbing: dr. Mukhdiar Kasim , Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BAB 1
PENDAHULUAN

Strok adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa
defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik
hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai
serangan iskemia otak sepintas (transient ischemic attack TIA).1
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama
di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani
secara cepat, tepat, dan cermat.1
Secara umum, terdapat dua jenis stroke, yaitu:
1. Stroke nonhemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan aliran darah
sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada jaringan otak.
2. Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek.2

Epidemiologi
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita strok, dan
menyebabkan kematian 275.000 - 300.000 orang Amerika. Di pusat-pusat pelayanan neurologi
di Indonesia jumlah penderita gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati
urutan pertama dari seluruh penderita rawat inap. Stroke nonhemoragik lebih sering didapatkan
dari stroke hemoragik.2,3
Insidensi menurut umur, bisa mengenai semua umur, tetapi secara keseluruhan mulai
meningkat pada usia dekade ke-5. Insidensi juga berbeda menurut jenis gangguan. Gangguan
pembuluh darah otak pada anak muda juga banyak didapati akibat infark karena emboli, yaitu
mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada dekade ke 4 hingga ke 6 dari usia, lalu
menurun, dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua.3
Etiologi
Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat dibagi
dalam:

1.

Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul akan hilang dalam
waktu kurang dari 24 jam

2.

Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND) : Gejala

neurologi yang

timbul akan hilang dalam waktu lebih 24 jam, tetapi tidak lebih 1 minggu
3.

Stroke in evolution

4.

Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi dalam:
a. Completed stroke yang hemoragik
b. Completed stroke yang non-hemoragik4

Penyebab dari strok non-hemoragik, antara lain:3


1.

Infark otak

Emboli (15-20%)
Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin, trombosit, udara, tumor,
metastase, bakteri, atau benda asing.3
a.

Emboli kardiogenik
i.

Fibrilasi atrium atau aritmia lain

ii.

Thrombus mural ventrikel kiri

iii.

Penyakit katup mitral atau aorta

iv.

Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)

b.

Emboli paradoksal (foramen ovale paten)

c.

Emboli arkus aorta

Trombosis (75-80%)
Oklusi vaskular hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit, fibrin, sel
eritrosit, dan leukosit.3
a. Penyakit ekstrakranial
i.

Arteri karotis interna

ii.

Arteri vertebralis

b.

Penyakit intracranial
i.

Arteri karotis interna

ii.

Arteri serebri media

iii.

Arteri basilaris

iv.
2.

Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)3

Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) (5%)


a. Trombosis sinus dura
b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis
c. Vaskulitis sistem saraf pusat
d. Penyakit moya-moya
e. Migren
f. Kondisi hiperkoagulasi3

PATOFISIOLOGI STROK ISKEMIK


Mekanisme terjadinya stroke iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi
atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan
oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ
distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam
suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu
embolus.7
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang
usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah
sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis
komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering
terbentuknya aterosklerosis.8
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupakan respon
vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater
meninges.9
Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe stroke
iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di

pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis
arteri koronaria yang oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total,
trombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang
dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah stroke-in-evolution.7
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar
tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini
dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti
yang terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat
perlindungan anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris
selalu mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri
vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.7
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah
defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah
sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada
tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan
penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus
diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.7
Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus. Asal
stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus
biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan
penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering
tersangkut di bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu
jenis stroke embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti
fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik
yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan
yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri karotis
atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian
mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri
sebelum tersangkut.7

Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah
sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan
menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang
lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau
bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari
setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding
arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi.
Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau
kapiler di pembuluh tersebut.7
Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik7
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat
aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih.
Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF
normal adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat stroke
adalah sebagai berikut:
1.

Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih

(CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam beberapa
menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan
yang disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai
25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi
belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada
stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24 jam.
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra, cedera dan
kematian sel otak berkembang sebagi berikut:

Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk

menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)

Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi,

sehingga neuron membengkak

Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan

meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah proses


eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat yang

berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak
lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA).
Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida sintase (NOS), yang
menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat
dalam jumlah besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital.
Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.

NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron. Obat

yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi
kerusakan

otak

akibat

stroke.

Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna protein

sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran sel), dan radikal
bebas yang terbentuk akibat jejas iskemik.7

MANIFESTASI KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara
mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit.9,10
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara
mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak
menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat
emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas.
Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup besar.9,10
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilaris.
Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan gejala klinis tertentu.11
A. Gangguan pada sistem karotis
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala:
Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai
sesisi
Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan tungkai
sesisi (hemiparesis/hemiplegi)

Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit mengerti
pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan pandang
(hemianopsia)
Mata selalu melirik ke satu sisi
Kesadaran menurun
Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi gejala:
Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
Ngompol (inkontinensia urin)
Penurunan kesadaran
Gangguan mengungkapkan maksud11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat memberikan
gejala:
Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada satu sisi
atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut cortical blindness.
Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.
Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendengar
suaranya.11
B. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris
Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan penglihatan, pandangan
kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervus kranialis bila mengenai
batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan
gangguan kesadaran.9,10
Selain itu juga dapat menyebabkan:
Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
Kehilangan keseimbangan

Vertigo
Nistagmus11
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal, muka
dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal,
akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture,
gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus).
Bila disertai hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar,
nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri,
gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
Faktor risiko strok nonhemoragik berulang, yaitu:
Usia
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga
makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat strok. Dalam statistik faktor ini
menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun. Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin tua
usia, semakin besar pula risiko terkena strok. Hal ini berkaitan dengan adanya proses
degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia,
pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).7
Infark miokardial
Antara 34% penderita infark miokardial di kemudian hari mengalami strok embolik. Risiko
terbesar berada dalam satu bulan setelah terjadi infark miokardial. Aterosklerosis mendasari
terjadinya infark miokardial maupun strok iskemik. Infark miokardial akan menimbulkan
kerusakan pada dinding jantung ataupun fibrilasi atrium yang menetap; keduanya memudahkan
terjadinya trombus yang pada suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah menjadi emboli
untuk

kemudian

masuk

ke

dalam

aliran

darah

otak.7

Fibrilasi atrial
Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki risiko 35 kali lipat untuk
mengalami strok. Secara keseluruhan, 15% kasus strok iskemik disebabkan oleh fibrilasi atrial.
Denyut jantung yang tidak efektif karena adanya fibrilasi atrial akan menyebabkan darah
mengumpul di dinding jantung; hal demikian ini akan memudahkan terbentuknya trombus dan

pada suatu saat trombus ini dapat terlepas dari dinding jantung dan berubah menjadi emboli
untuk kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.7
Hipertensi
Strok berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol tekanan darah. Makin tinggi
tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya strok, baik strok nonhemoragik maupun strok
hemoragik. Hipertensi merupakan faktor risiko strok yang paling penting, meningkatkan risiko
strok 24 kali lipat, tidak tergantung pada faktor risiko lainnya. Peningkatan tekanan sistolik
maupun diastolik berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan
diastolik sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi dapat
dikendalikan dengan baik maka risiko strok turun sebanyak 2838%.7
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 13 kali lipat dibandingkan dengan
orang yang tidak mengalami diabetes mellitus. Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok
melalui beberapa mekanisme yang saling berkaitan, yang bermuara pada terbentuknya plaque
aterosklerotik. Plaque pada diabetes mellitus banyak dijumpai di cabangcabang arteri serebral
yang kecil. Plaque tersebut akan menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang kemudian
dapat menimbulkan strok.
Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah, kerusakan kronik aliran darah
otak dan autoregulasi, deformabilitas sel darah merah dan putih yang menurun, disfungsi sel
endotel,

hiperkoagulabilitas,

terganggunya

sintesa

prostasiklin

yang

menyebabkan

meningkatnya agregasi trombosit dan kemungkinan disfungsi otot polos arterioler kortikal dan
endotelium yang penting untuk kolateral.7
Dislipidemia
Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih dari 240 mg%. Hiperlipidemia
bukan merupakan faktor risiko strok secara langsung. Hal ini berbeda dengan penyakit koroner
yang jelas berhubungan dengan hiperlipidemia. Namun demikian, dari berbagai penelitian
terungkap bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol total maka risiko untuk terjadinya strok
juga menurun.7
Sehubungan dengan penyakit serebrovaskular secara spesifik, meningginya kadar kolesterol
total dan low density lipoprotein (LDL) berkaitan erat dengan terjadinya aterosklerosis karotis;

sementara itu peningkatan kadar high density lipoprotein (HDL) menimbulkan dampak
sebaliknya.7
Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan bermakna antara kolesterol
plasma dan risiko strok, hanya The Copenhagen City Heart Study mengatakan bahwa
kolesterol berhubungan dengan risiko strok non hemoragik, bila kolesterol lebih dari 8 mmol/l
(310 mg persen).7
HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara HDL
kolesterol dari risiko strok. Hanya Framingham study mengatakan tak ada efek protektif dan
HDL kolesterol yang tinggi untuk strok iskemik.7
LDL

Kolesterol:

LDL

kolesterol

adalah

faktor

risiko

yang

penting

untuk

timbulnya aterosklerosis dan secara tak langsung mempengaruhi strok iskemik Trigliserida:
Terdapat pertentangan pendapat, penyelidikan terbaru mengatakan bahwa trigliserida
postprandial yang tinggi hubungan dengan aterosklerosis dari arteria karotis eksterna.7

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum,
kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah (albumin, globulin), profil
lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa gas darah, dan elektrolit. Pada pungsi
lumbal, ditemukan likuor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari
500.8,9,12
Radiologis
Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi paru maupun kelainan
jantung. Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan Kepala: dapat dilihat adanya daerah hipodens
yang menunjukkan infark/iskemik dan edema.10,12
Pemeriksaaan penunjang lainnya:
EKG
Echocardiography
Transcranial Doppler12

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang
sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah
pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9,10,11
Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri kepala/tidak,
kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau berulang. Juga bisa
didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat
diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya,
merokok,

kolesterol

tinggi

dalam

darah,

dan

obesitas.10,12

Pemeriksaan fisis:
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis, tandatanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-tanda ransang meninges.10,12
Alat bantu skoring: Skor Hasanuddin.
Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa stroke pada
sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke iskemik skornya kurang atau sama dengan15.9

Skor Hasanuddin

Kesadaran menurun
Menit 1 jam

= 10

1 jam 24 jam

= 7,5

Sesaat tapi pulih kembali

=6

>= 24 jam

=1

Tidak ada

=0

Waktu serangan
Sedang beraktifitas

= 6,5

Tidak beraktifitas

=1

Sakit kepala
Sangat hebat

= 10

Hebat

= 7,5

Ringan

=1

Tidak ada

=0

Muntah proyektil
Menit 1 jam

= 10

1 jam - 24 jam

= 7,5

>24 jam

=1

Tidak ada

=0

Tekanan darah saat serangan


> 220/110

= 7,5

< 220/110

=1

Pemeriksaan penunjang:
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada stroke
non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan
pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.10
Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang
akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi vascular yang
terjadi bersifat reversible dan disebabkan embolisasi.9,11

2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).


Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak
lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang beransur-ansur dan bertahap. RIND ini
pula berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral berupa
timbunan oleh fibrin dan trombosit.9,11
3.

Stroke in evolution

Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah yang makin
berat.11
4.

Completed Stroke

Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah
memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak
terganggu.9,11

DIAGNOSIS BANDING
1.

Strok Hemoragik

2.

Ensefalopati toksik/metabolik

3.

Ensefalitis

4.

Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)

5.

Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)

6.

Trauma kepala

7.

Ensefalopati hipertensif

8.

Migren hemiplegik

9.

Abses otak

10.

Sklerosis multipel11,12

PENATALAKSANAAN

Strok adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan metabolik
yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah
kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu
dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi
devisit neurologik akul, fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya
perdarahan atau iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena
terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik.
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: (1) mencegah cedera otak akut dengan
memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2) membalikkan cedera saraf sedapat
mungkin, (3) mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah
penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
Adapun penatalaksanaannya sebagai berikut:
Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan
neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut
sebagai strategi neuroprotektif.7
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar
proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu:3
1.

Breathing

Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik.
Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.3
2.

Brain

Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.


Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan
penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.3

3.

Blood
a. Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
b. Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai
menurunkan perfusi otak.
c. Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
d. Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih pada
penderita dengan diabetes mellitus lama.
e. Keseimbangan elektrolit dijaga.3,10

4.

Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes
fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa
nasogastrik.10
5.

Bladder

Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril atau
kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.10
Penatalaksanaan komplikasi:
Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu
diturunkan perlahan.
Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2
Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus: 1 g/kg
BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama
maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10
Penatalaksanaan keadaan khusus:
Hipertensi
1. Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah ini:
a. Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
b. Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

c. Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang
30 menit
d. Disertai infark miokard akut/gagal jantung
2. Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan sampai
batas hipertensi ringan.
3. Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan antagonis
kalsium.10
a. Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10
b. Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin
subkutan selama 2-3 hari pertama.10
c. Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati,10
d. Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10
Penatalaksanaan spesifik:
Pada fase akut dapat diberikan:
a. Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari
b. Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
c. Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10
Fase Pasca Akut
Pada fase paska akut dapat diberikan:
Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
Neuroprotektor 10
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya strok.9
Rehabilitasi
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka paling penting
pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,

dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan
darah, denyut nadi, dan pernafasan penderita stabil.9
Tujuan rehabilitasi ialah:
Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal menjadi
normal
Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari9
Prinsip dasar rehabilitasi:

Mulai sedini mungkin

Sistematis

Ditingkatkan secara bertahap

Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada9

Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat dicapai
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko strok :
1.

Pengobatan hipertensi

2.

Mengobati diabetes mellitus

3.

Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

4.

Berolahraga teratur.

PENCEGAHAN
A.
1.

Pencegahan primer
Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit

vaskular lainnya
2.

Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:

Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat
golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya
Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan

Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular

aterosklerotik lainnya.
Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur
B.

Pencegahan sekunder

1.

Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko lainnya

Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai


Diabetes melitus: diet, OHO/insulin
Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia
Berhenti merokok
Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak
Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia
2.

Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.

3.

Obat-obatan yang digunakan:

Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagi obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar
80-320 mg/hari
Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan faktor risiko penyakit
jantung.1

PROGNOSIS

Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan komplikasi yang
timbul.12

Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologik setelah
dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke
iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan
kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.9

BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1.

Anonim. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h.17-26.

2.

Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam: Cermin dunia
kedokteran. [online]. 1984. [cited 2014 November 9]. Nomor 34. Available from URL:
http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaranOtak.pdf/0
7G

3.

Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.

4.

Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M,


Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.

5.

Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi
6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2

6.

Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem
neuropsikiatri.

Makassar:

Bagian

Anatomi

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Hasanuddin; 2007.
7.

Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep klinis


proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2005.h.1105-30.

8.

Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi. Volume
2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.

9.

Anonimus. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online) 2009 [cited
2014 November 9]. Available from: http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejaladiagnosa-terapi-stroke-non-hemoragik.

10.

Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan medik. Makassar:
Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo; 2010. h.2-4.

11.

Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Edisi
ketiga. Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005. h.67-70.

12.

Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia;
2006. h.19-23.

You might also like